BAB I.
PENDAHULUAN.
A. Latar Belakang Masalah.
Skripsi Hukum: Tinjauan Yuridis Mengenai Pengangkatan Anak (Adopsi) Warga Negara Asing
Dalam suatu kehidupan manusia
tidak lepas dari keinginan untuk memiliki seorang
keturunan. Keinginan untuk
memiliki keturunan atau
mempunyai anak merupakan
suatu naluri manusia
yang alamiah. Tetapi
kadangkala naluri itu terbentur
pada takdir Tuhan Yang Maha Kuasa dimana kehendak seseorang untuk mempunyai anak tidak tercapai. Pada dasarnya
manusia memiliki keinginan yang tidak
terbatas. Dalam usaha untuk dapat dikaruniai seorang anak, salah satu usaha yang
pernah manusia lakukan
dengan mengangkat anak
atau adopsi.
Pengangkatan anak
atau yang lebih
dikenal dengan istilah
adopsi adalah mengangkat
anak orang lain
menjadi anak sendiri
melalui suatu lembaga pengasuhan
anak dilakukan demi
mendapatkan kepastian hukum
mengenai perubahan status
dari anak angkat
tersebut kedalam praktek
kehidupan masyarakat.
Kata adopsi
sendiri berasal dari
bahasa belanda adoptie yang berarti pengangkatan
seorang anak sebagai
anaknya sendiri. Adopsi
juga berasal dari bahasa
inggris adopt yang berarti mengangkat anak orang lain kemudian dianggap sebagai
anak kandungnya sendiri.
Anak memiliki arti
penting dalam suatu keluarga. Dalam
sistem hukum adat
anak merupakan faktor
penting dalam hal melanjutkan generasi
dari keluarga. Marga
dari suatu keluarga
akan diturunkan kepada
anak cucu sehingga
marga tersebut tidak
hilang begitu saja. Tujuan dari pengangkatan
seorang anak dalam
hukum adat selain
untuk melanjutkan keturunan juga dipercaya sebagai pancingan
bagi keluarga yang tidak mempunyai anak
untuk dapat mempunyai anak kandung. Keanekaragaman adat serta budaya di
Indonesia mencerminkan berbagai
tata cara untuk
pelaksanaan pengangkatan anak menurut sistem hukum adat. Setiap daerah
memiliki ciri khas yang berbeda dan unik
sehingga membuat beranekaragam
proses pengangkatan anak
dalam kehidupan masyarakat
adat. Dalam adat yang
berkembang di masyarakat
yang beraneka ragam kebiasaan dan
sistem peradabannya banyak cara yang dilakukan untuk
mengangkat anak atau
mengadopsi anak dilihat
dari kehidupan sehari hari, pengangkatan anak lebih banyak
berdasarkan atas pertalian darah, sehingga kelanjutan
kehidupan keluarga tersebut
tergantung kepadanya, adapun
harta kekayaan tersebut
juga tergantung apakah
anak yang dimaksud
berdasarkan pertalian darah
atau tidak. Demikian
juga kedudukan anak
tersebut dalam masyarakat masih dipengaruhi oleh perlakuan
dan pertimbangan hukum tertentu.
Dalam hukum
Islam seorang anak
merupakan karunia dan
titipan dari Allah SWT sehingga harus dijaga serta
dipelihara sesuai dengan ketentuan normanorma
yang berlaku dalam
masyarakat. Adopsi dalam
hukum Islam sudah
ada sejak jaman
dahulu kala. Nabi
Muhammad SAW sebelum
diutus sebagai nabi juga melakukan
adopsi. Saat itu
Nabi Muhammad SAW
mengadopsi seorang anak bernama Zaid bin Haritsah yang pada saat
itu dipanggil Zaid bin Muhammad yang artinya
anak dari Nabi
Muhammad SAW. Dengan
adanya hal tersebut kemudian
Allah SWT menurunkan
larangan dalam Al-Quran
Surat Al-Ahzaab yang menjelaskan bahwa seorang anak yang diangkat tidak menjadikannya anak kandung sendiri
dan Nabi Muhammad
SAW bukan seorang
bapak dari seorang laki-laki
diantara kamu, tetapi
dia adalah Rasullah
dan penutup para
nabi.
Perbuatan adopsi
dalam hukum Islam
hanya perkataan di
mulut saja dan
tidak menimbulkan konsekuensi
anak adopsi tersebut menjadi anak
kandung sendiri.
Hal tersebut
dikarenakan anak adopsi
tercipta dari tulang
sulbi laki-laki (ayah) lain
yang tidak mungkin
orang memiliki dua
orang ayah. Hukum Islam
juga mewajibkan umatnya untuk
menolong dan mengasuh serta mendidik secara Islam anak yang terlantar dengan benar dan perbuatan
tersebut merupakan amal shaleh yang
berpahala besar di sisi Allah SWT.
Keberadaan seorang
anak yang dikaitkan
dengan hukum positif
di Indonesia khususnya
pada Undang-Undang Nomor 1
Tahun 1974 tentang Perkawinan memiliki arti
penting tersendiri. Pada
Undang-Undang tersebut dijelaskan
bahwa tidak dapat
lahirnya seorang anak
dalam suatu keluarga dapat menjadi alasan bagi seorang suami untuk
beristri lebih dari satu atau yang biasa
dikenal
dengan poligami. Hal tersebut
dapat dilakukan oleh
seorang suami atas izin dari
pengadilan yang sebelumnya
telah memenuhi beberapa
syarat untuk berpoligami tercantum pada Pasal 3, Pasal 4
dan Pasal 5 Undang-Undang Nomor 1 Tahun
1974 tentang Perkawinan. Ketentuan mengenai adopsi yang pertama di Indonesia
adalah Staatsblad Nomor 129 Tahun
1917. Ketentuan tersebut
hanya berlaku bagi
golongan Tionghoa saja
sehingga masyarakat selain
golongan Tionghoa belum banyak
mengenal adopsi. Masyarakat selain golongan Tionghoa menggunakan ketentuan hukum adat untuk
melaksanaan pengangkatan anak yang pada
saat pemerintah Indonesia belum dapat mengeluarkan suatu aturan khusus.
Dalam Kitab
Undang-undang Hukum Perdata
(KUH Perdata) tidak ditemukan suatu
aturan atau ketentuan
yang mengatur tentang
masalah pengangkatan anak atau
adopsi, yang ada hanyalah ketentuan tentang pengakuan anak diluar kawin atau anak yang diakui,
ketentuan ini boleh dikatakan tidak ada hubungannya
sama sekali dengan
masalah adopsi karena kitab
undang-undang hukum perdata tidak
pernah mengenal hak pengangkatan anak. Maka bagi orang Belanda
pada awalnya tidak
dapat mengangkat anak
secara sah. Namun pada akhirnya
undang-undang adopsi atau adoptie
recht dapat diterima sebagai
suatu undang-undang yang sah di
Belanda.
Landasan diterimanya
undang-undang tersebut adalah
bahwa setelah perang
dunia ke-2 di
seluruh Eropa timbul
manusia baru, orang
tua yang telah kehilangan anak
yang tidak bisa
mendapatkan anak baru
lagi secara wajar
atau anak yatim
piatu yang telah
kehilangan orang tuanya dalam
peperangan dan lahirnya
anak diluar perkawinan.
Atas landasan itulah
maka Staten Netherland telah menerima
baik undang-undang Adopsi
(Adoptie recht) tersebut
yang membuka kemungkinan terbatas
untuk adopsi, dengan demikian perbuatan adopsi telah dikenal oleh berbagai negara sejak zaman
dahulu.
Di dalam
ilmu hukum dikenal
istilah pengangkatan anak atau
adopsi sebagai suatu
lembaga hukum, di
mana dalam arti
ini pengangkatan anak akibatnya
bernilai yuridis. Pengangkatan anak sebagai suatu lembaga hukum telah lama
dikenal dalam berbagai
kebudayaan kuno seperti
Yunani Kuno, Romawi Kuno,
Jepang, Tiongkok, Indonesia
dan negara-negara Asia
lainnya. Di sini lembaga
pengangkatan anak berfungsi sebagai cara atau upaya untuk melanjutkan keturunan terutama dengan adanya sistem
pengabdian kepada leluhur.
Seorang anak berhak
atas pemeliharaan dan
perlindungan sejak dalam kandungan
ibunya, selain itu anak berhak atas perlindungan terhadap lingkungan.
Adanya lembaga khusus yang
menyelenggarakan pengasuhan anak terlantar yang telah
mendapat izin dari
pemerintah untuk melaksanakan
proses pengangkatan anak
sangat membantu para
calon orang tua
angkat untuk dapat
memilih anak yang
akan mereka adopsi.
Anak yang akan
mereka adopsi ini
bisa dari kewarganegaraan Indonesia atau dari
kewarganegaraan asing. Masyarakat saat ini yang
semakin modern dan menjamurnya
budaya barat yang masuk
di Indonesia tidak
menutup kemungkinan bahwa
masyarakat akan mengadopsi
anak warga negara asing dan menjadikan hal tersebut
sebagai gaya hidup modern.
Dengan adanya adopsi anak
warga negara asing
maka akan timbul suatu hak dan
kewajiban yang harus
dilakukan baik dari
pihak lembaga pengasuhan anak
terlantar, calon orang
tua angkat maupun
anak yang akan
diadopsi itu sendiri.
Kewarganegaraan yang berbeda
antara calon anak
angkat dengan calon orang tua
angkatnya akan menjadi
suatu kenyataan yang
harus diterima bagi kedua
belah pihak dengan mengikuti syarat dan ketentuan yang ada di Indonesia.
Aturan mengenai
Kewarganegaraan yang berbeda
antara anak angkat dan orang tua
angkatnya terdapat pada
Undang-Undang Nomor 12
Tahun 2006 tentang Kewarganegaraan Republik Indonesia.
Memperhatikan berbagai
pertimbangan tersebut, maka
didalam hal pengangkatan
anak yang dilakukan
menurut adat dan
kebiasaan yang harus dilaksanakan dengan
mengutamakan kepentingan kesejahteraan
anak dan dilaksanakan sesuai dengan Peraturan
Pemerintah Nomor 54 Tahun 2007 tentang Pelaksanaan
Pengangkatan Anak. Adopsi warga negara asing dapat menimbulkan suatu
permasalahan yang seakan-akan
mengesampingkan kepentingan serta kebutuhan anak
warga negara Indonesia
yang juga terlantar.
Kewarganegaraan anak angkat
yang berbeda dengan
kewarganegaraan calon orang
tua angkatnya juga harus dipertimbangkan oleh yayasan sosial selaku lembaga
yang diberi izin oleh pemerintah
untuk bergerak di bidang pengangkatan anak.
Dengan adanya
hal tersebut, maka
penulis merasa tertarik
untuk melakukan penelitian
dengan judul TINJAUAN
YURIDIS MENGENAI PENGANGKATAN
ANAK (ADOPSI) WARGA NEGARA ASING
DITINJAU DARI PERATURAN
PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA
NOMOR 54 TAHUN 2007 TENTANG PELAKSANAAN PENGANGKATAN
ANAK.
B. Rumusan Masalah.
Berdasarkan uraian
latar belakang di atas,
maka dapat dirumuskan beberapa permasalahan yang perlu dibahas
adalah :.
1. Bagaimana kepastian hukum
dari anak angkat warga
negara asing di Indonesia
sebelum dan sesudah kemerdekaan?.
2. Bagaimana
persyaratan adopsi warga
negara Indonesia dan warga negara asing di Indonesia?.
3. Bagaimana status hukum dari anak yang di
adopsi?.
C. Tujuan Penelitian.
Setiap hal
yang dilakukan pasti
mempunyai suatu tujuan.
Begitu pula penelitian hukum yang dilakukan penulis ini,
yaitu :.
1. Tujuan objektif.
a. Untuk mengetahui apakah anak
angkat warga negara asing
sudah terpenuhi kepastian
hukumnya dalam Peraturan
Pemerintah Republik Indonesia
Nomor 54 Tahun
2007 tentang Pelaksanaan Pengangkatan Anak..
b. Untuk mengetahui persyaratan adopsi warga
negara Indonesia dan warga negara asing
serta status hukum dari anak yang di adopsi.
2. Tujuan subjektif.
a. Untuk
menambah wawasan, pengetahuan,
serta kemampuan analisis
penulis dalam bidang
hukum perdata dan
hukum tata negara,
khususnya dalam hal
yang terkait dengan
pelaksanaan pengangkatan anak
warga negara asing.
b. Untuk melengkapi syarat
akademis guna memperoleh gelar sarjana dibidang ilmu
hukum pada Fakultas
Hukum Universitas Sebelas Maret Surakarta.
c. Untuk
menerapkan dan mengasah
ilmu serta teori
hukum yang telah penulis peroleh sehingga dapat memberi
manfaat bagi penulis sendiri khususnya
dan masyarakat pada umumnya.
D. Manfaat Penelitian.
Penelitian hukum adalah suatu
bentuk proses untuk mendapatkan aturanaturan hukum,
prinsip-prinsip hukum, maupun
doktrin-doktrin hukum untuk mendapatkan
jawaban dari isu-isu hukum yang dihadapi (Peter Mahmud Marzuki 2005:35). Penulis berharap bahwa kegiatan
penelitian dalam penulisan hukum ini akan mempunyai
manfaat bagi penulis
dan orang lain.
Adapun manfaat yang dapat
diperoleh dari penelitian hukum ini antara lain :.
1. Manfaat Teoritis.
a. Hasil
penelitian ini diharapkan
memberi manfaat bagi perkembangan
ilmu pengetahuan di bidang hukum pada umumnya dan Hukum Perdata serta Hukum Tata Negara pada
khususnya.
b. Hasil
penelitian ini diharapkan
menambah referensi dan
literatur kepustakaan di
bidang Hukum Perdata
dalam hal pelaksanaan pengangkatan
anak warga negara
asing serta di
bidang Hukum Tata Negara yang berkaitan dengan
kewarganegaraan seorang anak warga
negara asing yang akan di adopsi.
c. Hasil
penelitian ini dapat
dipakai sebagai acuan
terhadap penelitian-penelitian
sejenis di kemudian hari.
2. Manfaat Praktis.
a. Untuk memberikan jawaban atas permasalahan
yang diteliti.
b. Hasil
penelitian dan penulisan
ini diharapkan dapat
memberi masukan kepada
semua pihak yang
membutuhkan pengetahuan terkait dengan permasalahan dalam penelitian
ini.
Skripsi Hukum: Tinjauan Yuridis Mengenai Pengangkatan Anak (Adopsi) Warga Negara Asing
Download lengkap Versi PDF
Tidak ada komentar:
Posting Komentar
pesan skripsi