BAB I.
PENDAHULUAN.
A. Latar Belakang.
Skripsi Hukum: Tinjauan Mengenai Efektivitas Pelayanan KPP Pratama Sleman Setelah Berlakunya Kebijakan Remunerasi Dalam Rangka Reformasi Birokrasi
Birokrasi adalah
fenomena kehidupan yang,
setidaknya sejak abad 19,
telah
menjadi aktor sedemikian
penting dalam sejarah
umat manusia. Dalam kehidupan
di era modern, birokrasi menempati posisi sangat penting dan sekaligus menjadi
institusi yang paling
dibutuhkan (the most
important and dominant institution)
dalam masyarakat. Fungsi
pokok birokrasi dalam
negara adalah menjamin terselenggaranya kehidupan negara dan
menjadi alat rakyat/masyarakat dalam
mencapai tujuan ideal suatu negara. Oleh karena itu, birokrasi merupakan sistem yang harus ada dalam suatu pemerintahan
(Budi Setiyono, 2012:12).
Birokrasi merupakan
organ utama dalam
sistem dan kegiatan pemerintahan
yang dapat menjalankan
peran-peran tertentu atas
nama otoritas negara. Melalui birokrasi, maka tugas-tugas
pemerintahan dapat dioperasionalkan secara
riil dalam kehidupan masyarakat sehari-hari. Namun, di dalam masyarakat telah
telah terjadi pergeseran
fungsi birokrasi. Birokrasi
tidak lagi menjadi
alat rakyat dalam
mencapai tujuan ideal
suatu negara, melainkan
menjadi alat para penguasa untuk
mempertahankan kekuasaannya. Dalam
penyelenggaraan pelayanan publik,
orientasi pada kekuasaan
yang amat kuat
telah membuat birokrasi menjadi semakin jauh dari misinya
untuk memberikan pelayanan publik.
Birokrasi dan para birokrat lebih
menempatkan dirinya sebagai penguasa daripada sebagai
pelayan masyarakat, yang
mengakibatkan sikap dan
perilaku birokrasi cenderung
mengabaikan aspirasi dan
kepentingan masyarakat (Agus
Dwiyanto, dkk, 2002:2).
Pada saat
Indonesia mengalami masa
orde baru menjelang
masa transisi 1998,
jatuhnya rezim Suharto
berdampak pada menurunnya
kepercayaan masyarakat terhadap
birokrasi publik. Krisis
kepercayaan terhadap birokrasi publik ini ditandai dengan banyaknya protes
dan demonstrasi yang dengan gencar dilakukan oleh
komponen masyarakat. Krisis
kepercayaan ini dapat
dipahami mengingat birokrasi
publik selama ini
menjadi wadah bagi
penguasa untuk mempertahankan
kekuasaannya. Kepentingan penguasa
cenderung menjadi sentral dari kehidupan birokrasi publik (Agus
Dwiyanto dkk, 2002:1).
Indonesia menjadi
salah satu negara
dengan birokrasi terburuk
di asia, menurut
Political and Economic
Risk Consultancy (PERC).
Political and Economic Risk Consultancy (PERC), di awal tahun 2010 telah melakukan
sebuah survey, review, dan pemeringkatan
terhadap sistem birokrasi di 12 negara di Asia.
Tabel Peringkat Kualitas
Birokrasi Tahun 201Sumber:
Political and Economic
Risk Consultancy (PERC)
dalam Jurnal Ilmu Administrasi
Negara, Vol.1, No.1, Januari 201Buruknya
kualitas birokrasi di
Indonesia merupakan indikasi
bahwa kinerja birokrasi di
Indonesia semakin buruk dan semakin korup karena dengan besarnya
skor yang dimiliki,
semakin buruk kualitas
birokrasi di suatu
negara.
Birokrasi di Indonesia pada tahun
2010, seperti tercantum pada tabel diatas, hanya lebih baik dibandingkan dengan India.
Indonesia menjadi peringkat kedua negara dengan kualitas birokrasi terburuk.
Seperti diketahui
dalam beberapa kesempatan,
kinerja pegawai kantor pajak
menjadi sorotan banyak
pihak karena adanya
pegawai pajak yang melakukan penyelewengan. Hal
ini diperkuat dengan
banyaknya pandangan No
Negara Skor Integritas 1 India
9,42 Indonesia 8,53
Filipina 8,34 Vietnam
8,15 China 7,96
Malaysia 6,97 Taiwan
6,8 Jepang 6,59
Korea Selatan 6,110 Thailand
5,511 Hongkong 3,412
Singapura 2,5 negatif dari
pengamat perpajakan, masyarakat
umum dan Wajib
Pajak terhadap buruknya
kinerja pegawai Ditjen
Pajak (intranet Ditjen
Pajak, 2005). Hal
ini ditegaskan pula dari hasil
jajak pendapat Fokus Kompas yang dimuat pada harian Kompas tanggal 26 November 2005, berdasarkan
pernyataan responden sebanyak 55% yang
menilai buruknya citra
pegawai pajak, hanya
27,7% responden yang menilai
positif terhadap citra pegawai pajak dalam menjalankan tugasnya (intranet Ditjen Pajak, 2006). Hasil jajak pendapat
Kompas yang diselenggarakan pada 18-20 November 2009 memperlihatkan, lebih dari
separuh responden (66,8 persen) menyatakan
bahwa citra aparat birokrasi pemerintah saat ini secara umum masih buruk.
Pada tahun
2010 terjadi kasus
mafia perpajakan yang
menyeret pegawai Direktorat
Jenderal Pajak Gayus
Halomoan P. Tambunan,
seorang pegawai Direktorat Pajak yang melakukan manipulasi
laporan pajak milyaran rupiah. Pada tahun 2012,
ada kasus Dhana,
mantan pegawai Direktorat
Pajak serta sejumlah nama
di kepolisian dan
kejaksaan yang menyebabkan
terjadinya dis-orientasi birokrasi
kelembagaan di Indonesia.
Citra perpajakan menjadi
negatif dimata masyarakat, sehingga kepercayaan masyarakat
menjadi berkurang.
Dari ketidakpuasan masyarakat
tentang kinerja pelayanan birokrasi, maka pemerintah
berupaya untuk mereformasinya, dan
salah satu upaya
pemerintah untuk mereformasi birokrasi
yaitu dengan mengeluarkan
kebijakan remunerasi.
Sesuai dengan
Undang-Undang No. 17
Tahun 2007, tentang
Rencana Pembangunan Nasional
Jangka Panjang 2005-2025
dan Peraturan Meneg
PAN, Nomor :
PER/15/M.PAN/7/2008 tentang Pedoman
Umum Reformasi Birokrasi, kebijakan
Remunerasi diperuntukan bagi
seluruh Pegawai Negeri
di seluruh Lembaga/Pemerintahan. Remunerasi
bertujuan mendorong individu
dan organisasi untuk berkinerja
lebih baik. Remunerasi diharapkan dapat
mengurangi terjadinya penyalahgunaan kewenangan
berupa tindakan korupsi,
kolusi dan nepotisme di lingkungan pemerintahan,
dilatarbelakangi oleh kesadaran sekaligus komitmen
pemerintah untuk mewujudkan
clean and good
governance. Pada tataran
pelaksanaannya, perubahan dan
pembaharuan yang dilaksanakan
dalam rangka mewujudkan tata
pemerintahan yang bersih dan berwibawa tersebut
akan dapat dilaksanakan
dengan baik (efektif)
apabila pegawainya mempunyai kesejahteraan yang layak.
Setelah mengeluarkan
suatu kebijakan, maka
pemerintah harus mengimplementasikannya agar
tujuan dan sasaran
yang ditetapkan dapat terwujud.
Menurut Grindle (1980) dalam Samodra
Wibawa (1994), implementasi kebijakan
ditentukan oleh isi
kebijakan dan konteks
implementasinya. Ide dasarnya adalah bahwa setelah kebijakan
ditransformasikan, barulah implementasi kebijakan
dilakukan. Jika suatu kebijakan tidak tepat atau tidak dapat mengurangi masalah yang merupakan sasaran, maka kebijakan
itu dapat mengalami kegagalan sekalipun kebijakan
itu diimplementasikan dengan
sangat baik. Sementara
itu, suatu kebijakan
yang telah direncanakan
dengan sangat baik,
dapat mengalami kegagalan
jika kebijakan tersebut
kurang diimplementasikan dengan
baik oleh para pelaksana kebijakan.
Remunerasi sebagai salah satu
program reformasi birokrasi di
Indonesia, telah dijalankan oleh
beberapa instansi pemerintah antara lain Mahkamah Agung (MA), Badan Pemeriksa Keuangan (BPK), TNI,
POLRI, Kementerian Keuangan termasuk di
dalamnya Kantor Pelayanan
Pajak (KPP) Pratama
Sleman dibawah naungan Direktorat Jenderal Pajak (DJP).
Sebagai langkah lebih lanjut dari
berlakunya remunerasi, DJP melakukan penyempurnaan bussines
process untuk meningkatkan
efektivitas pelayanan kepada
Wajib Pajak. Pada
penelitian hukum ini,
penulis akan menyoroti efektivitas
dua jenis pelayanan
antara lain layanan
pendaftaran NPWP dan pelaporan Surat Pemberitahuan
(SPT) sebagai hal
paling mendasar di
bagian pelayanan perpajakan.
Layanan tersebut juga
berlaku di KPP
Pratama Sleman, dimana
Sleman merupakan wilayah
yang mempunyai potensi
wajib pajak yang besar. Efektivitas
diukur berdasarkan standar
prosedur yang telah
ditentukan.
Dikatakan efektif
apabila memenuhi standar
prosedur yang telah
ditentukan.
Standar prosedur yang digunakan
adalah Undang-Undang Nomor 28 Tahun 2007 tentang
Ketentuan Umum dan Tata Cara Perpajakan beserta peraturan lebih lanjut lainnya yang dkeluarkan oleh Kementerian
keuangan dan Direktur Jenderal Pajak.
Atas dasar uraian diatas, maka penulis
tertarik untuk mengkaji lebih dalam mengenai efektivitas
pelayanan yang penulis
khususkan di Dirjen
Pajak Kantor Pelayanan Pajak Pratama Sleman setelah berlakunya kebijakan remunerasi dalam rangka reformasi
brokrasi, dan kendala-kendala yang
terjadi terkait pelaksanaan reformasi
birokrasi tersebut serta
solusinya dalam sebuah
penelitian hukum dengan
judul “Tinjauan Mengenai
Efektivitas Pelayanan KPP
Pratama Sleman Setelah
Berlakunya Kebijakan Remunerasi
Dalam Rangka Reformasi Birokrasi”.
B. Rumusan Masalah.
Berdasarkan uraian
latar belakang masalah
diatas dalam menganalisis penulis merumuskan pokok permasalahan masalah
sebagai berikut:.
1. Bagaimanakah
efektivitas pelayanan di
KPP Pratama Sleman
setelah berlakunya kebijakan
Remunerasi?.
2. Apa
saja kendala-kendala yang
terjadi dalam pelaksanaan
pelayanan yang efektif di KPP Pratama Sleman sebagai upaya
reformasi birokrasi?.
3. Apa solusi yang dapat diterapkan untuk
mengatasi kendala dalam pelaksanaan pelayanan
yang efektif di KPP Pratama Sleman?.
Dalam penelitian
ini, Undang-Undang Nomor
28 Tahun 2007
tentang Ketentuan Umum dan Tata
Cara Perpajakan digunakan sebatas tolak ukur dalam pelaksanaan pelayanan yang efektif.
C. Tujuan Penelitian.
Tujuan Penelitian
merupakan hal-hal yang
hendak dicapai oleh
penulis melalui penelitian
yang dilakukan. Melalui
penelitian berdasarkan rumusan masalah diatas, maka tujuan dari penelitian ini
adalah: .
1. Tujuan Obyektif.
a. Mengkaji
efektivitas pelayanan di KPP Pratama
Sleman setelah berlakunya kebijakan remunerasi dalam rangka
reformasi birokrasi b. Mengkaji
kendala-kendala yang terjadi dalam pelaksanaan pelayanan yang efektif di KPP
Pratama sebagai upaya reformasi birokrasi.
c.
Mengkaji solusi yang
dapat digunakan untuk
mengatasi kendala dalam pelaksanaan
pelayanan yang efektif di KPP Pratama Sleman.
2. Tujuan Subyektif.
a. Dapat memperluas wawasan, pengetahuan,
pengalaman, serta pemahaman penulis terhadap
penerapan teori-teori dan
praktik dalam lapangan hukum yang penulis peroleh selama kuliah di
Fakultas Hukum khususnya berkaitan
dengan reformasi birokrasi di Kantor pelayanan Pajak Pratama.
b. Dapat
memberikan gambaran dan
pemikiran bagi ilmu
pengetahuan di bidang
hukum administrasi negara,
khususnya mengenai efektivitas pelayanan
sebagai upaya reformasi
birokrasi pada Kantor
Pelayanan Pajak Pratama.
c. Untuk
melengkapi persyaratan dalam
mencapai gelar sarjana
di bidang Ilmu Hukum Universitas Sebelas Maret Surakarta.
D. Manfaat penelitian.
Suatu penelitian
selain memiliki tujuan
yang akan dicapai,
tentunya diharapkan juga dapat
memberikan manfaat bagi berbagai pihak. Adapun manfaat dari penelitian ini adalah sebagai berikut:.
1. Manfaat teoritis.
a. Hasil
penelitian ini diharapkan
dapat memberikan manfaat
bagi ilmu pengetahuan
di bidang Ilmu
Hukum pada umumnya
dan Hukum Administrasi Negara pada khususnya.
b. Hasil
penelitian ini diharapkan
dapat memperkaya referensi
dan literatur dalam dunia kepustakaan mengenai reformasi
birokrasi di KPP Pratama Sleman.
c. Hasil
penelitian ini dapat
dipakai sebagai acuan
terhadap penelitianpenelitian
sejenis untuk tahap berikutnya.
2. Manfaat Praktis.
a. Memberikan
gambaran dan informasi
kepada masyarakat tentang efektivitas pelayanan di Kantor Pelayanan Pajak (KPP) Pratama setelah berlakunya Remunerasi.
b. Memberikan pendalaman, pemahanan dan
pengalaman yang baru kepada penulis
mengenai permasalahan hukum yang dikaji, yang dapat berguna bagi penulis di kemudian hari.
Skripsi Hukum: Tinjauan Mengenai Efektivitas Pelayanan KPP Pratama Sleman Setelah Berlakunya Kebijakan Remunerasi Dalam Rangka Reformasi Birokrasi
Download lengkap Versi PDF
Tidak ada komentar:
Posting Komentar
pesan skripsi