BAB I.
PENDAHULUAN.
A.LatarBelakang Masalah.
Skripsi Hukum: Pelaksanaan Pemberian Dispensasi Usia Perkawinan Berdasarkan Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1974 Tentang Perkawinan
Di dalam
sebuah keluarga, mulanya
dibentuk oleh seorang
laki-laki dan seorang perempuan dimana telah memenuhi
persyaratan untuk hidup bersama yaitu
perkawinan. Hal tersebut seperti yang diungkapkan oleh William Goode (1963),
yang menyatakan bahwa
perkawinan adalah institusi
penting bagi terbentuknya
unit masyarakat terkecil
yakni keluarga (
Anik Farida dan
tim, 2007:13 ).Perkawinanadalah
gabungan dari seorang pria dan seorang wanita yang
membuat komitmen permanen
dan eksklusif satu
sama lain, yang oleh karenanya menanggung
dan membesarkan anak-anak bersama-sama
(Sherif Girgis, Robert P. George,
Ryan T. Anderson, Vol.34 No.1) Di
Indonesia, hukum negara
yang mengatur mengenai
masalah perkawinan adalah
Undang-Undang Nomor 1
Tahun 1974 Tentang Perkawinan, yang
selanjutnya disebut Undang-Undang
Perkawinan dan Instruksi Presiden
No. 1 Tahun 1991 tentang Kompilasi Hukum Islam. Di lain pihak,
hukum adat yang
mengatur mengenai perkawinan
dari dulu hingga sekarang
tidak berubah, yaitu hukum
adat yang telah ada sejak jaman nenek moyang hingga sekarang ini yang merupakan
hukum tidak tertulis.
Menurut Pasal
1 UU No.1
Tahun 1974, tujuan
perkawinan ialah membentuk
keluarga/rumah tangga yang bahagia dan
kekal berdasarkan Ketuhanan
Yang Maha Esa.
Untuk mencapai tujuan
pernikahan tersebut, menurut
Abdulkadir Muhammad, Undang-Undang
Perkawinan mengandung beberapa
prinsip perkawinan salah
satunya adalah prinsip
kematangan fisik dan mental calon mempelai.
Prinsip kematangan calon mempelai tersebut berkaitan erat
dengan umur calon
mempelai yang ditetapkan
dalam Undang Undang
Perkawinan.
Beberapa negara
menetapkan batasan umur
menikah untuk wanita
delapan belas tahun atau lebih
muda (seringkali batasan umur untuk laki-laki lebih tua daripada
perempuan), setidaknya ada
tiga puluh empat
negara mengijinkan para wanita untuk menikah di bawah umur lima
belas tahun. Di antara negaranegara tersebut, terdapat negara yang mengijinkan
wanita untuk menikah pada umur dua belas
tahun, yaitu negara Chile ( Elizabeth Warner, Vol.12 No.2).
Pada dasarnya, prinsip
kematangan calon mempelai dimaksudkan bahwa calon suami istri harus telah matang jasmani
dan rohani untuk melangsungkan perkawinan, agar
supaya dapat memenuhi
tujuan luhur dari
perkawinan dan mendapat
keturunan yang baik
dan sehat. Dalam
Pasal 7 ayat
(1) UndangUndang Perkawinan
diatur batas umur untuk melaksanakan perkawinan yaitu 19 tahun bagi pria dan 16 tahun bagi wanita. Bahkan dianjurkan perkawinan itu
dilakukan pada usia
sekitar 25 tahun
bagi pria dan
20 tahun wanita (Departemen
Agama Republik Indonesia
Pusat Informasi Keagamaan
dan Kehumasan,2008, Persetujuan,
Izin dan Dispensasi
). Namun demikian, dalam
keadaan yang sangat
memaksa (darurat), perkawinan
di bawah batas umur minimum
tersebut dimungkinkan setelahmemperoleh dispensasi
dari pengadilan atas permintaan
orang tua sebagaimana ditentukan dalam Pasal 7 ayat (2) Undang-undang Perkawinan. Selain itu,
Undang-Undang Perkawinan tidak menjelaskan
dengan detail tentang
syarat-syarat diperbolehkannya perkawinandilakukan di
bawah umur yang
telah ditetapkan dalam
Pasal 7 ayat (1) Undang-Undang tersebut. Di dalam ayat
(2) hanya disebutkan bahwa penyimpangan terhadap
ayat (1) pasal
ini, dapat meminta
dispensasi kepada pengadilan atau pejabat lain yang diminta
olehkedua orang tua baik pihak pria ataupun
pihak wanita.
Salah satu
contoh perkawinan di
bawah umur yang
cukup mengundang perdebatan
adalah perkawinan antara
Pujiono Cahyo Widianto
alias syeikh Puji dengan seorang gadis yang ditengarai masih berusia di bawah umur (12 tahun).
Pernikahan Syekh Puji
yang tidak wajar tersebut
mendapat kecaman dari banyak pihak serta di anggap telah
melanggar dua undang-undang yaitu Pasal 9
Undang-Undang Perkawinan dan UU
No 23 Tahun
2002 (http://pitahitam.wordpress.com/2009/06/11/analisis-kasus-syekh-puji-di
pandang-dari-hukum-perlindungan-anak/
diakses pada 26
Maret 2013 Pukul 05.10).
Pada tahun 2012
juga terjadi perkawinan
di bawah umur
yang juga menghebohkan
yaitu seorang siswi
SD berinisial NWJ
(13 tahun) yang dinikahkan
secara adat pada 23 Januari 2012 dengan pria (40 tahun) yang juga sudah
beristri karena sudah
hamil 7 bulan.
(http://www.merdeka.com/peristiwa/pria-40-tahun-sudah-beristri-nikahi-anakkelas-vi-sd-di-bali.html
diakses pada 26 Maret 2013 Pukul 05.06).
Dari contoh kasus
pernikahan di bawah
umur di atas,
mereka melakukannya tidak sesuai
Undang-Undang Perkawinan karena memang pada dasarnya mereka melakukan pernikahan tersebut
hanya sah secara agama dan adat tapi
belum disahkan secara
hukum. Akan tetapi,
banyak juga terjadi perkawinan
di bawah umur
dengan melalui proses
pengajuan dispensasi perkawinan.
Contohnya di Wilayah
Kabupaten Karanganyar, seperti
yang tertulis dalam
website Pengadilan Agama
Karanganyar, pada tahun
2011 terdapat 43 pengajuan
dispensasi perkawinan dan pada tahun 2012 meningkat menjadi 64 pengajuan dispensasi perkawinan.
Salah satunya terjadi di wilayah Kecamatan Jatiyoso,
Karanganyar. Data yang
dihimpun di Kantor
Urusan Agama (KUA)
Jatiyoso, rata-rata usia
pasangan yang akan
menikah, jauh lebih
muda ketimbang masyarakat
yang tinggal di
perkotaan. Contoh saja sepanjang
bulan Januari hingga Februari 2012, jumlah
mempelai perempuan yang
berusia di bawah
22 tahun mencapai
33 orang dari
total 50 mempelai perempuan.
Dari jumlah itu,
tujuh orang diantaranya
berusia di bawah
19 tahun. Sedangkan jumlah
mempelai laki-laki yang berusia di bawah 22 tahun sepanjang
rentang waktu yang
sama sekitar 16
orang. Ironisnya, sebagian besar
dari pasangan yang menikah
dini tersebut belum
mandiri secara ekonomi.
Mempelai laki-laki masih
tinggal bersama atau di rumah orangtua mereka.
Mereka juga bekerja
hanya sebagai petani
penggarap lahan milik orangtua. (http://www.solopos.com/2012/11/06/minim-aktivitas-pernikahandini-ditempuh-345185 diakses
tanggal6 Februari 2012
pukul 12.03). Dapat dilihat bahwa
banyak terjadi perkawinan
di bawah umur
di Kabupaten Karanganyar
dengan pengajuan dispensasi
perkawinan yang terkesan
mudah walaupun dilihat
dari calon mempelai
terdapat faktor ketidaksiapan
dalam menghadapi kehidupan
berumah tangga. Hal
tersebut tentunya juga
akan membawa dampak
tersendiri bagi para
pihak yang melangsungkan perkawinan tersebut.
Dalam penelitian
lain, Iis Wahyuni
telah melakukan penelitian
berkaitan dengan dispensasi
perkawinan yang mengambil
judul penel Pertimbangan Hakim
Mengabulkan Dispensasi Usia
Perkawinan (Studi di P
Penelitiannya tersebut, Iis
wahyuni pembahasan masalahnya
difokuskan pada pertimbangan hakim di Pengadilan Agama kota Malang, yaitu adalah rasa keadilan
dan kemanfaatan dari hukum.
Beranjak dari
hasil penelitian tersebut,
penelitian ini terdorong
untuk membahas proses
pelaksanaan pemberian dispensasi
perkawinan dalam mengabulkan
dispensasi perkawinan. Hal tersebut
menjadi penting untuk diteliti lebih mendalam karena Pasal 7
Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1974 tersebut memberikan
peluang kepada masyarakat
untuk mengajukan dispensasi perkawinan tanpa adanya syarat
khusus yang diatur dalam UndangUndang
Perkawinan. Hal tersebut
tentunya jugadapat memicu
banyaknya pengajuan dispensasi
perkawinan.
Berdasarkan pemaparan di atas, maka hal-hal tersebut menjadi dasar dan melatarbelakangi penulis untuk mengkaji
penulisan hukum tentang dispensasi usia
perkawinan di Kabupaten Karanganyar.
B.Perumusan Masalah.
Beranjak dari
latar belakang masalah
yang telah penulis
paparkan di atas, maka dalam hal ini penulis merumuskan
beberapa permasalahan adalah sebagai
berikut :.
1. Apakah alasan-alasan
pengajuan dispensasi perkawinan
di Kabupaten Karanganyar?.
2. Bagaimanapelaksanaan pemberian
dispensasi perkawinan di
Kabupaten Karanganyar?.
C.Tujuan Penelitian.
Tujuan penelitian
adalah hal-hal yang
hendak dicapai dalam
suatu penelitian. Tujuan
penelitian akan diberikan
dalam pelaksanaan penelitian.
Adapun tujuan dari penelitian
ini, yaitu:.
1. Tujuan obyektif.
a. Mengetahuiapakah alasan-alasan
pengajuan dispensasi perkawinandi Kabupaten Karanganyar.
b.Mengetahui bagaimana
pelaksanaan pemberian dispensasi
perkawinan di Kabupaten Karanganyar.
2. Tujuan Subyektif.
a. Memperoleh data-data dan
informasi yang dibutuhkan bagi penyusunan skripsi sebagai salah satu syarat untuk
mendapatkan gelar kesajanaan di bidang Ilmu
Hukum pada Fakultas
Hukum Universitas Sebelas Maret Surakarta.
b.Menambah dan
memperluas wawasan bagi
penuls dan sarana
untuk menerapkan teori-teori dan
pengetahuan yang telah
diperoleh selama kuliah di Fakultas Hukum.
D. Manfaat Penelitian.
Adapun manfaat-manfaat yang diharapkan penulis dari penelitian ini adalah sebagai berikut:.
1. Manfaat Teoritis.
a. Penulis berharap
dapat mengembangkan ilmu
pengetahuan dalam hukum
perkawinan, yakni khususnya
memberikan sumbangan pemikiran mengenai
kajian empirik dari
pemberian dispensasi perkawinan
berdasarkan Undang-Undang
No.1 Tahun 1974
agar pelaksanaan pasal tersebut
dapat berjalan dengan baik.
b.Penulis berharap
hasil penelitian ini
dapat dipakai sebagai
bahan materi dalam
pengajaran mata kuliah
hukum perdata khususnya tentang perkawinan.
2. Manfaat Praktis.
a. Memberikan jawaban terhadap
permasalahan yang penulis teliti.
b.Memberikan manfaat
dalam rangka pengembangan
penalaran, pembentukan pola pikir yang sistematis
dan mengetahui kemampuan penulis
dalam menerapkan ilmu
yang diperoleh selama
kuliah di Fakultas Hukum.
c. Memberikan konstribusi
terhadap usaha untuk
mensosialisasikan dispensasi perkawinan
kepada masyarakat pada
umumnya dan pembaca pada khususnya.
Skripsi Hukum: Pelaksanaan Pemberian Dispensasi Usia Perkawinan Berdasarkan Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1974 Tentang Perkawinan
Download lengkap Versi PDF
Tidak ada komentar:
Posting Komentar
pesan skripsi