Selasa, 09 Desember 2014

Skripsi Hukum: Pelaksanaan Pemberian Dispensasi Usia Perkawinan Berdasarkan Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1974 Tentang Perkawinan

BAB I.
PENDAHULUAN.
A.LatarBelakang Masalah.
Skripsi Hukum: Pelaksanaan Pemberian Dispensasi Usia Perkawinan Berdasarkan Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1974 Tentang Perkawinan
Di  dalam  sebuah  keluarga,  mulanya  dibentuk  oleh  seorang  laki-laki  dan  seorang perempuan dimana telah memenuhi persyaratan untuk hidup bersama  yaitu perkawinan. Hal tersebut seperti yang diungkapkan oleh William Goode  (1963),  yang  menyatakan  bahwa  perkawinan  adalah  institusi  penting  bagi  terbentuknya  unit masyarakat terkecil  yakni  keluarga  (  Anik  Farida  dan  tim,  2007:13 ).Perkawinanadalah gabungan dari seorang pria dan seorang wanita  yang  membuat  komitmen  permanen  dan  eksklusif  satu  sama lain,  yang  oleh  karenanya  menanggung  dan membesarkan  anak-anak  bersama-sama  (Sherif  Girgis, Robert P. George, Ryan T. Anderson, Vol.34 No.1) Di  Indonesia,  hukum  negara  yang  mengatur  mengenai  masalah  perkawinan  adalah  Undang-Undang  Nomor  1  Tahun  1974  Tentang Perkawinan,  yang  selanjutnya  disebut  Undang-Undang  Perkawinan dan  Instruksi Presiden No. 1 Tahun 1991 tentang Kompilasi Hukum Islam. Di lain  pihak,  hukum  adat  yang  mengatur  mengenai  perkawinan  dari  dulu  hingga  sekarang  tidak  berubah,  yaitu hukum  adat  yang telah ada sejak  jaman nenek  moyang hingga sekarang ini yang merupakan hukum tidak tertulis.

Menurut  Pasal  1  UU  No.1  Tahun  1974,  tujuan  perkawinan  ialah  membentuk  keluarga/rumah  tangga  yang  bahagia  dan  kekal  berdasarkan  Ketuhanan  Yang  Maha  Esa.  Untuk  mencapai  tujuan  pernikahan  tersebut,  menurut  Abdulkadir  Muhammad,  Undang-Undang  Perkawinan  mengandung  beberapa  prinsip  perkawinan  salah  satunya  adalah  prinsip  kematangan  fisik  dan mental calon mempelai.
Prinsip kematangan  calon mempelai tersebut berkaitan erat dengan  umur  calon  mempelai  yang  ditetapkan  dalam  Undang  Undang  Perkawinan.
Beberapa  negara  menetapkan  batasan  umur  menikah  untuk  wanita  delapan  belas tahun atau lebih muda (seringkali batasan umur untuk laki-laki lebih tua   daripada  perempuan),  setidaknya  ada  tiga  puluh  empat  negara  mengijinkan  para wanita untuk menikah di bawah umur lima belas tahun. Di antara negaranegara tersebut, terdapat negara yang mengijinkan wanita untuk menikah pada  umur dua belas tahun, yaitu negara Chile ( Elizabeth Warner, Vol.12 No.2).
Pada dasarnya,  prinsip  kematangan  calon  mempelai dimaksudkan bahwa  calon suami istri harus telah matang jasmani dan rohani untuk melangsungkan  perkawinan,  agar  supaya  dapat  memenuhi  tujuan  luhur  dari  perkawinan  dan  mendapat  keturunan  yang  baik  dan  sehat.   Dalam  Pasal  7  ayat  (1)  UndangUndang Perkawinan diatur batas umur untuk melaksanakan perkawinan yaitu  19 tahun bagi pria dan 16 tahun bagi  wanita. Bahkan dianjurkan perkawinan  itu  dilakukan  pada  usia  sekitar  25  tahun  bagi  pria  dan  20  tahun  wanita  (Departemen  Agama  Republik  Indonesia  Pusat  Informasi  Keagamaan  dan  Kehumasan,2008,  Persetujuan,  Izin  dan  Dispensasi  ).   Namun  demikian,  dalam  keadaan  yang  sangat  memaksa  (darurat),  perkawinan  di  bawah  batas  umur  minimum  tersebut  dimungkinkan  setelahmemperoleh  dispensasi  dari  pengadilan atas permintaan orang tua sebagaimana ditentukan dalam Pasal 7  ayat (2) Undang-undang Perkawinan. Selain itu, Undang-Undang Perkawinan  tidak  menjelaskan  dengan  detail  tentang  syarat-syarat  diperbolehkannya  perkawinandilakukan  di  bawah  umur   yang  telah  ditetapkan  dalam  Pasal  7  ayat (1) Undang-Undang tersebut. Di dalam ayat (2) hanya disebutkan bahwa  penyimpangan  terhadap  ayat  (1)  pasal  ini,  dapat  meminta  dispensasi  kepada  pengadilan atau pejabat lain yang diminta olehkedua orang tua baik pihak pria  ataupun pihak wanita.
Salah  satu  contoh  perkawinan  di  bawah  umur  yang  cukup  mengundang  perdebatan  adalah  perkawinan  antara  Pujiono  Cahyo  Widianto  alias  syeikh  Puji dengan seorang gadis  yang ditengarai masih berusia di  bawah umur (12  tahun).  Pernikahan  Syekh  Puji  yang  tidak wajar  tersebut  mendapat  kecaman  dari banyak pihak serta di anggap telah melanggar dua undang-undang yaitu  Pasal  9  Undang-Undang Perkawinan  dan   UU  No  23  Tahun  2002  (http://pitahitam.wordpress.com/2009/06/11/analisis-kasus-syekh-puji-di pandang-dari-hukum-perlindungan-anak/  diakses  pada  26  Maret  2013  Pukul   05.10).  Pada  tahun  2012  juga  terjadi  perkawinan  di  bawah  umur  yang  juga  menghebohkan  yaitu  seorang  siswi  SD  berinisial  NWJ  (13  tahun)  yang  dinikahkan secara adat pada 23 Januari 2012 dengan pria (40 tahun) yang juga  sudah  beristri   karena  sudah  hamil  7  bulan.
(http://www.merdeka.com/peristiwa/pria-40-tahun-sudah-beristri-nikahi-anakkelas-vi-sd-di-bali.html diakses pada 26 Maret 2013 Pukul 05.06).
Dari contoh  kasus  pernikahan  di  bawah  umur  di  atas,  mereka  melakukannya tidak sesuai Undang-Undang Perkawinan karena memang pada  dasarnya mereka melakukan pernikahan tersebut hanya sah secara agama dan  adat  tapi  belum  disahkan  secara  hukum.  Akan  tetapi,  banyak juga  terjadi  perkawinan  di  bawah  umur  dengan  melalui  proses  pengajuan  dispensasi  perkawinan.  Contohnya  di  Wilayah  Kabupaten  Karanganyar,  seperti  yang  tertulis  dalam  website  Pengadilan  Agama  Karanganyar,   pada  tahun  2011  terdapat 43 pengajuan dispensasi perkawinan dan pada tahun 2012 meningkat  menjadi 64 pengajuan dispensasi perkawinan. Salah satunya terjadi di wilayah  Kecamatan  Jatiyoso,  Karanganyar.  Data  yang  dihimpun  di  Kantor  Urusan  Agama  (KUA)  Jatiyoso,  rata-rata  usia  pasangan  yang  akan  menikah,  jauh  lebih  muda  ketimbang  masyarakat  yang  tinggal  di  perkotaan.  Contoh  saja  sepanjang bulan Januari  hingga  Februari 2012,  jumlah  mempelai  perempuan  yang  berusia  di  bawah  22  tahun  mencapai  33  orang  dari  total  50  mempelai  perempuan.  Dari  jumlah  itu,  tujuh  orang  diantaranya  berusia  di  bawah  19  tahun. Sedangkan jumlah mempelai laki-laki yang berusia di bawah 22 tahun  sepanjang  rentang  waktu  yang  sama  sekitar  16  orang.  Ironisnya,  sebagian  besar  dari  pasangan  yang  menikah  dini  tersebut  belum  mandiri  secara  ekonomi.  Mempelai  laki-laki  masih  tinggal  bersama atau di  rumah orangtua  mereka.  Mereka  juga  bekerja  hanya  sebagai  petani  penggarap  lahan  milik  orangtua.  (http://www.solopos.com/2012/11/06/minim-aktivitas-pernikahandini-ditempuh-345185  diakses  tanggal6  Februari  2012  pukul  12.03).  Dapat  dilihat  bahwa  banyak  terjadi  perkawinan  di  bawah  umur  di  Kabupaten  Karanganyar  dengan  pengajuan  dispensasi  perkawinan  yang  terkesan  mudah  walaupun  dilihat  dari  calon  mempelai  terdapat  faktor  ketidaksiapan  dalam   menghadapi  kehidupan  berumah  tangga.  Hal  tersebut  tentunya  juga  akan  membawa  dampak  tersendiri  bagi  para  pihak  yang  melangsungkan  perkawinan tersebut.
Dalam  penelitian  lain,  Iis  Wahyuni  telah  melakukan  penelitian  berkaitan  dengan  dispensasi  perkawinan  yang  mengambil  judul  penel Pertimbangan  Hakim  Mengabulkan  Dispensasi  Usia  Perkawinan  (Studi  di  P Penelitiannya  tersebut,  Iis  wahyuni  pembahasan masalahnya difokuskan pada pertimbangan hakim di Pengadilan  Agama kota Malang, yaitu adalah rasa keadilan dan kemanfaatan dari hukum.
Beranjak  dari  hasil  penelitian  tersebut,  penelitian  ini  terdorong  untuk  membahas  proses  pelaksanaan  pemberian  dispensasi  perkawinan   dalam  mengabulkan  dispensasi  perkawinan. Hal  tersebut  menjadi  penting  untuk diteliti lebih mendalam karena Pasal 7 Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1974  tersebut  memberikan  peluang  kepada  masyarakat  untuk  mengajukan  dispensasi perkawinan tanpa adanya syarat khusus yang diatur dalam UndangUndang  Perkawinan.  Hal  tersebut  tentunya  jugadapat  memicu  banyaknya  pengajuan dispensasi perkawinan.
Berdasarkan  pemaparan di atas,  maka hal-hal tersebut menjadi dasar dan  melatarbelakangi penulis untuk mengkaji penulisan hukum tentang dispensasi  usia perkawinan di Kabupaten Karanganyar.
B.Perumusan Masalah.
Beranjak  dari  latar  belakang  masalah  yang  telah  penulis  paparkan  di  atas, maka dalam hal ini penulis merumuskan beberapa permasalahan adalah  sebagai berikut :.
1. Apakah  alasan-alasan  pengajuan  dispensasi  perkawinan  di  Kabupaten  Karanganyar?.
2. Bagaimanapelaksanaan  pemberian  dispensasi  perkawinan  di  Kabupaten  Karanganyar?.
 C.Tujuan Penelitian.
Tujuan  penelitian  adalah  hal-hal  yang  hendak  dicapai  dalam  suatu  penelitian.  Tujuan  penelitian  akan  diberikan  dalam  pelaksanaan  penelitian.
Adapun tujuan dari penelitian ini, yaitu:.
1. Tujuan obyektif.
a. Mengetahuiapakah  alasan-alasan  pengajuan  dispensasi  perkawinandi Kabupaten Karanganyar.
b.Mengetahui  bagaimana  pelaksanaan  pemberian  dispensasi  perkawinan  di Kabupaten Karanganyar.
2. Tujuan Subyektif.
a. Memperoleh data-data dan informasi yang dibutuhkan bagi penyusunan  skripsi sebagai salah satu syarat untuk mendapatkan gelar kesajanaan di  bidang  Ilmu  Hukum  pada  Fakultas  Hukum Universitas  Sebelas  Maret  Surakarta.
b.Menambah  dan  memperluas  wawasan  bagi  penuls  dan  sarana  untuk menerapkan  teori-teori  dan  pengetahuan  yang  telah  diperoleh  selama  kuliah di Fakultas Hukum.
D. Manfaat Penelitian.
Adapun  manfaat-manfaat  yang diharapkan penulis  dari penelitian ini  adalah sebagai berikut:.
1. Manfaat Teoritis.
a. Penulis  berharap  dapat  mengembangkan  ilmu  pengetahuan  dalam  hukum  perkawinan,  yakni  khususnya  memberikan  sumbangan  pemikiran  mengenai  kajian  empirik  dari  pemberian  dispensasi  perkawinan  berdasarkan Undang-Undang  No.1  Tahun  1974  agar  pelaksanaan pasal tersebut dapat berjalan dengan baik.
b.Penulis  berharap  hasil  penelitian  ini  dapat  dipakai  sebagai  bahan  materi  dalam  pengajaran  mata  kuliah  hukum  perdata  khususnya  tentang perkawinan.
2. Manfaat Praktis.
a. Memberikan jawaban terhadap permasalahan yang penulis teliti.
b.Memberikan  manfaat  dalam  rangka  pengembangan  penalaran,  pembentukan  pola pikir yang  sistematis  dan  mengetahui kemampuan  penulis  dalam  menerapkan  ilmu  yang  diperoleh  selama  kuliah  di  Fakultas Hukum.
c. Memberikan  konstribusi  terhadap  usaha  untuk  mensosialisasikan  dispensasi  perkawinan  kepada  masyarakat  pada  umumnya  dan  pembaca pada khususnya.

 Skripsi Hukum: Pelaksanaan Pemberian Dispensasi Usia Perkawinan Berdasarkan Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1974 Tentang Perkawinan

Download lengkap Versi PDF

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

pesan skripsi