Selasa, 09 Desember 2014

Skripsi Hukum: Pengaruh The Basel Core Principles Terhadap Undang-Undang Bank Indonesia Dan Undang-Undang Otoritas Jasa Keuangan

BAB I.
PENDAHULUAN.
A.Latar Belakang Masalah.
 Skripsi Hukum: Pengaruh The Basel Core Principles Terhadap Undang-Undang Bank Indonesia Dan Undang-Undang Otoritas Jasa Keuangan
Bank  merupakan  salah  satu  komponen  penting  dalam  peningkatan  pembangunan,  dimana  kegiatan  perbankan  sendiri  didasarkan  pada  adanya  kepercayaan  dari  masyarakat  yang  menyimpan  dana  mereka  di  bank.

Kepercayaan  dalam  perbankan  merupakan  salah  satu  asas  yang  menyatakan  bahwa  usaha  bank  dilandasi  oleh  hubungan  kepercayaan  antara  bank  dan  nasabahnya.  Bank  terutama bekerja  dengan  dana  dari  masyarakat  yang  disimpan padanya atas dasar kepercayaan sehingga perlu untuk terus menjaga  kesehatannya   dengan  tetap  memelihara  dan  mempertahankan  kepercayaan  masyarakat   padanya.  Kemauan  masyarakat  untuk  menyimpan  sebagian  uangnya  di  bank semata-mata  dilandasi  oleh  kepercayaan  bahwa  uangnya  dapat  kembali  pada  waktu  yang  diinginkan  atau  sesuai  dengan  yang  diperjanjikan  dan  disertai  dengan  imbalan.  Apabila  kepercayaan nasabah  penyimpan  dana terhadapsuatu bank berkurang,  tidak  tertutup  kemungkinan  akan terjadi rushterhadap dana yang disimpan (Rachmadi Usman, 2003 : 14).
Untuk  menjaga  kepercayaan  tersebut  bank  perlu  melakukan  kegiatannya  dengan  berpedoman  kepada  prinsip  kehati-hatian,  dan  juga  bank  wajib  mematuhi  segala  peraturan  yang  berkaitan  dengan  kegiatan  perbankan  itu  sendiri.
Dalam  rangka  mengawasi  kegiatan  perbankan  agar  berjalan  sesuai  dengan  semestinya,  diperlukan  adanya  suatu  otoritas  pengawas  yang  mana  bertugas  memastikan  bahwa  kegiatan  bank  dijalankan  dengan  berpedoman pada  prinsip  kehati-hatian  yang  akan  berimplikasi  pada  terjaganya  tingkat  kesehatan suatu bank serta terjaganya kepercayaan masyarakat terhadap bank  yang bersangkutan. Berbicara mengenai pengawasan perbankan, pertama kali  fungsi pengawasan tersebut dilakukan oleh Bank Indonesia (BI) sesuai dengan  amanat dari  Undang-Undang  No.  13  Tahun  1968  Tentang  Bank  Sentral.  BI   sebagai  lembaga  pengawas  perbankan  terus  mengalami  evolusi,  terdapat  perubahan yang cukup signifikan mengenai kedudukan BI pada masa sebelum  dan  sesudah  terjadinya  krisis  moneter  1997.  Sebelum  terjadinya  krisis  moneter,  dimana kedudukan BI  masih  diatur  dalam  Undang-Undang  No. 13  Tahun  1968  Tentang  Bank  Sentral,  peran  BI  sebagai  suatu  lembaga  dapat  dikatakan  sebagai  alat  pemerintah  hal  ini  menyebabkan  BI  sebagai  bank  sentral  bukanlah  suatu  badan  yang  memiliki  independensi.  Sebelum  krisis  moneter  terjadi,  pengawasan  perbankan  oleh  BI  tidak  berhasil  menciptakan  kondisi perbankan yang baik. Lemahnya pengawasan yang dilakukan BI dapat  dilihat dalam keadaan dimana hampir seluruh bank swasta dikendalikan oleh  pemiliknya  yang  merangkap  pengurus  komisaris/direksi,  bank-bank   milik  negara  pun  dikendalikan  oleh  oknum  pejabat,  selain  itu  manajemen  risiko  kurang dikembangkan, pemilik bank leluasa meminjamkan dana ke kelompok  usahanya   sendiri  atau  kolega  sehingga  menghancurkan  pondasi  industri  perbankan  nasional  begitu  pula  dengan  penyalahgunaan  BLBI  yang  dikeluarkan oleh BI selain itu Badan Penyehatan Perbankan Nasional (BPPN)  pun  kesulitan  menangani   kredit   macet  sehingga  pemulihan  sektor-sektor  industri lain masih tersendat-sendat ( Achmad Daniri, 2005 : 142-143).
Kurang berhasilnya pengawasan yang dilakukan oleh BI menyebabkan  banyak bank yang dapat dikategorikan tidak sehat lagi akan tetapi tetap dapat menjalankan kegiatannya, ketika pada akhirnya bank tersebut sudah tidak lagi  dapat menjalankan kegiatannya hal itu menyebabkan kepercayaan masyarakat  terhadap  bank  yang  bersangkutan  menurun,  yang  pada  akhirnya  mengakibatkan apa yang kita kenal dengan bank rush. Bank rushmerupakan  suatu peristiwa dimana banyak nasabah secara bersamaan menarik dana secara  besar-besaran  dan  sesegera  mungkin  pada  suatu  bank  karena  nasabah  tidak  percaya  bahwa  bank  mampu  membayar  dananya  dalam  jumlah  penuh  dan  tepat waktu (George G. Kaufman, 1988 : 559). Dalam kasus Indonesia bank  rushterjadi berulang-ulang, pada tahun 1992 terjadi bank rushpada beberapa  bank  nasional  sehingga  mengakibatkan  dilikuidasinya  Bank  Summa,  selanjutnya  pada  tahun  1997/1998  terjadi  bank rush yang berkembang   menjadi krisis perbankan terparah dalam sejarah perbankan Indonesia dimana  terjadi penutupan enam belas bank yang dilakukan Pemerintah pada tanggal 1  November 1997. Penutupan terhadap enam belasbank tersebut mengakibatkan  menurunnya kepercayaannasabah  terhadap  banknya, khususnya  bank swasta  yang  diyakini  masyarakat  mempunyai  kinerja  keuangan  yang  rendah.
Penurunan  kepercayaan  terhadap  bank  tersebut  mendorong  nasabah  secara  besar-besaran  menarik  dananya.  Selanjutnya,  penarikan  pada  satu  bank  menjalar  secara  sistemik  (contagion)  ke  bank  lain  sehingga  berkembang  menjadi krisis perbankan.
Sehubungan  dengan  adanya  krisis  tersebut  status  dan  peranan  BI  berdasarkan Undang-Undang No. 13 Tahun 1968 tentang Bank Sentral, dinilai  sudah  tidak  sesuai  dengan perkembangan  zaman  serta  dinilai  tidak  mampu  memberikan  kontribusi  yang  maksimal  dalam  fungsinya  melakukan  pengawasan  perbankan. Berdasarkan  Ketetapan  MPR  Nomor X/MPR/1998,  Ketetapan  MPR  Nomor XI/MPR/1998,  dan  Ketetapan  MPR  Nomor  XVI/MPR/1998, ditetapkan dan diberlakukan Undang-Undang No. 23 Tahun  1999  tentang  Bank  Indonesia   sebagai  ganti  dari  Undang-Undang  No.  13  Tahun  1968  Tentang  Bank  Sentral.  Undang-Undang  No.  23  Tahun  1999  tentang Bank Indonesia memberikan status dan kedudukan kepada BI sebagai  suatu bank  sentral  yang  independen,  bebas  dari  campur  tangan  pemerintah, ataupun  pihak- pihak  lainnya.  Penegasan  independensi  BI  sebagai  wujud  reformasi sistem  perbankan  nasional  pasca krisis  moneter, juga  dapat  dilihat  dalam  Undang-Undang  No.  7  Tahun  1992 tentang  Perbankan  sebagaimana  diubah terakhir denganUndang-Undang No. 10 Tahun 1998 (UU Perbankan)  yang  mana  merupakan  salah  satu  dasar  hukum  penegasan  status  dan  kedudukan BI sebagai suatu lembaga yang independen. Sehubungan dengan  hal  tersebut  maka  di  Indonesia  pengawasan  terhadap  bank  dilakukan  sesuai  dengan amanat Undang-Undang No. 23 Tahun 1999 tentang Bank Indonesia  dimana dalam ketentuan Pasal 8 huruf c dinyatakan mengenai tugas BI  yang  salah  satunya  adalah  mengatur  dan  mengawasi bank,  serta UU  Perbankan   dalam  Pasal  29  ayat  (1)  UU Perbankan  menyatakan  pembinaan  dan  pengawasan bank dilakukan oleh Bank Indonesia.
Mengacu pada ketentuan Pasal 29 ayat (1) UU Perbankan, ada dua hal  pokok  terkait  pengawasan  kegiatan  perbankan  yang  dilakukan  oleh  Bank  Indonesia,  yaitu  adanya  upaya  pembinaan  serta  pengawasan.  Fungsi  pembinaan dan  pengawasan oleh BImerupakan  kesatuan  yang  saling  terkait  dan  tersinergi,  meskipun  demikian   Undang-Undang  No.  23  Tahun  1999 tentang Bank Indonesia sebagaimana diubah terakhir denganUndang-Undang  No.  6  Tahun  2009 (UU  BI) dan UUPerbankan  membedakan  secara  jelas  yang dimaksud dengan fungsi pembinaan (mengatur) dan fungsi pengawasan.
Fungsi  pembinaan  menitik  beratkan  pada  regulasi,  sedangkan  fungsi  pengawasan  menitik  beratkan  pada supervisionatau penyeliaan.  (Rachmadi  Usman,  2001  :  123).   Lebih  lanjut  penjelasan  mengenai  tugas  BI  dalam  hal  pengawasan  bank  berdasarkan  Pasal  24 UU  BI,  Bank  Indonesia  berwenang  menetapkan peraturan, memberikan dan mencabut izin atas kelembagaan serta  kegiatan  usaha  tertentu  dari  bank,  melaksanakan  pengawasan bank  dan  mengenakan  sanksi  terhadap  bank  sesuai  dengan  ketentuan  perundangundangan. Kemudian dalam Pasal 25 dinyatakan bahawa dalam rangka tugas  mengatur bank,  Bank  Indonesia berwenang  menetapkan  ketentuan-ketentuan  perbankan  yang  memuat  prinsip  kehati-hatian.  Pelaksanaan  kewenangan  ini  ditetapkan dengan Peraturan Bank Indonesia (PBI). Tugas BI untuk mengatur  dan  mengawasi  bank  dijabarkan  lebih  lanjut  dalam  Pasal  24  sampai  dengan  Pasal 35 UUBIdan Pasal 29 sampai dengan Pasal 37 UUPerbankan. Dengan  begitu  luasnya  wewenang  dan  tanggung  jawabnya,  maka BIdapat  bertindak  preventif maupun represif.
Usaha-usaha  BI  dalam  rangka  perbaikan  sistem  pengawasan  perbankan, tidak hanya berhenti pada penyempurnaan Undang-Undang No. 23  Tahun 1999 tentang Bank Indonesia saja. Disadari bahwa kemunculan krisis  1997  memberi  pengaruh  yang  sedemikian  besar  tidak  hanya  bagi  perekonomian Indonesia tetapi krisis serupa yang melanda negara-negara lain  juga  memberikan  pengaruh  yang  serupa  bagi  perekonomian  dunia,  sehingga   membuat  pengembangan  suatu  sistem  keuangan  yang  kokoh  menjadi  salah  satutujuan utama  kalangan  penentu  kebijakan  keuangan/perbankan  dunia.
Pengawasan  perbankan  yang  semula  diorientasikan  hanya  untuk  menjaga  kepentingan  nasional  mulai  meluas  dengan  kerjasama  guna  kepentingan  bilateral sehingga muncul kebutuhan akan kerja sama dan harmonisasi standar  internasional  bagi  metode  pengawasan  perbankan.  BI  sebagai  otoritas  pengawasan  perbankan  juga  menyadari  perlunya suatu  aturan  yang  dapat  berlaku  secara  internasional  karena  meski  di  setiap  negara  memiliki  karakteristik sistem  pengawasan  yang  berbeda  corak  dan  ragamnya  dengan  negara  lain,  tetaplah  dirasakan  adanya  kebutuhan  akan  model  pengawasan  yang  berlaku  universal,  yaitu  model  pengawasan  bank  yang  secara  umum  dapat diterima dan diberlakukan oleh hampir semua negara sehingga terdapat  bahasa  yang  sama  dalam  komunikasi  antar  sesama bank  lintas  negara,  dan  tentunya untuk mengetahui kondisi sistem keuangan suatu negara.
Adanya kesadaran  inilah  yang  mendorong sepuluhnegara  maju  yang  terhimpun dalam kelompok G-10 untuk mencari model bagi pengawasan yang  berlaku universal. Pada waktu merebak wabah krisis moneter di kawasan Asia  di tahun 1997, meluncurlah satu model baru pengawasan bank merujuk Core  Principles  for  Effective  Banking  Supervision.  Core  Principles  for  Effective  Banking  Supervision  atau yanglebih dikenal  dengan  nama theBasel  Core  Principles adalah  prinsip-prinsip  dasar  sistem  supervisi  perbankan  yang  disusun  oleh the  Basel  Committee  on  Banking  Supervisionbersama  dengan  beberapa  institusi  supervisor  perbankan  lainnya,  merupakan  suatu  pedoman  yang  memuat syarat-syarat minimumyang  dibutuhkan  oleh  perbankan  di  dalam merespon berbagai kondisi dan risiko di sistem keuangan suatu negara,  sehingga the Basel  Core  Principlesdiharapkan  dapat  menjadi  rujukan  dasar  bagi  institusi  supervisor  perbankan  dan  otoritas  publik  lainnya  di  seluruh  negara  maupun  secara  internasional.  the  Basel  Committeemeyakini  bahwa  pengadopsian  prinsip-prinsip  tersebut  oleh  semua  negara  menjadi  langkah  penting dalam proses memperbaiki dan meningkatkan kualitas keuangan baik   didalam negeri masing-masing maupun dunia  internasional  (Dahlan Siamat,  2005 : 197).
Dikatakan  sebelumnya  bahwa the Basel  Core  Principles adalah  prinsip-prinsip  dasar  sistem  supervisi  perbankan,  didalam the  Basel  Core  Principlesmemuat dua puluh limaprinsip dasar yang dapat dijadikan rujukan  bagi  pengawasan  perbankan.  Dari  ke  dua  puluh  lima prinsip  tersebut dikelompokkan  lagi  menjadi  tujuh prinsip  kelompok  utama  yaitu  prinsip  prakondisibagi  pengawasan  perbankan  yang  efektif,  prinsip  perizinan  dan  struktur,  prinsip  ketentuan  kehati-hatian  dan  persyaratan,  prinsip  metode  pengawasan  perbankan  yang  sedang  berjalan,  prinsip  akuntansi  dan  persyaratan  informasi,  prinsip pengawas  bank,  dan  prinsip  lintas batas perbankan. Indonesia  merupakan salah satu negara  yang mengadopsi produk  yang dihasilkan oleh the Basel Committee, mulai dari the Core Principles for  Effective Banking Supervisionsampai dengan perkembangannya yang terakhir  yaitu the New  Basel  Capital  Accord. Pengadopsian  prinsip-prinsip  yang  dikeluarkan  oleh theBasel  Committee, dapat  dikatakan  sebagai  salah  satu  tindakan  pembenahan  diri  yang  mulai  dilakukan  oleh  BI  terhadap  metode  yang selama ini digunakan dalam rangka pengawasan perbankan.
Lebih  lanjut  untuk  membangun  kembali  sistem  perekonomian  pasca  krisis  pemerintah  menyiapkan  kebijakan  ekonomi   yang  diterbitkan  dalam  Instruksi  Presiden  No.  5  Tahun  2003  dan  Surat  Keputusan  Gubernur  Bank  Nomor  5/13/KEP/GBI/2003  sebagai  tindak  lanjutnya.  Guna  menindaklanjuti  kebijakan  tersebut,  maka  Bank  Indonesia  pada  tanggal  9  Januari  2004  telah  meluncurkan Arsitektur Perbankan Indonesia (API). Peluncuran API tersebut  tidak terlepas pula dari upaya Pemerintah dan BI untuk membangun kembali  perekonomian  Indonesia  melalui  penerbitan white  paper Pemerintah  sesuai  dengan  Inpres  No.  5  Tahun  2003,  dimana  API  menjadi  salah  satu  program  utama dalam white paper tersebut. Peluncuran  API oleh BI bertujuan untuk  menerapkan secara bertahap praktik terbaik internasional yang tercakup dalam  25  Basel  for  Effective  Banking  Supervision  Basel  Core  Principles.   API  merupakan  suatu  progam  yang  dibuat oleh  BI  sebagai  kerangka  menyeluruh   arah kebijakan pengembangan industri perbankan Indonesia ke depan. Dalam  rangka  pelaksaan  progam-progam  yang  tertuang  dalam  keenam pilar  API  maka  BI  mengeluarkan  sejumlah  kebijakan  yang  tertuang  dalam  Peraturan  Bank  Indonesia  (PBI)  sebagai  peraturan  pelaksana  dari  penerapan  keenam pilar  API,  PBI  tersebut  antara  lain  PBI  No.  11/1/PBI/2009 tentang  Bank  Umum,  PBI  No.  9/16/PBI/2007 tentang  Jumlah  Modal  Inti  Minimum  Bank  Umum,  PBI  No.  6/10/PBI/2004 tentang Sitem  Penilaian  Tingkat  Kesehatan  Bank Umum, dan PBI No.13/3/PBI/2011 tentangPenetapan Status dan Tindak  Lanjut Pengawasan Bank, dan lain-lain.

 Skripsi Hukum: Pengaruh The Basel Core Principles Terhadap Undang-Undang Bank Indonesia Dan Undang-Undang Otoritas Jasa Keuangan

Download lengkap Versi PDF

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

pesan skripsi