BAB I.
PENDAHULUAN.
A. Latar Belakang Masalah.
Skripsi Hukum: Prosedur pendaftaran tanah hak milik yang belum bersertifikat melalui jual beli berdasarkan peraturan pemerintah nomor 24 tahun 1997
Indonesia adalah
negara agraris, bertani
merupakan mata pencahariaan
sebagian besar masyarakat,
mereka umumnya melakukan kegiatan
tani dalam arti
luas meliputi pertanian,
tanaman, pangan, perkebunan, peternakan, dan perikanan yang sebagian dari mereka hanya
berstatus sebagai
buruh tani atau
petani dengan kata
lain mereka bertani hanya menggarap tanah milik orang lain.
Tanah merupakan sumber daya alam
yang mempunyai peran amat penting karena
tanah diperlukan bagi
manusia untuk berbagai
macam kepentingan kehidupan
seperti untuk tempat tinggal, bertani, berusaha dan lain
sebagainya.Disamping itu, tanah
juga mendukung berbagai
vegetasi alam terutama
hutan, yang hasilnya
sangat berguna bagi
manusia dan hewan.Kemudian selain itu tanah juga
mengandung bahan tambang yang berupa mineral,
minyak bumi dan
sebagainya yang semuanya
itu dibutuhkan manusia.
Kebijaksanaan pembangunan bidang
pertanahan di Indonesia pada intinya bersumber pada
ketentuan Undang-Undang Dasar 1945 pasal
33 ayat (3)
yang berbunyi: “
Bumi, Air serta
kekayaan alam yang terkandung didalamnya dikuasai oleh
negara dan dipergunakan untuk sebesar-besarnya
kemakmuran rakyat”.
Undang-undang No. 5 Tahun 1960
tentang Peraturan Dasar Pokokpokok Agraria adalah undang-undang yang memuat
dasar-dasar pokok di bidang agraria yang
merupakan landasan bagi usaha pembaharuan hukum agrarian
guna dapat diharapkan
memberikan jaminan kepastian
hukum bagi masyarakat dalam
memanfaatkan fungsi bumi, air, dan ruang angkasa serta kekayaan alam yang terkandung didalamnya.
Persediaan tanah yang terbatas
dan relatif tetap, akan menimbulkan berbagai masalah
dalam penggunaanya. Pada
sisi lain manusia
yang senantiasa membutukan tanah
semakin bertambah. Masalah-masalah yang timbul
sebagai akibat kebutuhan
akan tanah yang
meningkat tersebut, bukan
hanya yang berkaitan
dengan masalah pemilikan
dan penguasaannya. Hal
ini akan menimbulkan
keresahan dan ketegangan dalam
masyarakat yang dapat
menghambat pembangunan selanjutnya.
Oleh karena
itu perlu adanya
perlindungan dan jaminan
hukum oleh pemerintah di dalam masyarakat.
Untuk memberikan jaminan
kepastian hukum dibidang pertanahan, maka
dalam pasal 19 ayat (1) UUPA ditentukan: “Untuk menjamin kepastian hukum oleh
pemerintah diadakan pendaftaran tanah diseluruh
wilayah Republik Indonesia
menurut ketentuan yang diatur
dengan peraturan pemerintah”,(Boedi Harsono,1988:8 ).
Ketentuan itu
ditujukan kepada pemerintah
untuk menyelenggarakan pendaftaran
tanah diseluruh wilayah
Republik Indonesia dengan
tujuan untukmemberikan jaminan
kepastian hukum berkenaan
dengan hak atas
tanah yang menghendaki
adanya kepastian mengenai: 1. Hak atas tanah; apakah hak milik,
hak guna usaha, hak guna bangunan, hak
pakai, atau hak pengelolaan.
2. Siapa
yang mempunyai tanahnya;
hal ini penting
sekali karena perbuatanperbuatan hukum
berkenaan dengan tanah
tersebut hanyalah sah jika dilakukan oleh pemegang haknya.
3. Tanah yang dimiliki letak, luas, batas-batasnya,
hal ini sangat penting untuk pencegahan
sengketa.
4. Hukum
yang berlaku terhadap
tanah tersebut, supaya
lebih mudah mengetahui
wewenang-wewenang apa saja,
serta kewajibannya pemegang hak atas tanah, ( Bachtiar
Effendie,1993:80).
Mengingat pentingnya kepastian
hukum dalam setiap peralihan hak atas
tanah sebagai akibat dari transaksi jual
beli tanah maka oleh UUPA diwajibkan untuk
melakukan pendaftran peralihan
hak karena jual
beli tersebut. Dalam praktiknya
masyarakat di Kota Surakarta dalam transaksi jual beli tanah masih banyak dilakukan menurut
hukum adat yaitu jual beli tanah antara penjual dan pembeli yang
dilakukan dihadapan kepala adat ( kepala
desa) yang bersifat tunai, nyata, dan terang. Tunai dan nyata artinya bahwa
pada saat pembeli
membayar harga tanah
kapada penjual, maka pada saat
itu hak atas
tanah beralih dari
penjual kepada pembeli
atau dengan kata
lain bahwa sejak
saat itu pembeli
telah mendapatkan hak milik atas
tanah tersebut. Sedangkan
terang artinya bahwa
dengan dilakukan jual
beli dihadapan kepala
adat (kepala desa)
sudah terjamin bahwa tidak terjadi pelanggaran hukum dalam
jual beli tersebut atau jual beli itu
dianggap terang sehingga masyarakat mengakui keabsahannya.
Peralihan hak
atas tanah tersebut
akibat dilakukannya jual
beli tanah menurut hukum adat
dalam pelaksanaannya hanya dibuat surat yan g isinya
menyatakan bahwa penjual
telah menyerahkan tanahnya
dan menerima uang
pembayaran, tetapi tidak
dibuktikan dengan adanya
akta jual beli tanah yang dibuat
dihadapan Pejabat Pembuat Akta Tanah(PPAT )yang ditetapkan oleh peraturan perundang-
undangan yang telah berlaku.
Akta jual
beli hak atas
tanah yang dilakukan
dihadapan Pejabat Pembuat
Akta Tanah (PPAT)
merupakan salah satu
persyaratan untuk melakukan pendaftaran peralihan hak atas tanah
di Kantor Pertanahan, hal ini akan berimplikasi pada kepastian hukum
tentang status tersubut.
Dalam peristiwa
jual beli tanah
menurut hukum adat
tidak ada kepasrtian
hukum terhadap status
tanah bagi pemilik
tanah karena peralihan tersebut belum didaftarkan untuk
memperoleh sertipikat sebagai tanda
bukti hak yang kuat.
Praktik jual
beli menurut hukum
adat yang masih
dilakukan di Surakarta
ternyata ada pula
yang kemudian dilanjutkan
dengan jual beli ulang dihadapan
Pejabat Pembuat Akta
Tanah (PPAT) sebagaimana ditegaskan dalam Pasal 37 ayat 1 Peraturan
Pemerintah No.24 tahun 1997 tentang
pendaftaran tanah.
Tujuan dari
pendaftaran itu sendiri
adalah untuk menjamin kepastian
hukum baik objek
maupun subjek dari
peralihan hak tersebut.Oleh
karenanya maka setiap
peralihan hak atau
perbuatan yang bermaksud mengalihkan hak selain wajib didaftarkan,
maka aktanya juga harus dibuat oleh
Pejabat yang ditunjuk.
Meskipun UUPA tidak mengatur
secara tegas tentang jual beli hak atas tanah,
tetapi ketentuan pokoknya
dapat dijumpai dalam
ketentuan pasal 26 yang
menyatakan bahwa : “Setiap jual beli,
penukaran, penghibahan, pemberian
dengan wasiat dan
perbuatan-perbuatan lain yang
dimaksudkan untuk langsung
atau tidak langsung
memindahkan hak milik
kepada orang asing
kepada seorang warga
negara yang di
samping kewarganegaraan Indonesianya
mempunyai kewarganegaraan asing
atau kepada suatu
badan hukum, kecuali
yang oleh pemerintah ditetapkan badan-badan hukum yang
dapat mempunyai hak milik dan
syarat-syaratnya”.
Peraturan Pemerintah yang
dimaksud adalah Peraturan Pemerintah No.24
tahun 1997 yang mengatur tentang Pendaftaran tanah dalam Pasal 37.Pada
dasarnya setiap hak
atas tanah dapat
beralih dan dialihkan
oleh pemiliknya.Perbuatan
peralihan tersebut antara lain dapat karena jual beli, hibah, tukar menukar, pemasukan dalam
perusahaan (inbreng), pembagian hak
bersama, serta pemberian Hak Guna Bangunan / Hak Pakai atas tanah Hak Milik.
Berkaitan dengan
uraian singkat tersebut
, bila ditinjau
secara yuridis perbuatan
hukum yang dilakukan
pembeli dan penjual
yang melakukan jual
beli di hadapan
PPAT sudah sesuai
dengan peraturan perundang-
undangan, yaitu pada
perbuatan hukum jual
beli tanah yang dilakukan
dihadapan PPAT sebagaimana diatur dalam pasal 37 ayat 1 dan pasal 38 ayat 1 Peraturan pemerintan No.24
tanun 1997 yang antara lain menyebutkan bahwa
peralihan hak atas
tanah dan hak
milik atas satuan rumah susun melalui jual beli, tukar menukar,
hibah, dan perbuatan hukum pemindahan hak lainnya hanya
dapat didaftarkan jika
dibuktikan dengan akta
yang dibuat oleh
PPAT yang berwenag
menurut ketentuan perundang-undangan yang berlaku dan bahwa akta
sebagaimana dimaksud dalam Pasal
37 ayat 1
tersebut harus dihadiri
oleh para pihak
yang melakukan perbuatan
hukum yang bersangkutan
dan disaksikan oleh sekurang-kurangnya 2
(dua) orang saksi
yang memenuhi syarat
untuk bertindak sebagai saksi
dalam perbuatan hukum itu.
Pembeli yang
telah mempunyai akta
jual beli yang
dibuat PPAT, sebagaimana
disyaratkan oleh Pasal
1 Peraturan Pemerintah
Nomor 37 tahun 1998 tentang Peraturan Jabatan Pejabat
Pembuat Akta Tanah, yang menyebutkan bahwa
akta PPAT adalah
akta yang dibuat
oleh PPAT sebagai bukti telah dilaksanakan perbuatan
hukum tertentu mengenai hak atas tanah.Oleh
karena itu pembeli
sudah sah menjadi
pemiliknya dan dapat
segera mendaftarkan tanahnya
padaKantor Pertanahan setempat.
Sehubungan dengan
uraian tersebut diatas
untuk itu penulis
tertarik melakukan penelitian
dengan judul :PROSEDUR
PENDAFTARAN TANAH HAK
MILIK YANG BELUM
BERSERTIFIKAT MELAUI JUAL BELI BERDASARKAN PERATURAN PEMERINTAH
NOMOR 24 TAHUN 1997 DI KANTOR PERTANAHAN
SURAKARTA”.
B. Rumusan Masalah.
Berdasarkan latar
belakang yang telah
dipaparkan sebelumnya, serta
agar yang diteliti
lebih jelas dan
penulisan penelitian hukum mencapai
tujuan yang diinginkan, maka permasalahan yang akan dibahas dalam penelitian ini adalah sebagai berikut :.
1. Apa
persyaratan untuk pendaftaran
tanah karena jual
beli untuk tanah yang
belum bersertifikat ?.
2. Bagaimana
prosedur yang harus
dilakukan dalam pendaftaran tanahnya?.
3. Apakah
pendaftaran tanah yang
belum bersertifikat dapat
menjamin kepastian hukum bagi
pembeli tanah.
C. Tujuan Penelitian.
Suatu penelitian
harus memiliki tujuan
yang jelas sehingga
dapat memberikan arah dalam
pelaksanaan penelitian tersebut.Terdapat dua jenis tujuan
dalam suatu penelitian,
yaitu tujuan objektif
dan tujuan subjektif.Tujuan objektif
merupakan tujuan yang
berasal dari tujuan penelitian
itu sendiri, sedangkan
tujuan subyektif berasal
dari penulis.
Adapun tujan objektif dan subjektif yang hendak di capai dalam
penelitian ini adalah :.
1. Tujuan Objektif.
a. Untuk memperoleh gambaran yang jelas mengenai
persyaratan untuk pendaftaran tanah
karena jual beli
untuk tanah yang
belum bersertifikat.
b. Untuk mengetahui prosedur yang harus
dilakukan dalam pendaftaran tanahnya.
c. Untuk
mengetahui apakah pendaftaran
tanah yang belum bersertifikat
dapat menjamin kepastian hukum bagi pembeli tanah.
2. Tujuan Subjektif.
a. Untuk
memperoleh data- data
dan informasi yang
dibutuhkan bagi penyusunan
skripsi sebagai salah
satu syarat untuk
mendapatkan gelar kesarjanaan
di bidang Ilmu
Hukum pada Fakultas
Hukum Universitas Sebelas Maret
Surakarta.
b. Untuk
menambah dan memperluas
pengetahuan serta wawasan penulis
di bidang hukum
agrarian, dan sebagai
sarana untuk menerapkan teori- teori dan pengetahuan yang
telah diperoleh selama kuliah di
Fakultas Hukum Universitas Sebela Maret Surakarta.
D. Manfaat Penelitian.
Penulisan suatu
penelitian diharapkan mampu
memberikan manfaat yang dapat
diperoleh, terutama bidang ilmu yang diteliti. Manfaat yang diperoleh dari penelitian ini adalah
sebagai berikut :.
1. Manfaat Teoritis.
a. Hasil
penelitian penulisan hukun
ini diharapkan dapat
memberikan manfaat bagi
pengembangan ilmu pengetahuan
di bidang hukum umumnya
dan Hukum Aministrasi Negara pada khususnya.
b. Menambah
referensi ilmiah di
bidang hukum tentang
agraria khususnya di
bidang prosedur pendaftaran
tanah hak milik
melelui jal beli.
c.
Penulisan hukum ini
dapat digunakan sebagai
acuan untuk melakukan penulisan sejenis untuk selanjutnya.
2. Manfaat Praktis.
a. Menjadi
wahana bagi penulis
untuk mengembangkan penalaran, membentuk pola pikir ilmiah, sekaligus
menerapkan ilmu yang telah diperoleh.
b. Memberikan pemikiran alternative yang
diharapkan dapat digunakan sebagai bahan
informasi dalam kaitannyadengan hal-
hal yang menyangkut permasalahan yang di angkat.
c. Hasil
dari penulisan hukum ini
diharapkan dapat membentu pembangunan
hukum terutama dalam
prosedur pendaftaran tanah yang belum bersertifikat melalui jual
beli tanah oleh Kantor Badan Pertanahan
Nasional Surakarta.
Skripsi Hukum: Prosedur pendaftaran tanah hak milik yang belum bersertifikat melalui jual beli berdasarkan peraturan pemerintah nomor 24 tahun 1997
Tidak ada komentar:
Posting Komentar
pesan skripsi