Rabu, 10 Desember 2014

Skripsi Hukum: Prosedur pendaftaran tanah hak milik yang belum bersertifikat melalui jual beli berdasarkan peraturan pemerintah nomor 24 tahun 1997

BAB I.
PENDAHULUAN.
A.  Latar Belakang Masalah.
Skripsi Hukum: Prosedur pendaftaran tanah hak milik yang belum bersertifikat melalui jual beli berdasarkan peraturan pemerintah nomor 24 tahun 1997
Indonesia  adalah  negara  agraris,  bertani  merupakan  mata  pencahariaan  sebagian  besar  masyarakat,  mereka  umumnya  melakukan  kegiatan  tani  dalam  arti  luas  meliputi  pertanian,  tanaman,  pangan,  perkebunan, peternakan,  dan perikanan yang sebagian dari mereka hanya  berstatus  sebagai  buruh  tani  atau  petani  dengan  kata  lain  mereka  bertani  hanya menggarap tanah milik orang lain.

Tanah merupakan sumber daya alam yang mempunyai peran amat  penting  karena  tanah  diperlukan  bagi  manusia  untuk  berbagai  macam  kepentingan kehidupan seperti untuk tempat tinggal, bertani, berusaha dan  lain  sebagainya.Disamping  itu,  tanah  juga  mendukung  berbagai  vegetasi  alam  terutama  hutan,  yang  hasilnya  sangat  berguna  bagi  manusia  dan  hewan.Kemudian selain itu tanah juga mengandung bahan tambang yang  berupa  mineral,  minyak  bumi  dan  sebagainya  yang  semuanya  itu  dibutuhkan  manusia.  Kebijaksanaan  pembangunan  bidang  pertanahan  di  Indonesia pada intinya bersumber pada ketentuan Undang-Undang Dasar  1945  pasal  33  ayat  (3)  yang  berbunyi:  “  Bumi,  Air  serta  kekayaan  alam  yang terkandung didalamnya dikuasai oleh negara dan dipergunakan untuk  sebesar-besarnya kemakmuran rakyat”.
Undang-undang No. 5 Tahun 1960 tentang Peraturan Dasar Pokokpokok Agraria adalah undang-undang yang memuat dasar-dasar pokok di  bidang agraria yang merupakan landasan bagi usaha pembaharuan hukum  agrarian  guna  dapat  diharapkan  memberikan  jaminan  kepastian  hukum  bagi masyarakat dalam memanfaatkan fungsi bumi, air, dan ruang angkasa  serta kekayaan alam yang terkandung didalamnya.
Persediaan tanah yang terbatas dan relatif tetap, akan menimbulkan  berbagai  masalah  dalam  penggunaanya.  Pada  sisi  lain  manusia  yang  senantiasa membutukan tanah semakin bertambah. Masalah-masalah yang    timbul  sebagai  akibat  kebutuhan  akan  tanah  yang  meningkat  tersebut,  bukan  hanya  yang  berkaitan  dengan  masalah  pemilikan  dan  penguasaannya.  Hal  ini  akan  menimbulkan  keresahan  dan  ketegangan  dalam  masyarakat  yang  dapat  menghambat  pembangunan  selanjutnya.
Oleh  karena  itu  perlu  adanya  perlindungan  dan  jaminan  hukum  oleh  pemerintah di dalam masyarakat.
Untuk memberikan jaminan kepastian hukum dibidang pertanahan,  maka dalam pasal 19 ayat (1) UUPA ditentukan: “Untuk menjamin kepastian hukum oleh pemerintah diadakan pendaftaran  tanah  diseluruh  wilayah  Republik  Indonesia  menurut  ketentuan  yang  diatur dengan peraturan pemerintah”,(Boedi Harsono,1988:8 ).
Ketentuan  itu  ditujukan  kepada  pemerintah  untuk  menyelenggarakan  pendaftaran  tanah  diseluruh  wilayah  Republik  Indonesia  dengan  tujuan  untukmemberikan  jaminan  kepastian  hukum  berkenaan  dengan  hak  atas  tanah  yang  menghendaki  adanya  kepastian  mengenai: 1. Hak atas tanah; apakah hak milik, hak guna usaha, hak guna bangunan,  hak pakai, atau hak pengelolaan.
2.  Siapa  yang  mempunyai  tanahnya;  hal  ini  penting  sekali  karena  perbuatanperbuatan  hukum  berkenaan  dengan  tanah  tersebut  hanyalah  sah jika dilakukan oleh pemegang haknya.
3. Tanah  yang dimiliki letak, luas, batas-batasnya, hal ini sangat penting  untuk pencegahan sengketa.
4.  Hukum  yang  berlaku  terhadap  tanah  tersebut,  supaya  lebih  mudah  mengetahui  wewenang-wewenang  apa  saja,  serta  kewajibannya  pemegang hak atas tanah, ( Bachtiar Effendie,1993:80).
Mengingat pentingnya kepastian hukum dalam setiap peralihan hak  atas tanah sebagai akibat  dari transaksi jual beli tanah maka oleh UUPA  diwajibkan  untuk  melakukan  pendaftran  peralihan  hak  karena  jual  beli  tersebut. Dalam praktiknya masyarakat di Kota Surakarta dalam transaksi  jual beli tanah masih banyak dilakukan menurut hukum adat yaitu jual  beli    tanah antara penjual dan pembeli yang dilakukan dihadapan kepala adat (  kepala desa) yang bersifat tunai, nyata, dan terang. Tunai dan nyata artinya  bahwa  pada  saat  pembeli  membayar   harga  tanah  kapada  penjual,  maka  pada  saat  itu  hak  atas  tanah  beralih  dari  penjual  kepada  pembeli  atau  dengan  kata  lain  bahwa  sejak  saat  itu  pembeli  telah  mendapatkan  hak  milik  atas  tanah  tersebut.  Sedangkan  terang  artinya  bahwa  dengan  dilakukan  jual  beli  dihadapan  kepala  adat  (kepala  desa)  sudah  terjamin  bahwa tidak terjadi pelanggaran hukum dalam jual beli tersebut atau jual  beli itu dianggap terang sehingga masyarakat mengakui keabsahannya.
Peralihan  hak  atas  tanah  tersebut  akibat  dilakukannya  jual  beli  tanah menurut hukum adat dalam pelaksanaannya hanya dibuat surat yan g  isinya  menyatakan  bahwa  penjual  telah  menyerahkan  tanahnya  dan  menerima  uang  pembayaran,  tetapi  tidak  dibuktikan  dengan  adanya  akta  jual beli tanah yang dibuat dihadapan Pejabat Pembuat Akta Tanah(PPAT  )yang ditetapkan oleh peraturan perundang- undangan yang telah berlaku.
Akta  jual  beli  hak  atas  tanah  yang  dilakukan  dihadapan  Pejabat  Pembuat  Akta  Tanah  (PPAT)  merupakan  salah  satu  persyaratan  untuk  melakukan pendaftaran peralihan hak atas tanah di Kantor  Pertanahan, hal  ini akan berimplikasi pada kepastian hukum tentang status tersubut.
Dalam  peristiwa  jual  beli  tanah  menurut  hukum  adat  tidak  ada  kepasrtian  hukum  terhadap  status  tanah  bagi  pemilik  tanah  karena  peralihan tersebut belum didaftarkan untuk memperoleh sertipikat sebagai  tanda bukti hak yang kuat.
Praktik  jual  beli  menurut  hukum  adat  yang  masih  dilakukan  di  Surakarta  ternyata  ada  pula  yang  kemudian  dilanjutkan  dengan  jual  beli  ulang  dihadapan  Pejabat  Pembuat  Akta  Tanah  (PPAT)  sebagaimana  ditegaskan dalam Pasal 37 ayat 1 Peraturan Pemerintah No.24 tahun 1997  tentang pendaftaran tanah.
Tujuan  dari  pendaftaran  itu  sendiri  adalah  untuk  menjamin  kepastian  hukum  baik  objek  maupun  subjek  dari  peralihan  hak  tersebut.Oleh  karenanya  maka  setiap  peralihan  hak  atau  perbuatan  yang    bermaksud mengalihkan hak selain wajib didaftarkan, maka aktanya juga  harus dibuat oleh Pejabat yang ditunjuk.
Meskipun UUPA tidak mengatur secara tegas tentang jual beli hak  atas  tanah,  tetapi  ketentuan  pokoknya  dapat  dijumpai  dalam  ketentuan  pasal 26 yang menyatakan bahwa : “Setiap  jual  beli,  penukaran,  penghibahan,  pemberian  dengan  wasiat  dan  perbuatan-perbuatan  lain  yang  dimaksudkan  untuk  langsung  atau  tidak  langsung  memindahkan  hak  milik  kepada  orang  asing  kepada  seorang  warga  negara  yang  di  samping  kewarganegaraan  Indonesianya  mempunyai  kewarganegaraan  asing  atau  kepada  suatu  badan  hukum,  kecuali  yang  oleh  pemerintah ditetapkan badan-badan hukum yang dapat mempunyai  hak milik dan syarat-syaratnya”.
Peraturan Pemerintah yang dimaksud adalah Peraturan Pemerintah  No.24 tahun 1997 yang mengatur tentang Pendaftaran tanah dalam Pasal  37.Pada  dasarnya  setiap  hak  atas  tanah  dapat  beralih  dan  dialihkan  oleh  pemiliknya.Perbuatan peralihan tersebut antara lain dapat karena jual beli,  hibah, tukar menukar, pemasukan dalam perusahaan (inbreng), pembagian  hak bersama, serta pemberian Hak Guna Bangunan / Hak Pakai atas tanah  Hak Milik.
Berkaitan  dengan  uraian  singkat  tersebut  ,  bila  ditinjau  secara  yuridis  perbuatan  hukum  yang  dilakukan  pembeli  dan  penjual  yang  melakukan  jual  beli  di  hadapan  PPAT  sudah  sesuai  dengan  peraturan  perundang-  undangan,  yaitu  pada  perbuatan  hukum  jual  beli  tanah  yang  dilakukan dihadapan PPAT sebagaimana diatur dalam pasal 37 ayat 1 dan  pasal 38 ayat 1 Peraturan pemerintan No.24 tanun 1997 yang antara lain  menyebutkan  bahwa  peralihan  hak  atas  tanah  dan  hak  milik  atas  satuan  rumah susun melalui jual beli, tukar menukar, hibah, dan perbuatan hukum  pemindahan  hak  lainnya  hanya  dapat  didaftarkan  jika  dibuktikan  dengan  akta  yang  dibuat  oleh  PPAT  yang  berwenag  menurut  ketentuan  perundang-undangan yang berlaku dan bahwa akta sebagaimana dimaksud  dalam  Pasal  37  ayat  1  tersebut  harus  dihadiri  oleh  para  pihak  yang  melakukan  perbuatan  hukum  yang  bersangkutan  dan  disaksikan  oleh    sekurang-kurangnya  2  (dua)  orang  saksi  yang  memenuhi  syarat  untuk  bertindak sebagai saksi dalam perbuatan hukum itu.
Pembeli  yang  telah  mempunyai  akta  jual  beli  yang  dibuat  PPAT,  sebagaimana  disyaratkan  oleh  Pasal  1  Peraturan  Pemerintah  Nomor  37  tahun 1998 tentang Peraturan Jabatan Pejabat Pembuat Akta Tanah, yang  menyebutkan  bahwa  akta  PPAT  adalah  akta  yang  dibuat  oleh  PPAT  sebagai bukti telah dilaksanakan perbuatan hukum tertentu mengenai hak  atas  tanah.Oleh  karena  itu  pembeli  sudah  sah  menjadi  pemiliknya  dan  dapat  segera  mendaftarkan  tanahnya  padaKantor  Pertanahan  setempat.
Sehubungan  dengan  uraian  tersebut  diatas  untuk  itu  penulis  tertarik  melakukan  penelitian  dengan  judul  :PROSEDUR  PENDAFTARAN  TANAH  HAK  MILIK  YANG  BELUM  BERSERTIFIKAT  MELAUI  JUAL BELI BERDASARKAN PERATURAN PEMERINTAH NOMOR  24 TAHUN 1997 DI KANTOR PERTANAHAN SURAKARTA”.
B.  Rumusan Masalah.
Berdasarkan  latar  belakang  yang  telah  dipaparkan  sebelumnya,  serta  agar  yang  diteliti  lebih  jelas  dan  penulisan  penelitian  hukum  mencapai tujuan yang diinginkan, maka permasalahan yang akan dibahas  dalam penelitian ini adalah sebagai berikut :.
1.  Apa  persyaratan  untuk  pendaftaran  tanah  karena  jual  beli  untuk  tanah  yang belum bersertifikat ?.
2.  Bagaimana  prosedur  yang  harus  dilakukan  dalam  pendaftaran  tanahnya?.
3.  Apakah  pendaftaran  tanah  yang  belum  bersertifikat  dapat  menjamin  kepastian hukum bagi pembeli tanah.
C.  Tujuan Penelitian.
Suatu  penelitian  harus  memiliki  tujuan  yang  jelas  sehingga  dapat  memberikan arah dalam pelaksanaan penelitian tersebut.Terdapat dua jenis  tujuan  dalam  suatu  penelitian,  yaitu  tujuan  objektif  dan  tujuan  subjektif.Tujuan  objektif  merupakan  tujuan  yang  berasal  dari  tujuan  penelitian  itu  sendiri,  sedangkan  tujuan  subyektif  berasal  dari  penulis.
  Adapun tujan objektif dan subjektif yang hendak di capai dalam penelitian  ini adalah :.
1.  Tujuan Objektif.
a.  Untuk memperoleh gambaran yang jelas mengenai persyaratan untuk  pendaftaran  tanah  karena  jual  beli  untuk  tanah  yang  belum  bersertifikat.
b.  Untuk mengetahui prosedur yang harus dilakukan dalam pendaftaran  tanahnya.
c.  Untuk  mengetahui  apakah  pendaftaran  tanah  yang  belum  bersertifikat dapat menjamin kepastian hukum bagi pembeli tanah.
2.  Tujuan Subjektif.
a.  Untuk  memperoleh  data-  data  dan  informasi  yang  dibutuhkan  bagi  penyusunan  skripsi  sebagai  salah  satu  syarat  untuk  mendapatkan  gelar  kesarjanaan  di  bidang  Ilmu  Hukum  pada  Fakultas  Hukum  Universitas Sebelas Maret Surakarta.
b.  Untuk  menambah  dan  memperluas  pengetahuan  serta  wawasan  penulis  di  bidang  hukum  agrarian,  dan  sebagai  sarana  untuk  menerapkan teori- teori dan pengetahuan yang telah diperoleh selama  kuliah di Fakultas Hukum Universitas Sebela Maret Surakarta.
D.  Manfaat Penelitian.
Penulisan  suatu  penelitian  diharapkan  mampu  memberikan  manfaat yang dapat diperoleh, terutama bidang ilmu yang diteliti. Manfaat  yang diperoleh dari penelitian ini adalah sebagai berikut :.
1.  Manfaat Teoritis.
a.  Hasil  penelitian  penulisan  hukun  ini  diharapkan  dapat  memberikan  manfaat  bagi  pengembangan  ilmu  pengetahuan  di  bidang  hukum  umumnya dan Hukum Aministrasi Negara pada khususnya.
b.  Menambah  referensi  ilmiah  di  bidang  hukum  tentang  agraria  khususnya  di  bidang  prosedur  pendaftaran  tanah  hak  milik  melelui  jal beli.
 c.  Penulisan  hukum  ini  dapat  digunakan  sebagai  acuan  untuk  melakukan penulisan sejenis untuk selanjutnya.
2.  Manfaat Praktis.
a.  Menjadi  wahana  bagi  penulis  untuk  mengembangkan  penalaran,  membentuk pola pikir ilmiah, sekaligus menerapkan ilmu yang telah  diperoleh.
b.  Memberikan pemikiran alternative yang diharapkan dapat digunakan  sebagai  bahan  informasi  dalam  kaitannyadengan  hal-  hal  yang  menyangkut permasalahan yang di angkat.
c.  Hasil  dari  penulisan  hukum  ini  diharapkan  dapat  membentu  pembangunan  hukum  terutama  dalam  prosedur  pendaftaran  tanah yang belum bersertifikat melalui jual beli tanah  oleh Kantor  Badan  Pertanahan Nasional Surakarta.

 Skripsi Hukum: Prosedur pendaftaran tanah hak milik yang belum bersertifikat melalui jual beli berdasarkan peraturan pemerintah nomor 24 tahun 1997

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

pesan skripsi