Selasa, 09 Desember 2014

Skripsi Hukum: Studi Perbandingan Hukum Pengawasan Perbankan Antara Otoritas Jasa Keuangan Di Indonesia

BAB I.
PENDAHULUAN.
A.Latar Belakang.
Skripsi Hukum: Studi Perbandingan Hukum Pengawasan Perbankan Antara Otoritas Jasa Keuangan Di Indonesia
Geliat  pemanfaatan  jasa  lembaga  keuangan  semakin  meningkat  seiring  perkembangan  teknologi  dan  informasi  dalam  kehidupan  masyarakat.  Pada  kesempatan  yang  bersamaan,  kondisi  demikian  turut  serta  mendukung  upaya  peningkatan  perekonomian  nasional.  Salah  satu  elemen  yang  berkaitan  dengan  perekonomian nasional adalah masalah sistem keuangan dan kegiatan industri jasa  keuangan  yang  lain,  seperti  misalnya  lembaga  keuangan  bank  maupun  lembaga  keuangan  non  bank.  Eksistensi  lembaga  keuangan  dalam  mendukung  perekonomian  nasional  demikian  merupakan  salah  satu  dampak  dari  globalisasi  dan kemajuan  teknologi  yang  berujung  pada  kompleksitas  sistem  keuangan  di  Indonesia.  Kompleksitas  yang  terjadi  perlu  diurai  sehingga  dapat  ditemukan  solusinya,  karena  sistem  keuangan  yang  kondusif  akan  mendukung  terciptanya  stabilitas  pertumbuhan  perekonomian.  Pada  kesempatannya,  stabilitas  pertumbuhan ekonomi akan mendukung pembangunan nasional di segala bidang.

http://fe.unila.ac.id/old/component/content/article/34-berita/266-seminarnasional-ojk-harapan-baru-sistem-keuangan>Diakses pada 5 Februari 2013 pukul  07.39 Urgensi  sistem  keuangan dalam perkembangan  perekonomian  khususnya  perbankan  mengharuskan eksistensi  sebuah  lembaga  pengawasan  yang  dapat  memonitor  kinerja  dan  pelaksanaan  sistem  keuangan  dalam  suatu  negara.
Undang-Undang  Nomor  6  Tahun  2009  tentang  Penetapan  Peraturan  Pemerintah  Pengganti Undang-Undang  Nomor 2 Tahun 2008 tentang Perubahan Keduaatas  Undang-Undang  Nomor  23  Tahun  1999  tentang  Bank  Indonesia  Menjadi  Undang-Undang  pada  Pasal 8  huruf  (c)  dinyatakan  bahwa pada pokoknya  Bank  Indonesia mempunyai tugas mengatur dan mengawasi Bank. Tujuan pengawasan  bank  sejatinya  adalah  menjadikan  bank  menjadi  sehat  dan  bisa  bersaing  (kompetitif)  secara  individu,  menjadikan  bank  sebagai  lembaga  kepercayaan  masyarakat serta  efisien dalam  melaksanakan fungsi intermediasinya.  Bank  juga   ditujukan  untuk  dapat  melindungi  kepentingan  masyarakat  melalui  industri  perbankan yang kuat dan berkembang dan pada gilirannya masyarakat dan negara  dapat  berharap  memperoleh  stabilitas  sistem  keuangan  sebagai  prasyarat  pembangunan yang berkelanjutan.
Persoalan  yang  dihadapi  terdapat  pada  pengawasan  terhadap  perbankan  oleh  Bank  Indonesia  (BI)  yang  menghadapi  beberapa  kendala.  Pertama,  keterbatasan  cakupan  pemeriksaan/pengawasan  akibat  Undang-Undang  seperti  kesulitan  pemeriksaan  terhadap  bank  kustodian  dan  anak  perusahaan  sekuritas  karena  prinsipkerahasiaan.  Kedua,  tindak  pidana  yang  melibatkan  instrumen  keuangan  dengan  berbagai  otoritas  pengawas  relatif  lebih  sulit  untuk  ditelusuri.
Ketiga, sinkronisasi ketentuan dan pemahaman ketentuan otoritas lain yang belum  optimal.  Keempat,  perlindungan  terhadap  nasabah  bank  yang  berinvestasi  pada  instrumen  pasar  modal  yang  di  jual  melalui  perbankan  relatif  lemah  karena  ketidakjelasan  otoritas  yang  mengawasi  instrumen  investasi  nasabah.  Kelima,  bank  sebagai  obyek  pengawasan  merasa  tidak  efisien  karena  harus  diperiksa  berkali-kali  oleh  otoritas  pengawas  perbankan  yang  berbeda.
http://wartaekonomi.co.id/berita5055/kala-pengawasan-bank-beralih-keojk.html>(4 Desember 2012 pukul 23:29) Masalah pengawasan perbankan di Indonesia sampai saat ini masih selalu  mendapat sorotan, dari kasus BLBI, kemudian kasus adanya kredit macet dengan  jumlah besar di BNI tentang kasus Loan/Creditfiktif di BNI, kasus Bank Global,  kasus  Bank  Century  dan  masih  banyak  kasus-kasus  lain,  yang  kesemuanya  itu  menunjukan  bahwa  masih  banyak  bank  yang  belum  sepenuhnya  menjalankan  prinsip  kehati-hatian  dalam  kegiatan  usahanya  dan  lemahnya  pengawasan  perbankan oleh Bank  Indonesia (Sulistyandari, 2012:230). Sebuah tantangan dan  tanggung jawab  yang  sangat  besar  bagi  lembaga  yang  berwenang  mengawasi  perbankan  yang  harus  segera  di  tangani  dan  diupayakan  penyelesaiannya.
Lembaga  pengawas  perbankan  harus  bekerja  ekstra  keras  dalam  melaksanakan  tugas,  fungsi  dan  wewenangnya  guna  mencegah  munculnya persoalan  serupa di  kemudian hari.
 Mencermati  persoalan  yang  telah  diuraikan  di  atas,  maka  Pemerintah  bersama sama dengan  legislatif membentuk  peraturan perundang-undangan  yang  bertujuan  untuk  mengalihkan  fungsi  pengawasan  bank  dari  Bank  Indonesia  kepada  sebuah  lembaga  independen  yaitu  Otoritas  Jasa  Keuangan,  sehingga  dibentukUndang-undang Nomor 21 Tahun 2011 tentang Otoritas Jasa Keuangan  (OJK). Apabila dirunut, sejarah OJK bermula sejak diundangkannya  UU No. 23  Tahun 1999 sebagaimana diubah dan ditambah dengan Undang Undang Nomor 3  tahun  2004  tentang  Bank  Indonesia  untuk  selanjutnya  disebut  Undnag-Undnag  Bank  Indonesia. Dalam Undang-undang tersebut, disebutkan secara tegas bahwa  tugas  mengawasi  bank  akan  dilakukan  oleh  lembaga  pengawasan  sektor  jasa  keuangan  yang  independen,  dan  dibentuk  dengan  Undang-undang.  Ketentuan  selanjutnya  disebutkan  dalam  pasal  34  ayat  1  Undang-Undang  Bank  Indonesia  bahwa pembentukan lembaga pengawasan akan dilaksanakan selambat-lambatnya  31 Desember 2002. Pernyataan demikian menjadi sebuah landasan yang kuat bagi  pembentukkan  lembaga  independen  untuk  mengawasi  sektor  jasa  keuangan  dan  selambat-lambatnya pada tanggal yang telah disebutkan yaitu 31 Desember 2002  harus sudah terbentuk.  Akan tetapi dalam prosesnya, sampai  dengan  tahun 2010  OJK  belum  terbentuk.  Sampai  kemudian  Undang-Undang  OJK  baru  terealisasi  pada  tahun  2011  dengan  disahkannya  Undang-Undang  Nomor  21  Tahun  2011  tentang Otoritas Jasa Keuangan.
Pasal  66  (ayat  1)  Undang-Undang  OJK  menyebutkan  bahwa  sejak  diundangkannya Undang-Undang OJK maka tugas, fungsi dan kewenangan Bank  Indonesia akan beralih pada OJK dan mulai berlaku pada 1 Januari 2014. Sebelum  tanggal  tersebut,  maka  BI  tetap  melaksanakan  fungsi,  tugas,  dan  wewenang  pengaturan  dan  pengawasan  kegiatan  jasa  keuangan  di  sektor  perbankan.
Kemudian, Pasal 68 menyebutkan, sejak beralihnya fungsi, tugas dan wewenang  pengawasan  perbankan  kepada  OJK,  pemeriksaan  dan/atau  penyidikan  yang  sedang  dilakukan  oleh  BI,  penyelesaiannya  dilanjutkan  oleh  OJK.  Muatan  demikian  pada Undang-Undang  OJK  menunjukkan  secara  tegas  bahwa  fungsi  pengawasan perbankan  yang  selama ini merupakan  kewenangan Bank Indonesia  akan beralih kepada Otoritas Jasa Keuangan.
 Pengalihan  pengawasan  bank  dari  Bank  Indonesia  ke  Otoritas  Jasa  Keuangan  diharapkan  akan  membawa  pengaruh  positif  dalam  aktivitas  bisnis  perbankan.  Keberadaan  OJK  diharapkan  mampu  memberikan  kemajuan  yang  mengarah  kepada  iklim  kondusif  bagi  pengembangan  dan  pembangunan  perbankan  di  Indonesia.  Pengalihan  fungsi  pengawasan  perbankan  kepada lembaga independen dalam hal ini OJK dinilai sebagai langkah paling tepat guna  mewujudkan  tujuan  penyehatan  dan  pengembangan  perbankan.  Hal  demikian  berkait  dengan  fungsi  OJK  untuk  mengawasi  perbankan  sekaligus  pembrntukan  pengaturan terhadap pelaksanaankinerja perbankan.
Menilik  penerapan  lembaga  pengawas  perbankan  dalam  bentuk  lembaga  independen semacam Otoritas Jasa Keuangan sebenarnya juga telah dilaksanakan  di  negara  lain.  Beberapa  negara  seperti  Inggris,  Australia  dan  Korea  Selatan  pernah menggunakan lembaga independen dalam pengawasan perbankan. Namun  sejarah menunjukkan gagalnya koordinasi dengan Bank of England(BoE) dalam  penanganan Northern Rock. Di Korea  Selatan, FSA Koorea Selatan  juga sedang  dalam tekanan politik hebat agar pengawasan dikembalikan ke bank sentral akibat  maraknya kasus korupsi (Khopiatuziadah, 2012:116). Kegagalan lembaga OJK di  beberapa  negara  tersebut  sangat  kontradiktif  jika  dibandingkan  dengan  OJK  di  Indonesia  yang  sedang  dalam  proses  pengkondisian  secara  kelembagaan  dan  penyesuaian  pegawai  besera  tugas  dan  fungsinya,  bahkan  baru  akan  efektif  dilaksanakan pada tanggal 1 Januari 2014.
Berdasarkan  penerapan  lembaga  independen  semacam  OJK  yang  telah  dilaksanakan  di  beberapa  negara,  pengamat  ekonomi  Universitas  Indonesia  Rofikoh  Rokhim, masih  meragukan efektifitas  dibentuknya lembaga  independen  pengawas  sektor  keuangan.  Keraguan  muncul  dan  di  anggap  penting  seiring  pembubaran Financial  Service  Authoritydi  Inggris  pada  16  Juni  2010. Negaranegara  maju  sudah  berbelok  atau  merubah  arah  dalam  perspektif  pengawasan  perbankan oleh lembaga independen, namun Indonesia justru baru akan memulai  OJK.  Kegagalan  OJK  menurut  Rofikoh  tidak  hanya  terjadi  di  Inggris,  hal  yang  sama juga terjadi di Prancis dan Korea. Begitu pula dengan pemerintahAmerika  Serikat yang memilih untuk memperkuat peran dan fungsi lembaga Bank Sentral   dibanding  memilih  OJK.  http://bisnis.news.viva.co.id/news/read/160465-pengamat--negara-maju-saja-bubarkan-ojk>(06 Desember 2012 pukul 06.55).
Fakta  sebagaimana  diuraikan  di  atas  menunjukkan  bahwa  negara-negara  yang menggunakan lembaga semacam OJK dalam pengawasan perbankan banyak  mengalami  kegagalan.  Inggris  sebagai  salah  satu  negara  yang  mula-mula  membentuk lembaga independen pengawas perbankan  independen ternyata  tidak  luput dari kegagalan yang serupa. Salah satu negara yang di anggap masih dapat  mempertahanan  stabilitas  kinerja  badan  pengawas  perbankan  dengan  memanfaatkanOJK  adalah  Jepang  dengan  lembaga  independen Financial  Services  Agency(FSA)  yang  dimiliki.  Jepang  merupakan  contoh  negara  yang  berhasil  memisahkan  pengawasan  lembaga  keuangannya  dengan  dipegang  oleh  sebuah lembaga independen. http://www.infobanknews.com/2010/03/kisah-suksesojk-jepang-awasi-bank/>(03April 2013 pukul 23:38) Article 3 Act for Establishment of the Financial Services AgencyNumber 130  of  1998 (Undang-Undang  FSA)  pada  pokoknya  menyatakan  bahwa  FSA  berfungsi  menjaga  stabilitas  fungsi  pendanaan  dan  memberikan  perlindungan  terhadap nasabah perbankan, peserta asuransi, investor saham sekuritas atau yang  setara  dengannya,  selain  itu  juga  bertanggung  jawab  untuk  menjaga  kelancaran  pembayaran.  Pembentukan  FSA  di  Jepang  oleh  banyak  kalangan  dinilai  cukup  berhasil  dalam  menjaga  stabilitas  sistem  keuangan  (Zaidatul  Amina,  2012:18).
The  Japanese  FSA  is  an  integrated  supervision agency, in charge of supervision of most financial institutions, such as  banks, securities firms, insurance companies,  and smaller financial institutions..
FSA  Jepang  adalah  lembaga  pengawasan  terpadu,  yang  bertanggung jawab atas  pengawasan  terhadap  lembaga  keuangan,  seperti  bank,  perusahaan  sekuritas,  perusahaan asuransi, dan lembaga keuangan lainnya. (Takeo Hoshi, 2003:2) Di  satu  sisi,  kegagalan  pengawasan  yang  dilakukan  oleh  lembaga  pengawas  perbankan  di  berbagai  negara  menjadi  sebuah  catatan  penting  dan  sarana antisipasi dalam pelaksanaan pengawasan perbankan oleh OJK yang akan  mulai  efektif  pada  1  Januari  2014.  Perspektif  berbeda  dapat  disasarkan  pada  pengawasan  yang  dilakukan Financial  Services  Agencyyang  oleh  dinyatakan   cukup berhasil. Keberhasilan demikian memberikan sebuah harapan bahwa OJK  Indonesia  mempunyai  peluang  untuk  menyusul  keberhasilan  FSA  Jepang.
Kekhususan seperti apa yang menjadikan FSA dinyatakan cukup berhasil menjadi  sebuah kajian yang sangat menarik.
Persoalan  pengawasan  perbankan  yang  demikian  kompleks  dan  memerlukan  perhatian  yang  serius  menjadi  alasan  bagi  Penulis  untuk  mengkaji  secara mendalam dengan perspektif perbandingan dengan negara Jepang. Terlebih  pembentukan  OJK  sangat  diharapkan  dapat  menciptakan  penyehatan  dan  pengembangan perbankan. Pengalaman pelaksanaan pengawasan perbankan oleh  Financial  Services  Agencydi  Jepang yang oleh banyak kalangan dinilai berhasil  diharapkan  dapat  menjadi  referensi  positif  guna  pelaksanaan  pengawasan  perbankan di Indonesia oleh Otoritas Jasa Keuangan. Keberadaan OJK merupakan  upaya  untuk  mereformasi  dan  mengintegrasikan  sistem  pengaturan  dan  pengawasan  bagi  semua  sektor  jasa  keuangan  secara  keseluruhan  agar  lebih  kredibel, dalam rangka mewujudkan pertumbuhan sektor keuangan yang kuat dan  sehat, sehingga mampu mengantisipasi setiap perkembangan sektor keuangan baik  secara domestik maupun global (Andika Hendra Mustaqim, 2010:10).
Berdasarkan uraian di atas, maka penulis bermaksud untuk mengkaji lebih  mendalam mengenai pengawasan Otoritas Jasa Keuangan di Indonesia kemudian  dibandingkan  dengan  keberhasilan Financial  Services  Agency di  Jepang  dalam  menjalankan fungsi pengawasan perbankan sesuai peraturan hukum yang berlaku.
Pengkajian  dimaksud  penulis  tuangkan  melalui  sebuah  penulisan  hukum  yang  berjudu STUDI  PERBANDINGAN  HUKUM  PENGAWASAN  PERBANKAN  ANTARA OTORITAS JASA KEUANGAN DI INDONESIA  DENGAN FINANCIAL SERVICES AGENCY DI JEPANG.
B.Rumusan Masalah.
Berdasarkan  uraian  latar  belakang  diatas,  penulis  merumuskan  permasalahan sebagai berikut:.
1. Bagaimana Pengaturan Pengawasan Perbankan antara Otoritas Jasa Keuangan  di Indonesia dengan Financial Services Agencydi Jepang?.
 2. Bagaimana  Persamaan  dan  Perbedaan  Pengaturan  Pengawasan  Perbankan  antara  Otoritas  Jasa  Keuangan  di  Indonesia  dengan Financial  Services  Agencydi Jepang?.
3. Bagaimana  Tingkat  Keberhasilan  Pengawasan  Perbankan  oleh Financial  Services Agencydalam Menyehatkan Perbankan di Jepang?.
C.Tujuan Penelitian.
Berdasarkan uraian latar belakang masalah dan perumusan masalah diatas,  maka penelitian ini memilikitujuan sebagai berikut:.
1. Tujuan Obyektif.
Tujuan  objektif  yang  merupakan  tujuan  penulisan  dilihat  dari  tujuan  umum yang berasal dari penelitian dimaksud, diantaranya:.
a. Untuk  mengetahui  pengaturan  pengawasan  perbankan  antara  Otoritas  Jasa Keuangan di Indonesia dengan Financial Services Agencydi Jepang.
b. Untuk  mengetahui  persamaan  dan  perbedaan  pengawasan  Otoritas  Jasa  Keuangan  di  Indonesia  dan  pengawasan Financial  Services  Agencydi  Jepang.
c. Untuk  mengetahui  tingkat  keberhasilan  pengawasan Financial  Services  Agencydalam menyehatkan perbankan di Jepang.
2. Tujuan Subjektif.
Tujuan  Subjektif  merupakan  tujuan  penulisan  dilihat  dari  tujuan  pribadi  Penulis  sebagai  dasar  dalam  melakukan  penelitian,  yaitu  sebagai  berikut:.
a. Untuk  memperoleh  sumber  hukum  dan  informasi  sebagai  bahan  utama  dalam  menyusun  Penulisan  Hukum  (Skripsi)  agar  dapat  memenuhi  persyaratan  akademis  guna  memperoleh  gelar  Sarjana  Hukum  pada  Fakultas Hukum Universitas Sebelas Maret Surakarta.
b. Untuk menerapkan ilmu dan teori-teori hukum yang telah penulis peroleh agar  dapat  memberi  manfaat  bagi  penulis  sendiri  serta  memberikan  kontribusi  positif  bagi  perkembangan  ilmu  pengetahuan  di  bidang  hukum.
c. Untuk memperluas pengetahuan dan pengalaman serta pemahaman aspek  hukum di dalam teori dan praktik Penulis dalam bidang hukum perdata,  khususnya  terkait  dengan  perbankan  dan  pengawasan  perbankan  oleh  Otoritas  Jasa  Keuangan  (OJK)  beserta  perbandingannya  dengan  Financial Services Agency (FSA).

 Skripsi Hukum: Studi Perbandingan Hukum Pengawasan Perbankan Antara Otoritas Jasa Keuangan Di Indonesia

Download lengkap Versi PDF

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

pesan skripsi