BAB I.
PENDAHULUAN.
A.Latar Belakang.
Skripsi Hukum: Studi Perbandingan Hukum Pengawasan Perbankan Antara Otoritas Jasa Keuangan Di Indonesia
Geliat pemanfaatan
jasa lembaga keuangan
semakin meningkat seiring perkembangan
teknologi dan informasi
dalam kehidupan masyarakat.
Pada kesempatan yang
bersamaan, kondisi demikian
turut serta mendukung
upaya peningkatan perekonomian
nasional. Salah satu
elemen yang berkaitan
dengan perekonomian nasional
adalah masalah sistem keuangan dan kegiatan industri jasa keuangan
yang lain, seperti
misalnya lembaga keuangan
bank maupun lembaga keuangan
non bank. Eksistensi
lembaga keuangan dalam
mendukung perekonomian nasional
demikian merupakan salah
satu dampak dari
globalisasi dan kemajuan teknologi
yang berujung pada
kompleksitas sistem keuangan
di Indonesia. Kompleksitas
yang terjadi perlu
diurai sehingga dapat
ditemukan solusinya, karena
sistem keuangan yang
kondusif akan mendukung
terciptanya stabilitas pertumbuhan
perekonomian. Pada kesempatannya, stabilitas pertumbuhan ekonomi akan mendukung pembangunan
nasional di segala bidang.
http://fe.unila.ac.id/old/component/content/article/34-berita/266-seminarnasional-ojk-harapan-baru-sistem-keuangan>Diakses
pada 5 Februari 2013 pukul 07.39 Urgensi sistem
keuangan dalam perkembangan
perekonomian khususnya perbankan
mengharuskan eksistensi
sebuah lembaga pengawasan
yang dapat memonitor
kinerja dan pelaksanaan
sistem keuangan dalam
suatu negara.
Undang-Undang Nomor
6 Tahun 2009
tentang Penetapan Peraturan
Pemerintah Pengganti
Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2008 tentang
Perubahan Keduaatas Undang-Undang Nomor
23 Tahun 1999
tentang Bank Indonesia
Menjadi Undang-Undang pada
Pasal 8 huruf (c)
dinyatakan bahwa pada
pokoknya Bank Indonesia mempunyai tugas mengatur dan
mengawasi Bank. Tujuan pengawasan bank sejatinya
adalah menjadikan bank
menjadi sehat dan
bisa bersaing (kompetitif)
secara individu, menjadikan
bank sebagai lembaga
kepercayaan masyarakat serta efisien dalam
melaksanakan fungsi intermediasinya.
Bank juga ditujukan
untuk dapat melindungi
kepentingan masyarakat melalui
industri perbankan yang kuat dan
berkembang dan pada gilirannya masyarakat dan negara dapat
berharap memperoleh stabilitas
sistem keuangan sebagai
prasyarat pembangunan yang
berkelanjutan.
Persoalan yang
dihadapi terdapat pada
pengawasan terhadap perbankan oleh
Bank Indonesia (BI)
yang menghadapi beberapa
kendala. Pertama, keterbatasan
cakupan
pemeriksaan/pengawasan
akibat Undang-Undang seperti kesulitan
pemeriksaan terhadap bank
kustodian dan anak
perusahaan sekuritas karena
prinsipkerahasiaan. Kedua, tindak
pidana yang melibatkan
instrumen keuangan dengan
berbagai otoritas pengawas
relatif lebih sulit
untuk ditelusuri.
Ketiga, sinkronisasi ketentuan
dan pemahaman ketentuan otoritas lain yang belum optimal.
Keempat, perlindungan terhadap
nasabah bank yang
berinvestasi pada instrumen
pasar modal yang
di jual melalui
perbankan relatif lemah
karena ketidakjelasan otoritas
yang mengawasi instrumen
investasi nasabah. Kelima, bank
sebagai obyek pengawasan
merasa tidak efisien
karena harus diperiksa berkali-kali
oleh otoritas pengawas
perbankan yang berbeda.
http://wartaekonomi.co.id/berita5055/kala-pengawasan-bank-beralih-keojk.html>(4
Desember 2012 pukul 23:29) Masalah pengawasan perbankan di Indonesia sampai
saat ini masih selalu mendapat sorotan,
dari kasus BLBI, kemudian kasus adanya kredit macet dengan jumlah besar di BNI tentang kasus
Loan/Creditfiktif di BNI, kasus Bank Global, kasus
Bank Century dan
masih banyak kasus-kasus
lain, yang kesemuanya
itu menunjukan bahwa
masih banyak bank
yang belum sepenuhnya
menjalankan prinsip kehati-hatian
dalam kegiatan usahanya
dan lemahnya pengawasan perbankan oleh Bank Indonesia (Sulistyandari, 2012:230). Sebuah
tantangan dan tanggung jawab yang
sangat besar bagi
lembaga yang berwenang
mengawasi perbankan yang
harus segera di
tangani dan diupayakan
penyelesaiannya.
Lembaga pengawas
perbankan harus bekerja
ekstra keras dalam
melaksanakan tugas, fungsi
dan wewenangnya guna
mencegah munculnya persoalan serupa di kemudian hari.
Mencermati
persoalan yang telah
diuraikan di atas,
maka Pemerintah bersama sama dengan legislatif membentuk peraturan perundang-undangan yang bertujuan untuk
mengalihkan fungsi pengawasan
bank dari Bank
Indonesia kepada sebuah
lembaga independen yaitu
Otoritas Jasa Keuangan,
sehingga dibentukUndang-undang
Nomor 21 Tahun 2011 tentang Otoritas Jasa Keuangan (OJK). Apabila dirunut, sejarah OJK bermula
sejak diundangkannya UU No. 23 Tahun 1999 sebagaimana diubah dan ditambah
dengan Undang Undang Nomor 3 tahun 2004
tentang Bank Indonesia
untuk selanjutnya disebut
Undnag-Undnag Bank Indonesia. Dalam Undang-undang tersebut,
disebutkan secara tegas bahwa tugas mengawasi
bank akan dilakukan
oleh lembaga pengawasan
sektor jasa keuangan
yang independen, dan
dibentuk dengan Undang-undang. Ketentuan selanjutnya
disebutkan dalam pasal
34 ayat 1
Undang-Undang Bank Indonesia bahwa pembentukan lembaga pengawasan akan
dilaksanakan selambat-lambatnya 31
Desember 2002. Pernyataan demikian menjadi sebuah landasan yang kuat bagi pembentukkan
lembaga independen untuk
mengawasi sektor jasa
keuangan dan selambat-lambatnya pada tanggal yang telah
disebutkan yaitu 31 Desember 2002 harus
sudah terbentuk. Akan tetapi dalam
prosesnya, sampai dengan tahun 2010 OJK
belum terbentuk. Sampai
kemudian Undang-Undang OJK
baru terealisasi pada
tahun 2011 dengan
disahkannya Undang-Undang Nomor
21 Tahun 2011 tentang
Otoritas Jasa Keuangan.
Pasal 66
(ayat 1) Undang-Undang
OJK menyebutkan bahwa
sejak diundangkannya
Undang-Undang OJK maka tugas, fungsi dan kewenangan Bank Indonesia akan beralih pada OJK dan mulai
berlaku pada 1 Januari 2014. Sebelum tanggal tersebut,
maka BI tetap
melaksanakan fungsi, tugas,
dan wewenang pengaturan
dan pengawasan kegiatan
jasa keuangan di
sektor perbankan.
Kemudian, Pasal 68 menyebutkan,
sejak beralihnya fungsi, tugas dan wewenang pengawasan
perbankan kepada OJK,
pemeriksaan dan/atau penyidikan
yang sedang dilakukan
oleh BI, penyelesaiannya dilanjutkan
oleh OJK. Muatan demikian
pada Undang-Undang OJK menunjukkan
secara tegas bahwa
fungsi pengawasan perbankan yang
selama ini merupakan kewenangan
Bank Indonesia akan beralih kepada
Otoritas Jasa Keuangan.
Pengalihan
pengawasan bank dari
Bank Indonesia ke
Otoritas Jasa Keuangan
diharapkan akan membawa
pengaruh positif dalam
aktivitas bisnis perbankan.
Keberadaan OJK diharapkan
mampu memberikan kemajuan
yang mengarah kepada
iklim kondusif bagi
pengembangan dan pembangunan perbankan
di Indonesia. Pengalihan
fungsi pengawasan perbankan
kepada lembaga independen dalam hal ini OJK dinilai sebagai langkah
paling tepat guna mewujudkan tujuan
penyehatan dan pengembangan
perbankan. Hal demikian berkait
dengan fungsi OJK
untuk mengawasi perbankan
sekaligus pembrntukan pengaturan terhadap pelaksanaankinerja
perbankan.
Menilik penerapan
lembaga pengawas perbankan
dalam bentuk lembaga independen semacam Otoritas Jasa Keuangan
sebenarnya juga telah dilaksanakan di negara
lain. Beberapa negara
seperti Inggris, Australia
dan Korea Selatan pernah menggunakan lembaga independen dalam
pengawasan perbankan. Namun sejarah
menunjukkan gagalnya koordinasi dengan Bank of England(BoE) dalam penanganan Northern Rock. Di Korea Selatan, FSA Koorea Selatan juga sedang dalam tekanan politik hebat agar pengawasan
dikembalikan ke bank sentral akibat maraknya
kasus korupsi (Khopiatuziadah, 2012:116). Kegagalan lembaga OJK di beberapa
negara tersebut sangat
kontradiktif jika dibandingkan
dengan OJK di Indonesia yang
sedang dalam proses
pengkondisian secara kelembagaan
dan penyesuaian pegawai
besera tugas dan
fungsinya, bahkan baru
akan efektif dilaksanakan pada tanggal 1 Januari 2014.
Berdasarkan penerapan
lembaga independen semacam
OJK yang telah dilaksanakan di beberapa negara,
pengamat ekonomi Universitas
Indonesia Rofikoh Rokhim, masih
meragukan efektifitas dibentuknya
lembaga independen pengawas
sektor keuangan. Keraguan
muncul dan di
anggap penting seiring pembubaran Financial Service
Authoritydi Inggris pada
16 Juni 2010. Negaranegara maju
sudah berbelok atau
merubah arah dalam
perspektif pengawasan perbankan oleh lembaga independen, namun
Indonesia justru baru akan memulai OJK. Kegagalan
OJK menurut Rofikoh
tidak hanya terjadi
di Inggris, hal
yang sama juga terjadi di Prancis
dan Korea. Begitu pula dengan pemerintahAmerika Serikat yang memilih untuk memperkuat peran
dan fungsi lembaga Bank Sentral dibanding memilih
OJK.
http://bisnis.news.viva.co.id/news/read/160465-pengamat--negara-maju-saja-bubarkan-ojk>(06
Desember 2012 pukul 06.55).
Fakta sebagaimana
diuraikan di atas
menunjukkan bahwa negara-negara yang menggunakan lembaga semacam OJK dalam
pengawasan perbankan banyak mengalami kegagalan.
Inggris sebagai salah
satu negara yang
mula-mula membentuk lembaga
independen pengawas perbankan independen
ternyata tidak luput dari kegagalan yang serupa. Salah satu
negara yang di anggap masih dapat mempertahanan stabilitas
kinerja badan pengawas
perbankan dengan memanfaatkanOJK adalah
Jepang dengan lembaga
independen Financial Services Agency(FSA)
yang dimiliki. Jepang
merupakan contoh negara
yang berhasil memisahkan
pengawasan lembaga keuangannya
dengan dipegang oleh sebuah
lembaga independen.
http://www.infobanknews.com/2010/03/kisah-suksesojk-jepang-awasi-bank/>(03April
2013 pukul 23:38) Article 3 Act for Establishment of the Financial Services
AgencyNumber 130 of 1998 (Undang-Undang FSA)
pada pokoknya menyatakan
bahwa FSA berfungsi
menjaga stabilitas fungsi
pendanaan dan memberikan
perlindungan terhadap nasabah
perbankan, peserta asuransi, investor saham sekuritas atau yang setara
dengannya, selain itu
juga bertanggung jawab
untuk menjaga kelancaran pembayaran.
Pembentukan FSA di
Jepang oleh banyak
kalangan dinilai cukup berhasil dalam
menjaga stabilitas sistem
keuangan (Zaidatul Amina,
2012:18).
The Japanese
FSA is an
integrated supervision agency, in
charge of supervision of most financial institutions, such as banks, securities firms, insurance
companies, and smaller financial
institutions..
FSA Jepang
adalah lembaga pengawasan
terpadu, yang bertanggung jawab atas pengawasan
terhadap lembaga keuangan,
seperti bank, perusahaan
sekuritas, perusahaan asuransi,
dan lembaga keuangan lainnya. (Takeo Hoshi, 2003:2) Di satu
sisi, kegagalan pengawasan
yang dilakukan oleh
lembaga pengawas perbankan
di berbagai negara
menjadi sebuah catatan
penting dan sarana antisipasi dalam pelaksanaan pengawasan
perbankan oleh OJK yang akan mulai efektif
pada 1 Januari
2014. Perspektif berbeda
dapat disasarkan pada pengawasan yang
dilakukan Financial Services Agencyyang
oleh dinyatakan cukup berhasil. Keberhasilan demikian
memberikan sebuah harapan bahwa OJK Indonesia mempunyai
peluang untuk menyusul
keberhasilan FSA Jepang.
Kekhususan seperti apa yang
menjadikan FSA dinyatakan cukup berhasil menjadi sebuah kajian yang sangat menarik.
Persoalan pengawasan
perbankan yang demikian
kompleks dan memerlukan
perhatian yang serius
menjadi alasan bagi Penulis
untuk mengkaji secara mendalam dengan perspektif perbandingan
dengan negara Jepang. Terlebih pembentukan OJK
sangat diharapkan dapat
menciptakan penyehatan dan pengembangan
perbankan. Pengalaman pelaksanaan pengawasan perbankan oleh Financial
Services Agencydi Jepang yang oleh banyak kalangan dinilai
berhasil diharapkan dapat
menjadi referensi positif
guna pelaksanaan pengawasan perbankan di Indonesia oleh Otoritas Jasa
Keuangan. Keberadaan OJK merupakan upaya untuk
mereformasi dan mengintegrasikan sistem
pengaturan dan pengawasan
bagi semua sektor
jasa keuangan secara
keseluruhan agar lebih kredibel,
dalam rangka mewujudkan pertumbuhan sektor keuangan yang kuat dan sehat, sehingga mampu mengantisipasi setiap
perkembangan sektor keuangan baik secara
domestik maupun global (Andika Hendra Mustaqim, 2010:10).
Berdasarkan uraian di atas, maka
penulis bermaksud untuk mengkaji lebih mendalam
mengenai pengawasan Otoritas Jasa Keuangan di Indonesia kemudian dibandingkan
dengan keberhasilan
Financial Services Agency di
Jepang dalam menjalankan fungsi pengawasan perbankan sesuai
peraturan hukum yang berlaku.
Pengkajian dimaksud
penulis tuangkan melalui
sebuah penulisan hukum
yang berjudu STUDI PERBANDINGAN
HUKUM PENGAWASAN PERBANKAN
ANTARA OTORITAS JASA KEUANGAN DI INDONESIA DENGAN FINANCIAL SERVICES AGENCY DI JEPANG.
B.Rumusan Masalah.
Berdasarkan uraian
latar belakang diatas,
penulis merumuskan permasalahan sebagai berikut:.
1. Bagaimana Pengaturan
Pengawasan Perbankan antara Otoritas Jasa Keuangan di Indonesia dengan Financial Services
Agencydi Jepang?.
2. Bagaimana
Persamaan dan Perbedaan
Pengaturan Pengawasan Perbankan antara
Otoritas Jasa Keuangan
di Indonesia dengan Financial Services Agencydi Jepang?.
3. Bagaimana Tingkat
Keberhasilan Pengawasan Perbankan
oleh Financial Services
Agencydalam Menyehatkan Perbankan di Jepang?.
C.Tujuan Penelitian.
Berdasarkan uraian latar belakang
masalah dan perumusan masalah diatas, maka
penelitian ini memilikitujuan sebagai berikut:.
1. Tujuan Obyektif.
Tujuan objektif
yang merupakan tujuan
penulisan dilihat dari
tujuan umum yang berasal dari
penelitian dimaksud, diantaranya:.
a. Untuk mengetahui
pengaturan pengawasan perbankan
antara Otoritas Jasa Keuangan di Indonesia dengan Financial
Services Agencydi Jepang.
b. Untuk mengetahui
persamaan dan perbedaan
pengawasan Otoritas Jasa Keuangan di
Indonesia dan pengawasan Financial Services
Agencydi Jepang.
c. Untuk mengetahui
tingkat keberhasilan pengawasan Financial Services Agencydalam menyehatkan perbankan di Jepang.
2. Tujuan Subjektif.
Tujuan Subjektif
merupakan tujuan penulisan
dilihat dari tujuan pribadi
Penulis sebagai dasar
dalam melakukan penelitian,
yaitu sebagai berikut:.
a. Untuk memperoleh
sumber hukum dan
informasi sebagai bahan
utama dalam menyusun
Penulisan Hukum (Skripsi)
agar dapat memenuhi persyaratan
akademis guna memperoleh
gelar Sarjana Hukum
pada Fakultas Hukum Universitas
Sebelas Maret Surakarta.
b. Untuk menerapkan ilmu dan
teori-teori hukum yang telah penulis peroleh agar dapat
memberi manfaat bagi
penulis sendiri serta
memberikan kontribusi positif
bagi perkembangan ilmu
pengetahuan di bidang hukum.
c. Untuk memperluas pengetahuan
dan pengalaman serta pemahaman aspek hukum
di dalam teori dan praktik Penulis dalam bidang hukum perdata, khususnya
terkait dengan perbankan
dan pengawasan perbankan
oleh Otoritas Jasa
Keuangan (OJK) beserta
perbandingannya dengan Financial Services Agency (FSA).
Skripsi Hukum: Studi Perbandingan Hukum Pengawasan Perbankan Antara Otoritas Jasa Keuangan Di Indonesia
Download lengkap Versi PDF
Tidak ada komentar:
Posting Komentar
pesan skripsi