BAB I
PENDAHULUAN
1.1
Latar Belakang Masalah
Perkembangan
Perbankan Syariah di Indonesia merupakan suatu perwujudan dari permintaan
masyarakat yang membutuhkan suatu sistem perbankan alternatif yang selain
menyediakan jasa perbankan/keuangan yang sehat, juga memenuhi prinsip- prinsip
syariah. Perkembangan industri keuangan syariah secara informal telah dimulai
sebelum dikeluarkannya kerangka hukum formal sebagai landasan operasional
perbankan syariah di Indonesia. Sebelum tahun 1992, telah didirikan beberapa
badan usaha pembiayaan non-bank yang telah menerapkan konsep bagi hasil dalam
kegiatan operasionalnya. Hal tersebut menunjukkan kebutuhan masyarakat akan
hadirnya institusi-institusi keuangan yang dapat memberikan jasa keuangan yang
sesuai dengan syariah.
Masih
banyak orang awam yang beranggapan bahwa menabung di bank syariah sama saja
dengan menabung di bank konvensional. Persepsi umum ini masih menghinggapi
masyarakat, sehingga tidak heran mereka masih enggan untuk menjadi nasabah dan
mendapatkan pembiayaan dari perbankan syariah. Hal ini bisa dilihat dari
lambannya pertumbuhan perbankan syariah, kendati potensinya sangat besar
mengingat sebagian penduduk Indonesia beragama islam. Data membuktikan, bahwa market
share perbankan syariah saat ini per Juli 2010 ini mencapai 2,78%
diprediksi sampai akhir tahun bisa mencapai 3% dari total asset perbankan
secara nasional. Angka ini menunjukkan masih kecilnya kontribusi perbankan
syariah terhadap perekonomian Indonesia. Market share
perbankan syariah yang masih rendah
disebabkan karena program sosialisasi yang dilakukan belum optimal. Hal itu
akibat masih sulitnya merubah pola pikir masyarakat untuk memilih bank syariah.
Hingga kini masyarakat, masih terbiasa dengan bank konvensional, dibandingkan
bank syariah. Artinya, sosialisasi perbankan syariah masih sangat kurang.
Masyarakat luas di berbagai segmen masih belum banyak mengerti sistem, konsep,
filosofi, produk, keuntungan dan keunggulan bank syariah. Setidaknya ada dua
masalah penting dalam perbankan syariah dan dipersepsikan salah oleh masyarakat
awam. Pertama, mengenai benchmark pembiayaan dan bagi hasil dengan
tingkat suku bunga ( interest rate) yang berlaku umum (di Indonesia
misalnya BI rate atau LIBOR di level internasional). Masalah kedua
adalah pembiayaan pada perbankan syariah yang dipersepsikan hanya menganut
prinsip bagi hasil. Benchmark adalah studi untuk membandingkan kinerja
aktual dengan standar kompentensi atau suatu standar untuk basis perbandingan.
Berdasarkan definisi di atas untuk mengukur kinerja maka dibutuhkan suatu alat
ukur yang valid dan diterima oleh banyak pihak. Dalam dunia perbankan, BI rate
atau LIBOR digunakan sebagai basis tingkat bunga dalam pinjaman antar bank
dalam pasar uang. Selanjutnya, basis ini dipakai mengukur tingkat suku bunga
yang akan dikenakan dalam pinjaman dan diberikan oleh bank kepada peminjam dan
deposan. Mengingat kedua tingkat suku bunga di atas sudah diterima secara umum
di kalangan perbankan, maka pemakaiannya pun sudah dianggap biasa, termasuk
untuk perbankan syariah. Namun yang membedakan pemakaian benchmark pada bank
konvensional dan perbankan syariah adalah, pada bank konvensional benchmark digunakan
sebagai
basis untuk tingkat bunga kredit dan deposito, sedangkan pada
perbankan syariah benchmark hanya digunakan sebagai panduan dan
informasi bagi bank dan nasabah mengenai tingkat bagi hasil yang kompetiti .
Bank syariah adalah institusi bisnis yang beroperasi berdasarkan prinsip
syariah. Di sini perlu dipahami bahwa bank syariah, seperti organisasi bisnis
lainnya, memiliki tujuan untuk memperoleh keuntungan secara optimal, namun
dengan memperhatikan kaedah dan etika bisnis menurut syariah Islam, misalnya
larangan untuk mengambil atau membayarkan bunga (riba), memberikan
pembiayaan untuk perusahaan yang memproduksi barang-barang haram dan
berinvestasi pada surat berharga yang tidak memenuhi kriteria syariah (Sharia
compliant ). Jadi yang harus dipahami adalah, bahwa bank syariah bukanlah
lembaga sosial yang bertugas membagi-bagikan sumbangan tanpa harus
dikembalikan. Ketika pertama kali diperkenalkan kepada masyarakat, perbankan
syariah memiliki asosiasi yang kuat dengan sistim bagi hasil.
Namun dalam praktiknya, perbankan
syariah tidak hanya menawarkan produk pembiayaan dan tabungan dengan prinsip
bagi hasil (Mudharabah dan Musyarakah), namun juga ada jual beli
tangguh (Murabahah), Salam, Istisna dan Ijarah. Produk dengan akad bagi
hasil memang belum mendominasi porsi pembiayaan pada bank syariah, namun dengan
berjalannya waktu, menurut Statistik Perbankan Syariah Juli 2010 yang
diterbitkan oleh Bank Indonesia, ada satu hal yang patut dicatat, bahwa untuk
proporsi pembiayaan, khususnya yang berbasis bagi hasil (misalnya Mudharabah
dan Musyarakah), juga terjadi peningkatan dalam periode tersebut.
Berarti telah terjadi kenaikan yang cukup
signifikan pada pola pembiayaan
perbankan syariah, dimana proporsi pembiayaan berbasis bagi hasil telah mencapai
35,57% dari total seluruh pembiayaan yang dikeluarkan oleh perbankan syariah
pada periode Juli 2010. Pola pembiayaan berbasis bagi hasil, meskipun merupakan
jenis pembiayaan yang lebih adil, namun memiliki risiko yang lebih besar
darinpada jenis pembiayaan lain seperti Murabahah. Risiko itu antara
lain, risiko kegagalan proyek yang dibiayai, dimana bank ikut menanggung
kerugian, kemudian risiko dari pelaksana (Mudharib) yang berpotensi
melakukan kecurangan pelaporan sehingga menaikkan biaya dan berakibat pada
rendahnya pendapatan atau keuntungan yang akan dibagi antara bank syariah
dengan pelaksana. Dengan tingginya risiko pada pembiayaan bagi hasil, maka bank
syariah harus berhati-hati dalam memberikan pembiayaan jenis tersebut. Sehingga
tidak setiap pengusaha atau nasabah yang mengajukan pembiayaan kepada bank
syariah akan mendapat pembiayaan bagi hasil. Persepsi masyarakat terhadap bank
syariah adalah hal urgent yang harus diperhatikan dalam rangka mengukur,
merencanakan, dan menerapkan strategi pengembangan bank syariah di bidang
apapun. KARIM Business Consulting (tahun2004) pernah melakukan
penelitian mengenai persepsi masyarakat terhadap bank syariah. Dari hasil
penelitian tersebut terlihat bahwa masyarakat kurang mengetahui tentang bank
syariah terkait dengan produk maupun fasilitas yang ditawarkan karena kurangnya
promosi maupun edukasi pasar. Melihat fenomena itu, terutama untuk menjembatani
perbedaaan persepsi antara masyarakat dengan perbankan syariah,
maka perlu dilakukan sosialisasi secara terus menerus untuk
mencapai titik temu sehingga tercapai pemahaman mengenai perbankan syariah yang
benar.
Oleh karena itu dituntut kerja sama
Bank Indonesia, perbankan syariah, pemerintah pusat dan daerah, MUI dan dunia
pendidikan untuk bersinergi memberikan pendidikan mengenai konsep perbankan
syariah kepada masyarakat. Sehingga kita harapkan tidak lagi terdengar kritikan
negatif terhadap bank syariah yang bersumber dari ketidaktahuan seperti yang
banyak ditemui dimasyarakat Banyak tantangan dan permasalahan yang dihadapi
dalam pengembangan perbankan syariah terutama di Indonesia. Permasalahan yang
muncul antara lain adalah rendahnya pengetahuan masyarakat terhadap perbankan
syariah terutama yang disebabkan dominasi perbankan konvensional. Berikut ini
dikemukakan beberapa kendala yang muncul sehubungan dengan pengembangan
perbankan syariah adalah
Kebijakan pengembangan perbankan syariah antara lain adalah
mendukung pengembangan jaringan perbankan syariah, khususnya pada wilayah-wilayah
yang dinilai potensial. Dalam rangka mendukung program 1. Pemahaman masyarakat
yang belum tepat terhadap kegiatan operasional bank syariah. 2. Peraturan
perbankan yang berlaku belum sepenuhnya mengakomodasi operasional bank syariah.
3. Jaringan kantor bank syariah yang belum luas. 4. Sumber daya manusia yang
memiliki keahlian dalam bank syariah masih sedikit.
pengembangan jaringan perbankan
syariahdiperlukan data dan informasi yang lengkap dan akurat yang menggambarkan
potensi pengembangan bank syariah baik dari sisi penyimpan maupun sisi
pembiayaan.
Potensi dimaksud dapat dipandang dari sumber daya dan
aktivitas perekonomian suatu wilayah serta dari pola sikap/preferensi dari
pelaku ekonomi terhadap produk dan jasa bank syariah. Dalam rangka
mengembangkan jaringan perbankan syariah diperlukan upaya-upaya peningkatan
pemahaman masyarakat mengenai produk, mekanisme, sistem dan seluk beluk
perbankan syariah karena perkembangan jaringan perbankan syariah akan
tergantung pada besarnya demand masyarakat terhadap sistem perbankan ini. Oleh
karena itu, agar kegiatan sosialisasi dalam rangka peningkatan pemahaman
masyarakatterhadap perbankan syariah efektif diperlukan informasi mengenai
karakteristik dan perilaku nasabah/calon nasabah terhadap perbankan syariah.
Meskipun mayoritas penduduk Indonesia adalah kaum muslim,
tetapi pengembangan produk syariah berjalan lambat dan belum berkembang
sebagaimana halnya bank konvensional. Keberadaan bank syariah maupun bank
konvensional secara umum memiliki fungsi strategis sebagai lembaga intermediasi
dan memberikan jasa dalam lalu lintas pembayaran namun karakteristik dari kedua
bank tersebut dapat mempengaruhi calon nasabah dalam menentukan pilihan mereka
terhadap kedua bank tersebut.
Dari kondisi inilah Bank Syariah mulai dikembangkan sejak
diberlakukannya Undang – Undang No.10 tahun 1998 tentang perbankan yang
mengatur bank syariah secara cukup jelas dan kuat dari segi kelembagaan dan
operasionalnya, yang kemudian
diperbaharui dengan UU No.23 Tahun 1999 tentang Bank Indonesia dan UU No. 3
Tahun 2004. Dengan demikian, perkembangan lembaga keuangan yang menggunakan
prisip syariah dimulai tahun 1992, yang diawali dengan berdirinya Bank Muamalat
Indonesia (BMI) sebagai bank yang menggunakan prinsip syariah pertama di
Indonesia. Bank syariah adalah salah satu alternatif bank yang dianggap aman
oleh masyarakat untuk menyimpan dananya. Berdasarkan pemikiran di atas maka
penulis mencoba membahas dan menuangkannya dalam bentuk skripsi dengan judul “Analisis
Faktor-Faktor Yang Mempengaruhi Kurangnya Minat Masyarakat Muslim Menabung Di
Bank Syariah Di Kota Medan”
1.2 Perumusan Masalah
Berdasarkan uraian pada latar belakang diatas, maka perumusan
masalah yang dikaji dalam penelitian ini antara lain:
1.3 Tujuan penelitian
Adapun tujuan peneliti adalah sebagai berikut:
syariah untuk menarik masyarakat menabung di bank syariah 1.
Apa saja faktor-faktor yang menyebabkan kurangnya minat masyarakat untuk
menabung di bank syariah? 2. Bagaimana Strategi yang harus dilakukan perbankan
syariah ? 1. Untuk Menyebutkan faktor-faktor penyebab kurangnya masyarakat
memilih Perbankan syariah 2. Untuk mengetahui strategi apa yang harus dilakukan
perbankan
1.4 Manfaat Penelitian
Adapun manfaat yang penulis harapkan
dari penelitian ini adalah :
1. Memberikan informasi mengenai faktor-faktor yang
menyebabkan kurangnya masyarakat untuk memilih perbankan syariah.
2. Untuk mengetahui
bagai mana strategi yang dilakukan perbankan syariah untuk menarik masyarakat
muslim menabung di bank syariah
3. Sebagai penambah wawasan ilmiah penulis dalam disiplin
ilmu yang di tekuni.
Download lengkap Versi Word
Tidak ada komentar:
Posting Komentar
pesan skripsi