BAB I
PENDAHULUAN
1.1.
Latar Belakang
Ilmu
ekonomi adalah ilmu yang mengajarkan bagaimana manusia dapat memenuhi kebutuhan
hidupnya yang tidak terbatas dengan alat pemuas kebutuhan yang terbatas
sehingga tercipta kepuasaan yang maksimal. Sehingga biasanya manusia membuat
pengelompokan berdasarkan skala prioritas terhadap alat alat pemuas kebutuhan
yang tidak terbatas tersebut. Yang menjadi kebutuhan paling esensial bagi
kehidupan manusia atau yang dikenal sebagai kebutuhan pokok adalah seperti
kebutuhan makanan dan minuman (pangan), pakaian (sandang), dan tempat tinggal
(papan) wajib didahulukan kepentingannya dibandingkan dengan kebutuhan lainnya.
Dalam
realita yang terjadi di masyarakat, walaupun kebutuhan akan perumahan (papan)
adalah termasuk kebutuhan yang wajib dipenuhi dan didahulukan kepentingannya
namun tidak semua orang mampu merealisasikannya dengan mudah. Ada kelompok
masyarakat tertentu yang tidak memiliki cukup dana untuk mendapatkan tempat
tinggal yang sehat dan nyaman. Di lain pihak ada juga kelompok yang memiliki
dana yang besar untuk dapat memiliki fasilitas perumahan yang mewah dan
jumlahnya pun lebih dari satu. Ini jelas menggambarkan ketimpangan yang terjadi
di tengah tengah masyarakat. Untuk mengatasi hal inilah pada awalnya pemerintah
harus ikut campur tangan. Tugas pemerintah dalam hal ini bukan hanya untuk
mendirikan bangunan atau perumahan bagi masyarakat kurang mampu saja tetapi
turut mengawasi
Universitas
Sumatera Utara
pembangunan perumahan yang dilakukan
oleh pihak swasta ataupun individu yang punya dana cukup untuk mendirikan
bangunan.
Setiap orang atau individu bebas untuk menentukan dimana
lokasi yang disukainya untuk membangun rumah atau tempat tinggal sendiri. Namun
tentu pembangunan ini tidak dapat dibiarkan begitu saja karena pembangunan yang
dilakukan secara sembarangan akan menimbulkan dampak negatif seperti tidak
teraturnya tata ruang atau ancaman kerusakan lingkungan akibat tidak dapat
dikendalikannya pembangunan tersebut. Perlu adanya pengawasan yang serius dari
pemerintah untuk mengawasi hal ini. Pengawasan yang dimaksud adalah dengan
lebih berhati hati dalam mengeluarkan Surat Izin Mendirikan Bangunan kepada
setiap individu atau kelompok yang hendak mendirikan bangunan. Tentu saja izin
yang diberikan dengan pertimbangan yang matang dan memperhatikan aspek aspek
penting seperti aspek lingkungan dan tata ruang.
Seiiring perkembangan zaman dan sebagai negara yang terus
berkembang, Indonesia tentunya membutuhkan fasilitas perumahan yang jauh lebih
nyaman bagi setiap penggunanya. Jumlah penduduk yang terus bertambah dari tahun
ke tahun akan meningkatkan pula permintaan akan perumahan yang lebih baik dan
nyaman. Untuk mengatasi masalah perumahan di Indonesia, maka pemerintah ikut
ambil bagian dengan upayanya memenuhi kebutuhan dasar berupa perumahan terutama
bagi masyarakat golongan tidak mampu. Pada mulanya di negara Indonesia
perencanaan dan kebijakan pembangunan perumahan diserahkan dibawah kendali
Departemen Pekerjaan Umum, namun saat ini kebijakan diserahkan kepada Kantor
Menteri Negara Perumahan Rakyat yang kemudian
Universitas
Sumatera Utara
diubah menjadi Menteri Negara
Perumahan dan Permukiman. Program yang telah ditempuh oleh pemerintah adalah
dengan melakukan pembangunan RS (Rumah sederhana) dan RSS (Rumah sangat
sederhana) dengan ukuran dibawah 36 meter persegi. Hal ini ditujukan supaya
mampu memenuhi kebutuhan papan masyarakat golongan bawah. Hal ini dipermudah
lagi dengan pemberian Kredit Perumahan Rakyat (KPR) kepada para konsumen yang
ingin memiliki perumahan tersebut. Namun permintaan properti yang akan terus
meningkat akan membuat peran pemerintah saja tidak akan mampu untuk
memenuhinya. Peran swasta lewat para pengembang diharapkan mampu menyediakan
fasilitas perumahaan yang nyaman bagi para penggunanya. Peran swasta dalam hal
ini bukan hanya sebagai mitra pemerintah dalam penyediaan kebutuhan papan bagi
masyarakat, namun diyakini pembangunan di sektor perumahan ini juga sangat
membantu perekonomian suatu negara.
Pengembang juga telah menjadi mitra pemerintah dalam hal
pembangunan “kota baru” di setiap wilayah yang dikembangkannya. Kota baru
merupakan suatu kawasan baru yang direncanakan dan dikembangkan diwilayah yang
belum terdapat konsentrasi penduduknya yang kemudian dikembangkan menjadi
sebuah daerah kota sesuai dengan potensi yang dimilikinya. Adapun tujuan pengembangan
kota baru adalah untuk mengatasi masalah yang biasa terjadi di daerah perkotaan
seperti adanya pemukiman kumuh. Seperti contoh pengembang yang ada di kota
Pematangsiantar yang membangun perumahan di daerah yang dulunya dianggap
sebagian besar masyarakat tidak layak untuk ditempati. Namun, pengembang mampu
menjadikannya menjadi wilayah perumahan yang nyaman
Universitas
Sumatera Utara
dan layak untuk ditempati.
Menciptakan sarana jalan baru menuju perumahan, tersedianya aliran listrik dan
air bersih ke lokasi perumahan setidaknya sudah menggambarkan peran serta
pengembang dalam mengembangkan suatu wilayah. Sehingga pembangunan tidak lagi
hanya diarahkan ke daerah perkotaaan saja. Selain itu menurut Suparmoko
(2001:122) pembangunan perumahan mempunyai kaitan kebelakang (backward
linkages) dan kaitan kedepan (forward linkages) yang sangat panjang. Untuk
membangun suatu perumahan dengan kualitas permanen tentu membutuhkan tenaga
kerja, membutuhkan alat alat bangunan, dan lain sebagainya. Sehingga pembangunan
perumahan akan dapat mendorong berkembangnya kegiatan lain yang mendukung
kegiatan pembangunan perumahan tersebut. Sehingga terbukti bahwa pembangunan
sektor perumahan sangat penting dalam menggerakkan perekonomian suatu negara
Pada tanggal 18 Januari 2012 Lembaga pemeringkat Moodys
mengumumkan bahwa Indonesia telah digolongkan ke dalam negara yang layak
investasi. Atau dengan kata lain untuk berinvestasi di Indonesia kondisinya
sudah dianggap nyaman. Hal ini tentu saja mendorong suku bunga di masa yang
akan datang semakin menurun sementara permintaan kredit akan semakin meningkat.
Kondisi seperti ini tentu akan menjadi keuntungan tersendiri bagi pihak pihak
yang hendak memanfaatkan situasi dengan melakukan spekulasi. Para spekulan
tidak lagi membeli rumah dengan tujuan menempatinya (tempat berlindung sebagai
tujuan utama) namun sengaja dibeli dan dikosongkan sebagai sarana spekulasi
apabila dikemudian hari terjadi peningkatan harga perumahan tersebut. Properti
ini sangat memungkinkan untuk dijadikan alat spekulasi karena Rumah dan Tanah
adalah
Universitas
Sumatera Utara
dua jenis aset yang nilainya
cenderung meningkat dari tahun ke tahun. Dan permintaan akan perumahan dan
tanah juga akan selalu mengalami peningkatan dari tahun ke tahun.
Menurut Suparmoko (2001:123) rumah merupakan produk unik yang
menunjukkan 6 sifat yang berbeda dengan produk lainnya antara lain:
a. Rumah merupakan produk yang
heterogen baik ditinjau dari ukuran, lokasi, umur, interior dan lain sebagainya
b. Rumah tidak mobile sifatnya
artinya tidak mudah bagi seseorang untuk memutuskan pindah dan meninggalkan
tempat tinggalnya
c. Rumah bersifat tahan lama dan
dapat digunakan selama puluhan tahun
d. Biaya untuk pindah rumah sangat
mahal, bukan hanya menyangkut biaya secara finansial tetapi juga biaya
sosialnya (tetangga, tempat sekolah, pusat pelayanan, dan sebagainya)
e. Rumah pada umumnya cukup mahal,
sehingga hampir setiap orang membutuhkan fasilitas kredit untuk melakukan
pembelian rumah.
f. Kondisi georafis dan lingkungan perumahan yang selalu
menjadi pertimbangan pertimbangan bagi pemakainya. Sebagai contoh
mempertimbangkan latar belakang ras ataupun suku dimana penggunanya akan
tinggal.
Berkembangnya usaha dibidang properti (perumahan) ini
mendorong sektor swasta ikut ambil bagian dalam investasi ini. Permintaan akan
properti (tanah dan bangunan) yang terus meningkat tentu akan menjadi
keuntungan besar bagi para pengembang atau pengusaha properti ini. Seperti yang
telah dipaparkan oleh
Universitas
Sumatera Utara
Suparmoko tentang karakteristik rumah
diatas, bahwa harga rumah sangat mahal, sehingga hampir setiap orang yang
hendak memiliki rumah setidaknya membutuhkan fasilitas kredit. Sehingga dengan
demikian semakin meningkatnya permintaan akan perumahan tentu saja turut
meningkatkan permintaan Kredit terkhusus Kredit Pemilikan Rumah (KPR). Hal
tersebut tentu saja membuat bisnis properti ini menjadi perhatian serius Bank
Indonesia sebagai penguasa moneter di Indonesia. Menurut Bank Indonesia
permintaan atas Kredit Pemilikan Rumah (KPR) dan Kredit Kendaraan Bermotor
(KKB) akhir akhir ini terlalu tinggi sehingga berpotensi menimbulkan berbagai
resiko. Menurut survei yang dilakukan oleh Bank Indonesia besarnya Kredit
Pemilikan Rumah pada tahun 2011 cukup tinggi yakni sebesar 33.12% jauh diatas
pertumbuhan kredit secara aggregat yang hanya sebesar 24.4% (Kajian Stabilitas
Keuangan, No. 19, edisi September 2012). Selanjutnya berdasarkan hasil
pengamatan yang dilakukan oleh Bank Indonesia periode 2001-2010, terlihat bahwa
ada keterkaitan yang berbanding lurus antara kredit yang tersedia di sektor
properti dengan indeks harga properti. Dengan kata lain bahwa pertumbuhan KPR
yang tinggi akan mendorong kenaikan harga properti tersebut. Pada umumnya
kenaikan harga yang tinggi terdapat pada tipe rumah menengah dan besar yaitu
tipe diatas 70 m2. Hal ini juga dikhawatirkan akan
berdampak pada tipe rumah yang lebih kecil.
Sehingga pada tanggal 15 Maret 2012 bank Indonesia
mengeluarkan kebijakan Loan to Value dalam rangka meningkatkan
kehatihatian bagi bank yang memberikan jasa pembayaran atau jasa pemberian
Kredit Pemilikan Rumah dan Kredit Kendaraan Bermotor. Bank Indonesia mengatur
batasan pemberian kredit
Universitas
Sumatera Utara
oleh Bank sebesar 70% dari nilai
Properti tersebut sehingga, penerima KPR harus membayarkan setidaknya 30% dari
nilai KPR tersebut.Namun pembatasan nilai atau Rasio Loan to Value ini
tidak diperuntukkan bagi semua jenis dan tipe perumahan yang ada. Dalam Surat
Edaran Bank Indonesia No. 14/ 10/DPNP perihal penerapan manajemen resiko pada
bank jelas diterangkan bahwa kebijakan loan to value diperuntukkan bagi
konsumsi kepemilikan rumah tinggal, rumah susun, atau apartemen dengan tipe
tujuh puluh meter persegi (70 m2) ke atas. Dan kebijakan ini juga
tidak diperuntukkkan bagi rumah kantor dan rumah toko. Ada beberapa
pertimbangan yang membuat Bank Indonesia melakukan pembatasan terhadap rumah
yang ukurannya lebih besar dari 70m2 ,
pertimbangan yang dimaksudkan didasarkan pada riset yang telah dilakukan Bank Indonesia
sebelum memutuskan mengeluarkan kebijakan loan to value ini.
Berdasarkan survei yang dilakukan oleh Bank Indonesia tahun
2006 diperoleh Informasi bahwa ternyata dari seluruh pembelian perumahan 77,23
% menggunakan Kredit Pemilikan Rumah (KPR), kemudian 14,13% dilakukan dengan
tunai bertahap dan sisanya sebesar 8,64% dilakukan dengan pembayaran tunai. Hal
ini membuktikan pendapat Suparmoko sebelumnya mengenai karakteristik unik rumah
yang harganya sangat mahal sehingga didominasi oleh pembelian secara kredit.
Kemudian data yang didapat BI dari hasil survei juga menunjukkan bahwa semakin
besar tipe rumah yang ditawarkan maka semakin kecil kemungkinan konsumen
melakukan pembayaran melalui fasilitas kredit perumahan. Hal ini menunjukkan
bahwa ternyata perumahan yang dibangun dengan tipe yang berbeda beda telah
sesuai dengan target pasarnya. Sebagai
Universitas
Sumatera Utara
contoh untuk rumah tipe diatas 70 m2 merupakan jenis rumah besar yang biasanya diperuntukkan bagi
masyarakat golongan atas. Tentu golongan ini sebagian besar mempunyai cukup
dana untuk dapat melakukan pembayaran secara tunai, sehingga peluang untuk
melakukan pembayaran lewat kredit semakin kecil. Demikian sebaliknya, tipe
rumah sederhana yang diperuntukkan bagi masyarakat golongan bawah yang mungkin
saja tidak mempunyai dana yang besar akan lebih memanfaatkan fasilitas kredit
pemilikan rumah.
Download lengkap Versi Word
Tidak ada komentar:
Posting Komentar
pesan skripsi