BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar
Belakang
Konsep teoritis
mengenai bank Islam pertama kali muncul pada tahun 1940-an, dengan gagasan
mengenai perbankan yang berdasarkan bagi hasil (Andri Soemitro, 2009:1).
Berkenaan dengan ini, dapat disebutkan pemikiran-pemikiran dari beberapa
penulis antara lain Anwar Qureshi (1946), Naiem Siddiqi (1948) dan Mahmud Ahmad
(1952) dalam Andri Soemitro (2009). Melihat gagasannya yang ingin membebaskan
diri dari mekanisme bunga, pembentukan bank-bank Islam mulai banyak menimbulkan
keraguan. Hal tersebut
muncul mengingat bahwa sistem perbankan bebas bunga
adalah sesuatu yang mustahil dan tidak lazim sehingga timbul pula pertanyaan
tentang bagaimana nantinya bank Islam tersebut membiayai operasinya. Namun
diawal perkembangan perbankan Islam tidak mengalami perjalanan yang lapang, hal
itu terbukti pada tahun 1950an belum ada langkah konkret dalam perkembangannya.
Belum ada langkah konkret yang memungkinkan implementasi praktis gagasan
tersebut. Padahal, telah muncul kesadaran bahwa bank syariah merupakan solusi
masalah ekonomi untuk menghasilkan kesejahteraan sosial dinegara-negara Islam.
Negara Pakistan dan Malaysia menjadi negara-negara yang menjadi sejarah awal
kegiatan bank syariah pada tahun 1940-an dan kemudian negara Mesir. Perbankan
syariah di Mesir tanpa menggunakan embel-embel Islam karena adanya kekhawatiran
rezim yang
berkuasa pada saat itu akan melihatnya sebagai gerakan fundamentalis (Andri
Soemitro, 2009:5). Butuh waktu sekitar 4 tahun untuk melakukan eksperimen
perbankan tersebut, hingga pada akhirnya ada 9 bank dengan konsep yang sama di
Mesir (Andri Soemitro, 2009:2).
Pada
perjalanannya, sistem perbankan berbasis syariah semakin hari semakin popular,
bukan hanya dinegara-negara Islam tetapi juga dinegara barat. Ditandai dengan
makin suburnya bank-bank yang menerapkan konsep syariah. Perkembangan perbankan
syariah atau perbankan dengan konsep bagi hasil menandakan konsep syariah dalam
pengelolaan kekayaan/uang diterima kebiasaan umat manusia secara universal
karena jelas bahwa konsep riba atau bunga dalam Islam sangat dilarang dan bertentangan
dengan konsep kemanusiaan. Dari berbagai laporan tentang bank Islam, (Muhammad,
2005:33) dalam Andri Soemitro (2009) ternyata bahwa operasi perbankan Islam
dikendalikan oleh tiga prinsip dasar yaitu (a) dihapuskannya bunga dalam segala
bentuk transaksi, (b) dilakukannya segala bisnis yang sah, berdasarkan hukum
serta perdagangan komersil dan perusahaan industri, serta (c) memberikan
pelayanan sosial yang tercermin dalam penggunaan dana-dana zakat untuk
kesejahteraan fakir-miskin. Perkembangan perbankan syariah di Indonesia dimulai
dengan ide mendirikan bank Muamalat pada tahun 1992. Bank syariah baru
mendapatkan perhatian semua pihak setelah dikeluarkan UU Nomor 10/1998 tentang
perubahan UU Nomor 7/1992 tentang perbankan dimana dalam UU tersebut telah
diatur tentang perbankan syariah, karena bank syariah telah membuktikan
memiliki berbagai keunggulan dalam mengatasi dampak krisis
ekonomi. Namun
diawal pendirian bank syariah di Indonesia banyak hambatan terealisasinya ide
pendirian bank syariah tersebut. Alasan tersebut diantaranya adalah operasi
bank syariah yang menerapkan prinsip bagi hasil belum diatur dan oleh karena
itu tidak sejalan dengan undang-undang pokok perbankan yang berlaku yaitu UU No
14 tahun 1967. Alasan lainnya adalah konsep bank syariah dari segi politis
berkonotasi ideologis, merupakan bagian dari atau berkaitan dengan konsep
negara Islam dan karena itu, tidak dikehendaki pemerintah (Muhammad, 2005:45).
Masalah
permodalan dalam perbankan syariah, masih dipertanyakan siapa yang bersedia
menaruh modal dalam ventura semacam itu, pendirian bank baru dari Timur Tengah
masih di cegah, antara lain pembatasan bank asing yang ingin membuka kantornya
di Indonesia. Pada awal pendirian konsep bank syariah di Indonesia banyak
terjadi perdebatan dikalangan cendekiawan, perdebatan tersebut terkait dengan
hukum bunga bank serta pajak. Tetapi tampaknya perkembangan pemikiran dan
pergumulan ijtihad panjang dalam masalah hukum bunga bank dan zakat vs pajak
tersebut tidak sia-sia yang akhirnya membuahkan hasil yang melegakan dan
memuaskan umat Islam Indonesia. Perkembangan bank syariah di Indonesia diikuti
oleh bank-bank konvensional lainnya yang ada di Indonesia diantaranya adalah
bank Syariah Mandiri yang tercatat dengan nama PT BANK SYARIAH MANDIRI pada
tanggal 8 September 1999, resmi beroperasi pada tanggal 1 November 1999. Hal
yang mempengaruhi menjadikan bank Syariah Mandiri untuk menjadikan tempat dalam
melakukan penelitian, mengingat BSMI memiliki pangsa pasar yang sangat besar
yaitu sekitar 5 persen
dari total
pangsa pasar (Muhammad, 2005). Bank syariah memiliki perbedaan dengan bank
konvensional yang menjadi perbedaan adalah terdapat pada akad dan legalitas.
Bank syariah melihat dari innamal a’malu bin niat, sesungguhnya setiap
amalan tergantung pada niat. Dalam hal ini tergantung pada aqadnya, seperti
bagi hasil, jual beli atau sewa-menyewa tidak ada unsur riba yang diharamkan.
Perbedaan selanjutanya adalah dari struktur organisasi. Bank syariah memiliki
dewan pengawas syariah (DPS) yang bertugas sebagai pengawas operasional bank
dan produk-produknya agar sesuai garis syariah.
Mengingat
perkembangan bank syariah di Indonesia yang masih relatif singkat, pihak bank
syariah diharapkan mampu membentuk atau menciptakan keloyalan dari
nasabah/konsumen bank syariah. Bagaimana keloyalan nasabah/konsumen ini
diciptakan tergantung dari bagaimana pihak bank syariah menawarkan dan
menciptakan produk-produk yang sesungguhnya dibutuhkan oleh pihak nasabah/konsumen.
Menentukan segmentasi market juga merupakan salah satu langkah untuk
menciptakan keloyalan nasabah/konsumen, namun hal tersebut hanya salah satu
langkah awal yang nantinya akan diikuti proses-proses lainnya. Untuk
meningkatkan loyalitas perusahaan, yang dalam penelitian ini adalah bank
syariah maka harus mampu meningkatkan setiap kepuasan konsumen dan
mempertahankan tingkat kepuasan tersebut dalam jangka panjang. Peningkatan
kepuasan konsumen yang dapat mampu menciptakan loyalitas konsumen dapat dilakukan
oleh pihak perusahaan dengan membangun sistem manajemen yang profesional dalam
menghadapi segala macam kebutuhan konsumen. Perusahaan dituntut agar mampu
memupuk keunggulan
kompetitifnya
melalui peningkatan kreatifitas. Semua perusahaan memiliki tujuan akhir yang
sama yaitu konsumen yang loyal, namun yang menjadi kendala adalah banyaknya
perusahaan yang tidak paham bahwa konsumen yang memiliki loyalitas
didapatkan/dibentuk dari proses yang tidak singkat. Ada proses yang sangat
panjang yang dilalui oleh perusahaan untuk mendapatkan konsumen yang loyal.
Loyalitas konsumen juga bisa didapatkan dengan cara meningkatkan kinerja
keuangan dan mempertahankan kelangsungan hidup perusahaan.
Loyalitas
diketahui berdasarkan penilaian terhadap kualitas baik produk dan. Kualitas di
artikan sebagai total nilai keistimewaan atau karakteristik suatu produk baik
bentuk barang ataupun jasa. Pelayanan di perusahaan perbankan dikategorikan
produk jasa, jasa merupakan tindakan/kegiatan yang dapat ditawarkan oleh suatu
pihak pada pihak lain yang pada dasarnya tidak berwujud. Pelayanan dan produk
yang baik akan memberikan dampak positif terhadap perusahaan, begitu juga
sebaliknya pelayanan dan produk yang buruk akan memberikan dampak negatif
terhadap perusahaan, perusahaan dalam penelitian adalah bank Syariah Mandiri.
Perkembangan persepsi konsumen akan menghasilkan sikap puas atau tidak puas
terhadap layanan dan produk. Konsumen yang tidak puas dengan bank Syariah
Mandiri tidak akan kembali menggunakan jasa dari bank Syariah Mandiri. Konsumen
yang puas dengan pelayanan dan produk bank Syariah Mandiri akan kembali
menggunakan jasa yang ditawarkan oleh pihak bank Syariah Mandiri. Dengan
pemberian kualitas
pelayanan dan
produk yang tinggi diharapkan konsumen akan terpuaskan dan akhirnya menjadi
konsumen yang loyal terhadap bank Syariah Mandiri.
Berkaitan dengan
proses segmentasi, maka dalam penelitian ini yang menjadi responden adalah
konsumen bank Syariah Mandiri yang merupakan pengusaha UMKM. Mengapa yang
menjadi responden adalah pengusaha UMKM terkait beberapa alasan serta adanya
analisa yang dikemukan oleh banyak pihak, terutama para pengamat ekonomi
mengungkapkan bahwa krisis ekonomi yang mendera perekonomian nasional adalah
akibat kegagalan sektor usaha besar yang selama ini banyak mendapat proteksi
dari pemerintah. Perusahaan-perusahaan besar, tidak cukup kuat fondasinya untuk
bertahan dari terpaan badai krisis yang terjadi. Mereka mengalami kebangkrutan
karena memang selama ini mereka menggantungkan sumber pendanaan pada faktor
eksternal, hutang. Berbeda dari itu, usaha mikro kecil menengah justru
memperlihatkan kemampuan untuk tetap survive meskipun mereka diterpa
badai krisis. Hal ini terlihat jelas pada saat krisis ekonomi melanda Indonesia
pada tahun 1998, dimana pada saat itu UMKM tetap dapat berjalan seperti
biasanya namun tidak sama halnya dengan usaha besar yang mengandalkan dana
perbankan. Hal ini tidak mengherankan karena memang selama ini mereka eksis
diatas usaha sendiri, sumber daya pribadi. Kemampuan UMKM untuk survive dengan
sumber daya pribadi inilah membuat banyak kalangan merasa optimistis bahwa UMKM
dimasa sekarang dan dimasa depan merupakan tonggak penyelamat ekonomi nasional.
Banyak pakar yang menyatakan bahwa UMKM
adalah dewa
penyelamat bagi perekonomian karena merakalah yang masih mampu menjadi pemasok
kebutuhan masyarakat, dan mereka juga masih mampu memberikan lapangan pekerjaan.
Fakta tentang keberhasilan usaha kecil untuk eksis ditengah suasana dan kondisi
perekonomian yang tidak menentu ditentukan oleh banyak faktor. Misalnya UMKM
dikelola oleh orang-orang yang memmiliki kompetensi khusus, mereka mengenali
titik kelemahan yang dihadapi oleh usaha mikro kecil menengah sehingga praktis
mereka secara mudah dapat mengatasinya dan mencari ketrampilan yang diperlukan
untuk memastikan sukses dari dimulainya perusahaan mereka. Pada dasarnya
pengelola UMKM juga memahami bagaimana bagian dari suatu usaha saling
berpasangan untuk membentuk keseluruhan struktur dan mengetahui bahwa jika ada
suatu bagian yang hilang yang mengancam kegagalan usaha mereka. Dinegara-negara
berkembang UMKM sering sekali dikaitkan dengan usaha pemerintah dalam memberantas
kemiskinan dan pengangguran. UMKM diIndonesia sering kali dikaitkan dengan
upaya pemerintah menanggulangi kemiskinan, mengurangi pengangguran dan
pemerataan pendapatan sehingga pengembangan UMKM sering diangggap sebagai
kebijakan peciptaan kesempatan kerja, atau kebijakan anti kemiskinan, atau
kebijakan redistribusi pendapatan. Persoalan pendanaan merupakan salah satu
dilema yang sangat krusial bagi kelanjutan UMKM. Lembaga keuangan formal (bank)
yang diharapkan sebagai sumber pendanaan bagi perkembangan ekonomi UMKM telah
gagal memainkan fungsi dasarnya, terutama dalam menyalurkan dana secara efektif
pada kegiatan-kegiatan usaha yang paling produktif atau paling menguntungkan
secara financial.
Bahkan lembaga
tersebut memandang usaha mikro sebagai unit ekonomi yang not bank-able.
Dari waktu-waktu berbagai terobosan alternative untuk pengembangan
ekonomi rakyat selalu mendapat perhatian. Indikatornya adalah kebijakan untuk
menerapkan kredit tanpa agunan kredit kelayakan usaha(KKU). Namun semua
kebijakan yang berkaitan dengan upaya pemberdayaan ekonomi rakyat tidak pernah
luput dari kebijakan terhadap usaha besar. Artinya, kebijaksanaan pemerintah
dalam hal pemberdayaan ekonomi rakyat masih belum sepenuh hati, hal ini ditandai
dengan adanya dualisme kebijaksanaan. Perhatian dan proteksi terhadap
usaha-usaha skala besar tidak saja mencerminkan adanya diskriminasi yang
memberikan peluang pada usaha-usaha besar mampu mendapatkan lebih banyak dana
tetapi juga memperlihatkan usaha sistematis untuk terus memproteksi. Tingkat
pembiayaan yang dilakukan oleh bank-bank syariah terhadap usaha mikro kecil
menengah sangat tinggi. Bank Syariah Mandiri (BSM) memiliki kepedulian yang
sangat tinggi terhadap UMKM. Sejak tahun 2000-2003, pembiayaan, UMKM selalu
berada diatas kisaran 50 persen dari total pembiayaan. Bahkan alokasi
pembiayaan kepada UMKM cenderung meningkat dari tahun-ketahun. Pada tahun 2000
pembiayaan yang disalurkan pada UMKM sebesar Rp 182.217 juta mengalami kenaikan
menjadi Rp Rp 353.125 juta pada tahun 2001. Jumlah tersebut berubah menjadi Rp
704.286 juta pada tahun 2002 dan pada tahun 2003 naik lagi menjadi Rp 1.130.755
juta. Dengan mencermati data-data diatas maka jelas bahwa keberadaan BSM dapat
diterima oleh masyarakat. Hal ini disamping karakteristik dan prinsip yang build
in dalam system ekonomi dan perbankan syariah. Bank syariah juga sebagai
sebuah
organisasi yang berprinsip menjalankan amanah yaitu menghimpun dana dari
masyarakat dan menyalurkannya kembali kepada masyarakat lain yang
memerlukannya, bank syariah menunjukkan komitmen dan memberikan peluang yang
sama kepada semua sector usaha yang dianggap potensial secara financial
memberikan keuntungan kepada kedua belah pihak.
1.2 Rumusan Masalah
Dari uraian
latar belakang yang telah dijelaskan dihalaman sebelumnya, maka rumusan masalah
dalam penelitian ini adalah :
1. Seberapa
besar kualitas layanan dan kualitas produk Bank Syariah Mandiri berpengaruh
signifikan secara langsung terhadap loyalitas konsumen Bank Syariah Mandiri
cabang Rantau Prapat.
2. Seberapa
besar kualitas layanan dan kualitas produk Bank Syariah Mandiri berpengaruh
secara tidak langsung terhadap loyalitas konsumen Bank Syariah Mandiri cabang
Rantau Prapat.
1.3 Hipotesis
Selaras dengan
dua rumusan masalah maka hipotesis penelitian ini adalah:
1. Kualitas
layanan dan kualitas produk Bank Syariah Mandiri berpengaruh signifikan secara
langsung terhadap loyalitas konsumen Bank Syariah Mandiri cabang Rantau Prapat.
2. Kualitas
layanan dan kualitas produk Bank Syariah Mandiri berpengaruh signifikan secara
tidak langsung terhadap loyalitas konsumen Bank Syariah Mandiri cabang Rantau
Prapat.
1.4 Tujuan
Penelitian
Tujuan
penelitian ini untuk mengetahui dan menganalisa:
1. Pengaruh
kualitas layanan apakah berpengaruh signifikan secara langsung terhadap
loyalitas konsumen Bank Syariah Mandiri cabang Rantau Prapat.
2. Pengaruh
kualitas produk apakah berpengaruh signifikan secara langsung terhadap
loyalitas konsumen Bank Syariah Mandiri cabang Rantau Prapat.
3. Pengaruh
kualitas layanan apakah berpengaruh secara tidak langsung terhadap loyalitas
konsumen dengan mediasi kepuasan konsumen Bank Syariah Mandiri cabang Rantau
Prapat.
4. Pengaruh
kualitas produk apakah berpengaruh secara tidak langsung terhadap loyalitas
konsumen dengan mediasi kepuasan konsumen Bank Syariah Mandiri cabang Rantau
Prapat.
1.5 Manfaat
Penelitian
Hasil dari
penelitian ini diharapkan bermanfaat bagi beberapa pihak yaitu:
1. Bagi bank,
membantu memberi masukan terhadap pihak bank agar dapat memberikan layanan yang
baik bagi masyarakat.
2. Bagi
pemerintah, membantu memberikan masukan dalam membuat kebijakan yang diputuskan
demi kepentingan masyarakat.
3. Bagi
masyarakat, dapat membantu memutuskan produk bank mana yang bermanfaat dalam
meningkatkan kesejahteraan.
4. Bagi penulis,
menjadi salah satu syarat dalam menyelesaikan program sarjana di Fakultas
Ekonomi .
Download lengkap Versi Word
Tidak ada komentar:
Posting Komentar
pesan skripsi