BAB I PENDAHULUAN
1.1 Latar
Belakang
Sejalan dengan perkembangan
perekonomian, banyak perusahaan termasuk perbankan dalam rangka mengembangkan
usahanya melakukan berbagai cara untuk memenuhi kebutuhan modal. Dunia perbankan adalah
bagian yang terpenting dalam perekonomian Indonesia yang merupakan salah satu
pelaku utama dalam pasar uang.
Perbankan di Indonesia saat ini sudah bergairah kembali setelah
dilanda krisis moneter pada era 1997 silam. Hal ini dibuktikan dengan semakin
meningkatnya perdagangan di bursa saham khususnya disektor perbankan.
Berdasarkan data yang diterbitkan e-bursa.com, dari tahun 1997 hingga 2009, ada
23 bank yang tercatat melakukan penawaran saham perdananya. Salah satunya
termasuk PT. BRI Tbk yang pertama kali masuk ke bursa saham pada tahun 2003
yang menggambarkan bahwa BRI (Bank Rakyat Indonesia) telah berubah dari
perusahaan swasta menjadi perusahaan publik karena sahamnya dapat dimiliki masyarakat
luas.
Dalam hal ini pasar modal mempunyai peranan yang strategis dalam
perekonomian Indonesia karena merupakan lahan untuk mendapatkan modal investasi
bagi para emiten (perusahaan yang menerbitkan sekuritas) sedangkan bagi para
investor pasar modal merupakan lahan untuk menginvestasikan uangnya. Indonesia
memiliki 2 bursa efek ,yaitu Bursa Efek Jakarta (BEJ) dan Bursa Efek Suarabaya
(BES) yang masing-masing dijalankan oleh perseroan terbatas yang kemudian
bergabung menjadi Bursa Efek Indonesia (BEI) pada tahun 2007. Melalui penggabungan
ini diharapkan lebih memberikan peluang bagi perusahaan untuk berdagang di
pasar modal dimana biaya pencatatan menjadi lebih murah karena hanya
mencatatkan saham secara single listing dan sudah terakreditasi pada
BEI. Bagi para investor penggabungan ini menjadikan semakin banyaknya
pilihan investasi, karena tidak ada lagi pembedaan pasar BES dan BEJ Karena
produk investasi ditawarkan dalam 1 atap. Keuntungan
penggabungan ini adalah bursa menjadi lebih terintegrasi. Dengan datang ke BEI,
semua jenis investasi sudah tersedia. Namun resikonya juga makin besar. Semakin
besar suatu bursa, jumlah pemain nakal juga pasti akan semakin banyak. Oleh
karena itu jika pengawasan tidak ketat, pemodal atau investor kecil terancam
jadi korban mereka (www.investorsaham.com).
BRI
memiliki berbagai alternatif sumber pendaanan, baik yang berasal dari dalam
maupun dari luar bank. Alternatif pendanaan dari dalam, umumnya dengan menggunakan
laba yang ditahan oleh bank. Sedangkan alternatif pendanaan dari luar bank
dapat berasal dari lembaga lain (kredit likuiditas Bank Indonesia, pinjaman antar
Bank, pinjaman dari bank-bank lain, SBPU), dana dari masyarakat luas (yakni simpanan
tabungan, rekening giro dan deposito) serta dengan mekanisme penyertaan yang
umumnya dilakukan dengan menjual saham perusahaan kepada publik atau sering
dikenal dengan go public (www.Peni.staff.gunadarma.ac.id).
Suatu
perusahaan termasuk bank yang untuk pertama kalinya akan menjual saham atau
obligasi kepada masyarakat umum atau disebut Initial Public Offering (IPO)
membutuhkan tahapan-tahapan terlebih dahulu. Tahapan tersebut dapat dikelompokkan
menjadi empat, yaitu: rencana go public dan persiapan go public, pernyataan
pendaftaran ke Bappepam, penawaran umum, dan kewajiban emiten setelah go
public. Pada tahap rencana go public, perusahaan perlu melakukan persiapan
internal dan penyiapan dokumentasi sesuai dengan persyaratan untuk go public atau penawaran umum, serta memenuhi semua persyaratan yang
ditetapkan BAPEPAM-LK. Bank yang mencari sumber pendanaan yang berasal dari
saham pada umumnya, bank akan menawarkan sahamnya kepada publik, dengan
beredarnya saham bank pada publik, maka akan menunjukan bahwa bank tersebut
telah berubah dari bank swasta (private) menjadi public yang sering disebut
dengan go public ( Samsul, 2006).
Penawaran
Umum Perdana atau Initial Public Offering (IPO) atau go public merupakan
salah satu alternatif sumber pendanaan melalui peningkatan modal perusahaan
dengan cara menawarkan saham kepada masyarakat. Undang-undang No.
8 tahun
1995 tentang pasar modal mendefinisikan penawaran umum sebagai kegiatan penawaran
efek yang dilakukan oleh emiten untuk menjual efek kepada masyarakat berdasarkan
tata cara yang diatur dalam undang-undang dan peraturan pelaksanaannya
(Wahdisblog.blogspot.com Bagi suatu bank IPO secara financial merupakan
sarana untuk memperoleh modal untuk pengembangan bisnis perusahaan dan sarana
lainnya sebagai ukuran bahwa bank tersebut telah menjalankan keterbukaan dalam
pengelolaan perusahaan yang dampaknya memperoleh citra perusahaan.
Undang-undang yang mengatur IPO adalah Undang-Undang No. 25 tahun 2007 (sebagai
pengganti Undang-Undang No.8 tahun 1995) tentang penanaman modal. Dalam proses go
public, sebelum saham diperdagangkan di pasar sekunder terlebih dahulu
dijual di pasar perdana. Harga saham yang akan dijual bank pada pasar perdana
ditentukan oleh kesepakatan antara bank atau emiten dengan penjamin emisi
(underwriter), Sedangkan harga saham ) yang dijual pada pasar sekunder ditentukan oleh mekanisme pasar,
yaitu permintaan dan penawaran (Sitompul, 2000).
Emiten
seringkali menentukan harga saham yang dijual pada pasar perdana dengan membuka
penawaran harga yang tinggi, Karena bank menginginkan pemasukan dana semaksimal
mungkin. Sedangkan underwriter sebagai pihak yang membeli sekuritas dari
emiten dan nantinya akan dijual kembali ke publik (penjamin emisi) berusaha
untuk meminimalkan resiko agar tidak mengalami kerugian akibat tidak terjualnya
saham-saham yang ditawarkan. Terutama untuk sekuritas milik perusahaan-perusahaan
yang belum mapan atau masih baru di pasar modal yang resiko kerugiannya tinggi.
Untuk perusahaan-perusahaan semacam ini, underwriter umummnya menjualkan
saham dengan basis best-effort. Dengan basis ini underwriter hanya
menerima komisi untuk menjualkan sekuritas kepada investor dengan usaha yang
semaksimal mungkin (best effort) untuk mendapatkan harga penjualan sebaik mungkin.
Dengan demikian resiko kerugian penjualan sekuritas akan ditanggung oleh perusahaan
penerbit saham (emiten). Namun jika underwriter harus menanggung sendiri
resiko kegagalan penjualan saham ke publik maka underwriter membentuk sindikat
yang terdiri dari Lead manager (sebagai manajer sindikat), beberapa underwriter
lain (sebagai anggota grup yang membeli sekuritas dan menjualnya ke publik)
dan beberapa grup penjual (tidak membeli sekuritas tetapi ikut menjualkannya ke
publik) . Cara yang dilakukan underwriter untuk mencegah tidak terjualnya
saham-saham emiten adalah dengan melakukan perundingan dengan emiten agar
saham yang dijual tidak terlalu tinggi, karena investor menginginkan harga
saham yang wajar dan berkualitas. Bila harga saham pada pasar perdana lebih rendah
dibandingkan dengan harga saham pada pasar sekunder maka akan terjadi underpricing.
Kondisi underpricing tidak menguntungkan bagi bank yang melakukan go
public, karena dana yang diperoleh dari go public tidak maksimum.
Sedangkan bila terjadi overpricing, maka investor yang akan merugi,
karena mereka tidak menerima initial return.
Initial
Return (IR) adalah keuntungan yang diperoleh
pemegang saham karena perbedaan harga saham yang dibeli di pasar perdana saat
IPO dengan harga jual yang bersangkutan di hari pertama di pasar sekunder. Para
pemilik perusahaan termasuk bank menginginkan agar dapat meminimalisir underpricing,
karena terjadinya underpricing akan menyebabkan berpindahnya
kemakmuran (wealth) dari pemilik kepada para investor (Jogiyanto,2000) Prospektus
(informasi mengenai perusahaan secara detail termasuk laporan keuangannya)
diterbitkan emiten sebelum melakukan penawaran saham di pasar perdana. Prospektus ini
berfungsi untuk memberikan informasi mengenai kondisi perusahaan kepada para
calon investor, sehingga dengan adanya
informasi maka investor bisa mengetahui prospek perusahaan di masa mendatang,
dan selanjutnya akan tertarik untuk membeli sekuritas yang diterbitkan emiten.
Bank Indonesia selaku penguasa moneter menentukan tingkat suku
bunga melalui suku bunga Sertifikat Bank Indonesia (SBI). Besar kecilnya suku
bunga sangat tergantung dari kondisi makro yang berkembang di Indonesia.
Umumnya tingkat suku bunga mempunyai hubungan negatif dengan harga saham dan
ditentukan oleh mekanisme pasar berdasarkan sistem
lelang. Dengan menaikkan suku bunga SBI melalui penjualan SBI, BI dapat
menyerap kelebihan uang primer yang beredar dan tentunya akan menaikkan tingkat
suku bunga bank sehingga jumlah uang beredar di masyarakat dalam waktu yang
relatif cepat akan berkurang. Tingkat suku bunga yang ideal jika besarnya
berada di bawah kisaran angka 10%. Jika tingkat bunga meningkat berarti akan
meningkatkan biaya modal dan pada gilirannya akan melesuhkan kegiatan poduksi
dan investasi (Pohan, 2008). Demikian pula return investasi yang terkait dengan
suku bunga (missal deposito) juga akan naik akibatnya minat investor akan
berpindah dari saham ke deposito tersebut sehingga harga saham menurun dan
akibat selanjutnya keuntungan yang diharapkan investor dari berinvestasi akan menurun,
tentunya investor tidak berminat untuk berinvestasi. Sehingga initial return
yang akan diterima investor semakin menurun. Berarti terdapat hubungan
negatif antara tingkat suku bunga SBI terhadap underpring dimana jika
tingkat suku bunga SBI meningkat maka underpricing semakin kecil Laju
inflasi merupakan salah satu subjek yang menjadi perhatian otoritas kebijakan untuk
menjaga kestabilan makro ekonomi. Kenaikan laju inflasi akan menaikkan tingkat
suku bunga nominal yaitu sebagai kompensasi dan penyesuaian dalam perekonomian
atas penurunan daya beli karena kenaikan harga barang-barang secara umum. Dan
tingkat inflasi yang tinggi akan menyebabkan tingkat suku bunga riil menurun.
Fakta demikian akan mengurangi hasrat masyarakat untuk menabung sehingga
pertumbuhan dana perbankan yang bersumber dari masyarakat akan menurun
selanjutnya mengurangi kemampuan bank untuk memberikan kredit dan akhirnya
menurunkan kegiatan investasi. Dalam kondisi ini masyarakat lebih senang
melakukan kegiatan konsumsi dibandingkan dengan menabung/ investasi. Kenaikan
tingkat suku bunga nominal menyebabkan biaya modal makin tinggi sedangkan
tingkat imbal hasil yang diharapkan menurun sehingga kegiatan investasi menjadi
kurang menarik dan juga karena adanya evaluasi investor atas
kelayakan investasinya menghasilkan kesimpulan ketidaklayakan investasi pada
perusahaan atau bank tertentu. Ini berarti terdapat hubungan negatif antara
inflasi terhadap underpricing dimana jika inflasi meningkat maka underpricing
menurun. Oleh karena itu untuk menggalakkan investasi maka dibutuhkan
situasi sebagai berikut, yakni: laju inflasi rendah, tingkat suku bunga riil optimal
dan tingkat suku bunga nominal rendah (www.ui.ac.id) Kurs menggambarkan keadaan
pasar. Pergerakan kurs yang dinamis dapat diperdagangkan dan dari kegiatan
tersebut ada keuntungan yang diperoleh sehingga kurs menjadi salah satu
pertimbangan dalam berinvestasi. . Ketika kondisi Indonesia stabil maka nilai
tukar Rupiah menguat terhadap mata uang asing dan sebaliknya ketika kondisi Indonesia
memburuk maka nilai tukar Rupiah melemah terhadap mata uang asing. Tinggi rendahnya
kurs akan mempengaruhi besar kecilnya resiko. Semakin tinggi nilai kurs menunjukkan
semakin merosotnya nilai Rp terhadap USD maka resiko sistematik juga semakin
meningkat. Semakin kurs meningkat di pasar dalam perdagangan valuta asing maka bukan
saat yang tepat untuk melakukan investasi karena mengandung resiko penurunan kemampuan
keuangan suatu perusahaan. Bahkan investor akan menjual seluruh atau sebagian sahamnya
untuk kemudian di investasikan ke tempat lain sebagai tabungan sehingga harga saham
akan turun. Naik turunnya nilai Rupiah terhadap uang asing menyebabkan naik turunnya
permintaan saham di pasar modal oleh investor. Merosotnya nilai tukar Rp
terhadap USD (kurs meningkat) menyebabkan menurunnya tingkat penjualan pada
perusahaan sehingga laba juga menurun. Kerugian yang dialami perusahaan publik
sebagai akibat membengkaknya kewajiban luar negerinya mengakibatkan merosotnya
kinerja fundamental perusahaan dan investor menilai negatif pada emiten
tersebut yang tercermin pada kemerosotan harga saham dan indeksnya. Selanjutnya
kemerosotan harga saham akan menyebabkan
berkurangnya keuntungan yang diperoleh investor dari selisih harga saham diantara
pasar sekunder dengan pasar perdana. Berarti terdapat hubungan negatif antara
kurs Rp/ Dollar AS terhadap underpricing saham dimana jika kurs
meningkat maka underpricing akan menurun Dalam
menciptakan harga saham yang wajar dan berkualitas, maka perlu dipelajari
faktor-faktor yang mempengaruhi underpricing. Kegunaan dalam mengetahui
faktor-faktor yang mempengaruhi underpricing di BEI agar perusahaan yang
akan go public dapat mengantisipasi terhadap kerugian. Dalam penelitian
ini penulis hanya mengambil variabel suku bunga SBI, inflasi dan kurs Rp/USD
sebagai variabel independen karena dapat dijadikan alat ukur yang relevan dan
dapat diambil secara objektif sebagai bahan penelitian.
Berdasarkan uraian latar belakang di atas, maka penulis merasa
tertarik untuk melakukan penelitian melalui penulisan skripsi dengan judul Analisis
Determinan Underpricing Saham PT.BRI Tbk.
1.2 Perumusan Masalah Berdasarkan latar belakang di atas maka dalam penyusunan
penelitian ini penulis terlebih dahulu merumuskan masalah sebagai dasar kajian
penelitian yang dilakukan, yakni: 1. Bagaimana pengaruh suku bunga SBI bulan
sebelumnya terhadap underpricing saham PT BRI Tbk? 2. Bagaimana pengaruh
inflasi terhadap underpricing saham PT BRI Tbk? 3. Bagaimana pengaruh kurs Rp/
USD terhadap
underpricing saham PT BRI Tbk? 1.3 Hipotesis Hipotesis adalah
jawaban sementara dari permasalahan yang menjadi objek penelitian dimana
tingkat kebenarannya masih perlu diuji. Berdasarkan perumusan masalah dan
uraian teoritis diatas, maka penulis membuat hipotesis sebagai berikut: 1.
Tingkat suku bunga SBI bulan sebelumnya berpengaruh negatif terhadap underpricing
saham PT BRI Tbk, ceteris paribus.
2. Inflasi berpengaruh negatif
terhadap underpricing saham PT BRI Tbk, ceteris paribus.
3. Kurs Rp/ USD berpengaruh negatif terhadap underpricing saham
PT. BRI Tbk, ceteris paribus.
1.4 Tujuan Penelitian Adapun yang menjadi tujuan penelitian ini adalah : 1. Untuk
mengetahui pengaruh yang diberikan tingkat suku bunga SBI bulan sebelumnya
terhadap underpricing saham PT BRI Tbk.
2. Untuk mengetahui pengaruh yang diberikan inflasi terhadap underpricing saham PT BRI Tbk 3. Untuk mengetahui pengaruh yang diberikan Kurs Rp/USD terhadap underpricing saham PT BRI Tbk 1.5 Manfaat
Penelitian Adapun yang menjadi manfaat penelitian ini adalah : 1. Sebagai
bahan pertimbangan dan masukan bagi perbankan khususnya PT.BRI Tbk dalam
meningkatkan nilai sahamnya 2. Sebagai bahan pertimbangan dan masukan bagi
investor untuk menilai saham yang potensial dan investor dengan hati-hati dapat
mengambil keputusan dalam menanamkan modalnya dengan memperhitungkan resiko
yang akan terjadi terhadap pengaruh akibat perubahan kondisi makro ekonomi.
3. Sebagai informasi dan bahan masukan bagi yang ingin melakukan
penelitian selanjutnya khususnya bagi mahasiswa/i Fakultas Ekonomi Departemen
Ekonomi Pembangunan .
4. Sebagai tambahan wawasan ilmiah dan ilmu pengetahuan penulis
dalam disiplin ilmu yang penulis tekuni.
5. Sebagai penambah, pelengkap sekaligus pembanding hasil-hasil
penelitian yang sudah ada menyangkut topik yang sama
Download lengkap Versi Word
Tidak ada komentar:
Posting Komentar
pesan skripsi