Rabu, 05 Maret 2014

Skripsi Ekonomi Pembangunan: ANALISIS DETERMINAN UNDERPRICING SAHAM PT.BRI

BAB I PENDAHULUAN
 1.1 Latar Belakang
Sejalan dengan perkembangan perekonomian, banyak perusahaan termasuk perbankan dalam rangka mengembangkan usahanya melakukan berbagai cara untuk memenuhi kebutuhan modal. Dunia perbankan adalah bagian yang terpenting dalam perekonomian Indonesia yang merupakan salah satu pelaku utama dalam pasar uang.

Perbankan di Indonesia saat ini sudah bergairah kembali setelah dilanda krisis moneter pada era 1997 silam. Hal ini dibuktikan dengan semakin meningkatnya perdagangan di bursa saham khususnya disektor perbankan. Berdasarkan data yang diterbitkan e-bursa.com, dari tahun 1997 hingga 2009, ada 23 bank yang tercatat melakukan penawaran saham perdananya. Salah satunya termasuk PT. BRI Tbk yang pertama kali masuk ke bursa saham pada tahun 2003 yang menggambarkan bahwa BRI (Bank Rakyat Indonesia) telah berubah dari perusahaan swasta menjadi perusahaan publik karena sahamnya dapat dimiliki masyarakat luas.
Dalam hal ini pasar modal mempunyai peranan yang strategis dalam perekonomian Indonesia karena merupakan lahan untuk mendapatkan modal investasi bagi para emiten (perusahaan yang menerbitkan sekuritas) sedangkan bagi para investor pasar modal merupakan lahan untuk menginvestasikan uangnya. Indonesia memiliki 2 bursa efek ,yaitu Bursa Efek Jakarta (BEJ) dan Bursa Efek Suarabaya (BES) yang masing-masing dijalankan oleh perseroan terbatas yang kemudian bergabung menjadi Bursa Efek Indonesia (BEI) pada tahun 2007. Melalui penggabungan ini diharapkan lebih memberikan peluang bagi perusahaan untuk berdagang di pasar modal dimana biaya pencatatan menjadi lebih murah karena hanya mencatatkan saham secara single listing dan sudah terakreditasi pada BEI. Bagi  para investor penggabungan ini menjadikan semakin banyaknya pilihan investasi, karena tidak ada lagi pembedaan pasar BES dan BEJ Karena produk investasi ditawarkan dalam 1 atap. Keuntungan penggabungan ini adalah bursa menjadi lebih terintegrasi. Dengan datang ke BEI, semua jenis investasi sudah tersedia. Namun resikonya juga makin besar. Semakin besar suatu bursa, jumlah pemain nakal juga pasti akan semakin banyak. Oleh karena itu jika pengawasan tidak ketat, pemodal atau investor kecil terancam jadi korban mereka (www.investorsaham.com).
BRI memiliki berbagai alternatif sumber pendaanan, baik yang berasal dari dalam maupun dari luar bank. Alternatif pendanaan dari dalam, umumnya dengan menggunakan laba yang ditahan oleh bank. Sedangkan alternatif pendanaan dari luar bank dapat berasal dari lembaga lain (kredit likuiditas Bank Indonesia, pinjaman antar Bank, pinjaman dari bank-bank lain, SBPU), dana dari masyarakat luas (yakni simpanan tabungan, rekening giro dan deposito) serta dengan mekanisme penyertaan yang umumnya dilakukan dengan menjual saham perusahaan kepada publik atau sering dikenal dengan go public (www.Peni.staff.gunadarma.ac.id).
Suatu perusahaan termasuk bank yang untuk pertama kalinya akan menjual saham atau obligasi kepada masyarakat umum atau disebut Initial Public Offering (IPO) membutuhkan tahapan-tahapan terlebih dahulu. Tahapan tersebut dapat dikelompokkan menjadi empat, yaitu: rencana go public dan persiapan go public, pernyataan pendaftaran ke Bappepam, penawaran umum, dan kewajiban emiten setelah go public. Pada tahap rencana go public, perusahaan perlu melakukan persiapan internal dan penyiapan dokumentasi sesuai dengan persyaratan untuk go  public atau penawaran umum, serta memenuhi semua persyaratan yang ditetapkan BAPEPAM-LK. Bank yang mencari sumber pendanaan yang berasal dari saham pada umumnya, bank akan menawarkan sahamnya kepada publik, dengan beredarnya saham bank pada publik, maka akan menunjukan bahwa bank tersebut telah berubah dari bank swasta (private) menjadi public yang sering disebut dengan go public ( Samsul, 2006).
Penawaran Umum Perdana atau Initial Public Offering (IPO) atau go public merupakan salah satu alternatif sumber pendanaan melalui peningkatan modal perusahaan dengan cara menawarkan saham kepada masyarakat. Undang-undang No.
8 tahun 1995 tentang pasar modal mendefinisikan penawaran umum sebagai kegiatan penawaran efek yang dilakukan oleh emiten untuk menjual efek kepada masyarakat berdasarkan tata cara yang diatur dalam undang-undang dan peraturan pelaksanaannya (Wahdisblog.blogspot.com Bagi suatu bank IPO secara financial merupakan sarana untuk memperoleh modal untuk pengembangan bisnis perusahaan dan sarana lainnya sebagai ukuran bahwa bank tersebut telah menjalankan keterbukaan dalam pengelolaan perusahaan yang dampaknya memperoleh citra perusahaan. Undang-undang yang mengatur IPO adalah Undang-Undang No. 25 tahun 2007 (sebagai pengganti Undang-Undang No.8 tahun 1995) tentang penanaman modal. Dalam proses go public, sebelum saham diperdagangkan di pasar sekunder terlebih dahulu dijual di pasar perdana. Harga saham yang akan dijual bank pada pasar perdana ditentukan oleh kesepakatan antara bank atau emiten dengan penjamin emisi (underwriter), Sedangkan harga saham )  yang dijual pada pasar sekunder ditentukan oleh mekanisme pasar, yaitu permintaan dan penawaran (Sitompul, 2000).
Emiten seringkali menentukan harga saham yang dijual pada pasar perdana dengan membuka penawaran harga yang tinggi, Karena bank menginginkan pemasukan dana semaksimal mungkin. Sedangkan underwriter sebagai pihak yang membeli sekuritas dari emiten dan nantinya akan dijual kembali ke publik (penjamin emisi) berusaha untuk meminimalkan resiko agar tidak mengalami kerugian akibat tidak terjualnya saham-saham yang ditawarkan. Terutama untuk sekuritas milik perusahaan-perusahaan yang belum mapan atau masih baru di pasar modal yang resiko kerugiannya tinggi. Untuk perusahaan-perusahaan semacam ini, underwriter umummnya menjualkan saham dengan basis best-effort. Dengan basis ini underwriter hanya menerima komisi untuk menjualkan sekuritas kepada investor dengan usaha yang semaksimal mungkin (best effort) untuk mendapatkan harga penjualan sebaik mungkin. Dengan demikian resiko kerugian penjualan sekuritas akan ditanggung oleh perusahaan penerbit saham (emiten). Namun jika underwriter harus menanggung sendiri resiko kegagalan penjualan saham ke publik maka underwriter membentuk sindikat yang terdiri dari Lead manager (sebagai manajer sindikat), beberapa underwriter lain (sebagai anggota grup yang membeli sekuritas dan menjualnya ke publik) dan beberapa grup penjual (tidak membeli sekuritas tetapi ikut menjualkannya ke publik) . Cara yang dilakukan underwriter untuk mencegah tidak terjualnya saham-saham emiten adalah dengan melakukan perundingan dengan  emiten agar saham yang dijual tidak terlalu tinggi, karena investor menginginkan harga saham yang wajar dan berkualitas. Bila harga saham pada pasar perdana lebih rendah dibandingkan dengan harga saham pada pasar sekunder maka akan terjadi underpricing. Kondisi underpricing tidak menguntungkan bagi bank yang melakukan go public, karena dana yang diperoleh dari go public tidak maksimum. Sedangkan bila terjadi overpricing, maka investor yang akan merugi, karena mereka tidak menerima initial return.
Initial Return (IR) adalah keuntungan yang diperoleh pemegang saham karena perbedaan harga saham yang dibeli di pasar perdana saat IPO dengan harga jual yang bersangkutan di hari pertama di pasar sekunder. Para pemilik perusahaan termasuk bank menginginkan agar dapat meminimalisir underpricing, karena terjadinya underpricing akan menyebabkan berpindahnya kemakmuran (wealth) dari pemilik kepada para investor (Jogiyanto,2000) Prospektus (informasi mengenai perusahaan secara detail termasuk laporan keuangannya) diterbitkan emiten sebelum melakukan penawaran saham di pasar perdana. Prospektus ini berfungsi untuk memberikan informasi mengenai kondisi perusahaan kepada para calon investor, sehingga dengan adanya informasi maka investor bisa mengetahui prospek perusahaan di masa mendatang, dan selanjutnya akan tertarik untuk membeli sekuritas yang diterbitkan emiten.
Bank Indonesia selaku penguasa moneter menentukan tingkat suku bunga melalui suku bunga Sertifikat Bank Indonesia (SBI). Besar kecilnya suku bunga sangat tergantung dari kondisi makro yang berkembang di Indonesia. Umumnya tingkat suku bunga mempunyai hubungan negatif dengan harga saham dan ditentukan oleh mekanisme pasar  berdasarkan sistem lelang. Dengan menaikkan suku bunga SBI melalui penjualan SBI, BI dapat menyerap kelebihan uang primer yang beredar dan tentunya akan menaikkan tingkat suku bunga bank sehingga jumlah uang beredar di masyarakat dalam waktu yang relatif cepat akan berkurang. Tingkat suku bunga yang ideal jika besarnya berada di bawah kisaran angka 10%. Jika tingkat bunga meningkat berarti akan meningkatkan biaya modal dan pada gilirannya akan melesuhkan kegiatan poduksi dan investasi (Pohan, 2008). Demikian pula return investasi yang terkait dengan suku bunga (missal deposito) juga akan naik akibatnya minat investor akan berpindah dari saham ke deposito tersebut sehingga harga saham menurun dan akibat selanjutnya keuntungan yang diharapkan investor dari berinvestasi akan menurun, tentunya investor tidak berminat untuk berinvestasi. Sehingga initial return yang akan diterima investor semakin menurun. Berarti terdapat hubungan negatif antara tingkat suku bunga SBI terhadap underpring dimana jika tingkat suku bunga SBI meningkat maka underpricing semakin kecil Laju inflasi merupakan salah satu subjek yang menjadi perhatian otoritas kebijakan untuk menjaga kestabilan makro ekonomi. Kenaikan laju inflasi akan menaikkan tingkat suku bunga nominal yaitu sebagai kompensasi dan penyesuaian dalam perekonomian atas penurunan daya beli karena kenaikan harga barang-barang secara umum. Dan tingkat inflasi yang tinggi akan menyebabkan tingkat suku bunga riil menurun. Fakta demikian akan mengurangi hasrat masyarakat untuk menabung sehingga pertumbuhan dana perbankan yang bersumber dari masyarakat akan menurun selanjutnya mengurangi kemampuan bank untuk memberikan kredit dan akhirnya menurunkan kegiatan investasi. Dalam kondisi ini masyarakat lebih senang melakukan kegiatan konsumsi dibandingkan dengan menabung/ investasi. Kenaikan tingkat suku bunga nominal menyebabkan biaya modal makin tinggi sedangkan tingkat imbal hasil yang diharapkan menurun sehingga kegiatan investasi menjadi  kurang menarik dan juga karena adanya evaluasi investor atas kelayakan investasinya menghasilkan kesimpulan ketidaklayakan investasi pada perusahaan atau bank tertentu. Ini berarti terdapat hubungan negatif antara inflasi terhadap underpricing dimana jika inflasi meningkat maka underpricing menurun. Oleh karena itu untuk menggalakkan investasi maka dibutuhkan situasi sebagai berikut, yakni: laju inflasi rendah, tingkat suku bunga riil optimal dan tingkat suku bunga nominal rendah (www.ui.ac.id) Kurs menggambarkan keadaan pasar. Pergerakan kurs yang dinamis dapat diperdagangkan dan dari kegiatan tersebut ada keuntungan yang diperoleh sehingga kurs menjadi salah satu pertimbangan dalam berinvestasi. . Ketika kondisi Indonesia stabil maka nilai tukar Rupiah menguat terhadap mata uang asing dan sebaliknya ketika kondisi Indonesia memburuk maka nilai tukar Rupiah melemah terhadap mata uang asing. Tinggi rendahnya kurs akan mempengaruhi besar kecilnya resiko. Semakin tinggi nilai kurs menunjukkan semakin merosotnya nilai Rp terhadap USD maka resiko sistematik juga semakin meningkat. Semakin kurs meningkat di pasar dalam perdagangan valuta asing maka bukan saat yang tepat untuk melakukan investasi karena mengandung resiko penurunan kemampuan keuangan suatu perusahaan. Bahkan investor akan menjual seluruh atau sebagian sahamnya untuk kemudian di investasikan ke tempat lain sebagai tabungan sehingga harga saham akan turun. Naik turunnya nilai Rupiah terhadap uang asing menyebabkan naik turunnya permintaan saham di pasar modal oleh investor. Merosotnya nilai tukar Rp terhadap USD (kurs meningkat) menyebabkan menurunnya tingkat penjualan pada perusahaan sehingga laba juga menurun. Kerugian yang dialami perusahaan publik sebagai akibat membengkaknya kewajiban luar negerinya mengakibatkan merosotnya kinerja fundamental perusahaan dan investor menilai negatif pada emiten tersebut yang tercermin pada kemerosotan harga saham dan indeksnya. Selanjutnya kemerosotan harga saham akan  menyebabkan berkurangnya keuntungan yang diperoleh investor dari selisih harga saham diantara pasar sekunder dengan pasar perdana. Berarti terdapat hubungan negatif antara kurs Rp/ Dollar AS terhadap underpricing saham dimana jika kurs meningkat maka underpricing akan menurun Dalam menciptakan harga saham yang wajar dan berkualitas, maka perlu dipelajari faktor-faktor yang mempengaruhi underpricing. Kegunaan dalam mengetahui faktor-faktor yang mempengaruhi underpricing di BEI agar perusahaan yang akan go public dapat mengantisipasi terhadap kerugian. Dalam penelitian ini penulis hanya mengambil variabel suku bunga SBI, inflasi dan kurs Rp/USD sebagai variabel independen karena dapat dijadikan alat ukur yang relevan dan dapat diambil secara objektif sebagai bahan penelitian.
Berdasarkan uraian latar belakang di atas, maka penulis merasa tertarik untuk melakukan penelitian melalui penulisan skripsi dengan judul Analisis Determinan Underpricing Saham PT.BRI Tbk.
1.2 Perumusan Masalah Berdasarkan latar belakang di atas maka dalam penyusunan penelitian ini penulis terlebih dahulu merumuskan masalah sebagai dasar kajian penelitian yang dilakukan, yakni: 1. Bagaimana pengaruh suku bunga SBI bulan sebelumnya terhadap underpricing saham PT BRI Tbk? 2. Bagaimana pengaruh inflasi terhadap underpricing saham PT BRI Tbk?  3. Bagaimana pengaruh kurs Rp/ USD terhadap underpricing saham PT BRI Tbk? 1.3 Hipotesis Hipotesis adalah jawaban sementara dari permasalahan yang menjadi objek penelitian dimana tingkat kebenarannya masih perlu diuji. Berdasarkan perumusan masalah dan uraian teoritis diatas, maka penulis membuat hipotesis sebagai berikut: 1. Tingkat suku bunga SBI bulan sebelumnya berpengaruh negatif terhadap underpricing saham PT BRI Tbk, ceteris paribus.
2. Inflasi berpengaruh negatif terhadap underpricing saham PT BRI Tbk, ceteris paribus.
3. Kurs Rp/ USD berpengaruh negatif terhadap underpricing saham PT. BRI Tbk, ceteris paribus.
1.4 Tujuan Penelitian Adapun yang menjadi tujuan penelitian ini adalah : 1. Untuk mengetahui pengaruh yang diberikan tingkat suku bunga SBI bulan sebelumnya terhadap underpricing saham PT BRI Tbk.
2. Untuk mengetahui pengaruh yang diberikan inflasi terhadap underpricing saham PT BRI Tbk  3. Untuk mengetahui pengaruh yang diberikan Kurs Rp/USD terhadap underpricing saham PT BRI Tbk 1.5 Manfaat Penelitian Adapun yang menjadi manfaat penelitian ini adalah : 1. Sebagai bahan pertimbangan dan masukan bagi perbankan khususnya PT.BRI Tbk dalam meningkatkan nilai sahamnya 2. Sebagai bahan pertimbangan dan masukan bagi investor untuk menilai saham yang potensial dan investor dengan hati-hati dapat mengambil keputusan dalam menanamkan modalnya dengan memperhitungkan resiko yang akan terjadi terhadap pengaruh akibat perubahan kondisi makro ekonomi.
3. Sebagai informasi dan bahan masukan bagi yang ingin melakukan penelitian selanjutnya khususnya bagi mahasiswa/i Fakultas Ekonomi Departemen Ekonomi Pembangunan .
4. Sebagai tambahan wawasan ilmiah dan ilmu pengetahuan penulis dalam disiplin ilmu yang penulis tekuni.

5. Sebagai penambah, pelengkap sekaligus pembanding hasil-hasil penelitian yang sudah ada menyangkut topik yang sama  
Download lengkap Versi Word

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

pesan skripsi