BAB I
PENDAHULUAN
1.1.
Latar Belakang
Manusia
dalam memenuhi kebutuhan hidupnya memerlukan sumber daya alam baik itu berupa
sumber daya tanah, air, udara dan sumber daya alam lainnya yang termasuk ke
dalam sumber daya terbarukan dan tidak terbarukan. Namun demikian, harus kita
sadari bahwa sumber daya tersebut memiliki keterbatasan di dalam banyak hal,
baik itu dari segi kuantitas maupun dari segi kualitas. Dari segi kualitas,
manusia dan sumber daya alam lingkungan memiliki kaitan yang erat. Ada kalanya,
keadaan lingkungan menentukan aktivitas manusia dalam memenuhi kebutuhan
hidupnya. Sebaliknya, ada pula aktivitas manusia yang sangat mempengaruhi
keadaan kualitas lingkungan.
Manusia
menginginkan kondisi lingkungan yang bersih guna mendukung aktivitasnya
sehari-hari. Namun tanpa disadari secara langsung, pada kenyataannya manusia
tersebutlah yang telah merusak lingkungan dengan berbagai macam kegiatannya
yang berdampak negatif sehingga mengakibatkan terjadinya penurunan (degradasi)
kualitas lingkungan. Banyak contoh kasus kerusakan dan pencemaran lingkungan
yang diakibatkan oleh aktivitas manusia seperti pencemaran air, pencemaran
udara, pencemaran tanah serta kerusakan hutan yang kesemuanya tidak terlepas
dari aktivitas manusia yang pada akhirnya merugikan manusia itu sendiri.
Padahal lingkungan alam merupakan tempat bagi organisme hidup beserta dengan
segala keadaan dan kondisinya untuk menunjang kehidupan manusia itu sendiri di
bumi yang menjadi tempat tinggalnya. Kondisi
tersebutlah yang menjadi salah satu
permasalahan hidup yang kita alami sekarang, yaitu kerusakan atau penurunan
(degradasi) kualitas lingkungan.
Kerusakan atau degradasi lingkungan adalah penurunan baik
secara kuantitas maupun kualitas kondisi lingkungan. Hampir semua degradasi
atau kerusakan lingkungan hidup dunia yang terjadi sekarang ini terutama sekali
diakibatkan oleh dua kelompok manusia. Yang pertama adalah orang-orang paling
kaya, sedangkan yang kedua adalah orang-orang yang paling miskin (Nafis Sadik,
1991).
Degradasi lingkungan salah satunya dapat dilihat dari
kerusakan atau penyusutan luas areal hutan. Banyaknya alih fungsi hutan menjadi
areal industri dan pengggunaan lainnya adalah penyebab terjadinya degradasi
lingkungan. Jika kita cermati, hutan adalah salah satu parameter yang mampu
menstabilkan kondisi bumi kita. Hutan juga merupakan sumber daya alam yang
berperan dalam menjaga, mempertahankan dan meningkatkan ketersediaan air dan
kesuburan tanah yang menjadi urat nadi dari kehidupan manusia. Sumatera Utara
termasuk provinsi yang memiliki kawasan hutan yang cukup luas di Indonesia.
Berdasarkan SK Menteri Kehutanan No. 44/Menhut-II/2005
tanggal 16 Februari 2005, luas kawasan hutan Sumatera Utara adalah 3.710.003,57
hektar. Namun seiring dengan berjalannya waktu dan tingkat kebutuhan akan hasil
hutan seperti kayu yang semakin meningkat, mendorong masyarakat baik secara
individu maupun kelompok melakukan eksploitasi hasil hutan dengan tidak
memperhatikan kelestariaannya. Eksploitasi hasil hutan tersebut biasanya
dilakukan secara ilegal seperti melakukan pembalakan liar, perambahan dan
pencurian yang mengakibatkan kerusakan hutan menjadi tidak terkendali.
Akibatnya, kerusakan hutan atau
lingkungan yang tidak terkendali tersebut mengakibatkan degradasi hutan semakin
meningkat, lahan kritis semakin bertambah, dan sering terjadi bencana alam
seperti banjir, tanah longsor yang menelan korban, harta dan jiwa yang tidak
sedikit, terjadinya kebakaran dan kekeringan, dan lain sebagainya. Hal ini
merupakan tantangan bagi semua pihak untuk mencari akar permasalahan dan solusi
pemecahannya. Pembalakan liar, pembukaan lahan pertanian dan perkebunan,
pembukaan pemukiman baru, transmigrasi, dan pemberlakuan izin HPH dan lain
sebagainya, disinyalir merupakan penyebab rusaknya kawasan hutan dan
meningkatkan degradasi luas hutan di Sumatera Utara.
Saat ini, pemerintah Indonesia khususnya Pemerintah Propinsi
Sumatera Utara sedang giat-giatnya melaksanakan pembangunan di segala bidang
yang bertujuan untuk meningkatkan kesejahteraan dan taraf hidup masyarakat
Sumatera Utara. Pembangunan yang dijalankan oleh pemerintah Sumatera Utara
banyak menggunakan lahan hutan sebagai tempat dilaksanakannya pembangunan
tersebut sehingga mengakibatkan terjadinya degradasi luas hutan yang cukup tinggi
setiap tahunnya di Sumatera Utara. Pertumbuhan penduduk juga mengakibatkan
terjadinya kerusakan dan degradasi luas kawasan hutan di Sumatera Utara. Pada
tahun 1990 jumlah penduduk di Sumatera Utara adalah 9.764.990 jiwa, pada tahun
2001 jumlah penduduk meningkat menjadi 11.722.397 jiwa dan pada tahun 2008
meningkat menjadi 13.042.317 jiwa. Pertambahan penduduk yang cukup pesat ini
seiring mengakibatkan bertambahnya juga angka kemiskinan. Hal ini mengakibatkan
terjadinya degradasi luas kawasan hutan di Sumatera Utara,
dikarenakan semakin dibutuhkannya
kawasan untuk pemukiman penduduk yang semakin bertambahn banyak.
Sektor industri yang dilihat dari peningkatan jumlah industri
juga mengalami peningkatan di mana pada tahun 1990 banyaknya jumlah industri
besar dan sedang yang ada di Sumatera Utara adalah 963 unit, pada tahun 2001
sebanyak 959 unit, dan pada tahun 2008 meningkat menjadi 1.144 unit. Keberadaan
industri memberikan pengaruh yang besar terhadap penurunan atau degradasi
kualitas lingkungan hidup yang dapat dilihat dari kerusakan lingkungan yang
ditimbulkan akibat limbah yang dihasilkan oleh industri, selain itu juga dapat
mengakibatkan degradasi luas lahan hutan akibat lahan hutan yang digunakan
untuk pembangunan industri.
Pada saat ini, Kementrian Lingkungan Hidup sedang melakukan
evaluasi kinerja 35 perusahaan di Sumatera Utara. Evaluasi tersebut difokuskan pada
perusahaan-perusahaan yang pada tahun 2009 dinyatakan berbendera hitam dalam
daftar program peringkat kinerja persuahaan dalam mengelola lingkungan.
Terdapat empat kriteria bendera, yaitu perusahaan berbendera hijau adalah
perusahaan yang kewajibannya terhadap lingkungan sudah melampaui dari
persyaratan yang sudah ditetapkan oleh undang-undang dan peraturan pemerintah,
perusahaan berbendera biru yang kewajibannya sudah memenuhi standar, berbendera
merah yang kewajibannya belum memenuhi standar, dan perusahaan berbendera hitam
yang sama sekali belum memenuhi standar. Jadi sangat diharapkan bagi perusahaan
agar dapat memenuhi kewajibannya terhadap pengelolaan lingkungan, atau jika
tidak akan dikenakan sanksi oleh pemerintah sampai kepada pencabutan izin (Harian
Medan Bisnis, 31 Mei 2010).
Sektor pertanian dan subsektor
perkebunan juga dapat menjadi faktor yang mengakibatkan semakin bertambahnya
degradasi lingkungan yang dilihat dari luas hutan. Sektor pertanian dan
subsektor perkebunan di Sumatera Utara yang semakin meningkat mendorong agar
semakin ditingkatkan terus sehingga akan mendukung peningkatan pertumbuhan
ekonomi Sumatera Utara. Untuk mancapai hal tersebut maka semakin diperlukan
pembukaan lahan baru untuk untuk sektor pertanian dan subsektor perkebunan
tersebut. Pada tahun 2001, luas lahan pertanian yang diukur melalui luas panen
produksi padi sawah dan ladang adalah seluas 804.194 Ha dan pada tahun 2008
mengalami peningkatan. Sedangkan lahan untuk subsektor perkebunan yang diukur
melalui luas perkebunan rakyat, pada tahun 2001 seluas 807.560 Ha dan pada
tahun 2008 mengalami peningkatan. Kondisi yang terjadi tersebut memerlukan
perhatian khusus dari pemerintah daerah dan juga dukungan dari seluruh
masyarakat Sumatera Utara.
Dalam hal ini pemerintah berupaya untuk mengurangi tingkat
kerusakan hutan dan berusaha melakukan pelestarian keberadaan hutan dengan
melakukan pembangunan yang berwawasan lingkungan. Pembangunan yang berwawasan
lingkungan adalah lingkungan diperhatikan sejak mulai pembangunan itu
direncanakan sampai pada waktu proses pembangunan itu dilaksanakan. Dengan
pembangunan berwawasan lingkungan maka pembangunan itu dapat dikatakan
pembangunan yang berkelanjutan. Dalam laporan Komisi Sedunia tentang Lingkungan
dan Pembangunan (WCED, 1987), pembangunan berkelanjutan didefinisikan sebagai
“pembangunan yang mengusahakan dipenuhinya kebutuhan sekarang tanpa mengurangi
kemampuan generasi yang akan datang untuk memenuhi kebutuhan mereka.”
Suatu proses pembangunan baru bisa
dikatakan berkesinambungan apabila stok modal total tetap atau meningkat dari
waktu ke waktu. Hal penting yang terkandung secara implisit di dalam pernyataan
tersebut adalah kenyataan bahwa pertumbuhan ekonomi di masa mendatang dan
kualitas kehidupan manusia secara keseluruhan sangat ditentukan oleh kualitas
lingkungan hidup yang ada pada saat ini. Dalam menjalankan pembangunan yang
berkelanjutan maka diperlukan modal guna mendukung terlaksananya pembangunan
tersebut tetapi dengan tetap memperhatikan kualitas lingkungan hidup. Adapun
yang menjadi modal pembangunan tersebut adalah ilmu pengetahuan dan teknologi,
pabrik dan prasarana pembangunan serta sumber daya alam baik yang bersifat
terbarukan dan tidak terbarukan. Pemerintah dalam hal ini telah memberikan
anggaran lingkungan, namun hal ini tetap tidak bisa memperbaiki lingkungan yang
telah rusak ataupun tercemar dan habis. Kondisi ini disebabkan karena kurangnya
kesadaran dari para pengusaha dan juga masyarakat akan pentingnya lingkungan
hidup khusunya keberadaan hutan.
Akibat dari pembangunan yang masih belum memperhatikan
lingkungan dan sumber daya alamnya serta keberadaan hutan yang semakin sempit
menyebabkan banyaknya bencana alam yang terjadi dan semakin tingginya polusi
atau pencemaran, baik itu pencemaran air, udara, tanah, dan suara.
Berdasarkan uraian di atas, penulis mencoba melakukan
penelitian melalui penulisan skripsi dengan mengangkat judul “Analisis
Faktor-Faktor Yang Mempengaruhi Degradasi Lingkungan (Melalui Degradasi Hutan)
di Sumatera Utara”.
1.2. Perumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang yang telah diuraikan di atas, maka
perumusan masalah yang dapat diambil sebagai dasar kajian dalam penelitian yang
akan dilakukan adalah sebagai berikut :
1. Apakah jumlah penduduk, jumlah
industri, luas lahan pertanian, dan luas lahan perkebunan secara langsung
berpengaruh terhadap pertumbuhan ekonomi?
2. Apakah jumlah penduduk, jumlah
industri, luas lahan pertanian, dan luas lahan perkebunan secara langsung
berpengaruh terhadap degradasi hutan?
3. Apakah jumlah penduduk, jumlah
industri, luas lahan pertanian, dan luas lahan perkebunan secara tidak langsung
berpengaruh terhadap degradasi hutan melalui pertumbuhan ekonomi?
4. Bagaimana pengaruh direct effect, indirect
effect, dan total effect variabel jumlah penduduk, jumlah industri,
luas lahan pertanian, dan luas lahan perkebunan terhadap degradasi hutan
melalui pertumbuhan ekonomi?
1.3. Tujuan Dan Manfaat Penelitian
Adapun tujuan dari penulisan skripsi ini adalah :
1. Untuk mengetahui pengaruh jumlah
penduduk, jumlah industri, luas lahan pertanian, dan luas lahan perkebunan
terhadap degradasi hutan di Sumatera Utara.
2. Untuk mengetahui pengaruh jumlah penduduk, jumlah
industri, luas lahan pertanian, luas lahan perkebunan, dan pertumbuhan ekonomi
terhadap degradasi hutan di Sumatera Utara.
Sedangkan manfaat dari penelitian ini
adalah sebagai berikut :
1. Sebagai bahan studi dan tambahan
ilmu pengetahuan bagi mahasiswa Fakultas Ekonomi , terutama bagi mahasiswa
Departemen Ekonomi Pembangunan yang ingin melakukan penelitian selanjutnya.
2. Sebagai masukan bagi kalangan
akademisi dan peneliti yang tertarik membahas kondisi lingkungan hidup.
3. Sebagai tambahan referensi dan informasi bagi peneliti
lain yang mengambil bahan yang sama di masa mendatang.
Download lengkap Versi Word
Tidak ada komentar:
Posting Komentar
pesan skripsi