BAB I PENDAHULUAN 1.1
Latar Belakang Zakat, Infaq, dan Sedekah (ZIS)
merupakan ibadah yang tidak hanya berhubungan dengan nilai ketuhanan saja namun
berkaitan juga dengan hubungan kemanusian yang bernilai sosial (Maliyah
ijtimah‘iyyah). ZIS memiliki manfaat yang sangat penting dan strategis dilihat
dari sudut pandang ajaran Islam maupun dari aspek pembangunan kesejahteraan
umat. Hal ini telah dibuktikan dalam sejarah perkembangan Islam yang diawali
sejak masa kepemimpinan Rasulullah SAW.
Zakat telah menjadi sumber pendapatan
keuangan negara yang memiliki peranan sangat penting, antara lain sebagai
sarana pengembangan agama Islam, pengembangan dunia pendidikan dan ilmu
pengetahuan, pengembangan infrastruktur, dan penyediaan layanan bantuan untuk
kepentingan kesejahteraan sosial masyarakat yang kurang mampu seperti fakir
miskin, serta bantuan lainnya (Depag RI, 2007 a:1).
Peranan zakat di atas,
sesuai dengan kondisi ekonomi masyarakat miskin di Indonesia yang masih
membutuhkan berbagai macam layanan bantuan, namun masih kesulitan dalam
memperoleh layanan bantuan tersebut guna meningkatkan kesejahteraan
masyarakatnya. Di lihat dari fenomena itulah, Indonesia yang mayoritas
penduduknya beragama Islam sebenarnya memiliki potensi yang strategis dan
sangat layak untuk dikembangkan dalam menggerakkan perekonomian negara. Melalui
penggunaan salah satu instrumen pemerataan pendapatan, yaitu institusi zakat,
infaq, dan sedekah (ZIS), di mana zakat, infaq, dan
sedekah selain sebagai ibadah dan kewajiban juga telah mengakar kuat sebagai
tradisi dalam kehidupan masyarakat Islam.
Oleh karena itu, ibadah
zakat, infaq, dan sedekah yang telah menjadi bagian dari kehidupan masyarakat
Islam di Indonesia, didukung dengan besarnya kekayaan sumber daya alam yang
dimiliki bangsa Indonesia, sehingga dapat dikatakan Indonesia adalah negara
yang memiliki potensi zakat yang cukup besar. Potensi ini merupakan sumber
pendanaan yang dapat dijadikan kekuatan pemberdayaan ekonomi, pemerataan
pendapatan, bahkan akan dapat menggerakkan roda perekonomian negara. Potensi
ini sebelumnya hanya dikelola oleh individu-individu secara tradisional dan
bersifat konsumtif, sehingga pemanfaatannya belum optimal. Setelah berlakunya
Undang-undang Nomor 38 Tahun 1999 tentang Pengelolaan Zakat, pelaksanaan
pengelolaan zakat di Indonesia dilakukan oleh Lembaga Pengelola Zakat (LPZ)
yaitu Badan Amil Zakat (BAZ) yang dibentuk Pemerintah di tingkat nasional,
propinsi, kabupaten/kota dan kecamatan serta Lembaga Amil Zakat (LAZ) yang
dibentuk dan dikelola masyarakat (Depag RI, 2007 a: 1).
Pengelolaan dana zakat,
infaq, dan sedekah oleh BAZ dan LAZ, seharusnya dapat memberikan kontribusi
terhadap masalah kemiskinan dalam hal membantu meningkatkan kesejahteraan
masyarakat. Namun kenyataannya masih banyak masyarakat Indonesia yang hidup
miskin dan serba kekurangan dan belum tersentuh oleh hasil distribusi zakat,
dikarenakan banyak program LPZ yang manfaatnya bagi umat belum dirasakan secara
signifikan (Depag RI, 2008:3). Padahal potensi zakat Indonesia di atas kertas
luar biasa besar. Secara matematis, jika
kesadaran berzakat telah tumbuh, maka akan didapat angka minimal sebesar Rp 19
Triliun per tahun, Angka akan bertambah jika diakumulasikan dengan pemasukan
dari infaq, sedekah, serta wakaf tentunya akan didapat angka yang lebih besar
lagi. Namun, angka di atas masih dalam hitungan kertas saja. Dalam kenyataannya
pada tahun 2007 lalu hanya terkumpul lebih kurang Rp 250 milyar per tahun, itu
artinya hanya 1,3% saja dana zakat yang dapat terkumpul dari jumlah dana
potensial yang ada (Ibid). Di lihat dari persentase jumlah dana zakat yang
berhasil dikumpul oleh BAZ dan LAZ tidak sebanding dengan besarnya potensi yang
ada. Apalagi bila dilihat dari segi jumlah penduduk Indonesia sebagai negara
keempat dengan jumlah penduduk terbanyak di dunia.
Berdasarkan data BPS,
jumlah penduduk miskin di Indonesia tahun 2011 mencapai 30,01 juta jiwa,
menurun dibanding tahun 2010 yang mencapai 31,02 juta jiwa. Sumatera Utara
berada pada empat besar sebagai provinsi yang jumlah penduduk terbanyak dari 33
propinsi di Indonesia. Jumlah penduduk miskinnya mencapai 1,481 juta jiwa.
Angka tersebut menurun sedikit dibanding tahun 2010 yang mencapai 1,490 juta
jiwa (www.bps.go.id). Dengan status jumlah masyarakat Islam yang mayoritas, jelas
yang paling banyak berada pada garis kemiskinan adalah masyarakat Islam,
sehingga masalah ini menjadi masalah umat Islam yang harus ditanggung bersama.
Untuk membantu
memecahkan masalah kemiskinan melalui institusi ZIS, diperlukan aturan hukum
yang jelas melalui Undang-undang Pengelolaan Zakat. Dalam UU Pengelolaan Zakat
dimaksud disebutkan bahwa tujuan pengelolaan zakat adalah meningkatkan
pelayanan bagi masyarakat dalam menunaikan zakat sesuai
dengan tuntutan agama, meningkatkan fungsi dan peranan pranata keagamaan dalam
upaya mewujudkan kesejahteraan masyarakat dan keadilan sosial serta
meningkatkan hasil guna dan daya guna zakat. Kemudian terjadi perkembangan yang
cukup menarik, yang mendukung penghimpunan zakat dengan lahirnya UU Nomor 17
tahun 2000 tentang perubahan ketiga atas UU Nomor 7 tahun 1983 tentang Pajak
Penghasilan, yang antara lain mengatur tentang pembayaran zakat yang dapat
mengurangi penghasilan kena pajak (Depag RI, 2007 a:2).
Pengurangan zakat dari
laba atau pendapatan sisa kena pajak tersebut bertujuan agar wajib pajak tidak
terkena beban ganda, yakni kewajiban membayar zakat dan pajak, agar kesadaran
membayar zakat diharapkan dapat memacu kesadaran membayar pajak. Zakat yang
dapat mengurangi penghasilan kena pajak adalah yang dibayarkan kepada BAZ atau
LAZ yang dikukuhkan oleh pemerintah untuk dapat mengurangkan zakat dari
penghasilan kena pajak tersebut. Wajib pajak harus terdaftar dan memiliki Nomor
Pokok Wajib Pajak (NPWP) terlebih dahulu (Depag RI, 2007 b:64-65). Oleh karena
itu, kewajiban membayar zakat dan pajak dapat lebih disinergikan, dimana
keduanya merupakan sumber keuangan yang berpotensi besar dalam kegiatan
pembangunan ekonomi untuk kesejahteraan masyarakat.
Oleh karena itu, zakat
yang memiliki peranan besar sebagai sumber keuangan syariah dalam membantu
meningkatkan perbaikan kualitas kesejahteraan hidup masyarakat. Untuk itu
diperlukan penguatan aturan hukum guna menempatkan kedudukan zakat yang lebih
strategis lagi di Indonesia. Salah satu
alasan itulah yang mendukung dilakukannya revisi undang-undang dalam mengatur
dan menguatkan kedudukan zakat, serta Lembaga Pengelolaan Zakat (LPZ) di
Indonesia. Pada akhirnya proses amandemen UU No 38 Tahun 1999 tentang
pengelolaan zakat telah selesai diamandemen dan disahkan oleh DPR RI pada
tanggal 27 Oktober 2011 lalu. UU hasil amandemen tersebut kemudian diberi nomor
UU Nomor 23 Tahun 2011. Sebuah hasil perumusaan dan perjuangan panjang bagi
pihak-pihak yang peduli terhadap pengelolaan zakat di Indonesia, akibat dari
ketidak setujuan atas UU Nomor 38 Tahun 1999 yang memberikan LAZ kesempatan
yang sama besar dalam mengelola dana zakat. Terdapat bukti-bukti yang semakin
menguat bahwa pada umumnya masyarakat telah gagal dalam melaksanakan pengelola
zakat, dan seharusnya pengelolaan zakat ini dikembalikan kepada lembaga zakat
pemerintah (BAZ). Peningkatan Pertumbuhan yang besar jumlah dana zakat, infaq,
dan sedekah yang berhasil dikumpulkan oleh LAZ tidak diiringi dengan penurunan tingkat
kemiskinan secara optimal. Oleh sebab itu ada anggapan bahwa lembaga zakat yang
dikelola oleh masyarakat sendiri, belum dapat berjalan dengan baik serta masih
syarat terhadap kepentingan individu dan kelompok.
Dengan adanya
Undang-undang baru zakat ini, lebih menguatkan peran dan fungsi BAZ, yang
menegaskan kewajiban LAZ yang di bentuk masyarakat untuk melaporkan kegiatan
pengumpulan dan pendayagunaan zakat yang telah dilakukannya kepada BAZ (Pasal
19), tetapi bukan kewajiban untuk menyetorkan dana zakat kepada BAZ. Hal ini
bertujuan agar koordinasi LPZ dapat diformalkan melalui Undang-undang. Terwujudnya
koordinasi Pengelolaan dana zakat yang baik antara BAZ dan LAZ melalui UU yang
baru, menumbuhkan harapan besar dalam menghadapi tahun 2012, sehingga optimisme
peningkatan penerimaan zakat secara nasional cukup beralasan. Pada tahun 2010,
penerimaan zakat nasional mencapai sekitar Rp 1,5 triliun zakat, sedangkan
tahun 2011 lalu mencapai Rp 1,8 triliun atau mengalami kenaikan 20% dibanding
penerimaan tahun 2010. Untuk tahun 2012, jumlah penerimaan zakat Rp 3-4 triliun
sangat mungkin terealisasi asal terpenuhi dua syarat, yaitu, (1) sistem
pengelolaan zakat sesuai UU pengelolaan zakat yang baru berjalan efektif
dipusat dan disemua daerah, dan (2) pelaksanaan pembayaran zakat sebagai
pengurang penghasilan bruto bagi para wajib pajak orang pribadi yang beragama
Islam dapat direalisasikan dengan berbasis sistem IT perpajakan dan perzakatan (Republika,
22 Desember 2011).
Sementara di Sumatera
Utara, menurut Pimpinan Badan Amil Zakat Daerah Sumatera Utara telah
mengumpulkan dana yang berasal dari zakat, infaq dan sedekah (ZIS) sekitar
Rp1,4 miliar hingga pertengahan Agustus 2011 yang akan disalurkan untuk
membantu kaum fakir miskin dan pihak-pihak yang membutuhkan bantuan. Dengan
rincian sebanyak Rp 600 juta berasal dari zakat dan Rp800 juta dari infaq serta
sedekah. Namun sedang diupayakan pengumpulan ZIS lebih banyak agar dapat
membantu kaum fakir miskin dan pihak-pihak yang membutuhkan bantuan. Pada tahun
2010, Dana ZIS yang terkumpul oleh Bazda Sumatera Utara mencapai Rp.1,7 milyar
dengan rincian Rp.1,2 milyar dari zakat dan sekitar Rp.450 juta dari infaq dan
sedekah (www.waspadaonline.com). Dalam perkembangan LPZ setelah disahkannya UU
Nomor 38 Tahun 1999 tentang Pengelolaan Zakat di
Indonesia (kini telah di amandemen menjadi UU Nomor 23 tahun 2011, yang
pelaksanaan masih dalam proses sosialisasi). Secara hukum menetapkan adanya
proses pengesahan Lembaga Pengelolaan Zakat (LPZ) (pasal 6) yakni pembentukan
Badan Amil Zakat Daerah dilakukan oleh pemerintah daerah. Dalam rangka melaksanakan
amanat UU Pengelolaan Zakat Nomor 38 Tahun 1999 tersebutlah, Pemerintah
provinsi Sumatera Utara melalui Surat Keputusan Gubernur Sumatera Utara sejak
tahun 2001 telah membentuk Badan Amil Zakat Daerah Sumatera Utara (BAZDASU).
Keberadaan BAZDASU
terasa memberikan peran dan tujuan penting bagi masyarakat dan pemerintah
Sumatera Utara, antara lain yaitu (Khoiri, 2010:2): 1. Meningkatkan pelayanan
bagi masyarakat dalam menunaikan zakat sesuai dengan tuntutan syariat Islam, 2.
Meningkatkan fungsi dan peranan norma keagamaan dalam upaya menciptakan
kesejahteraan masyarakat dan keadilan sosial, 3. Meningkatkan pendayagunaan
dana zakat, infaq, dan sedekah yang lebih produktif. Lembaga ini kemudian mulai
menjadi lembaga yang dipercaya masyarakat dan amanah dalam mengelola dana umat.
Walaupun demikian masih terdapat sejumlah permasalahan yang harus dihadapi
seperti (Maratua Simanjuntak, 2006:37-38), masih rendahnya tingkat kepercayaan
masyarakat membayar zakat ke lembaga pemerintah, belum meratanya pemahaman dan
kesadaran masyarakat untuk membayar zakat khususnya zakat maal (harta), serta
belum meratanya sosialisasi kebijakan peraturan pemerintah dan UU pengelolaan
zakat, serta permasalahan lainnya yang juga harus dibenahi dalam mewujudkan
pengelolaan zakat yang amanah, profesional, dan transparan. Oleh karena itu BAZDASU
terus berusaha meningkatkan pelayanannya, mulai dari upaya penghimpunan dan
pendayagunaan dana ZIS, serta pengembangan sumber daya yang ada terus menerus
dilakukan.
Perwujudan usaha-usaha
BAZDASU mulai terlihat perkembangannya dari jumlah penghimpunan dana zakat,
infak dan sedekah (ZIS) dari tahun ke tahun.
Dalam kurun waktu empat
tahun terakhir terkumpul dana ZIS sebagai berikut : Tabel 1.1: Jumlah Dana
Zakat, Infaq, dan Sedekah (ZIS) di Badan Amil Zakat Daerah Sumatera Utara Sumber: Hasil Wawancara Dengan
Pengelola BAZDASU (2012).
Jumlah penerimaan di
atas masih terbilang relatif kecil dibanding dengan potensi ZIS yang diyakini
cukup besar yang ada di Sumatera Utara. Apabila dilihat dari perkembangan
jumlah donatur/muzakki yang membayarkan zakat, infaq, dan sedekah dari tahun ke
tahun melalui BAZDASU, dalam kurun waktu empat tahun terakhir, maka dapat dilihat
perkembangannya sebagai berikut : Tabel 1.2 : Jumlah Donatur/Muzakki di
Badan Amil Zakat Daerah Sumatera Utara.
Sumber:
Data Muzakki BAZDASU.
Tahun Jumlah Dana
Terhimpun Zakat Infaq Sedekah 2007 Rp.1.646.540.450
Rp.433.545.700 Rp. 49.983.350 2008 Rp.1.721.948.800 Rp.140.364.970 Rp.
21.161.625 2009 Rp.1.079.985.288 Rp.228.222.495 Rp.107.701.920 2010
Rp.1.259.213.823 Rp.384.259.190 - Tahun Jumlah Donatur/Muzakki Zakat Infaq
Sedekah 2007 268 - - 2008 216 - - 2009 220 - - 2010 224 - - Data
pada tabel di atas, menunjukkan pada tahun 2007 jumlah muzakki yang menyalurkan
zakatnya di BAZDASU sebanyak 268 orang, sedangkan pada tahun 2008 hanya
sebanyak 216 orang atau mengalami penurunan sebesar 19,5%, dan pada tahun 2009
sebanyak 220 orang atau hanya meningkat sebesar 1,85%, begitu juga pada tahun
2010 sebanyak 224 orang, yang hanya mengalami peningkatan 1,8%. Data jumlah
donatur yang mendonasikan dana infaq dan sedekah tidak tersaji pada tabel di
atas, hal tersebut dikarenakan BAZDASU tidak mendata identitas pihak yang
menyalurkan infaq dan sedekah secara rapi dan sistematis. Salah satu alasannya
ialah sebagian besar para donatur menyalurkannya melalui unit-unit pengumpulan
zakat (UPZ) serta pada kotak-kotak infaq yang tersedia di tempat-tempat
tertentu yang berkerja sama dalam pengumpulan infaq dan sedekah dengan BAZDASU,
sehingga sulit untuk mengetahui data identitas donatur secara terperinci.
Sebagai lembaga yang
berada di bawah naungan pemerintah Sumatera Utara, secara struktual hubungan
birokrasi dan koordinasi tidak dapat dihindarkan. Apalagi proses operasional
berjalannya BAZDASU dibantu dari APBD Provinsi Sumatera Utara, bukan
menggunakan dana zakat sebagaimana pengelola zakat pada umumnya (Khoiri,
2010:2). Konsekuensinya BAZDASU semakin mengedepankan akuntabilitas,
kredibilitas dan transparansi. Untuk melengkapi itu pertanggung jawaban
keuangan setiap tahunnya disampaikan kepada Gubernur Sumatera Utara dan Badan
Inspektorat, yang sebelumnya telah diaudit terlebih dahulu oleh Akuntan Publik
sejak tahun 2007, disamping itu juga pertanggung jawaban kepada umat, baik
secara terbuka melalui media massa maupun
secara formal di depan anggota DPRD Tk 1 Sumatera Utara. Realitas ini menunjukkan
bahwa mengelola harta zakat tidaklah sesederhana yang dibayangkan, pengawasan
yang melekat serta sanksi pidana merupakan tolak ukur BAZDASU sebagai LPZ yang
teraudit dan terawasi (www.bazdasumut.or.id).
BAZ juga harus
memperhatikan kegiatan operasional pengelolaannya dengan baik, agar masyarakat
lebih terpanggil untuk menyalurkan zakat, infaq dan sedekah tersebut. Untuk itu
penulis meneliti apakah yang menjadi faktor-faktor pendorong masyarakat
menyalurkan zakat, infaq, dan sedekah (ZIS). Faktor pendorong itu sendiri menurut
penulis dipengaruhi oleh beberapa faktor, antara lain pelayanan, lokasi, dan
Teknik pengumpulan (Fundraising). Melalui pelayanan yang baik yang diperoleh
seorang muzakki, maka diharapkan muzakki akan tetap menyalurkan dana ZIS
kembali ke lembaga zakat tersebut. Faktor lokasi juga diyakini sebagai
pendorong masyarakat untuk menyalurkan dana ZIS pada suatu lembaga zakat. Jarak
dan akses menuju lokasi lembaga zakat dari tempat tinggal/kegiatan masyarakat
dalam hal ini muzakki diyakini cukup berpengaruh dalam hal menyalurkan dana ZIS
secara langsung pada kantor lembaga zakat tersebut. Begitu juga dengan metode
pengumpulan dana ZIS sebagai faktor yang ikut mendorong masyarakat untuk
menyalurkan dana ZIS tersebut. Teknik pengumpulan atau sering disebut dengan
istilah fundraising zakat merupakan proses kegiatan dalam melakukan
penghimpunan dana ZIS ,sehingga masyarakat termotivasi serta menimbulkan
kesadaran dan kepedulian untuk membantu masyarakat yang hidup dalam kekurangan
melalui dana ZIS.
Oleh
karena itulah BAZDASU ini merupakan LPZ resmi yang dimiliki pemerintah,
sehingga diharapkan memiliki kelebihan dan keutamaan dibandingkan LAZ yang
dikelola oleh masyarakat, baik dalam hal penghimpunan maupun pendayagunaan dana
ZIS tersebut. Berdasarkan kedudukan dan status BAZDASU yang sangat potensial
sebagai salah satu lembaga zakat yang dikelola oleh pihak pemerintah,
diharapkan dapat lebih meningkatkan pelayanan kepada masyarakat, dan mampu
membuat program-program pendayagunaan dana ZIS yang lebih tepat guna setiap
tahunnya. Oleh karena itu, masyarakat diharapkan lebih memberikan kepercayaan
dalam menyalurkan dana ZIS melalui BAZDASU.
Melihat kondisi dan
fakta tersebut, sudah seharusnyalah masyarakat Muslim di Sumatera Utara sebagai
muzakki, dan pemerintah provinsi Sumatera Utara dalam membina dan mengawasi
BAZDASU, untuk lebih tergerak lagi dalam meningkatkan kesadaran masyarakat
membayar zakat, infak, dan sedekah (ZIS) melalui BAZDASU. Oleh karena itu,
dengan dilatar belakangi keadaan tersebut penulis tertarik untuk melakukan
penelitian dengan judul “Analisis Faktor-Faktor Pendorong Masyarakat
Membayar Zakat, Infaq, Dan Sedekah (ZIS) Melalui BAZDA Sumatera Utara”.
1.2 Perumusan Masalah Berdasarkan
uraian latar belakang di atas, maka perumusan masalah dalam penelitian ini
adalah sebagai berikut : 1. Faktor-faktor apakah yang mendorong masyarakat
membayar zakat, infaq, dan sedekah (ZIS) melalui BAZDASU ? 2.
Bagaimana perkembangan pelaksanaan pengumpulan zakat, infaq, dan sedekah (ZIS),
ditinjau dari jumlah muzakki, jumlah penerimaan, dan jumlah penyaluran dana ZIS
di BAZDASU ? 3. Kendala apakah yang dihadapi BAZDASU dalam menghimpun zakat, infaq,
dan sedekah (ZIS) ? 1.3 Tujuan Penelitian 1. Untuk mengetahui
faktor-faktor pendorong masyarakat membayar zakat, infaq, dan sedekah (ZIS)
melalui BAZDASU.
2. Untuk mengetahui
perkembangan pelaksanaan pengumpulan zakat, infaq, dan sedekah (ZIS), yang
ditinjau dari jumlah muzakki, jumlah penerimaan, dan jumlah penyaluran dana ZIS
di BAZDASU.
3. Untuk mengetahui
kendala apa saja yang dihadapi BAZDASU dalam menghimpun zakat, infaq, dan
sedekah (ZIS).
1.4 Manfaat Penelitian Adapun
manfaat yang diharapkan dapat diperoleh dari penelitian ini adalah sebagai
berikut : 1. Sebagai masukan yang bermanfaat bagi pemerintah pusat dan daerah, khususnya
melalui Kementrian Agama dalam membuat peraturan dan kebijakan untuk
meningkatkan pengelolaan, pengumpulan, dan pendayagunaan dana zakat, infaq, dan
sedekah (ZIS) ke depan.
2. Hasil penelitian
diharapkan dapat menambah informasi kepada masyarakat tentang perkembangan
pelaksanaan pengumpulan dana ZIS
di BAZDASU, serta dapat berguna juga sebagai bahan masukan bagi BAZDASU ke
depan.
3. Sebagai media
pengaplikasian ilmu pengetahuan yang diperoleh selama perkuliahan, serta
membandingkannya dengan kondisi sebenarnya di dunia nyata. Guna melatih
kemampuan dalam menganalisis secara sistematis.
4. Hasil penelitian
juga diharapkan sebagai tambahan ilmu pengetahuan bagi mahasiswa fakultas
ekonomi, terutama mahasiswa program studi ekonomi pembangunan yang ingin
memfokuskan penelitian ini dimasa yang akan datang.
5. Sebagai bahan studi
tambahan terhadap penelitian mengenai zakat, infaq, dan sedekah (ZIS) yang
sudah ada sebelumnya.
Download lengkap Versi Word
Tidak ada komentar:
Posting Komentar
pesan skripsi