Senin, 03 Maret 2014

Skripsi Ekonomi Pembangunan: ANALISIS FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI TINGKAT PENDAPATAN PEKERJA SEKTOR INFORMAL

 BAB I
PENDAHULUAN
1.1. Latar Belakang
Pembangunan dapat dikonseptualisasikan ke dalam suatu proses perbaikan yang berkesinambungan atas suatu masyarakat atau suatu sistem sosial secara keseluruhan menuju kehidupan yang lebih baik atau manusiawi (Iryanti, 2003). Rencana pembangunan atau pengembangan yang biasanya dihasilkan oleh tenaga ahli atau konsultan pada umumnya berasal dari budaya atau latar belakang sosial yang berbeda dalam mengatasi permasalahan penting yang mereka temukan. Seyogyanya rencana pembangunan dimulai dengan mengenali potensi dan kebutuhan masyarakat penerima manfaat dan penanggung risiko. Dengan demikian kegiatan pembangunan yang mencakup perencanaan, pembiayaan, pelaksanaan dan pemantauan serta evaluasi, akan bertitik tolak dari keinginan dan kemampuan masyarakat penerima manfaat dan penanggung risiko itu sendiri.

Keberadaan dan kelangsungan kegiatan sektor informal dalam sistem ekonomi kontemporer bukanlah gejala negatif, namun lebih sebagai realitas ekonomi kerakyatan yang berperan cukup penting dalam pengembangan masyarakat dan pembangunan nasional. Setidaknya, ketika program pembangunan kurang mampu menyediakan peluang kerja bagi angkatan kerja, sektor informal dengan segala kekurangannya mampu berperan sebagai penampung dan alternatif peluang kerja bagi para pencari kerja. Sektor kecil dan makro yang sering kita kenal dengan nama sector informal ini adalah salah satu sector yang masih mampu bertahan bahkan pada saat krisis, walaupun tenaga kerja tersebut produktivitasnya rendah namun telah berperan positif dalam usaha kesempatan kerja.
Gelombang ketidakpuasan kaum miskin dan para penganggur terhadap ketidakmampuan pembangunan menyediakan peluang kerja, untuk sementara dapat diredam lantaran tersedia peluang kerja di sektor informal. Begitupun ketika kebijakan pembangunan cenderung menguntungkan usaha skala besar, sektor informal kendati tanpa dukungan fasilitas sepenuhnya dari negara, dapat memberikan subsidi sebagai penyedia barang dan jasa yang murah untuk mendukung kelangsungan hidup para pekerja usaha skala besar. Bahkan, takkala perekonomian nasional mengalami kemunduran akibat resesi, sektor informal mampu bertahan tanpa membebani ekonomi nasional, sehingga roda perekonomian masyarakat tetap bertahan.
Peran sektor informal ini telah berlangsung sejak lama dalam pasang surut perkembangan masyarakat dan dinamika perkembangan ekonomi. Sampai saat ini, pengertian sektor informal sering dikaitkan dengan ciri-ciri utama pengusaha dan pelaku sektor informal, antara lain: kegiatan usaha bermodal utama pada kemandirian rakyat, memanfaatkan teknologi sederhana, pekerjanya terutama berasal dari tenaga kerja keluarga tanpa upah, bahan baku usaha kebanyakan memanfaatkan sumber daya lokal, sebagian besar melayani kebutuhan rakyat kelas menengah ke bawah, pendidikan dan kualitas sumber daya pelaku tergolong rendah.
Meskipun pertumbuhan ekonomi selama pembangunan jangka panjang pertama berkisar antara 5-8 persen per tahun, proporsi pekerja sektor informal, khususnya di perkotaan cenderung meningkat. Pada tahun 1971 proporsi pekerja sektor informal terhadap jumlah angkatan kerja di kota mencapai sekitar 25 persen. Angka ini meningkat menjadi sekitar 36 persen pada tahun 1980 dan menjadi 42 persen pada tahun 1990. Sedangkan pada tahun 2000 angka tersebut menjadi sekitar 65 persen. Hal ini menunjukkan bahwa sektor informal masih cukup dominan menyerap angkatan kerja khususnya di perkotaan. Selain itu perkembangan ekonomi belum dapat mengatasi persoalan klasik keterbatasan peluang kerja.
Di satu segi sektor informal masih memegang peranan penting menampung angkatan kerja, terutama angkatan kerja muda yang masih belum berpengalaman atau angkatan kerja yang pertama kali masuk pasar kerja. Keadaan ini dapat mempunyai dampak positif mengurangi tingkat pengangguran terbuka. Tetapi di segi lain menunjukkan gejala tingkat produktivitas yang rendah, karena masih menggunakan alat-alat tradisional dengan tingkat pendidikan serta keterampilan yang relatif rendah.
Mengingat peran sektor informal yang cukup positif dalam proses pembangunan, sudah sewajarnya nasib para pekerjanya dipikirkan. Beberapa kebijakan, baik langsung maupun tidak, untuk membantu pengembangan masyarakat melalui pembinaan kegiatan usaha pekerja di sektor informal memang sudah dilakukan. Namun ada kecenderungan kegiatan ekonomi di sektor informal dan nasib pekerja sektor informal belum banyak mengalami perubahan. Tanpa bermaksud mengurangi arti pentingnya kebijakan yang telah ada, kebijakan yang biasa diberikan kepada pengusaha besar mungkin dapat dikurangi, kemudian prioritas diberikan pada kegiatan sektor informal dan memihak pada kepentingan masyarakat.Sektor informal dalam penelitian ini dianggap sebagai akibat dari situasi pertumbuhan kesempatan kerja negara sedang berkembang; mereka yang memasuki kegiatan berskala kecil ini khususnya di kota, terutama bertujuan untuk mencari kesempatan kerja dan menciptakan pendapatan. Mereka yang terlibat dalam sektor ini pada umumnya miskin, berpendidikan sangat rendah, tidak terampil, dan kebanyakan para migran. Dengan kata lain, sektor informal di kota harus dipandang sebagai unit-unit usaha berskala kecil yang terlibat dalam produksi dan distribusi barang-barang dan jasa yang masih dalam suatu proses evolusi untuk menjelma sebagai sekelompok perusahaan berskala kecil dengan masukan-masukan modal (capital) dan pengelolaan (managerial) yang lebih besar (Sjaifudin, 1995).
Akumulasi penduduk di kota-kota besar seperti halnya di Indonesia tersebut sering tidak diikuti dengan penyediaan kesempatan kerja formal yang luas. Hal ini memposisikan penduduk yang tidak mampu berkompetisi disektor formal, seperti penduduk dengan tingkat pendidikan dan keterampilan yang rendah, cenderung masuk ke sektor informal. Mereka bekerja seadanya, pada lapangan usaha apa saja, tentunya jenis pekerjaan yang tidak membutuhkan keterampilan dan pendidikan tinggi (Sjaifudin, 1995; Widianto, 2003).
Selanjutnya Maloney (1995) lebih jauh menjelaskan bahwa tingginya penduduk yang bekerja di sektor informal, terutama di kota-kota besar dan menengah, merupakan akibat dari urbanisasi semu (pseudo urbanization), yakni urbanisasi yang tidak diikuti dengan perkembangan ekonomi (industrialization) dan kesempatan kerja. Masalah yang muncul dari fenomena tersebut adalah penganggur terbuka, setengah penganggur, dan tenaga kerja yang tidak 1dimanfaatkan secara penuh. Hal ini tentu saja akan diikuti dengan meluasnya berbagai kegiatan usaha di sektor informal. setidak-tidaknya sebagai kegiatan usaha alternatif agar di kota mereka tetap dapat survive.
Krisis ekonomi yang melanda Indonesia sejak pertengahan tahun 1997 lalu, yang diawali dengan krisis nilai tukar rupiah terhadap dollar AS. Krisis moneter ini telah mengakibatkan perekonomian Indonesia mengalami resesi ekonomi. Krisis ini sangat berpengaruh negatif terhadap hampir semua lapisan/golongan masyarakat dan hampir semua kegiatan ekonomi di dalam negeri, namun demikian usaha sektor informal dalam situasi tersebut malahan menjamur. Hal ini merupakan indikator bahwa masyarakat membutuhkan keberadaan sektor ini.
Secara struktural suatu gejala ekonomi mempengaruhi usaha melalui sisi permintaan (pasar output) dan/atau sisi penawaran (pasar input). Besarnya efek tersebut bervariasi menurut jenis kegiatan atau sektor/subsektor, skala usaha, dan wilayah usaha (lokasi perusahaan dan lokasi pasar) yang berbeda. Perbedaan ini karena orientasi dan struktur pasar output dan input, pola proses produksi, dan jenis serta intensitas pemakaian ouput/bahan baku berbeda menurut kegiatan ekonomi yang berbeda. Oleh karenanya dampak dari suatu gejolak ekonomi terhadap usaha kecil dan menengah perlu dianalisis dari dua sisi, yakni sisi penawaran dan sisi permintaan (Tambunan, 2002).
Sampai sejauh mana hubungan tingkat pendidikan dengan pekerjaan pada sektor ini, merupakan hal penting untuk diteliti. Dikatakan demikian karena menurut Standing (1981), untuk mengukur tingkat pemanfaatan angakatan kerja, salah satu faktor yang harus diperhatikan ialah kesesuaian antara tingkat pendidikan seseorang dengan lapangan kerja yang ditekuninya. Kalau tidak sesuai 1akan menimbulkan Underemployment ialah orang yang bekerja dibawah kemampuan yang dimilikinya, selanjutnya hal tersebut akan mempengaruhi tingkat produktivitas dan pendapatan. Keadaan ini tidak terlepas semakin kompleks penciptaan lapangan kerja di kota besar seperti di Medan khususnya di Kota Rantauprapat. Kota Rantauprapat merupakan suatu kota yang memiliki potensi yang cukup besar untuk nanatinya dapat berkembang dengan pesat. Namun tentunya perkembangan tersebut juga dipengaruhi oleh berbagai aspek yang dapat mengahambat dn mempercepat perkembangan ekonomi kota tersebut.
Di beberapa negara yang sedang berkembang (developing countries) sektor usaha kecil umumnya menyerap banyak tenaga kerja, pertumbuhan sektor informal yang pesat seiring dengan pertambahan penduduk di perkotaan menyebabkan tanah, perumahan, dan fasilitas lainnya semakin mahal. Kelompok masyarakat berpendapatan rendah yang umumnya terdiri dari pekerja sektor informal yang kebanyakan terdiri dari para urbanit, mencari daerah-daerah yang terjangkau oleh keadaan ekonominya, Akhirnya mereka berkonsentrasi pada daerah-daerah tertentu yang selanjutnya “daerah kumuh” (Widianto, 2003).
Polemik tentang prospek sektor informal yang terus berlangsung disertai pesatnya penambahan jumlah tenaga kerja yang masuk ke sektor tersebut, mengindikasikan perlunya suatu studi yang secara mendalam menelaah perkembangan, prospek dan faktor-faktor yang mempengaruhi kinerja sektor informal, terlebih dengan adanya krisis moneter yang terjadi sejak pertengahan tahun 1997, perkembangan, prospek, dan kemampuan untuk bertahan sektor informal sampai sekarang menarik untuk dikaji lebih mendalam.1Sehubungan dengan hal-hal tersebut di atas, studi ini berusaha memaparkan kegiatan pekerja di sektor informal dan menyediakan pemikiran untuk pembinaan sektor informal dan pengembangan kegiatan usaha informal, termasuk dalam rangka memberikan perlindungan bagi pekerjanya. Berdasarkan uraian tersebut, penulis tertarik melakukan penelitian dengan judul “Analisis Faktor-Faktor Yang Mempengaruhi Tingkat Pendapatan Pekerja Sektor Informal di Kota Rantauprapat”.
1.2. Perumusan Masalah
Sejalan dengan latar belakang yang telah diuraikan sebelumnya, maka perumusan masalah dalam penelitian ini adalah:
1. Bagaimana pengaruh umur terhadap pendapatan usaha pekerja sektor informal di Kota Rantauprapat?
2. Bagaimana pengaruh tingkat pendidikan terhadap pendapatan pekerja sektor informal di Kota Rantauprapat?
3. Bagaimana pengaruh jumlah jam bekerja terhadap pendapatan pekerja sektor informal di Kota Rantauprapat?
4. Bagaimana pengaruh modal operasi terhadap pendapatan pekerja pada sektor informal di Kota Rantauprapat?
11.3. Tujuan Penelitian
Tujuan yang hendak dicapai melalui penelitian ini, antara lain:
1. Untuk mengetahui pengaruh umur terhadap pendapatan pekerja di sektor informal.
2. Untuk mengetahui pengaruh tingkat pendidikan terhadap pendapatan pekerja di sektor informal.
3. Untuk mengetahui bagaimana pengaruh Jumlah jam kerja terhadap pendapatan pekerja di sektor informal.
4. Untuk mengetahui pengaruh modal kerja terhadap pendapatan pekerja di sektor informal.

1.4. Manfaat Penelitian
Manfaat yang diharapkan dari penelitian ini adalah:
1. Bagi penulis penelitian ini bermanfaat untuk menambah wawasan ilmu pengetahuan yang berkaitan dengan pendapatan sektor informal.
2. Bagi para peneliti selanjutnya, penelitian ini dapat dijadikan kerangka dalam melakukan penelitian yang lebih mendalam di bidang ini.
3. Bagi para pengambil kebijakan (decision maker) penelitian ini dapat digunakan sebagai bahan dalam mengambil kebijakan untuk mengatur para pekerja di sektor informal.


Download lengkap Versi Word

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

pesan skripsi