BAB I
PENDAHULUAN
1.1.
Latar Belakang
Pembangunan
dapat dikonseptualisasikan ke dalam suatu proses perbaikan yang
berkesinambungan atas suatu masyarakat atau suatu sistem sosial secara
keseluruhan menuju kehidupan yang lebih baik atau manusiawi (Iryanti, 2003).
Rencana pembangunan atau pengembangan yang biasanya dihasilkan oleh tenaga ahli
atau konsultan pada umumnya berasal dari budaya atau latar belakang sosial yang
berbeda dalam mengatasi permasalahan penting yang mereka temukan. Seyogyanya
rencana pembangunan dimulai dengan mengenali potensi dan kebutuhan masyarakat
penerima manfaat dan penanggung risiko. Dengan demikian kegiatan pembangunan
yang mencakup perencanaan, pembiayaan, pelaksanaan dan pemantauan serta
evaluasi, akan bertitik tolak dari keinginan dan kemampuan masyarakat penerima
manfaat dan penanggung risiko itu sendiri.
Keberadaan dan kelangsungan kegiatan sektor informal
dalam sistem ekonomi kontemporer bukanlah gejala negatif, namun lebih sebagai
realitas ekonomi kerakyatan yang berperan cukup penting dalam pengembangan
masyarakat dan pembangunan nasional. Setidaknya, ketika program pembangunan
kurang mampu menyediakan peluang kerja bagi angkatan kerja, sektor informal
dengan segala kekurangannya mampu berperan sebagai penampung dan alternatif
peluang kerja bagi para pencari kerja. Sektor kecil dan makro yang sering kita
kenal dengan nama sector informal ini adalah salah satu sector yang masih mampu
bertahan bahkan pada saat krisis, walaupun tenaga kerja tersebut
produktivitasnya rendah namun telah berperan positif dalam usaha kesempatan
kerja.
Gelombang
ketidakpuasan kaum miskin dan para penganggur terhadap ketidakmampuan
pembangunan menyediakan peluang kerja, untuk sementara dapat diredam lantaran
tersedia peluang kerja di sektor informal. Begitupun ketika kebijakan pembangunan
cenderung menguntungkan usaha skala besar, sektor informal kendati tanpa
dukungan fasilitas sepenuhnya dari negara, dapat memberikan subsidi sebagai
penyedia barang dan jasa yang murah untuk mendukung kelangsungan hidup para
pekerja usaha skala besar. Bahkan, takkala perekonomian nasional mengalami
kemunduran akibat resesi, sektor informal mampu bertahan tanpa membebani
ekonomi nasional, sehingga roda perekonomian masyarakat tetap bertahan.
Peran
sektor informal ini telah berlangsung sejak lama dalam pasang surut
perkembangan masyarakat dan dinamika perkembangan ekonomi. Sampai saat ini,
pengertian sektor informal sering dikaitkan dengan ciri-ciri utama pengusaha
dan pelaku sektor informal, antara lain: kegiatan usaha bermodal utama pada
kemandirian rakyat, memanfaatkan teknologi sederhana, pekerjanya terutama
berasal dari tenaga kerja keluarga tanpa upah, bahan baku usaha kebanyakan
memanfaatkan sumber daya lokal, sebagian besar melayani kebutuhan rakyat kelas
menengah ke bawah, pendidikan dan kualitas sumber daya pelaku tergolong rendah.
Meskipun pertumbuhan ekonomi selama pembangunan jangka
panjang pertama berkisar antara 5-8 persen per tahun, proporsi pekerja sektor
informal, khususnya di perkotaan cenderung meningkat. Pada tahun 1971 proporsi
pekerja sektor informal terhadap jumlah angkatan kerja di kota mencapai sekitar
25 persen. Angka ini meningkat menjadi sekitar 36 persen pada tahun 1980 dan
menjadi 42 persen pada tahun 1990. Sedangkan pada tahun 2000 angka tersebut
menjadi sekitar 65 persen. Hal ini menunjukkan bahwa sektor informal masih
cukup dominan menyerap angkatan kerja khususnya di perkotaan. Selain itu
perkembangan ekonomi belum dapat mengatasi persoalan klasik keterbatasan
peluang kerja.
Di
satu segi sektor informal masih memegang peranan penting menampung angkatan
kerja, terutama angkatan kerja muda yang masih belum berpengalaman atau
angkatan kerja yang pertama kali masuk pasar kerja. Keadaan ini dapat mempunyai
dampak positif mengurangi tingkat pengangguran terbuka. Tetapi di segi lain
menunjukkan gejala tingkat produktivitas yang rendah, karena masih menggunakan
alat-alat tradisional dengan tingkat pendidikan serta keterampilan yang relatif
rendah.
Mengingat peran sektor informal yang cukup positif
dalam proses pembangunan, sudah sewajarnya nasib para pekerjanya dipikirkan.
Beberapa kebijakan, baik langsung maupun tidak, untuk membantu pengembangan
masyarakat melalui pembinaan kegiatan usaha pekerja di sektor informal memang
sudah dilakukan. Namun ada kecenderungan kegiatan ekonomi di sektor informal
dan nasib pekerja sektor informal belum banyak mengalami perubahan. Tanpa
bermaksud mengurangi arti pentingnya kebijakan yang telah ada, kebijakan yang
biasa diberikan kepada pengusaha besar mungkin dapat dikurangi, kemudian
prioritas diberikan pada kegiatan sektor informal dan memihak pada kepentingan
masyarakat.Sektor informal dalam penelitian ini dianggap sebagai akibat dari
situasi pertumbuhan kesempatan kerja negara sedang berkembang; mereka yang
memasuki kegiatan berskala kecil ini khususnya di kota, terutama bertujuan
untuk mencari kesempatan kerja dan menciptakan pendapatan. Mereka yang terlibat
dalam sektor ini pada umumnya miskin, berpendidikan sangat rendah, tidak
terampil, dan kebanyakan para migran. Dengan kata lain, sektor informal di kota
harus dipandang sebagai unit-unit usaha berskala kecil yang terlibat dalam
produksi dan distribusi barang-barang dan jasa yang masih dalam suatu proses
evolusi untuk menjelma sebagai sekelompok perusahaan berskala kecil dengan
masukan-masukan modal (capital) dan pengelolaan (managerial) yang
lebih besar (Sjaifudin, 1995).
Akumulasi
penduduk di kota-kota besar seperti halnya di Indonesia tersebut sering tidak
diikuti dengan penyediaan kesempatan kerja formal yang luas. Hal ini memposisikan
penduduk yang tidak mampu berkompetisi disektor formal, seperti penduduk dengan
tingkat pendidikan dan keterampilan yang rendah, cenderung masuk ke sektor
informal. Mereka bekerja seadanya, pada lapangan usaha apa saja, tentunya jenis
pekerjaan yang tidak membutuhkan keterampilan dan pendidikan tinggi (Sjaifudin,
1995; Widianto, 2003).
Selanjutnya Maloney (1995) lebih jauh menjelaskan
bahwa tingginya penduduk yang bekerja di sektor informal, terutama di kota-kota
besar dan menengah, merupakan akibat dari urbanisasi semu (pseudo
urbanization), yakni urbanisasi yang tidak diikuti dengan perkembangan
ekonomi (industrialization) dan kesempatan kerja. Masalah yang muncul
dari fenomena tersebut adalah penganggur terbuka, setengah penganggur, dan
tenaga kerja yang tidak 1dimanfaatkan secara penuh. Hal ini tentu saja akan
diikuti dengan meluasnya berbagai kegiatan usaha di sektor informal.
setidak-tidaknya sebagai kegiatan usaha alternatif agar di kota mereka tetap
dapat survive.
Krisis
ekonomi yang melanda Indonesia sejak pertengahan tahun 1997 lalu, yang diawali
dengan krisis nilai tukar rupiah terhadap dollar AS. Krisis moneter ini telah
mengakibatkan perekonomian Indonesia mengalami resesi ekonomi. Krisis ini
sangat berpengaruh negatif terhadap hampir semua lapisan/golongan masyarakat
dan hampir semua kegiatan ekonomi di dalam negeri, namun demikian usaha sektor
informal dalam situasi tersebut malahan menjamur. Hal ini merupakan indikator
bahwa masyarakat membutuhkan keberadaan sektor ini.
Secara
struktural suatu gejala ekonomi mempengaruhi usaha melalui sisi permintaan
(pasar output) dan/atau sisi penawaran (pasar input). Besarnya efek tersebut
bervariasi menurut jenis kegiatan atau sektor/subsektor, skala usaha, dan
wilayah usaha (lokasi perusahaan dan lokasi pasar) yang berbeda. Perbedaan ini
karena orientasi dan struktur pasar output dan input, pola proses produksi, dan
jenis serta intensitas pemakaian ouput/bahan baku berbeda menurut kegiatan
ekonomi yang berbeda. Oleh karenanya dampak dari suatu gejolak ekonomi terhadap
usaha kecil dan menengah perlu dianalisis dari dua sisi, yakni sisi penawaran
dan sisi permintaan (Tambunan, 2002).
Sampai sejauh mana hubungan tingkat pendidikan dengan
pekerjaan pada sektor ini, merupakan hal penting untuk diteliti. Dikatakan
demikian karena menurut Standing (1981), untuk mengukur tingkat pemanfaatan
angakatan kerja, salah satu faktor yang harus diperhatikan ialah kesesuaian
antara tingkat pendidikan seseorang dengan lapangan kerja yang ditekuninya.
Kalau tidak sesuai 1akan menimbulkan Underemployment ialah orang yang bekerja
dibawah kemampuan yang dimilikinya, selanjutnya hal tersebut akan mempengaruhi
tingkat produktivitas dan pendapatan. Keadaan ini tidak terlepas semakin
kompleks penciptaan lapangan kerja di kota besar seperti di Medan khususnya di
Kota Rantauprapat. Kota Rantauprapat merupakan suatu kota yang memiliki potensi
yang cukup besar untuk nanatinya dapat berkembang dengan pesat. Namun tentunya
perkembangan tersebut juga dipengaruhi oleh berbagai aspek yang dapat
mengahambat dn mempercepat perkembangan ekonomi kota tersebut.
Di
beberapa negara yang sedang berkembang (developing countries) sektor
usaha kecil umumnya menyerap banyak tenaga kerja, pertumbuhan sektor informal
yang pesat seiring dengan pertambahan penduduk di perkotaan menyebabkan tanah,
perumahan, dan fasilitas lainnya semakin mahal. Kelompok masyarakat
berpendapatan rendah yang umumnya terdiri dari pekerja sektor informal yang
kebanyakan terdiri dari para urbanit, mencari daerah-daerah yang terjangkau
oleh keadaan ekonominya, Akhirnya mereka berkonsentrasi pada daerah-daerah
tertentu yang selanjutnya “daerah kumuh” (Widianto, 2003).
Polemik tentang prospek sektor informal yang terus
berlangsung disertai pesatnya penambahan jumlah tenaga kerja yang masuk ke
sektor tersebut, mengindikasikan perlunya suatu studi yang secara mendalam
menelaah perkembangan, prospek dan faktor-faktor yang mempengaruhi kinerja
sektor informal, terlebih dengan adanya krisis moneter yang terjadi sejak
pertengahan tahun 1997, perkembangan, prospek, dan kemampuan untuk bertahan
sektor informal sampai sekarang menarik untuk dikaji lebih mendalam.1Sehubungan
dengan hal-hal tersebut di atas, studi ini berusaha memaparkan kegiatan pekerja
di sektor informal dan menyediakan pemikiran untuk pembinaan sektor informal
dan pengembangan kegiatan usaha informal, termasuk dalam rangka memberikan
perlindungan bagi pekerjanya. Berdasarkan uraian tersebut, penulis tertarik
melakukan penelitian dengan judul “Analisis Faktor-Faktor Yang Mempengaruhi
Tingkat Pendapatan Pekerja Sektor Informal di Kota Rantauprapat”.
1.2.
Perumusan Masalah
Sejalan
dengan latar belakang yang telah diuraikan sebelumnya, maka perumusan masalah
dalam penelitian ini adalah:
1. Bagaimana pengaruh umur terhadap pendapatan usaha
pekerja sektor informal di Kota Rantauprapat?
2. Bagaimana pengaruh tingkat pendidikan terhadap
pendapatan pekerja sektor informal di Kota Rantauprapat?
3. Bagaimana pengaruh jumlah jam bekerja terhadap
pendapatan pekerja sektor informal di Kota Rantauprapat?
4.
Bagaimana pengaruh modal operasi terhadap pendapatan pekerja pada sektor
informal di Kota Rantauprapat?
11.3. Tujuan Penelitian
Tujuan
yang hendak dicapai melalui penelitian ini, antara lain:
1. Untuk mengetahui pengaruh umur terhadap pendapatan
pekerja di sektor informal.
2. Untuk mengetahui pengaruh tingkat pendidikan
terhadap pendapatan pekerja di sektor informal.
3. Untuk mengetahui bagaimana pengaruh Jumlah jam
kerja terhadap pendapatan pekerja di sektor informal.
4.
Untuk mengetahui pengaruh modal kerja terhadap pendapatan pekerja di sektor
informal.
1.4.
Manfaat Penelitian
Manfaat
yang diharapkan dari penelitian ini adalah:
1. Bagi penulis penelitian ini bermanfaat untuk
menambah wawasan ilmu pengetahuan yang berkaitan dengan pendapatan sektor
informal.
2. Bagi para peneliti selanjutnya, penelitian ini
dapat dijadikan kerangka dalam melakukan penelitian yang lebih mendalam di bidang
ini.
3.
Bagi para pengambil kebijakan (decision maker) penelitian ini dapat
digunakan sebagai bahan dalam mengambil kebijakan untuk mengatur para pekerja
di sektor informal.
Download lengkap Versi Word
Tidak ada komentar:
Posting Komentar
pesan skripsi