Selasa, 04 Maret 2014

Skripsi Ekonomi Pembangunan: ANALISIS KEMAMPUAN KEUANGAN DAERAH TERHADAP BELANJA DAERAH

BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Era reformasi merupakan titik tolak perubahan kebijakan desentralisasi di Indonesia kearah yang nyata. Reformasi juga memberikan hikmah yang sangat besar kepada daerah- daerah untuk menikmati otonomi daerah. Dengan otonomi daerah maka kebijakan-kebijakan suatu daerah yang selama ini tersimpan akan dapat terlaksana sesuai dengan prosedur kebijakan yang telah ditetapkan.

Kebijakan otonomi daerah diyakini memberikan peluang bagi daerah untuk lebih maju. Namun demikian, oleh sebagian kalangan kebijakan ini dianggap dimulai terlalu cepat. Pelaksanaan desentralisasi dianggap sebagai pendekatan yang mengejutkan karena pendeknya waktu persiapan untuk setiap wilayah yang cukup besar dengan kondisi geografis yang cukup menyulitkan. Hal ini bisa berarti kebijakan otonomi ini dimulai justru pada saat daerah mempunyai tingkat kesiapan fiskal daerah yang berbeda satu dengan lainnya.
Dalam pelaksanaannya kelihatannya sederhana, namun mengandung pengertian yang cukup rumit, karena didalamnya juga terkandung pendewasaan politik daerah, pemberdayaan masyarakat dan sekaligus bermakna mensejahterakan rakyat. Sebab sebagaimanapun juga tuntutan pemerataan, tuntutan keadilan yang sering dilancarkan baik menyangkut ekonomi maupun politik akan menjadi relative dan dilematis apabila tergantung pada tinjauan perspektif yang berbeda antara pemerintah daerah maupun pemerintah pusat sudah dipandang cukup merata, tetapi persfektif daerah meninjau lain

menganggap bahwa hasil dari sumber-sumber kekayaan daerah ditarik kepusat jauh tidak seimbang dengan hasil yang diberikan ke daerah.
Pemerintah daerah diharapkan semakin mandiri, mengurangi ketergantungan terhadap pemerintah pusat, bukan hanya terkait dengan pembiayaan, tetapi juga terkait dengan kemampuan pengelolaan daerah. Terkait dengan hal itu, pemerintah daerah diharapkan semakin mendekatkan diri dalam berbagai kegiatan pelayanan publik guna meningkatkan tingkat kepercayaan publik. Seiring dengan semakin tingginya tingkat kepercayaan, diharapkan tingkat partisipasi (dukungan) publik terhadap pemerintah daerah juga semakin tinggi. Hakekat dari otonomi daerah adalah adanya kewenangan yang lebih besar dalam pengurusan maupun pengelolaan daerah termasuk didalamnya pengelolaan keuangan.
Pengelolaan keuangan daerah, baik ditingkat provinsi maupun kabupaten/ kota mengalami perubahan yang sangat berarti seiring dengan diterapkannya otonomi daerah sejak awal tahun 2001. Hal ini ditandai dengan di berlakukannya UU yang menyangkut otonomi daerah yaitu UU No.22 Tahun 1999 tentang pemerintah daerah dan UU No.25 Tahun 1999 tentang perimbangan keuangan antara pemerintah pusat dan pemerintah daerah (dalam perkembangan kedua regulasi ini diperbaharui dengan UU No.32 Tahun 2004 dan UU No. 33 Tahun 2004).
Kedua UU ini memberikan suatu kewajiban bahwa suatu daerah itu harus mampu untuk mengembangkan daerahnya secara luas, nyata dan bertanggung jawab. Daerah diberikan kewenangan dari pemerintah pusat untuk mengurus
rumah tangganya sendiri. Hal ini juga bertujuan agar pemerintah daerah itu agar dapat meningkatkan pelayanan kepada masyarakatnya.
Pendapatan Asli Daerah (PAD) merupakan salah satu unsur yang menentukan dalam pembangunan di daerah. Pemerintah Daerah mempunyai pendapatan asli daerah (PAD) yang lebih besar memungkinkan mereka untuk berharap untuk menerima tanggung jawab yang lebih besar memiliki landasan politik yang lebih kuat dalam mempertahankan hak-hak mereka dalam mengelola pelayanan-pelayanan utama daerah. Disamping itu pemerintah harus memikirkan bagaimana caranya untuk menggalakkan dan mengadakan investasi (direct investment) pada sektor-sektor tertentu. Apabila pendapatan daerah mencukupi, maka pendapatan asli daerah tersebut akan memungkinkan pemerintah daerah untuk merencanakan kegiatan-kegiatan yang efektif untuk membiayai kegiatan pemerintah dan pembangunan didaerah.
Anggaran belanja operasi untuk kegiatan rutin merupakan salah satu alternatif yang dapat merangsang kesinambungan serta konsistensi pembangunan di daerah secara keseluruhan menuju tercapainya sasaran yang telah disepakati bersama. Oleh sebab itu, kegiatan rutin yang akan dilaksanakan salah satu aspek yang menentukan keberhasilan pembangunan di daerah.
Bertitik tolak dari hasil pembangunan yang akan dicapai dengan tetap memperhatikan fasilitas keterbatasan sumber daya yang ada maka dalam rangka untuk memenuhi tujuan pembangunan baik secara nasional atau regional perlu mengarahkan dan memanfaatkan sumber daya yang ada secara berdaya guna dan berhasil guna dengan disertai pengawasan dan pengendalian yang ketat baik yang

dilakukan oleh aparat tingkat atas maupun tingkat daerah serta jajarannya sesuai ketentuan perundang undangan yang berlaku.
Dalam rangka implementasi Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor 13 Tahun 2006, yang selanjutnya disebut dengan Permendagri 13, tentang Pedoman Pengelolaan Keuangan Daerah, maka setiap pemerintah daerah harus dapat mempersiapkan diri untuk melakukan pengelolaan keuangan daerah sesuai dengan peraturan yang telah ditetapkan tersebut. Pengelolaan keuangan daerah adalah keseluruhan kegiatan yang meliputi perencanaan, pelaksanaan, penatausahaan, pelaporan, pertanggungjawaban dan pengawasan keuangan daerah. Penatausahaan keuangan daerah yang merupakan bagian dari pengelolaan keuangan daerah memegang peranan penting dalam proses pengelolaan keuangan daerah secara keseluruhan. Sedangkan keuangan daerah adalah hak dan kewajiban daerah yang dapat dinilai dengan uang termasuk didalamnya segala bentuk kekayaan yang berhubungan dengan hak dan kewajiban daerah.
Pemerintah Daerah dituntut mampu menciptakan sistem manajemen yang mampu mendukung operasionalisasi pembangunan daerah. Salah satu aspek dari pemerintahan daerah yang harus diatur secara hati-hati yaitu dana alokasi umum (DAU) yang bersumber dari pendapatan APBN yang dialokasikan untuk pemeratan kemampuan keuangan antar daerah untuk membiayai belanja daerah (block grant) masalah pengelolaan keuangan daerah dan anggaran daerah. Anggaran Daerah atau Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah (APBD) merupakan instrumen kebijakan yang utama bagi Pemerintah Daerah. Sebagai instrumen kebijakan, APBD menduduki posisi sentral dalam upaya pengembangan kapabilitas dan efektivitas pemerintah daerah. APBD

digunakan sebagai alat untuk menentukan besarnya pendapatan dan pengeluaran, membantu pengambilan keputusan dan perencanaan pembangunan, otorisasi pengeluaran di masa-masa yang akan datang, sumber pengembangan ukuran-ukuran standar untuk evaluasi kinerja, alat untuk memotivasi para pegawai, dan alat koordinasi bagi semua aktivitas dari berbagai unit kerja. Dalam kaitan ini, proses penyusunan dan pelaksanaan APBD hendaknya difokuskan pada upaya untuk mendukung pelaksanaan program dan aktivitas yang menjadi preferensi daerah yang bersangkutan. Untuk memperlancar pelaksanaan program dan aktivitas yang telah direncanakan dan mempermudah pengendalian, pemerintah daerah dapat membentuk pusat-pusat pertanggungjawaban (responsibility centers) sebagai unit pelaksana.
Untuk memastikan bahwa pengelolaan dana publik (public money) telah dilakukan sebagaimana mestinya sesuai konsep (value for money) yang mana, perlu dilakukan evaluasi terhadap hasil kerja pemerintah daerah. Evaluasi dapat dilakukan oleh pihak internal yang dapat dilakukan oleh internal auditor maupun oleh eksternal auditor, misalnya auditor independen. Untuk menciptakan transparansi dan akuntabilitas publik, pemerintah daerah perlu membuat laporan keuangan yang disampaikan kepada publik. Pengawasan dari semua lapisan masyarakat dan pada pihak pemerintah agar otonomi yang diberikan kepada daerah tidak dialokasikan pada arah yang salah dan dapat mencapai tujuannya.
Berdasarkan uraian diatas penulis merasa tertarik untuk melakukan penelitian dengan judul “Analisis Kemampuan Keuangan Daerah Terhadap Belanja Daerah Kabupaten/Kota di Sumatera Utara Era Otonomi Daerah”.

1.2. Perumusan Masalah
Dari latar belakang yang diuraikan diatas, maka perlu dibuat rumusan masalah agar pelaksanaan penelitian dapat terlaksana secara terarah. Selain itu, perumusan masalah ini diperlukan sebagai suatu cara untuk mengambil keputusan dari akhir penulisan skripsi ini.
Adapun yang menjadi perumusan masalah yang dimaksud adalah:
1. Bagaimana pengaruh pendapatan asli daerah (PAD) terhadap Belanja Daerah ?
2. Bagaimana pengaruh dana alokasi umum (DAU) terhadap Belanja Daerah?
1.3. Hipotesis
Hipotesis merupakan jawaban sementara terhadap permasalahan yang menjadi objek penelitian, dimana tingkat kebenarannya masih perlu dibuktikan atau di uji secara empiris. Berdasarkan perumusan masalah yang dikemukakan diatas, maka penulis membuat hipotesis sebagai berikut:
1. Pendapatan asli daerah (PAD) berpengaruh positif terhadap Belanja daerah.
2. Dana alokasi umum (DAU) berpengaruh positif terhadap Belanja daerah.
1.4. Tujuan Penelitian
Adapun tujuan dari penelitian ini adalah sebagai berikut:
1. Untuk mengetahui pengaruh Pendapatan Asli Daerah( PAD) terhadap Belanja Daerah.

2. Untuk mengetahui pengaruh Dana Alokasi Umum( DAU) terhadap Belanja Daerah.
1.5 Manfaat Penelitian
Manfaat yang diharapkan dari penelitian ini adalah:
1. Sebagai bahan studi atau tambahan bagi mahasiswa/ mahasiswi fakultas ekonomi terutama Departemen Ekonomi Pembangunan .
2. Untuk menambah wawasan dan ilmu pengetahuan dalam bidang keuangan daerah terhadap belanja daerah, yang nantinya akan berguna dimasa yang akan datang.
3. Sebagai proses pembelajaran dan menambah wawasan bagi penulis dalam hal menganalis dan berfikir.


Download lengkap Versi Word

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

pesan skripsi