BAB I PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Pertanian di negara-negara
berkembang merupakan sektor ekonomi yang sangat potensial karena memberikan
kontribusi yang sangat besar dalam pertumbuhan dan pembangunan perekonomian
nasional. Peranan sektor pertanian di dalam bidang perekonomian adalah
menyediakan kesempatan kerja dan berkontribusi dalam pembentukan PDB. Sektor
pertanian juga berperan sebagai salah satu sumber penting bagi surplus neraca perdagangan
baik lewat ekspor komoditi atau produksi barang substitusi impor.
Ditengah
ancaman menurunnya pertumbuhan ekonomi dunia akibat krisis keuangan, perekonomian
Indonesia juga akan mendapat tekanan yang cukup berat. Penururnan pertumbuhan
ekonomi di negara-negara industri memberikan tekanan yang cukup besar terhadap
kinerja ekspor komoditas, tetapi dengan pangsa yang cukup besar dan adanya ekspektasi
perbaikan perekonomian dunia ke depan, ekspor komoditas masih tetap menjadi tumpuan
perekonomian dalam jangka panjang. Salah satu komoditas yang selama ini menjadi
andalan ekspor adalah karet dan barang karet di samping CPO yang tetap menjadi
primadona ekspor. Karet merupakan kebutuhan
yang vital bagi kehidupan manusia sehari-hari, hal ini terkait dengan mobilitas
manusia.
Peranan
karet dan barang karet terhadap ekspor nasional tidak dapat dianggap kecil mengingat
Indonesia merupakan produsen karet urutan ke-2 terbesar di dunia dengan produksi
sebesar 2,55 juta ton pada tahun 2007 setelah Thailand (produksi sebesar 2,97
juta ton) dan negara yang memiliki luas lahan karet terbesar di dunia dengan
luas lahan mencapai 3,4 juta hektar di tahun 2007. (Sumber : IRSG
(International Rubber Study Group) Dengan posisi yang cukup strategis tersebut, karet diharapkan
menjadi salah satu penggerak kebangkitan ekonomi melalui peningkatan produksi
yang akan meningkatkan ekspor karet. Strategi optimalisasi ekspor karet dinilai
tepat mengingat harganya yang cukup tinggi di pasar internasional apalagi
dibarengi kemampuan pasar dalam negeri untuk mengolah karet menjadi barang
industri, seperti yang dilakukan oleh negara-negara berkembang lainnya.
Prospek
industri karet ini sangat menjanjikan melihat perkembangan harga karet
menunjukkan kenaikan yang konsisten akibat meningkatnya permintaan dari negara
berkembang yang sedang mengalami pertumbuhan ekonomi tinggi yang dimotori oleh
pesatnya industrialisasi di negara-negara maju.
Dari segi
areal perkebunannya, Indonesia boleh berbangga diri karena memiliki hamparan
kebun karet terluas di dunia, tahun 2008 lalu luas areal perkebunan karet
Indonesia mencapai sekitar 3,47 juta ha dengan total produksi karet alam
sebanyak 2.921.872 ton. Luas areal perkebunan karet bertambah menjadi 3.524.583
hektar dengan produksi sebanyak 3.040.111 ton pada tahun 2009. (Ditjen
Perkebunan, Departemen Pertanian).
Namun rasio
antara volume produksi karet dengan luas areal perkebunan yang ada menunjukkan
produktivitas yang masih rendah. Hal ini disebabkan sekitar 85% dari total
perkebunan karet di Indonesia merupakan perkebunan rakyat. Menurut beberapa
hasil penelitian, produktivitas perkebunan karet rakyat masih sangat rendah
yaitu sekitar 600 – 800 kg per hektar per tahun. Perkebunan rakyat umumnya
belum menggunakan bibit karet dari klon-klon unggul, pemeliharaannya masih
sederhana, serta banyak tanaman karet yang sudah tua dan rusak. Jauh berbeda
dengan kondisi industri karet di Thailand yang menggunakan klon-klon unggul
disertai pemeliharaan yang baik, produktivitasnya dapat mencapai 1.500 – 2.000
kg per hektar per tahun.
Tiga jenis perkebunan karet yang ada di Indonesia yaitu Perkebunan
Rakyat (PR), Perkebunan Besar Negara (PBN) dan Perkebunan Besar Swasta (PBS).
Dari ketiga jenis perkebunan tersebut, PR mendominasi luas lahan yang mencapai
2,84 juta hektar atau sekitar 85% dari lahan perkebunan karet. Bila dilihat
pada tahun 2007, luas perkebunan rakyat mencapai 2899,7 ribu hektar sedangkan
luas perkebunan besar hanya 514 ribu hektar. Namun Pertumbuhan lahan PR
menunjukkan penurunan karena peralihan lahan menjadi perkebunan kelapa sawit
menjadi salah satu faktor menurunnya area karet. Peralihan tersebut dipicu
dengan meningkatnya harga CPO di pasar dunia yang sejak tahun 2003 berada di
kisaran US$ 500 per ton bahkan di tahun 2007 harga CPO mencapai US$ 800 per
ton.( PMG (Publisindo Marinitama Gemilang-Adhy Basar Parhusip) Dari uraian di
atas dapat disimpulkan bahwa Indonesia tergolong negara yang memiliki
produktivitas industri karet yang rendah. Padahal lahan pertanian yang dimiliki
cukup luas. Namun areal yang luas dan tenaga kerja yang banyak tidak memberikan
hasil yang optimum apabila tidak ditunjang dengan kemauan dan kemampuan
penerapan teknologi.
Hasil
produksi karet di masa yang akan datang bisa tetap, meningkat ataupun mungkin
juga mengalami penurunan. Dalam mengimplikasikan penurunan, peningkatan atau
tetapnya jumlah produksi penting diperhatikan faktor-faktor yang mempengaruhi
produksi agar dapat dikendalikan, pengendalian yang dimaksud adalah dengan
membatasi setiap tindakan yang dianggap mengurangi nilai tambah dan
meningkatkan hal-hal yang dianggap dapat menaikan nilai tambah terhadap
produksi. Faktor yang mempengaruhi hasil produksi merupakan tolak ukur dalam
pengambilan keputusan untuk menunjang pencapaian hasil produksi yang maksimal.
Rendahnya produktivitas di berbagai jenis usaha telah menjadi
masalah bagi banyak perusahaan. Masalah produktivitas yang dimaksud pada
dasarnya adalah bagaimana kombinasi setiap input yang digunakan untuk
menghasilkan output yang maksimal kuantitasnya serta berkualitas. Pengertian
input dalam hal ini berkaitan dengan dengan produk yang akan dihasilkan dan
input meliputi penggunaan lahan, tenaga kerja, modal, bahan baku, teknologi,
dan berbagai input lainnya. Produksi ini juga dipengaruhi oleh faktor biologi
dari tanaman, tanah, dan alambatas. Contoh faktor alam yang dapat mempengaruhi
produksi adalah tingkat curah hujan. Ketika curah hujan tinggi maka intensitas
cahaya matahari yang berguna untuk fotosintesisi tanaman akan berkurang.
Kualitas lateks berkurang karena tetesan air hujan dan aktivitas karyawan yang
terbatas ketika hujan turun. Selain itu, faktor sosial ekonomi termasuk
manajemen produksi, tingkat pendidikan, pendapatan, keterampilan dan lain
sebagainya juga berpengaruh dalam mempengaruhi tingkat produksi.
Metode
untuk meningkatkan produksi tani dapat dilakukan dengan intensifikasi atau
ekstensifikasi. Metode intensifikasi menggunakan lebih banyak faktor produksi
(input) selain tanah, dan ekstensifikasi merupakan perluasan tanah pertanian
dengan membuka lahan-lahan baru. Dalam pengerjaan tanah yang ekstensif,
penggunaan tenaga kerja dan modal dikurangi untuk dipindahkan ke tanah
pertanian lainnya. Tenaga kerja mempunyai harga paling tinggi, menurut
produktivitasnya di Eropa. Sedangkan di Indonesia faktor tenaga kerja merupakan
faktor produksi yang lebih atau sangat murah. Dalam keadaan yang demikian
jumlah tenaga kerja dapat dikatakan tidak terbatas dan faktor produksi yang
paling mahal adalah modal. Jadi para pengusaha harus bijaksana dalam mempertimbangkan
kombinasi faktor produksi, dan juga penggunaan teknologi pertanian untuk
mengatasi penyakit tanaman agar hasil produksi yang diperoleh efektif dan
efiesien. (Mubyarto, 1989 : 73) Faktor produksi yang menentukan dalam usaha di bidang perkebunan
meliputi lahan, pupuk, stimulan produksi lateks (ethrel), dan faktor curah
hujan.
Perkebunan
karet PTPN III Sarang Giting adalah salah satu perusahaan perkebunan besar
negara yang memproduksi komoditi karet. Dalam proses produksi PTPN III Kebun Sarang
Giting mengkombinasikan dan memanfaatkan berbagai faktor produksi. Penulis yang
bertempat tinggal di kawasan perkebunan tersebut tertarik untuk memilih PTPN
III Kebun Sarang Giting sebagai tempat penelitian dengan judul “Analisis
Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Hasil Produksi Karet di PTPN III Kebun Sarang
Giting, Kabupaten Serdang Bedagai”.
1.2.Perumusan
Masalah Berdasarkan latar belakang di atas maka
penulis merumuskan masalah yaitu: 1) Bagaimana pengaruh luas lahan terhadap
peningkatan produksi karet? 2) Bagaimana pengaruh penggunaan pupuk terhadap
peningkatan produksi karet? 3) Begaimana pengaruh penggunanaan stimulansia
ethrel terhadap peningkatan produksi karet? 4) Bagaimana pengaruh tingkat curah
hujan terhadap peningkatan produksi karet? 1.3 Hipotesis Hipotesis
merupakan jawaban sementara dari permasalahan yang menjadi objek penelitian
dimana tingkat kebenarannya masih perlu diuji. Berdasarkan perumusan masalah tersebut
diatas maka hipotesis yang diajukan dalam penelitian ini adalah: 1) Penggunaan
lahan mempunyai pengaruh yang positif terhadap peningkatan produksi, cateris
paribus.
2) Penggunaan pupuk mempunyai pengaruh positif terhadap
peningkatan produksi, cateris paribus.
3)
Penggunaan ethrel mempunyai pengaruh yang positif terhadap peningkatan produksi,
cateris paribus.
4) Tingkat
curah hujan mempunnyai pengaruh yang negatif terhadap peningkatan produksi, cateris
paribus.
1.4 Tujuan
Penelitian Adapun tujuan penelitian ini
adalah: 1) Untuk mengetahui apakah penggunaan lahan mempunyai pengaruh yang
positif terhadap peningkatan produksi.
2) Untuk
mengetahui apakah penggunaan pupuk mempunyai pengaruh positif terhadap peningkatan
produksi.
3) Untuk
mengetahui apakah penggunaan ethrel mempunyai pengaruh yang positif terhadap
peningkatan produksi.
4) Untuk
mengetahui apakah tingkat curah hujan mempunyai pengaruh yang negatif terhadap
peningkatan produksi.
1.5 Manfaat
Penelitian Adapun manfaat dari
penelitian ini adalah sebagai berikut: 1) Untuk menambah pengetahuan dan
wawasan penulis khususnya di bidang ekonomi.
2) Sebagai
bahan studi dan tambahan ilmu pengetahuan bagi mahasiswa Fakultas Ekonomi
terutama Departemen Ekonomi Pembangunan yang ingin melakukan penelitian
selanjutnya.
3) Sebagai penambah,pelengkap, sekaligus sebagai pembanding
hasil-hasil penelitian menyangkut topic yang sama.
4) Sebagai
bahan pertimbangan dan masukan bagi perusahaan yang bersangkutan.
Download lengkap Versi Word
Tidak ada komentar:
Posting Komentar
pesan skripsi