Selasa, 04 Maret 2014

Skripsi Ekonomi Pembangunan: ANALISIS FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI HASIL PRODUKSI KARET

BAB I PENDAHULUAN
 1.1 Latar Belakang 
Pertanian di negara-negara berkembang merupakan sektor ekonomi yang sangat potensial karena memberikan kontribusi yang sangat besar dalam pertumbuhan dan pembangunan perekonomian nasional. Peranan sektor pertanian di dalam bidang perekonomian adalah menyediakan kesempatan kerja dan berkontribusi dalam pembentukan PDB. Sektor pertanian juga berperan sebagai salah satu sumber penting bagi surplus neraca perdagangan baik lewat ekspor komoditi atau produksi barang substitusi impor.

Ditengah ancaman menurunnya pertumbuhan ekonomi dunia akibat krisis keuangan, perekonomian Indonesia juga akan mendapat tekanan yang cukup berat. Penururnan pertumbuhan ekonomi di negara-negara industri memberikan tekanan yang cukup besar terhadap kinerja ekspor komoditas, tetapi dengan pangsa yang cukup besar dan adanya ekspektasi perbaikan perekonomian dunia ke depan, ekspor komoditas masih tetap menjadi tumpuan perekonomian dalam jangka panjang. Salah satu komoditas yang selama ini menjadi andalan ekspor adalah karet dan barang karet di samping CPO yang tetap menjadi primadona ekspor. Karet merupakan kebutuhan yang vital bagi kehidupan manusia sehari-hari, hal ini terkait dengan mobilitas manusia.
Peranan karet dan barang karet terhadap ekspor nasional tidak dapat dianggap kecil mengingat Indonesia merupakan produsen karet urutan ke-2 terbesar di dunia dengan produksi sebesar 2,55 juta ton pada tahun 2007 setelah Thailand (produksi sebesar 2,97 juta ton) dan negara yang memiliki luas lahan karet terbesar di dunia dengan luas lahan mencapai 3,4 juta hektar di tahun 2007. (Sumber : IRSG (International Rubber Study Group)  Dengan posisi yang cukup strategis tersebut, karet diharapkan menjadi salah satu penggerak kebangkitan ekonomi melalui peningkatan produksi yang akan meningkatkan ekspor karet. Strategi optimalisasi ekspor karet dinilai tepat mengingat harganya yang cukup tinggi di pasar internasional apalagi dibarengi kemampuan pasar dalam negeri untuk mengolah karet menjadi barang industri, seperti yang dilakukan oleh negara-negara berkembang lainnya.
Prospek industri karet ini sangat menjanjikan melihat perkembangan harga karet menunjukkan kenaikan yang konsisten akibat meningkatnya permintaan dari negara berkembang yang sedang mengalami pertumbuhan ekonomi tinggi yang dimotori oleh pesatnya industrialisasi di negara-negara maju.
Dari segi areal perkebunannya, Indonesia boleh berbangga diri karena memiliki hamparan kebun karet terluas di dunia, tahun 2008 lalu luas areal perkebunan karet Indonesia mencapai sekitar 3,47 juta ha dengan total produksi karet alam sebanyak 2.921.872 ton. Luas areal perkebunan karet bertambah menjadi 3.524.583 hektar dengan produksi sebanyak 3.040.111 ton pada tahun 2009. (Ditjen Perkebunan, Departemen Pertanian).
Namun rasio antara volume produksi karet dengan luas areal perkebunan yang ada menunjukkan produktivitas yang masih rendah. Hal ini disebabkan sekitar 85% dari total perkebunan karet di Indonesia merupakan perkebunan rakyat. Menurut beberapa hasil penelitian, produktivitas perkebunan karet rakyat masih sangat rendah yaitu sekitar 600 – 800 kg per hektar per tahun. Perkebunan rakyat umumnya belum menggunakan bibit karet dari klon-klon unggul, pemeliharaannya masih sederhana, serta banyak tanaman karet yang sudah tua dan rusak. Jauh berbeda dengan kondisi industri karet di Thailand yang menggunakan klon-klon unggul disertai pemeliharaan yang baik, produktivitasnya dapat mencapai 1.500 – 2.000 kg per hektar per tahun.
 Tiga jenis perkebunan karet yang ada di Indonesia yaitu Perkebunan Rakyat (PR), Perkebunan Besar Negara (PBN) dan Perkebunan Besar Swasta (PBS). Dari ketiga jenis perkebunan tersebut, PR mendominasi luas lahan yang mencapai 2,84 juta hektar atau sekitar 85% dari lahan perkebunan karet. Bila dilihat pada tahun 2007, luas perkebunan rakyat mencapai 2899,7 ribu hektar sedangkan luas perkebunan besar hanya 514 ribu hektar. Namun Pertumbuhan lahan PR menunjukkan penurunan karena peralihan lahan menjadi perkebunan kelapa sawit menjadi salah satu faktor menurunnya area karet. Peralihan tersebut dipicu dengan meningkatnya harga CPO di pasar dunia yang sejak tahun 2003 berada di kisaran US$ 500 per ton bahkan di tahun 2007 harga CPO mencapai US$ 800 per ton.( PMG (Publisindo Marinitama Gemilang-Adhy Basar Parhusip) Dari uraian di atas dapat disimpulkan bahwa Indonesia tergolong negara yang memiliki produktivitas industri karet yang rendah. Padahal lahan pertanian yang dimiliki cukup luas. Namun areal yang luas dan tenaga kerja yang banyak tidak memberikan hasil yang optimum apabila tidak ditunjang dengan kemauan dan kemampuan penerapan teknologi.
Hasil produksi karet di masa yang akan datang bisa tetap, meningkat ataupun mungkin juga mengalami penurunan. Dalam mengimplikasikan penurunan, peningkatan atau tetapnya jumlah produksi penting diperhatikan faktor-faktor yang mempengaruhi produksi agar dapat dikendalikan, pengendalian yang dimaksud adalah dengan membatasi setiap tindakan yang dianggap mengurangi nilai tambah dan meningkatkan hal-hal yang dianggap dapat menaikan nilai tambah terhadap produksi. Faktor yang mempengaruhi hasil produksi merupakan tolak ukur dalam pengambilan keputusan untuk menunjang pencapaian hasil produksi yang maksimal.
 Rendahnya produktivitas di berbagai jenis usaha telah menjadi masalah bagi banyak perusahaan. Masalah produktivitas yang dimaksud pada dasarnya adalah bagaimana kombinasi setiap input yang digunakan untuk menghasilkan output yang maksimal kuantitasnya serta berkualitas. Pengertian input dalam hal ini berkaitan dengan dengan produk yang akan dihasilkan dan input meliputi penggunaan lahan, tenaga kerja, modal, bahan baku, teknologi, dan berbagai input lainnya. Produksi ini juga dipengaruhi oleh faktor biologi dari tanaman, tanah, dan alambatas. Contoh faktor alam yang dapat mempengaruhi produksi adalah tingkat curah hujan. Ketika curah hujan tinggi maka intensitas cahaya matahari yang berguna untuk fotosintesisi tanaman akan berkurang. Kualitas lateks berkurang karena tetesan air hujan dan aktivitas karyawan yang terbatas ketika hujan turun. Selain itu, faktor sosial ekonomi termasuk manajemen produksi, tingkat pendidikan, pendapatan, keterampilan dan lain sebagainya juga berpengaruh dalam mempengaruhi tingkat produksi.
Metode untuk meningkatkan produksi tani dapat dilakukan dengan intensifikasi atau ekstensifikasi. Metode intensifikasi menggunakan lebih banyak faktor produksi (input) selain tanah, dan ekstensifikasi merupakan perluasan tanah pertanian dengan membuka lahan-lahan baru. Dalam pengerjaan tanah yang ekstensif, penggunaan tenaga kerja dan modal dikurangi untuk dipindahkan ke tanah pertanian lainnya. Tenaga kerja mempunyai harga paling tinggi, menurut produktivitasnya di Eropa. Sedangkan di Indonesia faktor tenaga kerja merupakan faktor produksi yang lebih atau sangat murah. Dalam keadaan yang demikian jumlah tenaga kerja dapat dikatakan tidak terbatas dan faktor produksi yang paling mahal adalah modal. Jadi para pengusaha harus bijaksana dalam mempertimbangkan kombinasi faktor produksi, dan juga penggunaan teknologi pertanian untuk mengatasi penyakit tanaman agar hasil produksi yang diperoleh efektif dan efiesien. (Mubyarto, 1989 : 73)  Faktor produksi yang menentukan dalam usaha di bidang perkebunan meliputi lahan, pupuk, stimulan produksi lateks (ethrel), dan faktor curah hujan.
Perkebunan karet PTPN III Sarang Giting adalah salah satu perusahaan perkebunan besar negara yang memproduksi komoditi karet. Dalam proses produksi PTPN III Kebun Sarang Giting mengkombinasikan dan memanfaatkan berbagai faktor produksi. Penulis yang bertempat tinggal di kawasan perkebunan tersebut tertarik untuk memilih PTPN III Kebun Sarang Giting sebagai tempat penelitian dengan judul “Analisis Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Hasil Produksi Karet di PTPN III Kebun Sarang Giting, Kabupaten Serdang Bedagai”.
1.2.Perumusan Masalah Berdasarkan latar belakang di atas maka penulis merumuskan masalah yaitu: 1) Bagaimana pengaruh luas lahan terhadap peningkatan produksi karet? 2) Bagaimana pengaruh penggunaan pupuk terhadap peningkatan produksi karet? 3) Begaimana pengaruh penggunanaan stimulansia ethrel terhadap peningkatan produksi karet? 4) Bagaimana pengaruh tingkat curah hujan terhadap peningkatan produksi karet? 1.3 Hipotesis Hipotesis merupakan jawaban sementara dari permasalahan yang menjadi objek penelitian dimana tingkat kebenarannya masih perlu diuji. Berdasarkan perumusan masalah tersebut diatas maka hipotesis yang diajukan dalam penelitian ini adalah: 1) Penggunaan lahan mempunyai pengaruh yang positif terhadap peningkatan produksi, cateris paribus.
 2) Penggunaan pupuk mempunyai pengaruh positif terhadap peningkatan produksi, cateris paribus.
3) Penggunaan ethrel mempunyai pengaruh yang positif terhadap peningkatan produksi, cateris paribus.
4) Tingkat curah hujan mempunnyai pengaruh yang negatif terhadap peningkatan produksi, cateris paribus.
1.4 Tujuan Penelitian Adapun tujuan penelitian ini adalah: 1) Untuk mengetahui apakah penggunaan lahan mempunyai pengaruh yang positif terhadap peningkatan produksi.
2) Untuk mengetahui apakah penggunaan pupuk mempunyai pengaruh positif terhadap peningkatan produksi.
3) Untuk mengetahui apakah penggunaan ethrel mempunyai pengaruh yang positif terhadap peningkatan produksi.
4) Untuk mengetahui apakah tingkat curah hujan mempunyai pengaruh yang negatif terhadap peningkatan produksi.
1.5 Manfaat Penelitian Adapun manfaat dari penelitian ini adalah sebagai berikut: 1) Untuk menambah pengetahuan dan wawasan penulis khususnya di bidang ekonomi.
2) Sebagai bahan studi dan tambahan ilmu pengetahuan bagi mahasiswa Fakultas Ekonomi terutama Departemen Ekonomi Pembangunan yang ingin melakukan penelitian selanjutnya.
 3) Sebagai penambah,pelengkap, sekaligus sebagai pembanding hasil-hasil penelitian menyangkut topic yang sama.
4) Sebagai bahan pertimbangan dan masukan bagi perusahaan yang bersangkutan.

  
Download lengkap Versi Word

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

pesan skripsi