Selasa, 04 Maret 2014

Skripsi Ekonomi Pembangunan: ANALISIS PENGARUH INFLASI, RETURN ON INVESTMENT, DAN KURS RUPIAH TERHADAP HARGA SAHAM BCA

BAB I PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Pengertian investasi secara umum adalah penanaman dana dalam jumlah tertentu pada saat ini untuk mendapatkan hasil yang lebih besar dimasa yang akan datang. Atau bisa juga dikatakan investasi adalah proses menabung yang berorientasi pada tujuan tertentu dan bagaimana mencapai tujuan tersebut. Jadi investasi memiliki perbedaan dengan tabungan yang kurang memiliki tujuan secara spesifik dan kejelasan metode atau strategi dalam mencapai tujuannya. Selain itu investasi memiliki kelebihan dalam tingkat profitabilitas yang lebih tinggi dan pilihan instrumennya yang lebih beraneka ragam dibandingkan dengan
tabungan. Secara umum investasi dapat dibedakan atas investasi riil dan investasi finansial. Investasi riil paling umum terjadi pada perekonomian tradisional, dimana investasi ini mencakup aset nyata seperti tanah, bangunan, mesin atau hal fisik lainnya. Sementara investasi finansial umum dilakukan dalam perekonomian modern yang melibatkan kontrak – kontrak tertulis, seperti perdagangan saham dan obligasi.
Investasi adalah salah satu faktor pertumbuhan dan pembangunan ekonomi dari suatu Negara. Tingkat pertumbuhan investasi yang tinggi dan berkesinambungan dibutuhkan untuk mencapai suatu pertumbuhan ekonomi yang tinggi dan berkesinambungan pula. Dalam memacu pertumbuhan ekonomi Negara, pemerintah membutuhkan modal untuk pembiayaan. Untuk itu diperlukan sumber dana untuk modal pembiayaan perekonomian,

salah satunya adalah dari investasi, dimana investasi yang dimaksudkan adalah investasi finansial yang kegiatannya dilakukan pada pasar keuangan. Pasar keuangan adalah tempat mempertemukan pihak yang kelebihan dana dengan pihak yang kekurangan dana dan terbentuk untuk memudahkan pertukaran uang antara penabung dan peminjam ( Paulus Situmorang, 2008:1 ). Pasar keuangan terdiri dari pasar uang, pasar modal, dan lembaga pembiayaan lainnya seperti leasing, modal ventura, dan kartu kredit. Pasar modal secara umum merupakan suatu tempat bertemunya penjual dan pembeli untuk melakukan transaksi dalam rangka memperoleh modal. Penjual dalam pasar modal merupakan perusahaan yang membutuhkan modal (emiten), sehingga mereka berusaha untuk menjual efek – efek di pasar modal. Sedangkan pembeli (investor) adalah pihak yang ingin membeli modal di perusahaan yang menurut mereka menguntungkan. Berbeda dengan pasar uang yang memiliki instrumen untuk pembiayaan jangka pendek seperti commercial paper, Sertifikat Bank Indonesia, dan sertifikat deposito, pasar modal memiliki kemampuan untuk menyediakan modal dalam jangka panjang. Karena itu untuk membiayai investasi pada proyek – proyek jangka panjang dan memerlukan modal yang besar, sudah selayaknya para pengusaha menggunakan dana dari pasar modal.
Pasar modal menjadi sesuatu yang penting dan sangat berharga dalam lalu lintas keuangan dan perekonomian. Dalam globalisasi di dunia keuangan, pasar modal adalah ujung yang paling awal tersentuh globalisasi tersebut, akibatnya adalah semakin besarnya manfaat yang dipetik dari modal yang bergerak begitu bebas akibat globalisasi. Sebuah Negara miskin misalnya, jika mampu memberikan return yang tinggi bagi investor, tetap akan kebagian aliran modal, yang selanjutnya dapat digunakan sebagai dana pembiayaan

perekonomiannya. Jika dilihat dari contoh perusahaan dan pemilik modal, baik dari sisi permintaan modal oleh perusahaan atau pihak emiten (issuer), maupun sisi penawaran oleh pemilik modal atau pihak investor, keduanya juga sama – sama mendapatkan keuntungan. Pihak emiten dapat memperoleh dana modal untuk pembiayaan usahanya, dan pihak investor akan mendapatkan keuntungan atau return berupa deviden dan capital gain. Deviden merupakan pembagian keuntungan atas saham yang dimiliki dalam perusahaan yang ditentukan dalam Rapat Umum Pemegang Saham (RUPS). Sedangkan Capital Gain adalah keuntungan yang diperoleh dari selisih harga saham yang dijual kembali nantinya lebih tinggi dibanding harga pada saat pembeliannya. Namun tidak semua perusahaan membagikan keuntungan berupa deviden bagi para investor atas keuntungan dari investasi yang ditanamkan. Keuntungan yang diperoleh dapat ditanamkan kembali sebagai modal dalam operasional perusahaan, terutama untuk melakukan ekspansi guna mendapatkan pangsa pasar dan tingkat profitabilitas yang lebih besar. Keputusan untuk membagi tidaknya deviden ditentukan dalam Rapat Umum Pemegang Saham (RUPS). Investor sendiri bertujuan bahwa keuntungan yang diinvestasikan kembali tersebut dapat membuahkan return yang lebih tinggi lagi dimasa yang akan datang. Tingkat return atas investasi yang dilakukan itu disebut dengan Return on Investment (ROI).
Pasar modal di Indonesia sendiri saat ini berkembang cukup pesat. Setelah mengalami sejarah yang cukup panjang, pasar modal Indonesia menunjukkan geliatnya yang begitu aktif pada saat ini. Di Indonesia pasar modal dikenal dengan bursa efek. Pada tanggal 1 april 1983, Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG) diperkenalkan untuk pertama kalinya sebagai indikator pergerakan saham di BEJ (Bursa Efek Jakarta). Saat ini IHSG merupakan indeks
yang merangkum perkembangan harga – harga saham di BEI (Bursa Efek Indonesia). Dalam beberapa tahun terakhir ini, nilai IHSG terlihat mengalami kenaikan yang cukup signifikan dalam beberapa tahun terakhir meskipun pernah mengalami penurunan drastis akibat imbas krisis finansial pada tahun 2008 lalu. Saat itu IHSG pada bulan Desember 2008 ditutup pada level 1.355,4, terpangkas hampir separuhnya dari level pada awal tahun 2008 sebesar 2.627,3, bersamaan dengan jatuhnya nilai kapitalisasi pasar dan penurunan tajam volume perdagangan saham. Saat ini ada satu bursa efek di Indonesia yaitu Bursa Efek Indonesia (BEI) yang merupakan peleburan dari Bursa Efek Jakarta (BEJ) dan Bursa Efek Surabaya (BES). Meskipun sempat terkena sedikit imbas krisis finansial tahun 2008 dimana IHSG sempat anjlok selama beberapa bulan, perkembangan BEI sejauh ini sudah sangat baik, bahkan tergolong excellent. Di kalangan G-20, di luar China dan India, perekonomian Indonesia diprakirakan mampu tumbuh 5-6% pada 2010. Indikator tersebut akan terus memancing dana investasi asing yang besar untuk masuk ke BEI. Dalam nominasi USD sepanjang 2009, BEI menguat luar biasa sebesar 123,4% atau 83,4% dalam IDR hingga level 2.614. Kinerja tersebut membuat pasar modal Indonesia dinobatkan menjadi pasar modal terbaik di Asia 2009. Indikator perekonomian yang dinilai stabil dari terjangan krisis ekonomi global dan kinerja IHSG tersebut membuat persepsi risiko investasi di Indonesia terus membaik di mata investor, baik investor domestik maupun investor asing. Penilaian yang baik terhadap indeks harga saham secara keseluruhan tentunya akan berdampak pula pada penilaian penanaman investasi pada indeks saham individual perusahaan di pasar modal.
Dunia perbankan di Indonesia saat ini mengalami perkembangan yang begitu pesat. Kegiatan sektor perbankan dalam menghimpun dana masyarakat dan menyalurkannya kembali kepada masyarakat berperan penting dalam menggerakkan perekonomian suatu Negara. Namun sebagaimana badan usaha lainnya, bank dalam memperluas skala usahanya juga menghadapi kendala dalam urusan permodalan, untuk itu maka bank juga melakukan alternatif sumber dana dari pasar modal dengan memperdagangkan efek atau saham yang dimilikinya. Bank Central Asia (BCA) sebagai bank swasta terbesar di Indonesia adalah salah satu bank yang ikut memperdagangkan sahamnya di pasar modal. Saat ini saham BCA yang diperdagangkan selalu masuk dalam daftar saham teraktif dan juga terdaftar dalam urutan saham LQ 45. Untuk mencapai posisinya sebagai salah satu bank terbesar saat ini, bank yang berdiri semenjak tahun 1957 ini sudah begitu berpengalamanan dengan banyak permasalahan dan mempertahankan eksistensinya, salah satunya adalah saat terjerat masalah likuiditas yang melanda perbankan nasional saat terjadi krisis moneter pada tahun 1997 saat sahamnya diambil alih pemerintah dan akhirnya di-divestasi kembali.
Krisis ekonomi yang melanda negeri ini pada tahun 1997 benar – benar membuat dunia perbankan terpuruk. Sebagai akibat dari krisis tersebut, banyak perusahaan – perusahaan di sektor riil yang mengalami kebangkrutan ataupun kesulitan dalam menjalankan usahanya, terutama perusahaan – perusahaan yang membutuhkan bahan baku yang harus diimpor dari luar negeri akibat jatuhnya nilai tukar rupiah terhadap valuta asing. Hampir semua perusahaan di sektor riil tersebut menggunakan sumber dana pembiayaan dari bank. Akibat dari ketidakmampuan nasabah – nasabah tersebut untuk memenuhi kewajibannya pada bank,
maka bank – bank mengalami kesulitan dalam bentuk kredit macet, akibatnya bank mengalami kesulitan likuiditas yang luar biasa. Program Bantuan Likuiditas Bank Indonesia (BLBI) yang disalurkan Bank Indonesia untuk membantu dunia perbankan keluar dari kesulitan likuiditas ternyata tidak berhasil karena ternyata bank – bank tidak bisa mengembalikan dana BLBI tersebut, BCA termasuk salah satu diantaranya. Pada akhirnya pemerintah mengambil alih 92,8% kepemilikan saham BCA. Karena keputusan pengambil alihan tersebut, BCA dapat bernafas lega untuk dapat melanjutkan kegiatan operasionalnya dengan baik. Dalam waktu selanjutnya, pemerintah menjual kembali (divestasi) saham BCA yang dimilikinya. Kasus tersebut merupakan salah satu pengalaman perjalanan usaha BCA, dan dalam analogi memiliki keterkaitan yang erat dengan pasar modal yang menjadi perantara “terselamatkannya” perusahaan tersebut. Pada saat krisis finansial dunia tahun 2008 yang lalu, Indonesia juga terkena imbas meskipun efeknya jauh dibawah krisis 1997. Dampak krisis terlihat dari turunnya nilai tukar rupiah terhadap valuta asing, pasar modal yang mengalami penurunan (IHSG anjlok beberapa bulan), inflasi yang mencapai angka 11,06 %, dan pertumbuhan ekonomi 2008 yang turun menjadi 6,1% dari 6,3% pada 2007. Tingginya tingkat suku bunga akibat pengendalian inflasi pada saat itu berimbas pada sektor riil yang menjadi sasaran kredit bagi dunia perbankan. Rendahnya permintaan kredit tentunya berdampak terhadap pendapatan dunia perbankan.
Kurs adalah nilai suatu mata uang negara tertentu terhadap suatu mata uang negara lainnya. Nilai kurs suatu mata uang dipengaruhi oleh jumlah permintaan dan penawaran terhadap mata uang tersebut. Saat krisis 2008 yang lalu, nilai rupiah sempat jatuh dan pernah

menembus angka Rp.12.000 per US $ 1 meskipun kemudian pemerintah mengambil kebijakan – kebijakan ekonomi termasuk stabilisasi nilai rupiah sehingga rupiah kembali mengalami apresiasi dan pada tahun ini sudah bisa mencapai level Rp.9000-an per US $ 1. Tahun 2010 yang diawali dengan optimisme tinggi karena rupiah terus menguat 16,1% terhadap USD pada 2009. Prestasi ini juga membuat IDR menjadi mata uang yang menguat tercepat di Asia. Bahkan pada sepanjang Januari 2010, IDR telah mencetak penguatan sebesar 1,9% ke 9,215 per USD dan menduduki penguatan terbaik setelah Won Korea. Sedangkan untuk premi risiko terkait credit default swap (CDS) yang menjamin SUN Indonesia juga telah turun signifikan dari 12,5% (november 2009) menjadi hanya 1,9% pada penutupan 2009. Di sisi lain, penguatan nilai rupiah dipandang investor, terutama investor asing sebagai kemungkinan untuk mendapatkan tingkat profitabilitas yang lebih kecil. Hal ini dikarenakan mata uang domestik yang dipergunakan investor mengalami depresiasi terhadap nilai rupiah sehingga kuota pembelian saham yang dilakukan menjadi lebih sedikit, demikian pula keuntungan yang diperoleh saat rupiah dikonversikan ke mata uang sang investor. Selain itu, pasar valuta asing juga menjadi alternatif para investor untuk menanamkan investasinya disamping pasar modal, baik investor domestik maupun asing.
Variabel – variabel makroekonomi seperti inflasi, pertumbuhan ekonomi dan nilai tukar rupiah akan mempengaruhi aktivitas pada perusahaan. Bagi perusahaan yang ikut serta dalam pasar modal, hal ini akan berdampak pada harga sahamnya dan indeks harga saham secara keseluruhan. Harga saham mencerminkan juga nilai dari suatu perusahaan. Jika
perusahaan mencapai prestasi yang baik, maka saham perusahaan tersebut akan banyak diminati oleh para investor. Prestasi yang baik yang di capai perusahan dapat di lihat di dalam laporan keuangan yang di publikasikan oleh perusahaan (emiten) yang menunjukkan sejauh mana perusahaan dapat memperoleh keuntungan. Emiten berkewajiban untuk mempublikasikan laporan keuangan pada periode tertentu. Laporan keuangan ini sangat berguna bagi investor untuk membantu dalam pengambilan keputusan investasi, seperti menjual, membeli, atau menanam saham. Sebagian investor sebelum berinvestasi mereka terlebih dahulu melakukan analisa terhadap informasi keuangan emiten. Dalam melakukan analisa, investor sering kali menggunakan informasi laba bersih atau laba tahun berjalan (laba setelah dikurangi pajak), dan juga melihat neraca keuangan perusahaan karena dipandang sebagai indikator kemampuan perusahaan dalam membayar deviden (yang nantinya akan dibagikan atau ditanamkan kembali), dan juga sebagai bahan prediksi untuk memperoleh capital gain. Saat ini BCA termasuk bank dengan pangsa atas total aset bank umum terbesar ketiga di Indonesia, yakni sebesar 11,07 % setelah Bank Mandiri (13,98%) dan Bank Rakyat Indonesia (11,94%). Harga sahamnya pun termasuk dalam jajaran 45 saham terpilih (LQ 45). Sebagai salah satu bank swasta tanah air, BCA cukup membuktikan kinerjanya dalam dunia perbankan nasional. Berdasarkan uraian diatas, maka penulis tertarik untuk melakukan penelitian mengenai faktor – faktor yang mempengaruhi harga saham BCA, dimana variabel independen yang dipilih meliputi tingkat inflasi, Return on Investment (ROI), dan Nilai Tukar (Kurs) Rupiah.

B. Perumusan Masalah
Berdasarkan batasan – batasan diatas, maka penulis mencoba merumuskan masalah dalam skripsi ini sebagai berikut :
1. Bagaimana pengaruh variabel inflasi terhadap harga saham BCA?
2. Bagaimana pengaruh variabel Return on Investment (ROI) terhadap harga saham BCA?
3. Bagaimana pengaruh variabel kurs Rupiah terhadap harga saham BCA?
C. Hipotesis
Hipotesis adalah jawaban sementara dari permasalahan yang menjadi objek penelitian dimana kebenarannya masih perlu diuji. Berdasarkan perumusan masalah di atas, penulis mengemukakan hipotesis sebagai berikut :
1. Inflasi berpengaruh negatif terhadap harga saham BCA, Cateris Paribus
2. Return on Investment (ROI) berpengaruh positif terhadap harga saham BCA, Cateris Paribus
3. Kurs Rupiah berpengaruh negatif terhadap harga saham BCA, Cateris Paribus
D. Tujuan Penelitian
Adapun tujuan penelitian ini adalah sebagai berikut :
1. Untuk mengetahui bagaimana pengaruh variabel inflasi, Return on Investment (ROI), dan Kurs Rupiah terhadap variabel harga saham BCA

2. Untuk mengetahui variabel mana yang paling berpengaruh dominan terhadap harga saham BCA
E. Manfaat Penelitian
Penelitian ini diharapakan dapat bermanfaat untuk :
1. Menambah khasanah ilmu pengetahuan dan informasi khususnya mengenai investasi di pasar modal dengan instrumen saham.
2. Sebagai pelengkap atau pembanding penelitian terdahulu, dan sebagai bahan acuan terutama yang berminat untuk melengkapi kajian atau penelitian selanjutnya mengenai faktor – faktor yang mempengaruhi harga saham, terutama harga saham BCA.
3. Sebagai masukan bagi pihak BCA selaku perusahaan pemilik saham yang menjadi objek penelitian.
4. Bagi penulis sendiri, penelitian ini bermanfaat sebagai bahan proses pembelajaran dan menambah wawasan ilmiah penulis dalam disiplin ilmu yang penulis tekuni.


Download lengkap Versi Word

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

pesan skripsi