BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar
Belakang
Pengertian
investasi secara umum adalah penanaman dana dalam jumlah tertentu pada saat ini
untuk mendapatkan hasil yang lebih besar dimasa yang akan datang. Atau bisa
juga dikatakan investasi adalah proses menabung yang berorientasi pada tujuan
tertentu dan bagaimana mencapai tujuan tersebut. Jadi investasi memiliki
perbedaan dengan tabungan yang kurang memiliki tujuan secara spesifik dan
kejelasan metode atau strategi dalam mencapai tujuannya. Selain itu investasi
memiliki kelebihan dalam tingkat profitabilitas yang lebih tinggi dan pilihan
instrumennya yang lebih beraneka ragam dibandingkan dengan
tabungan. Secara
umum investasi dapat dibedakan atas investasi riil dan investasi finansial.
Investasi riil paling umum terjadi pada perekonomian tradisional, dimana
investasi ini mencakup aset nyata seperti tanah, bangunan, mesin atau hal fisik
lainnya. Sementara investasi finansial umum dilakukan dalam perekonomian modern
yang melibatkan kontrak – kontrak tertulis, seperti perdagangan saham dan
obligasi.
Investasi adalah
salah satu faktor pertumbuhan dan pembangunan ekonomi dari suatu Negara.
Tingkat pertumbuhan investasi yang tinggi dan berkesinambungan dibutuhkan untuk
mencapai suatu pertumbuhan ekonomi yang tinggi dan berkesinambungan pula. Dalam
memacu pertumbuhan ekonomi Negara, pemerintah membutuhkan modal untuk
pembiayaan. Untuk itu diperlukan sumber dana untuk modal pembiayaan
perekonomian,
salah satunya
adalah dari investasi, dimana investasi yang dimaksudkan adalah investasi
finansial yang kegiatannya dilakukan pada pasar keuangan. Pasar keuangan adalah
tempat mempertemukan pihak yang kelebihan dana dengan pihak yang kekurangan
dana dan terbentuk untuk memudahkan pertukaran uang antara penabung dan
peminjam ( Paulus Situmorang, 2008:1 ). Pasar keuangan terdiri dari pasar uang,
pasar modal, dan lembaga pembiayaan lainnya seperti leasing, modal
ventura, dan kartu kredit. Pasar modal secara umum merupakan suatu tempat
bertemunya penjual dan pembeli untuk melakukan transaksi dalam rangka
memperoleh modal. Penjual dalam pasar modal merupakan perusahaan yang
membutuhkan modal (emiten), sehingga mereka berusaha untuk menjual efek –
efek di pasar modal. Sedangkan pembeli (investor) adalah pihak yang
ingin membeli modal di perusahaan yang menurut mereka menguntungkan. Berbeda
dengan pasar uang yang memiliki instrumen untuk pembiayaan jangka pendek
seperti commercial paper, Sertifikat Bank Indonesia, dan sertifikat
deposito, pasar modal memiliki kemampuan untuk menyediakan modal dalam jangka
panjang. Karena itu untuk membiayai investasi pada proyek – proyek jangka
panjang dan memerlukan modal yang besar, sudah selayaknya para pengusaha
menggunakan dana dari pasar modal.
Pasar modal
menjadi sesuatu yang penting dan sangat berharga dalam lalu lintas keuangan dan
perekonomian. Dalam globalisasi di dunia keuangan, pasar modal adalah ujung
yang paling awal tersentuh globalisasi tersebut, akibatnya adalah semakin
besarnya manfaat yang dipetik dari modal yang bergerak begitu bebas akibat
globalisasi. Sebuah Negara miskin misalnya, jika mampu memberikan return yang
tinggi bagi investor, tetap akan kebagian aliran modal, yang selanjutnya dapat digunakan
sebagai dana pembiayaan
perekonomiannya.
Jika dilihat dari contoh perusahaan dan pemilik modal, baik dari sisi
permintaan modal oleh perusahaan atau pihak emiten (issuer), maupun sisi
penawaran oleh pemilik modal atau pihak investor, keduanya juga sama – sama
mendapatkan keuntungan. Pihak emiten dapat memperoleh dana modal untuk
pembiayaan usahanya, dan pihak investor akan mendapatkan keuntungan atau return
berupa deviden dan capital gain. Deviden merupakan
pembagian keuntungan atas saham yang dimiliki dalam perusahaan yang ditentukan
dalam Rapat Umum Pemegang Saham (RUPS). Sedangkan Capital Gain adalah
keuntungan yang diperoleh dari selisih harga saham yang dijual kembali nantinya
lebih tinggi dibanding harga pada saat pembeliannya. Namun tidak semua
perusahaan membagikan keuntungan berupa deviden bagi para investor atas
keuntungan dari investasi yang ditanamkan. Keuntungan yang diperoleh dapat
ditanamkan kembali sebagai modal dalam operasional perusahaan, terutama untuk melakukan
ekspansi guna mendapatkan pangsa pasar dan tingkat profitabilitas yang lebih
besar. Keputusan untuk membagi tidaknya deviden ditentukan dalam Rapat Umum
Pemegang Saham (RUPS). Investor sendiri bertujuan bahwa keuntungan yang
diinvestasikan kembali tersebut dapat membuahkan return yang lebih
tinggi lagi dimasa yang akan datang. Tingkat return atas investasi yang
dilakukan itu disebut dengan Return on Investment (ROI).
Pasar modal di
Indonesia sendiri saat ini berkembang cukup pesat. Setelah mengalami sejarah
yang cukup panjang, pasar modal Indonesia menunjukkan geliatnya yang begitu
aktif pada saat ini. Di Indonesia pasar modal dikenal dengan bursa efek. Pada
tanggal 1 april 1983, Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG) diperkenalkan untuk
pertama kalinya sebagai indikator pergerakan saham di BEJ (Bursa Efek Jakarta).
Saat ini IHSG merupakan indeks
yang merangkum
perkembangan harga – harga saham di BEI (Bursa Efek Indonesia). Dalam beberapa
tahun terakhir ini, nilai IHSG terlihat mengalami kenaikan yang cukup
signifikan dalam beberapa tahun terakhir meskipun pernah mengalami penurunan
drastis akibat imbas krisis finansial pada tahun 2008 lalu. Saat itu IHSG pada
bulan Desember 2008 ditutup pada level 1.355,4, terpangkas hampir separuhnya
dari level pada awal tahun 2008 sebesar 2.627,3, bersamaan dengan jatuhnya
nilai kapitalisasi pasar dan penurunan tajam volume perdagangan saham. Saat ini
ada satu bursa efek di Indonesia yaitu Bursa Efek Indonesia (BEI) yang
merupakan peleburan dari Bursa Efek Jakarta (BEJ) dan Bursa Efek Surabaya
(BES). Meskipun sempat terkena sedikit imbas krisis finansial tahun 2008 dimana
IHSG sempat anjlok selama beberapa bulan, perkembangan BEI sejauh ini sudah
sangat baik, bahkan tergolong excellent. Di kalangan G-20, di luar China
dan India, perekonomian Indonesia diprakirakan mampu tumbuh 5-6% pada 2010.
Indikator tersebut akan terus memancing dana investasi asing yang besar untuk
masuk ke BEI. Dalam nominasi USD sepanjang 2009, BEI menguat luar biasa sebesar
123,4% atau 83,4% dalam IDR hingga level 2.614. Kinerja tersebut membuat pasar
modal Indonesia dinobatkan menjadi pasar modal terbaik di Asia 2009. Indikator
perekonomian yang dinilai stabil dari terjangan krisis ekonomi global dan
kinerja IHSG tersebut membuat persepsi risiko investasi di Indonesia terus
membaik di mata investor, baik investor domestik maupun investor asing.
Penilaian yang baik terhadap indeks harga saham secara keseluruhan tentunya
akan berdampak pula pada penilaian penanaman investasi pada indeks saham
individual perusahaan di pasar modal.
Dunia perbankan
di Indonesia saat ini mengalami perkembangan yang begitu pesat. Kegiatan sektor
perbankan dalam menghimpun dana masyarakat dan menyalurkannya kembali kepada
masyarakat berperan penting dalam menggerakkan perekonomian suatu Negara. Namun
sebagaimana badan usaha lainnya, bank dalam memperluas skala usahanya juga
menghadapi kendala dalam urusan permodalan, untuk itu maka bank juga melakukan
alternatif sumber dana dari pasar modal dengan memperdagangkan efek atau saham
yang dimilikinya. Bank Central Asia (BCA) sebagai bank swasta terbesar di
Indonesia adalah salah satu bank yang ikut memperdagangkan sahamnya di pasar
modal. Saat ini saham BCA yang diperdagangkan selalu masuk dalam daftar saham
teraktif dan juga terdaftar dalam urutan saham LQ 45. Untuk mencapai posisinya
sebagai salah satu bank terbesar saat ini, bank yang berdiri semenjak tahun
1957 ini sudah begitu berpengalamanan dengan banyak permasalahan dan mempertahankan
eksistensinya, salah satunya adalah saat terjerat masalah likuiditas yang
melanda perbankan nasional saat terjadi krisis moneter pada tahun 1997 saat
sahamnya diambil alih pemerintah dan akhirnya di-divestasi kembali.
Krisis ekonomi
yang melanda negeri ini pada tahun 1997 benar – benar membuat dunia perbankan
terpuruk. Sebagai akibat dari krisis tersebut, banyak perusahaan – perusahaan
di sektor riil yang mengalami kebangkrutan ataupun kesulitan dalam menjalankan
usahanya, terutama perusahaan – perusahaan yang membutuhkan bahan baku yang
harus diimpor dari luar negeri akibat jatuhnya nilai tukar rupiah terhadap
valuta asing. Hampir semua perusahaan di sektor riil tersebut menggunakan
sumber dana pembiayaan dari bank. Akibat dari ketidakmampuan nasabah – nasabah
tersebut untuk memenuhi kewajibannya pada bank,
maka bank – bank
mengalami kesulitan dalam bentuk kredit macet, akibatnya bank mengalami
kesulitan likuiditas yang luar biasa. Program Bantuan Likuiditas Bank Indonesia
(BLBI) yang disalurkan Bank Indonesia untuk membantu dunia perbankan keluar
dari kesulitan likuiditas ternyata tidak berhasil karena ternyata bank – bank
tidak bisa mengembalikan dana BLBI tersebut, BCA termasuk salah satu
diantaranya. Pada akhirnya pemerintah mengambil alih 92,8% kepemilikan saham
BCA. Karena keputusan pengambil alihan tersebut, BCA dapat bernafas lega untuk
dapat melanjutkan kegiatan operasionalnya dengan baik. Dalam waktu selanjutnya,
pemerintah menjual kembali (divestasi) saham BCA yang dimilikinya. Kasus
tersebut merupakan salah satu pengalaman perjalanan usaha BCA, dan dalam
analogi memiliki keterkaitan yang erat dengan pasar modal yang menjadi
perantara “terselamatkannya” perusahaan tersebut. Pada saat krisis finansial
dunia tahun 2008 yang lalu, Indonesia juga terkena imbas meskipun efeknya jauh
dibawah krisis 1997. Dampak krisis terlihat dari turunnya nilai tukar rupiah
terhadap valuta asing, pasar modal yang mengalami penurunan (IHSG anjlok
beberapa bulan), inflasi yang mencapai angka 11,06 %, dan pertumbuhan ekonomi
2008 yang turun menjadi 6,1% dari 6,3% pada 2007. Tingginya tingkat suku bunga
akibat pengendalian inflasi pada saat itu berimbas pada sektor riil yang
menjadi sasaran kredit bagi dunia perbankan. Rendahnya permintaan kredit
tentunya berdampak terhadap pendapatan dunia perbankan.
Kurs adalah
nilai suatu mata uang negara tertentu terhadap suatu mata uang negara lainnya.
Nilai kurs suatu mata uang dipengaruhi oleh jumlah permintaan dan penawaran
terhadap mata uang tersebut. Saat krisis 2008 yang lalu, nilai rupiah sempat
jatuh dan pernah
menembus angka
Rp.12.000 per US $ 1 meskipun kemudian pemerintah mengambil kebijakan –
kebijakan ekonomi termasuk stabilisasi nilai rupiah sehingga rupiah kembali
mengalami apresiasi dan pada tahun ini sudah bisa mencapai level Rp.9000-an per
US $ 1. Tahun 2010 yang diawali dengan optimisme tinggi karena rupiah terus
menguat 16,1% terhadap USD pada 2009. Prestasi ini juga membuat IDR menjadi
mata uang yang menguat tercepat di Asia. Bahkan pada sepanjang Januari 2010,
IDR telah mencetak penguatan sebesar 1,9% ke 9,215 per USD dan menduduki
penguatan terbaik setelah Won Korea. Sedangkan untuk premi risiko terkait credit
default swap (CDS) yang menjamin SUN Indonesia juga telah turun signifikan
dari 12,5% (november 2009) menjadi hanya 1,9% pada penutupan 2009. Di sisi
lain, penguatan nilai rupiah dipandang investor, terutama investor asing
sebagai kemungkinan untuk mendapatkan tingkat profitabilitas yang lebih kecil.
Hal ini dikarenakan mata uang domestik yang dipergunakan investor mengalami
depresiasi terhadap nilai rupiah sehingga kuota pembelian saham yang dilakukan
menjadi lebih sedikit, demikian pula keuntungan yang diperoleh saat rupiah
dikonversikan ke mata uang sang investor. Selain itu, pasar valuta asing juga
menjadi alternatif para investor untuk menanamkan investasinya disamping pasar
modal, baik investor domestik maupun asing.
Variabel –
variabel makroekonomi seperti inflasi, pertumbuhan ekonomi dan nilai tukar
rupiah akan mempengaruhi aktivitas pada perusahaan. Bagi perusahaan yang ikut
serta dalam pasar modal, hal ini akan berdampak pada harga sahamnya dan indeks
harga saham secara keseluruhan. Harga saham mencerminkan juga nilai dari suatu
perusahaan. Jika
perusahaan
mencapai prestasi yang baik, maka saham perusahaan tersebut akan banyak
diminati oleh para investor. Prestasi yang baik yang di capai perusahan dapat
di lihat di dalam laporan keuangan yang di publikasikan oleh perusahaan (emiten)
yang menunjukkan sejauh mana perusahaan dapat memperoleh keuntungan. Emiten
berkewajiban untuk mempublikasikan laporan keuangan pada periode tertentu.
Laporan keuangan ini sangat berguna bagi investor untuk membantu dalam
pengambilan keputusan investasi, seperti menjual, membeli, atau menanam saham.
Sebagian investor sebelum berinvestasi mereka terlebih dahulu melakukan
analisa terhadap informasi keuangan emiten. Dalam melakukan analisa, investor
sering kali menggunakan informasi laba bersih atau laba tahun berjalan
(laba setelah dikurangi pajak), dan juga melihat neraca keuangan perusahaan
karena dipandang sebagai indikator kemampuan perusahaan dalam membayar deviden
(yang nantinya akan dibagikan atau ditanamkan kembali), dan juga sebagai bahan
prediksi untuk memperoleh capital gain. Saat ini BCA termasuk bank
dengan pangsa atas total aset bank umum terbesar ketiga di Indonesia, yakni
sebesar 11,07 % setelah Bank Mandiri (13,98%) dan Bank Rakyat Indonesia
(11,94%). Harga sahamnya pun termasuk dalam jajaran 45 saham terpilih (LQ 45).
Sebagai salah satu bank swasta tanah air, BCA cukup membuktikan kinerjanya
dalam dunia perbankan nasional. Berdasarkan uraian diatas, maka penulis
tertarik untuk melakukan penelitian mengenai faktor – faktor yang mempengaruhi
harga saham BCA, dimana variabel independen yang dipilih meliputi tingkat
inflasi, Return on Investment (ROI), dan Nilai Tukar (Kurs) Rupiah.
B. Perumusan
Masalah
Berdasarkan
batasan – batasan diatas, maka penulis mencoba merumuskan masalah dalam skripsi
ini sebagai berikut :
1. Bagaimana
pengaruh variabel inflasi terhadap harga saham BCA?
2. Bagaimana
pengaruh variabel Return on Investment (ROI) terhadap harga saham BCA?
3. Bagaimana
pengaruh variabel kurs Rupiah terhadap harga saham BCA?
C. Hipotesis
Hipotesis adalah
jawaban sementara dari permasalahan yang menjadi objek penelitian dimana
kebenarannya masih perlu diuji. Berdasarkan perumusan masalah di atas, penulis
mengemukakan hipotesis sebagai berikut :
1. Inflasi
berpengaruh negatif terhadap harga saham BCA, Cateris Paribus
2. Return on
Investment (ROI) berpengaruh positif terhadap harga saham BCA, Cateris
Paribus
3. Kurs Rupiah
berpengaruh negatif terhadap harga saham BCA, Cateris Paribus
D. Tujuan
Penelitian
Adapun tujuan
penelitian ini adalah sebagai berikut :
1. Untuk
mengetahui bagaimana pengaruh variabel inflasi, Return on Investment (ROI),
dan Kurs Rupiah terhadap variabel harga saham BCA
2. Untuk
mengetahui variabel mana yang paling berpengaruh dominan terhadap harga saham
BCA
E. Manfaat
Penelitian
Penelitian ini
diharapakan dapat bermanfaat untuk :
1. Menambah
khasanah ilmu pengetahuan dan informasi khususnya mengenai investasi di pasar
modal dengan instrumen saham.
2. Sebagai
pelengkap atau pembanding penelitian terdahulu, dan sebagai bahan acuan
terutama yang berminat untuk melengkapi kajian atau penelitian selanjutnya
mengenai faktor – faktor yang mempengaruhi harga saham, terutama harga saham
BCA.
3. Sebagai
masukan bagi pihak BCA selaku perusahaan pemilik saham yang menjadi objek
penelitian.
4. Bagi penulis
sendiri, penelitian ini bermanfaat sebagai bahan proses pembelajaran dan
menambah wawasan ilmiah penulis dalam disiplin ilmu yang penulis tekuni.
Download lengkap Versi Word
Tidak ada komentar:
Posting Komentar
pesan skripsi