BAB I
PENDAHULUAN
1.1
Latar
Belakang
Perencanaan
pembangunan diarahkan untuk mewujudkan masyarakat yang semakin sejahtera,
makmur dan berkeadilan. Kebijaksanaan pembangunan dilakukan untuk mencapai
pertumbuhan ekonomi yang tinggi dengan cara memanfaatkan potensi dan sumber
daya yang ada. Namun hasil pembangunan kadang belum dirasakan merata dan masih
terdapat kesenjangan antar daerah.
Pendapatan
penduduk tidak selalu merata, bahkan yang sering terjadi justru sebaliknya.
Manakala pendapatan terbagikan secara merata kepada seluruh penduduk di wilayah
tersebut, maka dikatakan distribusi pendapatannya merata, sebaliknya apabila
pendapatan tersebut terbagi secara tidak merata (ada yang kecil, sedang dan
besar) dikatakan ada ketimpangan dalam distribusi pendapatannya. Semakin besar
perbedaan pembagian pendapatan regional tersebut berarti semakin besar pula
kesenjangan/ketimpangan distribusi pendapatan.
Pada
tahap awal pembangunan, perbedaan laju pertumbuhan ekonomi regional yang cukup
besar antar daerah telah mengakibatkan perbedaan dalam distribusi pendapatan
antar daerah. Namun dalam jangka panjang, ketika faktor-faktor produksi di
daerah semakin dioptimalkan dalam pembangunan maka perbedaan laju pertumbuhan
output antar daerah akan cenderung menurun. Hal itu
dapat dilihat
dengan semakin meningkatnya pendapatan per kapita rata-rata di setiap daerah
seiring dengan waktu yang berjalan.
Pelaksanaan pembangunan
daerah yang baik hanya dapat dilakukan apabila terjadi keseimbangan peran dari
tiga pilar, yaitu: pemerintahan, sektor swasta, dan masyarakat. Ketiganya
mempunyai fungsi dan peran masing-masing dalam mengisi pembangunan.
Pemerintahan
(eksekutif dan legislatif) memainkan peran untuk menjalankan dan menciptakan
lingkungan politik dan hukum yang kondusif bagi unsur-unsur lain. Adapun peran
sektor swasta adalah mewujudkan penciptaan lapangan kerja dan pendapatan.
Masyarakat berperan dalam penciptaan interaksi sosial, ekonomi dan politik.
Ketiga pilar
tersebut memainkan perannya sesuai dengan nilai-nilai dan prinsip-prinsip yang
terkandung dalam tata kelola kepemerintahan yang baik. Tetapi untuk
melaksanakan dan mencapai tujuan tersebut haruslah dipertimbangkan banyak
faktor lain, seperti tersedianya tenaga ahli, para pengusaha untuk melaksanakan
proyek-proyek industri, keadaan prasarana yang ada, tersedianya pasar, dan
sebagainya.
Untuk menilai
keberhasilan pelaksanaan pembangunan ekonomi regional terdapat beberapa
indikator yang dapat digunakan. Salah satu indikator pembangunan ekonomi
regional adalah pertumbuhan ekonomi yang dicerminkan oleh pertumbuhan Product
Domestic Regional Bruto (PDRB). Dengan melihat angka PDRB suatu daerah, maka
dapat memberikan gambaran pembangunan yang telah dicapai.
Nilai tersebut
dapat dihitung menurut harga yang berlaku (yaitu harga-harga yang berlaku pada
tahun dimana PDRB dihitung) dan menurut harga tetap (harga-harga yang berlaku
pada tahun dasar perbandingan, misalnya tahun 1983, 1993, 1997). Pengukuran
PDRB adalah lebih baik menggunakan harga tetap (konstan), karena pengaruh
naiknya tingkat harga setiap tahun atau tingkat inflasi dapat dihilangkan
sehingga pertumbuhannya menjadi lebih rill.
Secara umun
dalam suatu wilayah ada tempat-tempat dimana penduduk/kegiatan kurang
terkonsentrasi. Tempat konsentrasi penduduk dan kegiatannya dinamakan dengan
istilah kota, yaitu sebagai pusat perdagangan, pusat industri, pusat
pertumbuhan, pusat pemukiman, dan sebagainya. Daerah di luar pusat konsentrasi
dinamakan dengan istilah seperti daerah pedesaan, wilayah belakang (hinterland),
dan daerah pertanian atau daerah pedesaan.
Kota merupakan
konsentrasi kegiatan tidak saja ekonomis, melainkan juga politik, sosial,
hukum, budaya, dan lain-lain. Daerah perkotaan tumbuh disebabkan oleh beberapa
faktor, antara lain skala ekonomi dalam memproduksikan barang-barang dan
jasa-jasa kebutuhan sehari-hari dan faktor pendekatan atau kedekatan lokasi
dari berbagai kegiatan ekonomi.
Semakin besarnya
kontribusi pembangunan kawasan perkotaan terhadap pembangunan mengakibatkan
semakin berkembangnya kawasan perkotaan yang ditandai dengan semakin
meningkatnya kegiatan ekonomi di kawasan tersebut, bahkan dapat memberikan
dampak pada daerah sekitarnya.
Berkembangnya
suatu kota tidak saja disebabkan oleh semakin meningkatnya kegiatan ekonomi,
tetapi juga disebabkan bertambahnya jumlah penduduk yang berdiam dikawasan
perkotaan. Semakin meningkat kegiatan
ekonomi
di daerah perkotaan, akan menarik penduduk untuk bertempat tinggal di kota.
Semakin banyak penduduk maka akan semakin banyak pula kegiatan ekonomi yang
dilakukan oleh penduduk yang pada akhirnya akan meningkatkan kegiatan
perekonomian kota.
Dalam
perencanaan wilayah sangat perlu untuk menetapkan suatu tempat pemukiman atau
tempat berbagai kegiatan itu sebagai kota atau bukan. Hal ini karena kota
memiliki fungsi yang berbeda sehingga kebutuhan fasilitasnya pun berbeda dibandingkan
dengan daerah pedesaan atau pedalaman. Karena fungsinya yang berbeda, kebijakan
pembangunan pun bisa berbeda antar wilayah perkotaan dengan wilayah pedesaan,
sehingga dalam kenyataannya dapat disaksikan bahwa kegiatan produksi terutama
industri dan jasa seringkali bertumpuk pada suatu tempat, yaitu di perkotaan.
Hal ini menyebabkan kesenjangan perekonomian dan ketimpangan distribusi
pendapatan antar daerah.
Secara umum
diasumsikan bahwa semakin tinggi tingkat pendapatan masyarakat, semakin baik tingkat
kesejahteraannya. Namun disisi lain jika tingginya pendapatan masyarakat tidak
disertai dengan pemerataan distribusi pendapatan maka hal tersebut belum
mencerminkan tingkat kesejahteraan masyarakatnya secara keseluruhan.
Apabila
mempercayai kenaikan angka pendapatan perkapita tanpa menghiraukan distribusi
pendapatan maka melalaikan masyarakat termiskin. Jika golongan masyarakat
termiskin ini jumlahnya semakin banyak maka penderitaan mereka akan dapat
menimbulkan kerawanan sosial. Oleh karena itu penanggulangan ketimpangan
distribusi pendapatan tidak saja penting dan perlu
ditinjau
dari sudut pertimbangan moral tetapi juga ditinjau dari segi ancaman ketegangan
sosial yang terselubung di dalamnya.
Pertumbuhan
ekonomi di Sumatera Utara relatif tinggi, tetapi pertumbuhan tersebut diiringi
dengan ketimpangan antar wilayah yang semakin besar. Model pembangunan ekonomi
di Provinsi Sumatera Utara mengacu pada pertumbuhan ekonomi, bukan mengacu pada
pemerataan pembangunan yang semakin baik (Sirojuzilam, 2008).
Ketimpangan
disebabkan secara alami karena proses pembangunan, dan ketidakseimbangan
kebijakan, seperti investasi pemerintah yakni dalam bentuk pengeluaran
pemerintah daerah. Anaman (kutipan dalam Noegroho. Y.S dan Soelistianingsih.
2007) menyatakan bahwa semakin besar pengeluaran pemerintah daerah yang tidak
produktif, semakin kecil tingkat pertumbuhan perekonomian daerah, tetapi pada
umumnya pengeluaran pemerintah membawa dampak positip bagi pertumbuhan ekonomi.
Strategi industrialisasi
juga dipercaya sebagai jalan pintas untuk menyulap kinerja ekonomi perekonomian
suatu negara. Negara-negara berkembang, baik di Asia, Afrika, dan Amerika Latin
menyelenggarakan strategi tersebut secara serentak dengan harapan bisa segera mengangkat
kemakmuran negara dan rakyatnya. Dipercaya pula, ketertinggalan yang cukup jauh
negara berkembang terhadap negara maju bisa diperpendek dengan mendorong sektor
industri ini secara lebih cepat lagi.
Persoalan
ketimpangan sesungguhnya justru muncul pada titik ini, yakni kesepakatan bahwa
sektor industri merupakan basis pertumbuhan ekonomi dan dengan begitu harus
didukung sepenuhnya dengan mengabaikan sektor lainnya.
Keyakinan
bahwa sektor industri merupakan mesin yang bisa memacu pertumbuhan ekonomi
dalam banyak hal dapat dipahami, tetapi dalam dosis tertentu bisa pula dianggap
berlebihan. Dipahami dalam pengertian bahwa sektor industri selalu memproduksi
barang dan jasa setelah melalui proses pengolahan (manufacturing) sehingga
dapat meningkatkan nilai produk dan menjadi sumber pendapatan nasional. Tetapi
bisa dianggap berlebihan apabila timbul keyakinan sektor industri tersebut
dapat tumbuh tanpa dukungan sektor lainnya, khususnya bagi sebuah
daerah/wilayah yang memiliki potensi di sektor pertanian.
Dalam penelitian
ini, perbedaan jumlah perusahaan industri besar/sedang di wilayah perkotaan
juga akan mempengaruhi ketimpangan pendapatan antar wilayah. Dengan adanya
proses industrialisasi mendorong meningkatnya modal, tenaga kerja dan nilai
tambah industri yang dimiliki suatu daerah/wilayah. Daerah perkotaan lebih
berkembang dari segi ekonomi, karena terdapat investasi negara dan swasta, dan
fasilitas infrastruktur yang terkonsentrasi tinggi.
Ketimpangan yang
terjadi juga dipicu oleh
masalah pendidikan. Manusia yang berkualitas kinerja ekonomi, merupakan salah
satu faktor penting dalam proses pertumbuhan ekonomi. Tingkat pembangunan
manusia yang tinggi akan mempengaruhi perekonomian melalui peningkatan
produktifitas dan kreatifitas. Oleh sebab itu, pembangunan manusia perlu
dilakukan dalam rangka memacu pertumbuhan ekonomi dan mengurangi ketimpangan
pendapatan antar daerah/ kota.
Berdasarkan
uraian di atas, maka penulis ingin mengetahui lebih lanjut tentang
faktor-faktor yang mempengaruhi ketimpangan pendapatan khususnya antar kota di
Sumatera Utara, sehingga penelitian ini diberi judul :
“Analisis
Faktor-Faktor Yang Mempengaruhi Ketimpangan Pendapatan Antar Kota Di Sumatera
Utara”.
1.2
Perumusan
Masalah
Berdasarkan
uraian pada latar belakang, maka perumusan masalah penelitian ini adalah:
一.
Apakah
Pengeluaran Pemerintah Daerah mempengaruhi ketimpangan pendapatan antar kota di
Sumatera Utara.
Apakah jumlah
siswa tamat SMA/sederajat berpengaruh terhadap ketimpangan pendapatan antar
kota di Sumatera Utara.
Apakah
persebaran jumlah industri (besar/sedang) mempengaruhi ketimpangan pendapatan
antar kota di Sumatera Utara.
1.3
Hipotesis
Hipotesis adalah
jawaban sementara dari permasalahan yang menjadi objek penelitian, dimana
tingkat kebenarannya masih perlu dibuktikan atau diuji.
Berdasarkan
perumusan masalah yang dikemukakan di atas, maka hipotesis penelitian ini
adalah :
一.
Pengeluaran
Pemerintah Daerah berpengaruh positif terhadap ketimpangan pendapatan antar
kota di Sumatera Utara, ceteris paribus.
Jumlah siswa
tamat SMA/Sederajat per penduduk berpengaruh positif terhadap ketimpangan
pendapatan antar kota di Sumatera Utara, ceteris paribus.
Persebaran
jumlah industri (besar/sedang) berpengaruh positif terhadap ketimpangan
pendapatan antar kota di Sumatera Utara, ceteris paribus.
1.4
Tujuan dan
Manfaat Penelitian
1.4.1 Tujuan
Penelitan
Adapun tujuan
dari penelitian ini adalah :
1.
Untuk mengetahui
besarnya pengaruh tingkat pengeluaran pemerintah daerah terhadap ketimpangan
pendapatan antar kota di Sumatera Utara.
Untuk mengetahui
besarnya pengaruh jumlah siswa tamat SMA/Sederajat terhadap ketimpangan
pendapatan antar kota di Sumatera Utara.
Untuk mengetahui
besarnya pengaruh jumlah industri (besar/sedang) terhadap ketimpangan
pendapatan antar kota di Sumatera Utara.
1.4.2 Manfaat
Penelitian
Manfaat
Penelitian ini adalah :
Menambah wawasan
ilmu pegetahuan penulis, khususnya dalam bidang ilmu ekonomi tentang
ketimpangan pendapatan antar kota di Sumatera Utara.
Sebagai bahan
pertimbangan dan masukan bagi pihak yang berkepentingan seperti kepada
pengambil keputusan khususnya mengenai ketimpangan pendapatan di Sumatera
Utara.
Sebagai bahan
untuk para peneliti lain terutama yang tertarik dalam bidang ekonomi regional
dengan ruang lingkup dan kajian yang berbeda.
Download lengkap Versi Word
Tidak ada komentar:
Posting Komentar
pesan skripsi