BAB I
PENDAHULUAN
1.1. Latar
Belakang
Padi adalah
salah satu bahan makanan yang mengandung gizi dan penguat yang cukup bagi tubuh
manusia, sebab didalamnya terkandung bahan yang mudah diubah menjadi energi.
Oleh karena itu padi disebut juga makanan energi.
Padi termasuk
genus Oryza L yang meliputi lebih kurang 25 spesies, tersebar didaerah tropik
dan daerah sub tropik seperti Asia, Afrika, Amerika dan Australia. Menurut
Chevalier dan Neguier padi berasal dari dua benua Oryza fatua Koenig dan Oryza
sativa L berasal dari benua Asia, sedangkan jenis padi lainya yaitu Oryza stapfii
Roschev dan Oryza glaberima Steund berasal dari Afrika barat. Padi yang ada
sekarang ini merupakan persilangan antara Oryza officinalis dan Oryza sativa f
spontania (Ngraho : 2007).
Di Indonesia
pada mulanya tanaman padi diusahakan didaerah tanah kering dengan sistim
ladang, akhirnya orang berusaha memantapkan basil usahanya dengan cara mengairi
daerah yang curah hujannya kurang. Tanaman padi yang dapat tumbuh dengan baik
didaerah tropis ialah Indica, sedangkan Japonica banyak diusakan didaerah sub tropika
(Ngraho : 2007)..
Menurut Collin
Clark Papanek, nilai gizi yang diperlukan oleh setiap orang dewasa adalah 1821
calori yang apabila disetarakan dengan beras maka setiap hari diperlukan beras
sebanyak 0,88 kg. Beras mengandung berbagai zat makanan antara lain:
karbohidrat, protein, lemak, serat kasar, abu dan vitamin. Disamping itu beras
mengandung beberapa unsur mineral antara lain: kalsium, magnesium, sodium,
fosphor dan lain sebagainya (Ngraho : 2007)..
Pusat penanaman
padi di Indonesia adalah Pulau Jawa (Karawang, Cianjur), Bali, Madura,
Sulawesi, dan akhir-akhir ini Kalimantan. Pada tahun 1992 luas panen padi
mencapai 10.869.000 ha dengan rata-rata hasil 4,35 ton/ha/tahun. Produksi padi
nasional adalah 47.293.000 ton. Pada tahun itu hampir 22,5 % produksi padi
nasional dipasok dari Jawa Barat. Dengan adanya krisis ekonomi, sentra padi
Jawa Barat seperti Karawang dan Cianjur mengalami penurunan produksi yang
berarti (BAPPENAS : 2007).
Produksi padi
nasional sampai Desember 1997 adalah 46.591.874 ton yang meliputi areal panen
9.881.764 ha. Karena pemeliharaan yang kurang intensif, hasil padi gogo hanya
1-3 ton/ha, sedangkan dengan kultur teknis yang baik hasil padi sawah mencapai
6-7 ton/ha.
Tanaman padi
umumnya dibudidayakan oleh petani pada lahan sawah yang memiliki pengairan dan
membutuhkan cukup air untuk menghasilkan produksi optimal, bahkan ada tanaman
padi yang dibudidayakan pada lahan kering (lahan bukan sawah) yang disebut
dengan padi ladang/padi gogo.
Di Sumatera Utara
luas pertanian padi pada tahun 2005 luas areal panen tinggal 807.302 hektar,
atau turun sekitar 16.906 hektar dibanding luas tahun 2004 yang mencapai
824.208 hektar. Produktivitas tanaman padi tahun 2005 sudah bisa ditingkatkan
menjadi berkisar 43,49 kwintal perhektar dari tahun 2004 yang masih 43,13
kwintal per hektar, dan tanaman padi ladang menjadi 26,26 kwintal dari 24,73
kwintal per hektar. Tahun 2005, surplus beras di Sumatera Utara mencapai 429
ton dari sekitar 2.1.27 juta ton total produksi beras di daerah ini (BPS Kab.
Asahan 2008).
Total luas tanam
tanaman padi Kabupaten Asahan tahun 2008 seluas 18.478 hektar, sementara luas
tanam padi sawah seluas 17.851 hektar atau proporsinya 96,61 persen dan tanaman
padi ladang/padi gogo seluas 627 hektar dengan proporsi sebesar 3,39 persen.
Sedangkan total luas panen padi seluas 17.625 hektar, tanaman padi sawah luas
panennya seluas 17.099 hektar dengan proporsi sebesar 97,02 persen dan padi
ladang seluas 526 hektar atau porsinya sebesar 2,98 persen. Secara total antara
luas tanam dan luas panen tanaman padi dalam satu tahun tidak sama, artinya
luas tanam lebih besar dari pada luas panennya. Hal ini disebabkan penanaman
tanaman padi pada tahun sebelumnya dipanen pada tahun sekarang dan sebaliknya
penanaman tahun ini dipanen pada tahun akan datang. Lebih jelas dapat dilihat
pada grafik 13 dibawah ini luas tanam dan luas panen padi.
Menurut Samsudin
(1982), yang disebut petani adalah mereka yang untuk sementara waktu atau tetap
menguasai sebidang tanah pertanian, menguasai sesuatu cabang atau beberapa
cabang usahatanu dan mengerjakan sendiri, baik dengan tenaga sendiri maupun
tenaga bayaran. Menguasai sebidang tanah dapat diartikan pula menyewa, bagi
hasil atau berupa memiliki tanah sendiri. Disamping menggunakan tenaga sendiri
ia dapat menggunakan tanaga kerja yang bersifat tidak tetap.
Permasalah lain
petani adalah keterbatasan modal usaha sehingga mereka terjebak utang pada
pelepas uang (lender). Sesuai dengan pendapat Mears (1978) yang
menyataklan bahwa, petani padi di Indonesia sangat membutuhkan kredit untuk
tujuan produksi, belanja hidup sehari-hari sebelum produk di jual dan
pertemuan-pertemuan sosial. Kepemilikan lahan usaha yang sempit, lapangan
pekerjaan yang
terbatas di luar musim tanam, dan pemborosan menyebabkan banyak petani tidak
dapat mengelola hidup dari satu panen ke panen lainnya tampa sumber pinjaman.
Di Asahan ditunjukan bahwa hanya sekitar 25-30 persen petani mengeluarkan biaya
sendiri untuk kebutuhan pembiayaan usahatani sedangkan sebagian besar (75-70%)
petani melakukan pinjaman baik dari kredit formal maupun Non-formal.
Sekitar dua
puluh lima persen petani melakukan pinjaman kredit formal yaitu program Kredit
Ketahanan Pangan (KKP) dan sekitar 45-50 persen jasa kredit Non-formal,
terutama berasal dari pedagang pengumpul dan penggilingan desa. Pinjaman kredit
Nonformal menimbulkan permasalahan petani karena meskipun tingkat bunga
pinjaman hampir sama dengan bunga bank (1-2%/bulan), tetapi dengan melakukan
peminjaman ada tersirat keharusan bagi petani untuk menjual gabah ke pelepas
uang. Petani kurang bebas memilih pembeli yang lebih menguntungkan.
Kebutuhan bahan
pangan akan terus meningkat dalam jumlah, keragaman dan mutunya, seiring dengan
perkembangan populasi dan kualitas hidup masyarakat. Disamping itu, sumber daya
lahan sebagai basis kegiatan sektor pertanian semakin terdesak oleh kegiatan
perekonomian lainnya termasuk prasarana pemukiman dan transportasi. Diasamping
masalah lahan, produksi komoditas pangan juga menghadapi masalah dan tantangan
di bidang teknoligi dan sumber daya manusia.
Produksi tentu
saja tidak dapat dilakukan kalau tiada bahan-bahan yang memungkinkan dilakukan
nya proses produksi itu sendiri. Untuk bisa melakukan produksi, orang
memerlukan tenaga manusia, sumber-sumber alam, modal dalam
segala bentuk
nya, serta kecakapan. Semua itu disebut faktor-faktor produksi (Rosyidi :
2006).
Peningkatan
produksi pangan di Sumatera Utara khususnya produksi padi dalam menghasilkan
produksi beras tidak sepesat peningkatan jumlah penduduk. Akibatnya terjadi
ketidakseimbangan antara kebutuhan beras dengan ketersediaan beras yang akan
mengakibatkan terjadinya peningkatan dan ketergantungan tehadap impor beras.
Perkembangan luas panen dan produksi di Sumatera Utara mengalami naik turun
dimana pada tahun 2005 jumlah produksi 3.240.209 ton menjadi 2.870.994 ton pada
tahun 2006 dan naik kembali pada tahun 2007 sebesar 3.107.570 ton. Apabila hal
tersebut terus berlangsung dikhawatirkan akan terjadi kerawanan pangan
mengingat terjadi peningkatan jumlah penduduk setiap tahun nya. Mengingat
komoditas beras merupakan kebiasaan makanan masyarakat Indonesia.
Berbicara
menggenai produksi pangan tidak terlepas dari luas lahan tanah atau lahan
merupakan asset terpenting bagi kegiatan pertanian, sayangnya, Pemerintah lalai
dalam hal ini. Kepemilikan tanah sebagai pilar terpenting kegiatan produksi
semakin lama semakin tidak ramah kebutuhan sektor pertanian. Menurut BPS dan
BPN (Badan Pertanahan Nasional), setiap lima tahun konvensi lahan pertanian
untuk pemanfaatan lahan lain mencapai 106 ribu hektar. Disamping itu, sumber
daya lahan sebagai basis kegiatan sector pertanian semakin terdesak oleh
kegiatan perekonomian lainnya. Hal ini yang dapat menurunkan produksi pangan.
Sumber daya
manusia merupakan salah satu faktor produksi yang sangat stategis. Peranan nya
berbeda dari faktor-faktor produksi lainnya, dimana sumber
daya manusia
akan meningkatakan kemampuan dalam mengelola, mengkombinasikan dan
mendayagunakan berbagai faktor produksi. Tenaga kerja menentukan dalam
peningkatan produksi pangan karena kontribusi tenaga kerja dinilai menentukan kinerja
usaha tani yang masih bersifat padat pada tenaga kerja.
Berkaitan dengan
masalah pembangunan tidak terlepas dari pembangunan pada sektor pertanian yang
merupakan perioritas dan potensi terbesar di daerah ini (Kabupaten Asahan).
Secara tofografi dan geografis daerah Kabupaten Asahan merupakan daerah yang
berpotensi pada sektor pertanian dan wajar kontributor terbesar pembentukan
PDRB kabupaten ini berasal dari pertanian, baik pertanian tanaman pangan,
hortikultura, perekebunan, perikanan, peternkan dan kehutanan. Pembangunan
pertanian berkaitan erat dengan membangun masyarakat petani (usaha rumah tangga
tani), agar taraf hidup mereka lebih layak dan mampu memenuhi kebutuhan dasar
hidupnya.
Beberapa kurun
waktu terakhir ini masyarakat lebih cenderung mengusahakan lahan pertaniannya
terhadap tanaman spesipikasi yang memiliki nilai ekonomis lebih tinggi dari
pada memandang kebutuhan pangan yang mendasar. Tanaman pangan baik padi maupun
palawija lambat laun mulai ditinggalkan oleh masyarakat, beralih terhadap
tanaman perkebunan seperti kelapa sawit, kakao (coklat) dan karet. Alih fungsi
lahan pertanian tanaman pangan padi dan palawija di kabupaten ini cukup tinggi,
pada tahun 2003 luas lahan baku sawah seluas 42 ribu hektar namun pada tahun
2008 telah susut menjadi 13 ribu hektar artinya telah mengalami penurunan
sebesar 69,05 persen selama 6 tahun (BPS Kab. Asahan 2008).
Perekonomian
Kabupaten Asahan umumnya masih didukung oleh sector atau lapangan usaha
pertanian, sebahagian besar penduduk Kabupaten Asahan bergantung hidupnya pada
sektor ini. Pada tahun 2007 Pendapatan Domestik Regional Brutto (PDRB)
Kabupaten Asahan mencapai 8,22 triliun rupiah (atas dasar harga berlaku), hal
ini dibandingkan tahun sebelumnya mengalami penambahan sebesar 13,22 persen
yang pada tahun 2006 sebesar 7,26 triliun rupiah. Sedangkan pada tahun 2008
PDRB Kabupaten Asahan mengalami kenaikan yakni menjadi 9,55 triliun rupiah atau
naik sebesar 16,18 persen.
Pertanian
merupakan sektor unggulan kabupaten ini dengan kontribusinya sebesar 36,92
persen PDRB kabupaten atau bernilai 2,68 triliun rupiah pada tahun 2006, pada
tahun 2007 mengalami kenaikan sebesar 15,57 persen dengan nilai 3,06 triliun
rupiah dan kontribusinya sebasar 37,20 persen. Sedangkan pada tahun 2008
kontrbusi sektor ini mengalami peningkatan sebesar 16,57 persen dengan nilai
3,61 triliun rupiah, namun kontribusinya turun menjadi 37,80 persen.
Pendapatan
Domestik Regional Brutto (PDRB) Kabupaten Asahan berdasarkan atas harga konstan
dari tahun 2006 sampai dengan 2008 mengalami peningkatan sebesar 4, 89 persen
yakni 4,45 triliun rupiah (tahun 2006) menjadi 4,67 triliun rupiah (tahun
2007), sedangkan pada tahun 2008 juga mengalami peningkatan sebesar 4,82 persen
atau menjadi 4,90 triliun rupiah (BPS Kab. Asahan 2008).
Sektor pertanian
masih tetap sektor unggulan dan menempati posisi teratas pada PDRB atas harga
konstan di Kabupaten Asahan yakni senilai 1,79 triliun rupiah pada tahun 2006
atau porsinya sebesar 40,32 persen, tahun 2007 kontribusinya sebesar 39,07
persen atau bernilai 1,83 triliun rupiah dan pada tahun
2008 porsinya
sebesar 38,25 persen dengan nilai yang dihasilkan sebesar 1,87 triliun rupiah.
Hal ini berarti bahwa secara kontribusi terhadap pembentukan PDRB mengalami
penurunan pada tahun 2007 sebesar 3,25 persen sedangkan nilai yang dibentuk
mengalami peningkatan sebesar 1,64 persen dan juga hal yang sama dialami pada
tahun 2008.
Secara agregasi
pertumbuhan ekonomi Kabupaten Asahan setiap tahun mengalami peningkatan, pada
tahun 2006 pertumbuhan ekonomi daerah ini sebesar 4,80 persen, pada tahun 2007
pertumbuhannya sebesar 4,89 persen sedangkan pada tahun 2008 pertumbuhannya
mengalami penurunan sebesar 1,14 persen atau pertumbuhan ekonomi menjadi 4,82
persen.
Sektor pertanian
dibentuk atas beberapa subsktor, yakni subsektor pertanian tanaman bahan
makanan, subsektor perkebunan, subsektor peternakan, subsektor kehutanan dan
subsektor perikanan. Pembentukan Pendapatan Domestik Regional Brutto (PDRB)
pada Sektor Pertanian di Kabupaten Asahan mencakup kelima subsektor pertanian
diatas.
Subsektor yang
mendominasi dalam kontribusi terbesar dalam pembentukan PDRB pada sektor
pertanian (atas dasar harga berlaku) adalah subsektor perkebunan yakni pada
tahun 2006 kontribusinya sebesar 71,98 persen atau nilai yang dibentuk 1,93
triliun rupiah, pada tahun 2007 kontribusinya sebesar 73,44 persen atau dengan
nilai 2,25 triliun rupiah dan tahun 2008 kontribusinya sebesar 74,94 persen
atau nilai yang dibentuk 2,70 triliun rupiah. Peran subsektor tanaman bahan
makanan dari tahun 2006 sampai dengan 2008 hanya berada pada urutan ketiga
dengan nilai PDRB yang dibentuk (atas dasar harga berlaku). Pada tahun 2006
sebesar 231,33 miliyar rupiah, tahun 2007 senilai
262,84 miliyar
rupiah dan tahun 2008 senilai 308,86 miliyar rupiah, sedang masing masing
kontribusinya sebagai berikut 8,63 persen pada tahun 2006, 8,60 persen tahun
2007 dan 8,56 persen pada tahun 2008.
Kerja Sama BPS
Kabupaten Asahan dengan BAPPEDA Kabupaten Asahan Tahun 2009 Pemerintah selalu
berupaya bagaimana meningkatkan produksi pertanian khususnya tanaman pangan
padi dan palawija sebagai kebutuhan dan konsumsi pokok masyarakat yang lebih
mendasar. Melalui berbagai kebijakan yang telah ditetapkan/ dilaksanakan,
pemerintah berupaya untuk meringankan dan mengurangi beban biaya yang
ditanggung petani seperti pemberian subsidi sebagai variabel input dalam
kegiatan proses produksi petani yakni subsidi pupuk, subsidi bibit/benih,
subsidi alat dan mesin pertanian, pembinaan dan penyuluhan bagi petani atau
kelompok tani.
Sisi lain
sebagai jaminan produksi di pasar, pemerintah juga menetapkan harga standard
yang dikenal dengan harga patokan pemerintah (HPP), hal ini diharapkan tidak
terjadinya persaingan harga produksi yang tidak sehat di pasar, menghindari
harga yang semena mena oleh pedagang pengumpul dan tengkulak dan lain
sebagainya.
Kecamatan
Meranti merupakan daerah yang sebagian besar mata pencarian penduduknya
bertani, sehingga daerah tersebut bisa dikatakan daerah pertanian.lebih dari
70% petani menjadikan padi sebagai jenis tanaman utama nya. Hanya saja
kecamatan Meranti bisa dikatakan daerah yang tertinggal karena sebagian besar
penduduk nya miskin. Hal ini disebabkan para petani belum bisa melakukan peningkatan
produsi padi mereka, sehingga tidak ada juga peningkatan pendapatan bagi para
petani tersebut.
Berdasarkan
uraian diatas maka penulis tertarik untuk melakukan penelitian dalam bentuk
skripsi dengan judul “Analisis Faktor-Faktor Yang Mempengaruhi Produksi Padi
Kecamatan Meranti – Kabupaten Asahan”.
1.2. Perumusan
Masalah
Perumusan
masalah dibuat untuk lebih mempermudah dan membuat lebih sistematis penulisan
skripsi serta diperlukan sebagai suatu cara untuk mengambil keputusan dari
akhir penulisan skripsi. Berdasarkan apa yang telah diuraikan pada latar
belakang, maka perumusan masalah yang dikaji dalam penelitian ini adalah:
1. Apakah luas
lahan berpengaruh terhadap produksi padi sawah di Kecamatan Meranti?
2. Apakah jumlah
bibit pada lahan berpengaruh terhadap produksi padi sawah di Kecamatan Meranti?
3. Apakah tenaga
kerja berpengaruh terhadap produksi padi sawah di Kecamatan Meranti?
4. Bagaimanakah
bentuk fungsi produksi padi di Kecamatan Meranti ( increasing return to scale,
decreasing return to scale, constant return to scale )?
1.3. Tujuan dan
Manfaat Penelitian
1. Tujuan
Penelitian
Adapun tujuan
dari penelitian ini adalah:
1. Untuk
mengetahui bagaimana pengaruh luas lahan terhadap produksi padi di kecamatan
Meranti.
2. Untuk
mengetahui bagaimana pengaruh jumlah bibit terhadap produksi padi di kecamatan
Meranti.
3. Untuk
mengetahui bagaimana pengaruh tenaga kerja terhadap produksi padi di kecamatan
Meranti.
4. Untuk
mengetahui bentuk fungsi produksi yang mempengaruhi produksi padi di kecamatan
Meranti.
2. Manfaat
Penelitian
Adapun manfaat
dari penelitian ini adalah:
1. Sebagai
masukan kepada para petani padi yang ada di Kecamatan Meranti dalam rangka
meningkatkan produktivitas yang efisien sehingga berpengaruh kepada pendapatan.
2. Sebagai bahan
informasi bagi Pemerintah, instansi/lembaga yang terkait dalam menentukan
kebijakan usahatani padi di Sumatera Utara.
3. Sebagai bahan
studi dan tambahan ilmu pengetahuan bagi mahasiswa Fakultas Ekonomi terutama
mahasiswa Departemen Ekonomi Pembangunan USU yang ingin melakukan penelitian di
masa yang akan datang.
4. Sebagai bahan
perbandingan untuk penelitian relevan yang telah ada dan sebagai acuan kepada
peneliti yang hendak meneliti penelitian yang serupa.
Download lengkap Versi Word
Tidak ada komentar:
Posting Komentar
pesan skripsi