Selasa, 04 Maret 2014

Skripsi Ekonomi Pembangunan: ANALISIS FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI PRODUKSI PADI

BAB I
PENDAHULUAN
1.1. Latar Belakang
Padi adalah salah satu bahan makanan yang mengandung gizi dan penguat yang cukup bagi tubuh manusia, sebab didalamnya terkandung bahan yang mudah diubah menjadi energi. Oleh karena itu padi disebut juga makanan energi.

Padi termasuk genus Oryza L yang meliputi lebih kurang 25 spesies, tersebar didaerah tropik dan daerah sub tropik seperti Asia, Afrika, Amerika dan Australia. Menurut Chevalier dan Neguier padi berasal dari dua benua Oryza fatua Koenig dan Oryza sativa L berasal dari benua Asia, sedangkan jenis padi lainya yaitu Oryza stapfii Roschev dan Oryza glaberima Steund berasal dari Afrika barat. Padi yang ada sekarang ini merupakan persilangan antara Oryza officinalis dan Oryza sativa f spontania (Ngraho : 2007).
Di Indonesia pada mulanya tanaman padi diusahakan didaerah tanah kering dengan sistim ladang, akhirnya orang berusaha memantapkan basil usahanya dengan cara mengairi daerah yang curah hujannya kurang. Tanaman padi yang dapat tumbuh dengan baik didaerah tropis ialah Indica, sedangkan Japonica banyak diusakan didaerah sub tropika (Ngraho : 2007)..
Menurut Collin Clark Papanek, nilai gizi yang diperlukan oleh setiap orang dewasa adalah 1821 calori yang apabila disetarakan dengan beras maka setiap hari diperlukan beras sebanyak 0,88 kg. Beras mengandung berbagai zat makanan antara lain: karbohidrat, protein, lemak, serat kasar, abu dan vitamin. Disamping itu beras mengandung beberapa unsur mineral antara lain: kalsium, magnesium, sodium, fosphor dan lain sebagainya (Ngraho : 2007)..

Pusat penanaman padi di Indonesia adalah Pulau Jawa (Karawang, Cianjur), Bali, Madura, Sulawesi, dan akhir-akhir ini Kalimantan. Pada tahun 1992 luas panen padi mencapai 10.869.000 ha dengan rata-rata hasil 4,35 ton/ha/tahun. Produksi padi nasional adalah 47.293.000 ton. Pada tahun itu hampir 22,5 % produksi padi nasional dipasok dari Jawa Barat. Dengan adanya krisis ekonomi, sentra padi Jawa Barat seperti Karawang dan Cianjur mengalami penurunan produksi yang berarti (BAPPENAS : 2007).
Produksi padi nasional sampai Desember 1997 adalah 46.591.874 ton yang meliputi areal panen 9.881.764 ha. Karena pemeliharaan yang kurang intensif, hasil padi gogo hanya 1-3 ton/ha, sedangkan dengan kultur teknis yang baik hasil padi sawah mencapai 6-7 ton/ha.
Tanaman padi umumnya dibudidayakan oleh petani pada lahan sawah yang memiliki pengairan dan membutuhkan cukup air untuk menghasilkan produksi optimal, bahkan ada tanaman padi yang dibudidayakan pada lahan kering (lahan bukan sawah) yang disebut dengan padi ladang/padi gogo.
Di Sumatera Utara luas pertanian padi pada tahun 2005 luas areal panen tinggal 807.302 hektar, atau turun sekitar 16.906 hektar dibanding luas tahun 2004 yang mencapai 824.208 hektar. Produktivitas tanaman padi tahun 2005 sudah bisa ditingkatkan menjadi berkisar 43,49 kwintal perhektar dari tahun 2004 yang masih 43,13 kwintal per hektar, dan tanaman padi ladang menjadi 26,26 kwintal dari 24,73 kwintal per hektar. Tahun 2005, surplus beras di Sumatera Utara mencapai 429 ton dari sekitar 2.1.27 juta ton total produksi beras di daerah ini (BPS Kab. Asahan 2008).
Total luas tanam tanaman padi Kabupaten Asahan tahun 2008 seluas 18.478 hektar, sementara luas tanam padi sawah seluas 17.851 hektar atau proporsinya 96,61 persen dan tanaman padi ladang/padi gogo seluas 627 hektar dengan proporsi sebesar 3,39 persen. Sedangkan total luas panen padi seluas 17.625 hektar, tanaman padi sawah luas panennya seluas 17.099 hektar dengan proporsi sebesar 97,02 persen dan padi ladang seluas 526 hektar atau porsinya sebesar 2,98 persen. Secara total antara luas tanam dan luas panen tanaman padi dalam satu tahun tidak sama, artinya luas tanam lebih besar dari pada luas panennya. Hal ini disebabkan penanaman tanaman padi pada tahun sebelumnya dipanen pada tahun sekarang dan sebaliknya penanaman tahun ini dipanen pada tahun akan datang. Lebih jelas dapat dilihat pada grafik 13 dibawah ini luas tanam dan luas panen padi.
Menurut Samsudin (1982), yang disebut petani adalah mereka yang untuk sementara waktu atau tetap menguasai sebidang tanah pertanian, menguasai sesuatu cabang atau beberapa cabang usahatanu dan mengerjakan sendiri, baik dengan tenaga sendiri maupun tenaga bayaran. Menguasai sebidang tanah dapat diartikan pula menyewa, bagi hasil atau berupa memiliki tanah sendiri. Disamping menggunakan tenaga sendiri ia dapat menggunakan tanaga kerja yang bersifat tidak tetap.
Permasalah lain petani adalah keterbatasan modal usaha sehingga mereka terjebak utang pada pelepas uang (lender). Sesuai dengan pendapat Mears (1978) yang menyataklan bahwa, petani padi di Indonesia sangat membutuhkan kredit untuk tujuan produksi, belanja hidup sehari-hari sebelum produk di jual dan pertemuan-pertemuan sosial. Kepemilikan lahan usaha yang sempit, lapangan

pekerjaan yang terbatas di luar musim tanam, dan pemborosan menyebabkan banyak petani tidak dapat mengelola hidup dari satu panen ke panen lainnya tampa sumber pinjaman. Di Asahan ditunjukan bahwa hanya sekitar 25-30 persen petani mengeluarkan biaya sendiri untuk kebutuhan pembiayaan usahatani sedangkan sebagian besar (75-70%) petani melakukan pinjaman baik dari kredit formal maupun Non-formal.
Sekitar dua puluh lima persen petani melakukan pinjaman kredit formal yaitu program Kredit Ketahanan Pangan (KKP) dan sekitar 45-50 persen jasa kredit Non-formal, terutama berasal dari pedagang pengumpul dan penggilingan desa. Pinjaman kredit Nonformal menimbulkan permasalahan petani karena meskipun tingkat bunga pinjaman hampir sama dengan bunga bank (1-2%/bulan), tetapi dengan melakukan peminjaman ada tersirat keharusan bagi petani untuk menjual gabah ke pelepas uang. Petani kurang bebas memilih pembeli yang lebih menguntungkan.
Kebutuhan bahan pangan akan terus meningkat dalam jumlah, keragaman dan mutunya, seiring dengan perkembangan populasi dan kualitas hidup masyarakat. Disamping itu, sumber daya lahan sebagai basis kegiatan sektor pertanian semakin terdesak oleh kegiatan perekonomian lainnya termasuk prasarana pemukiman dan transportasi. Diasamping masalah lahan, produksi komoditas pangan juga menghadapi masalah dan tantangan di bidang teknoligi dan sumber daya manusia.
Produksi tentu saja tidak dapat dilakukan kalau tiada bahan-bahan yang memungkinkan dilakukan nya proses produksi itu sendiri. Untuk bisa melakukan produksi, orang memerlukan tenaga manusia, sumber-sumber alam, modal dalam
segala bentuk nya, serta kecakapan. Semua itu disebut faktor-faktor produksi (Rosyidi : 2006).
Peningkatan produksi pangan di Sumatera Utara khususnya produksi padi dalam menghasilkan produksi beras tidak sepesat peningkatan jumlah penduduk. Akibatnya terjadi ketidakseimbangan antara kebutuhan beras dengan ketersediaan beras yang akan mengakibatkan terjadinya peningkatan dan ketergantungan tehadap impor beras. Perkembangan luas panen dan produksi di Sumatera Utara mengalami naik turun dimana pada tahun 2005 jumlah produksi 3.240.209 ton menjadi 2.870.994 ton pada tahun 2006 dan naik kembali pada tahun 2007 sebesar 3.107.570 ton. Apabila hal tersebut terus berlangsung dikhawatirkan akan terjadi kerawanan pangan mengingat terjadi peningkatan jumlah penduduk setiap tahun nya. Mengingat komoditas beras merupakan kebiasaan makanan masyarakat Indonesia.
Berbicara menggenai produksi pangan tidak terlepas dari luas lahan tanah atau lahan merupakan asset terpenting bagi kegiatan pertanian, sayangnya, Pemerintah lalai dalam hal ini. Kepemilikan tanah sebagai pilar terpenting kegiatan produksi semakin lama semakin tidak ramah kebutuhan sektor pertanian. Menurut BPS dan BPN (Badan Pertanahan Nasional), setiap lima tahun konvensi lahan pertanian untuk pemanfaatan lahan lain mencapai 106 ribu hektar. Disamping itu, sumber daya lahan sebagai basis kegiatan sector pertanian semakin terdesak oleh kegiatan perekonomian lainnya. Hal ini yang dapat menurunkan produksi pangan.
Sumber daya manusia merupakan salah satu faktor produksi yang sangat stategis. Peranan nya berbeda dari faktor-faktor produksi lainnya, dimana sumber
daya manusia akan meningkatakan kemampuan dalam mengelola, mengkombinasikan dan mendayagunakan berbagai faktor produksi. Tenaga kerja menentukan dalam peningkatan produksi pangan karena kontribusi tenaga kerja dinilai menentukan kinerja usaha tani yang masih bersifat padat pada tenaga kerja.
Berkaitan dengan masalah pembangunan tidak terlepas dari pembangunan pada sektor pertanian yang merupakan perioritas dan potensi terbesar di daerah ini (Kabupaten Asahan). Secara tofografi dan geografis daerah Kabupaten Asahan merupakan daerah yang berpotensi pada sektor pertanian dan wajar kontributor terbesar pembentukan PDRB kabupaten ini berasal dari pertanian, baik pertanian tanaman pangan, hortikultura, perekebunan, perikanan, peternkan dan kehutanan. Pembangunan pertanian berkaitan erat dengan membangun masyarakat petani (usaha rumah tangga tani), agar taraf hidup mereka lebih layak dan mampu memenuhi kebutuhan dasar hidupnya.
Beberapa kurun waktu terakhir ini masyarakat lebih cenderung mengusahakan lahan pertaniannya terhadap tanaman spesipikasi yang memiliki nilai ekonomis lebih tinggi dari pada memandang kebutuhan pangan yang mendasar. Tanaman pangan baik padi maupun palawija lambat laun mulai ditinggalkan oleh masyarakat, beralih terhadap tanaman perkebunan seperti kelapa sawit, kakao (coklat) dan karet. Alih fungsi lahan pertanian tanaman pangan padi dan palawija di kabupaten ini cukup tinggi, pada tahun 2003 luas lahan baku sawah seluas 42 ribu hektar namun pada tahun 2008 telah susut menjadi 13 ribu hektar artinya telah mengalami penurunan sebesar 69,05 persen selama 6 tahun (BPS Kab. Asahan 2008).
Perekonomian Kabupaten Asahan umumnya masih didukung oleh sector atau lapangan usaha pertanian, sebahagian besar penduduk Kabupaten Asahan bergantung hidupnya pada sektor ini. Pada tahun 2007 Pendapatan Domestik Regional Brutto (PDRB) Kabupaten Asahan mencapai 8,22 triliun rupiah (atas dasar harga berlaku), hal ini dibandingkan tahun sebelumnya mengalami penambahan sebesar 13,22 persen yang pada tahun 2006 sebesar 7,26 triliun rupiah. Sedangkan pada tahun 2008 PDRB Kabupaten Asahan mengalami kenaikan yakni menjadi 9,55 triliun rupiah atau naik sebesar 16,18 persen.
Pertanian merupakan sektor unggulan kabupaten ini dengan kontribusinya sebesar 36,92 persen PDRB kabupaten atau bernilai 2,68 triliun rupiah pada tahun 2006, pada tahun 2007 mengalami kenaikan sebesar 15,57 persen dengan nilai 3,06 triliun rupiah dan kontribusinya sebasar 37,20 persen. Sedangkan pada tahun 2008 kontrbusi sektor ini mengalami peningkatan sebesar 16,57 persen dengan nilai 3,61 triliun rupiah, namun kontribusinya turun menjadi 37,80 persen.
Pendapatan Domestik Regional Brutto (PDRB) Kabupaten Asahan berdasarkan atas harga konstan dari tahun 2006 sampai dengan 2008 mengalami peningkatan sebesar 4, 89 persen yakni 4,45 triliun rupiah (tahun 2006) menjadi 4,67 triliun rupiah (tahun 2007), sedangkan pada tahun 2008 juga mengalami peningkatan sebesar 4,82 persen atau menjadi 4,90 triliun rupiah (BPS Kab. Asahan 2008).
Sektor pertanian masih tetap sektor unggulan dan menempati posisi teratas pada PDRB atas harga konstan di Kabupaten Asahan yakni senilai 1,79 triliun rupiah pada tahun 2006 atau porsinya sebesar 40,32 persen, tahun 2007 kontribusinya sebesar 39,07 persen atau bernilai 1,83 triliun rupiah dan pada tahun

2008 porsinya sebesar 38,25 persen dengan nilai yang dihasilkan sebesar 1,87 triliun rupiah. Hal ini berarti bahwa secara kontribusi terhadap pembentukan PDRB mengalami penurunan pada tahun 2007 sebesar 3,25 persen sedangkan nilai yang dibentuk mengalami peningkatan sebesar 1,64 persen dan juga hal yang sama dialami pada tahun 2008.
Secara agregasi pertumbuhan ekonomi Kabupaten Asahan setiap tahun mengalami peningkatan, pada tahun 2006 pertumbuhan ekonomi daerah ini sebesar 4,80 persen, pada tahun 2007 pertumbuhannya sebesar 4,89 persen sedangkan pada tahun 2008 pertumbuhannya mengalami penurunan sebesar 1,14 persen atau pertumbuhan ekonomi menjadi 4,82 persen.
Sektor pertanian dibentuk atas beberapa subsktor, yakni subsektor pertanian tanaman bahan makanan, subsektor perkebunan, subsektor peternakan, subsektor kehutanan dan subsektor perikanan. Pembentukan Pendapatan Domestik Regional Brutto (PDRB) pada Sektor Pertanian di Kabupaten Asahan mencakup kelima subsektor pertanian diatas.
Subsektor yang mendominasi dalam kontribusi terbesar dalam pembentukan PDRB pada sektor pertanian (atas dasar harga berlaku) adalah subsektor perkebunan yakni pada tahun 2006 kontribusinya sebesar 71,98 persen atau nilai yang dibentuk 1,93 triliun rupiah, pada tahun 2007 kontribusinya sebesar 73,44 persen atau dengan nilai 2,25 triliun rupiah dan tahun 2008 kontribusinya sebesar 74,94 persen atau nilai yang dibentuk 2,70 triliun rupiah. Peran subsektor tanaman bahan makanan dari tahun 2006 sampai dengan 2008 hanya berada pada urutan ketiga dengan nilai PDRB yang dibentuk (atas dasar harga berlaku). Pada tahun 2006 sebesar 231,33 miliyar rupiah, tahun 2007 senilai

262,84 miliyar rupiah dan tahun 2008 senilai 308,86 miliyar rupiah, sedang masing masing kontribusinya sebagai berikut 8,63 persen pada tahun 2006, 8,60 persen tahun 2007 dan 8,56 persen pada tahun 2008.
Kerja Sama BPS Kabupaten Asahan dengan BAPPEDA Kabupaten Asahan Tahun 2009 Pemerintah selalu berupaya bagaimana meningkatkan produksi pertanian khususnya tanaman pangan padi dan palawija sebagai kebutuhan dan konsumsi pokok masyarakat yang lebih mendasar. Melalui berbagai kebijakan yang telah ditetapkan/ dilaksanakan, pemerintah berupaya untuk meringankan dan mengurangi beban biaya yang ditanggung petani seperti pemberian subsidi sebagai variabel input dalam kegiatan proses produksi petani yakni subsidi pupuk, subsidi bibit/benih, subsidi alat dan mesin pertanian, pembinaan dan penyuluhan bagi petani atau kelompok tani.
Sisi lain sebagai jaminan produksi di pasar, pemerintah juga menetapkan harga standard yang dikenal dengan harga patokan pemerintah (HPP), hal ini diharapkan tidak terjadinya persaingan harga produksi yang tidak sehat di pasar, menghindari harga yang semena mena oleh pedagang pengumpul dan tengkulak dan lain sebagainya.
Kecamatan Meranti merupakan daerah yang sebagian besar mata pencarian penduduknya bertani, sehingga daerah tersebut bisa dikatakan daerah pertanian.lebih dari 70% petani menjadikan padi sebagai jenis tanaman utama nya. Hanya saja kecamatan Meranti bisa dikatakan daerah yang tertinggal karena sebagian besar penduduk nya miskin. Hal ini disebabkan para petani belum bisa melakukan peningkatan produsi padi mereka, sehingga tidak ada juga peningkatan pendapatan bagi para petani tersebut.

Berdasarkan uraian diatas maka penulis tertarik untuk melakukan penelitian dalam bentuk skripsi dengan judul “Analisis Faktor-Faktor Yang Mempengaruhi Produksi Padi Kecamatan Meranti – Kabupaten Asahan”.
1.2. Perumusan Masalah
Perumusan masalah dibuat untuk lebih mempermudah dan membuat lebih sistematis penulisan skripsi serta diperlukan sebagai suatu cara untuk mengambil keputusan dari akhir penulisan skripsi. Berdasarkan apa yang telah diuraikan pada latar belakang, maka perumusan masalah yang dikaji dalam penelitian ini adalah:
1. Apakah luas lahan berpengaruh terhadap produksi padi sawah di Kecamatan Meranti?
2. Apakah jumlah bibit pada lahan berpengaruh terhadap produksi padi sawah di Kecamatan Meranti?
3. Apakah tenaga kerja berpengaruh terhadap produksi padi sawah di Kecamatan Meranti?
4. Bagaimanakah bentuk fungsi produksi padi di Kecamatan Meranti ( increasing return to scale, decreasing return to scale, constant return to scale )?
1.3. Tujuan dan Manfaat Penelitian
1. Tujuan Penelitian
Adapun tujuan dari penelitian ini adalah:
1. Untuk mengetahui bagaimana pengaruh luas lahan terhadap produksi padi di kecamatan Meranti.

2. Untuk mengetahui bagaimana pengaruh jumlah bibit terhadap produksi padi di kecamatan Meranti.
3. Untuk mengetahui bagaimana pengaruh tenaga kerja terhadap produksi padi di kecamatan Meranti.
4. Untuk mengetahui bentuk fungsi produksi yang mempengaruhi produksi padi di kecamatan Meranti.
2. Manfaat Penelitian
Adapun manfaat dari penelitian ini adalah:
1. Sebagai masukan kepada para petani padi yang ada di Kecamatan Meranti dalam rangka meningkatkan produktivitas yang efisien sehingga berpengaruh kepada pendapatan.
2. Sebagai bahan informasi bagi Pemerintah, instansi/lembaga yang terkait dalam menentukan kebijakan usahatani padi di Sumatera Utara.
3. Sebagai bahan studi dan tambahan ilmu pengetahuan bagi mahasiswa Fakultas Ekonomi terutama mahasiswa Departemen Ekonomi Pembangunan USU yang ingin melakukan penelitian di masa yang akan datang.
4. Sebagai bahan perbandingan untuk penelitian relevan yang telah ada dan sebagai acuan kepada peneliti yang hendak meneliti penelitian yang serupa.


Download lengkap Versi Word

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

pesan skripsi