BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar
Belakang
Sumatera Utara
memiliki luas daratan sekitar 71.680 km2. Letaknya yang berada dekat dengan
garis khtulistiwa menyebabkan Sumatera Utara mengalami iklim tropis basah
dengan curah hujan berkisar antara 1.800 - 4.000 m per tahun dan suhu udara
beragam antara 12,40
–
34,20
Salah satu
potensi tersebut dapat dilihat pada subsektor perkebunan. Seluruh dunia tahu
bahwa daerah yang paling cocok untuk menanam kelapa sawit adalah daerah yang
berada di sekitar khatulistiwa. Daerah di sekitar itu membentang dari Afrika
hingga Amerika Latin. Namun, ternyata tidak semua daerah yang berada di sekitar
khatulistiwa cocok untuk tanaman kelapa sawit karena unsur hara yang terkandung
dalam tanah tidak mendukung untuk tanaman kelapa sawit. Daerah yang paling
cocok dan memungkinkan kelapa sawit tumbuh dengan baik adalah Sumatera
(Suryopratomo, 2004:17). Selain kelapa sawit, Sumatera Utara juga dikenal
dengan kopi Sidikalang. Kopi Sidikalang sudah terkenal hingga Pulau Jawa,
bahkan Eropa. Masih banyak lagi potensi yang dimiliki, termasuk dari subsektor
kehutanan, peternakan, dan perikanan. C. Dengan kondisi tersebut, Sumatera
Utara memiliki potensi yang besar di sektor pertanian.
Segala potensi
yang ada harus dimanfaatkan semaksimal mungkin. Agar potensi tersebut
memberikan konstribusi yang nyata, maka sektor pertanian perlu dibangun dan
dikembangkan secara berkesinambungan. Menurut Hanani dkk
(2003:75),
pembangunan adalah penciptaan sistem dan tata nilai yang lebih baik, sehingga
terjadi keadilan dan tingkat kesejahteraan yang tinggi. Pembangunan pertanian
harus mengantisipasi tantangan demokratisasi dan globalisasi untuk dapat
menciptakan sistem yang adil. Selain itu, harus diarahkan untuk mewujudkan
masyarakat sejahtera, khususnya petani, melalui pembangunan sistem pertanian
dan usaha pertanian yang mapan. Sistem tersebut harus berdaya saing,
berkerakyatan, berkelanjutan, dan desentralistik. Pembangunan pertanian mutlak
diperlukan mengingat pertanian merupakan salah satu motor penggerak pertumbuhan
output atau NT (nilai tambah) dan diversifikasi produksi di
sektor-sektor ekonomi lainnya. Dalam hal ini, pertanian disebut sebagai sektor “pemimpin”.
Artinya, semakin besar ketergantungan daripada pertumbuhan NT di sektor-sektor
lain terhadap pertumbuhan NT di sektor pertanian, maka semakin besar peran
sektor pertanian sebagai sektor pemimpin (Tambunan, 2003:121). Menurut
Simatupang dan Syafa’at (dalam Tambunan, 2003:122), ada lima syarat yang harus dipenuhi
sebagai kriteria dalam mengevaluasi pertanian sebagai sektor kunci dalam
perekonomian. Kelima syarat tersebut adalah strategis, tangguh, artikulatif,
progresif, dan responsif.
Pemberian label
sektor pertanian sebagai sektor pemimpin semakin layak jika melihat kondisi
pada tahun 1997, masa di mana Indonesia mengalami krisis moneter yang
menjatuhkan perekonomian bangsa. Setahun setelah 1997, hampir semua sektor di
Sumatera Utara mengalami pertumbuhan yang negatif. Sebagai akibatnya, PDRB
(Produk Domestik Regional Bruto) Sumatera Utara juga ikut mengalami hal yang
sama. Tapi itu semua tidak berlaku untuk sektor pertanian. Sektor pertanian
tetap
mengalami
pertumbuhan yang positif yakni sebesar 2,1 %. Pada tahun berikutnya (akhir
1999), sektor pertanian bahkan mampu tumbuh mencapai 5,54 %. Sedangkan sektor
lainnya masih tertatih-tatih, bahkan ada sektor yang pertumbuhannya masih
negatif seperti sektor pertambangan dan penggalian, industri, serta keuangan. Melihat kondisi terkini peran sektor
pertanian sebagai sektor pemimpin belum tergantikan. Pada tahun 2006, sektor
pertanian masih merupakan penyumbang terbesar terhadap PDRB Sumatera Utara
dengan konstribusi sebesar 24,33 %. Kemudian diikuti oleh sektor industri
dengan 24,08 %.
Hal di atas
dapat terjadi karena tahapan-tahapan pembangunan pertanian yang selama ini
dilakukan oleh pemerintah belum mengalami kemajuan yang pesat. Untuk itu,
dibutuhkan terobosan-terobosan baru serta keberanian untuk melakukan reformasi
agraria (agrarian reform) dan bukan hanya reformasi lahan (land
reform). Di masa mendatang, pendekatan pembangunan sudah seyogyanya mengacu
pada kaidah people driven (menggerakkan orang) jika ingin mewujudkan
suatu pola pembangunan yang berkeadilan dan bertanggungjawab. Artinya, politik
pembangunan benar-benar berpijak pada realitas bangsa saat ini dengan melakukan
perubahan seluruh tatanan menuju konsep people driven. Maksud konsep
tersebut adalah bagaimana cara membuat petani berminat untuk meningkatkan
1. Pertanian 4.
Listrik, Air Minum, dan Gas 7. Pengangkutan
2. Pertambangan
dan Penggalian 5. Konstruksi/Bangunan 8. Keuangan
3. Industri 6.
Perdagangan, Hotel, dan Restoran 9. Jasa-jasa
produktivitasnya.
Hal ini terkait dengan bagaimana mengubah struktur insentif dan dukungan kepada
petani (Dillon, 2004:28). Produktivitas merupakan masalah klasik yang dihadapi
oleh sektor pertanian di negara berkembang. Di Indonesia dan negara berkembang
lainnya, tenaga kerja merupakan faktor produksi yang berlebihan atau faktor
produksi yang paling kurang terbatas dibandingkan dengan modal. Hal ini
mengakibatkan peningkatan produktivitas sulit dan tidak berguna dilakukan.
Faktor tersebut yang membuat sektor pertanian lambat berkembang (Daniel,
2002:88). Hasil penelitian yang dilakukan oleh Makmun dan Akhmad Yasin (2003:1)
di Indonesia mendukung pernyataan di atas. Koefisien tenaga kerja tidak
berdampak signifikan bahkan negatif terhadap Produk Domestik Bruto (PDB) sektor
pertanian. Hal ini menunjukkan bahwa produktivitas tenaga kerja sangat rendah,
sehingga penambahan jumlah tenaga kerja tidak berdampak pada peningkatan
produksi. Keadaan di atas tidak jauh berbeda dengan Sumatera Utara yang
notabene merupakan bagian dari wilayah Indonesia. Berdasarkan data BPS, pada
tahun 2006 dari 4.859.647 jiwa penduduk Sumatera Utara yang bekerja, sebanyak
49,64 % diantaranya menafkahi hidupnya dari sektor pertanian. Sedangkan sisanya
bekerja di sektor perdagangan (19,21 %), jasa (11,81 %), industri (7,08 %), dan
sektor-sektor lainnya. Sektor pertanian memang memiliki tenaga kerja yang jauh
lebih banyak daripada sektor-sektor lain, namun keunggulan jumlah tersebut
tidak diiringi produktivitas yang baik.
Produktivitas
yang rendah juga dapat dilihat dari sisi ekspor. Nilai FOB (free on board) ekspor
sektor pertanian Sumatera tahun 2006 adalah US$ 1.078 juta,
sedangkan sektor
industri masih lebih baik dengan US$ 3.798 juta. Begitu juga dengan tahun-tahun
sebelumnya, nilai FOB sektor industri selalu lebih tinggi dibandingkan sektor
pertanian.
05000001000000150000020000002500000300000035000004000000Nilai
FOB (
ribu US$)Pertanian
IndustriLainnya Sumber
: BPS Sumatera Utara (diolah) Grafik 1.2 Perkembangan Ekspor Sumatera
Utara
Agar sektor
pertanian dapat terus berkembang, maka perlu diperhatikan juga faktor pendukung
lainnya seperti modal kerja dan investasi. Modal kerja dan investasi sangat
bermanfaat dalam sektor pertanian, misalnya untuk pembangunan pabrik
pengolahan, pembelian mesin-mesin produksi, pembelian traktor, penyediaan
sarana irigasi, lembaga penyuluhan petani, dan sebagainya. Modal kerja dan
investasi tersebut dapat berasal dari modal pribadi atau pihak ketiga, seperti
bank. Kredit dari pihak ketiga atau perbankan sangat diharapkan oleh petani
karena banyak dari
2002
2003
2006
2005
2004
mereka yang
ingin meningkatkan produksi, namun tidak memiliki dana yang memadai. Disinilah
peran perbankan dibutuhkan. Walaupun petani membutuhkan kredit, namun sepertinya
pihak perbankan masih ragu untuk menyalurkannya dan petani pun enggan untuk
meminjamnya dari bank. Petani enggan meminjam dari bank karena mereka merasa
syarat yang dibutuhkan berbelit-belit, jaminan mereka tidak memadai, dan
tingkat suku bunga tinggi, dan sebagainya. Sementara perbankan ragu karena
mereka menganggap prospek sektor pertanian kurang menjanjikan, sehingga
kemungkinan terjadinya kredit macet besar. Minimnya dukungan perbankan terhadap
sektor pertanian dapat dilihat dari data yang dihimpun BPS. Pada tahun 2006,
dari Rp 42.119.737 juta yang disalurkan oleh perbankan, sektor pertanian hanya
memperoleh Rp 6.616.401 juta atau sekitar 15,71 %. Nilai kredit tersebut masih
di bawah sektor industri, perdagangan, dan sektor lain-lain. Begitu juga dengan
tahun-tahun sebelumnya, alokasi kredit untuk sektor pertanian selalu di bawah
20 %, kecuali tahun 2001. Tabel 1.2 Perkembangan Kredit Perbankan Sektor
Pertanian Sumatera Utara 2000 - 2006
Tahun
Kredit
Pertumbuhan (%)
Persentase (%)
2000
1603,0
-
14,4
2001
3173,3
97,96
23,1
2002
2798,3
-11,82
17,9
2003
3982,6
42,32
19,6
2004
4193,1
5,29
15,2
2005
5381,3
28,34
14,7
2006
6616,4
22,95
15,7
Sumber : BPS
Sumatera Utara
Di samping semua
kenyataan di atas, ada yang layak dibanggakan dari sektor pertanian Sumatera
Utara. Kepala Badan Perencanaan dan Pembangunan Daerah (Bappeda) Sumatera Utara
menjelaskan, pembangunan pertanian Sumatera Utara berdasarkan angka ramalan
(Aram) III Tahun 2007 seperti produksi padi sebesar 3.203.485 ton gabah kering
giling (GKG) atau terdapat kenaikan sekitar 6,51% dibandingkan dengan angka
tetap tahun 2006, dimana produksi padi mencapai 3.007.636 ton. Sementara untuk
tingkat nasional berdasarkan Aram III Badan Pusat Statistik, ptoduksi GKG 2007
mencapai 57,05 juta ton atau meningkat sekitar 4,37 % dibandingkan dengan tahun
2006 sebesar 54,66 juta ton. Untuk komoditi jagung, Propinsi Sumut berada di
atas target nasional. Dimana berdasarkan dari Aram III tahun 2007 produksi
jagung di Sumut sebesar 788.090 ton. Bila dibanding dengan angka tetap 2006
produksi jagung sebesar 682.042 ton atau naik 15,55%. Sementara pencapaian
tingkat nasional berdasarkan Aram III tahun 2007 produksi jagung nasional mencapai
13,28 juta ton atau meningkat 14,39% dibandingkan dengan produksi jagung 2006
11,60 juta ton. Perihal yang menggembirakan lainnya yakni secara agregat laju
pertumbuhan PDRB sektor pertanian Sumut tahun 2007 (sampai dengan triwulan III)
telah mencapai 6,98 % atau berada di atas pertumbuhan nasional yakni 4,62 %.
Berdasarkan
keterangan di atas, Sumatera Utara memiliki potensi yang sangat besar di sektor
pertanian. Oleh sebab itu, penulis ingin mengetahui seberapa besar pengaruh
tenaga kerja sektor pertanian, ekspor sektor pertanian, dan kredit perbankan
sektor pertanian terhadap perekonomian Sumatera Utara sektor pertanian, yang
diproksi dengan PDRB. Judul yang diangkat penulis untuk menganalisa hal
tersebut
adalah “Analisis
Pengaruh Tenaga Kerja, Ekspor, dan Kredit Perbankan Terhadap PDRB Sektor
Pertanian Sumatera Utara”. 1.2 Perumusan Masalah Berdasarkan uraian
sebelumnya, penulis membuat perumusan masalah sebagai berikut:
a. Apakah ada
pengaruh jumlah tenaga kerja sektor pertanian terhadap PDRB sektor pertanian
Sumatera Utara?
b. Apakah ada
pengaruh ekspor sektor pertanian terhadap PDRB sektor pertanian Sumatera Utara?
c. Apakah ada
pengaruh kredit perbankan sektor pertanian terhadap PDRB sektor pertanian
Sumatera Utara?
1.3 Hipotesis Berdasarkan
perumusan masalah di atas, maka penulis membuat hipotesis sebagai berikut:
a. Ada pengaruh
positif antara jumlah tenaga kerja sektor pertanian terhadap PDRB sektor
pertanian Sumatera Utara.
b. Ada pengaruh
positif antara ekspor sektor pertanian terhadap PDRB sektor pertanian Sumatera
Utara.
c. Ada pengaruh
positif antara kredit perbankan sektor pertanian terhadap PDRB sektor pertanian
Sumatera Utara.
1.4 Tujuan Penelitian
Penulisan
skripsi ini memiliki beberapa tujuan, yaitu:
1. Untuk
mengetahui seberapa besar pengaruh jumlah tenaga kerja sektor pertanian
terhadap PDRB sektor pertanian Sumatera Utara.
2. Untuk
mengetahui seberapa besar pengaruh ekspor sektor pertanian terhadap PDRB sektor
pertanian Sumatera Utara.
3. Untuk
mengetahui seberapa besar pengaruh kredit perbankan pertanian terhadap PDRB
sektor pertanian Sumatera Utara.
1.5 Manfaat
Penelitian Ada
beberapa manfaat yang diharapkan dari penelitian ini, diantaranya:
1. Guna memenuhi
salah satu syarat memperoleh gelar sarjana ekonomi.
2. Sebagai bahan
studi atau literatur bagi mahasiswa yang ingin mengetahui tentang pengaruh
tenaga kerja, ekspor, dan kredit terhadap PDRB.
3. Sebagai
pelengkap sekaligus pembanding hasil-hasil penelitian dengan topik yang sama
yang sudah ada sebelumnya.
4. Sebagai
tambahan wawasan bagi penulis dalam kaitannya dengan disiplin ilmu yang penulis
tekuni.
5. Sebagai bahan
masukan atau pemikiran bagi instansi yang terkait dalam mengambil keputusan.
Download lengkap Versi Word
Tidak ada komentar:
Posting Komentar
pesan skripsi