BAB I PENDAHULUAN
I.I Latar Belakang
Sejarah liberalisasi sektor keuangan di
Indonesia bisa dilacak ke belakang, setidaknya sejak tahun 1983 saat pemerintah
mengeluarkan deregulasi perbankan (Pakjun 1983). Pada awal Repelita IV
(1985/1986) perkembangan penerbitan obligasi mulai berkembang.Deregulasi itu
dilanjutkan secara lebih progresif tahun 198(Pakto 1988). Setelah itu
liberalisasi bergerak ke pasar saham dan obligasi sehingga dalam 15 tahun
terakhir ada kemajuan pesat dalam pasar keuangan itu. Meski dominasi deposito
bank masih kuat dalam pasar, perkembangan itu menyiratkan percepatan pasar
saham dan obligasi dalam menggerakkan kegiatan ekonomi.
Dalam rangka peningkatan pembangunan nasional tidak hanya
menjadi tanggung jawab pemerintah, tetapi juga tanggung jawab seluruh komponen
bangsa Indonesia termasuk sektor swasta dan pasar modal. Pemerintah telah
menyediakan regulasi yang memungkinkan berbagai pihak untuk mengakses
sumber-sumber pembiayaan yang lebih luas dan besar untuk membiayai kegiatan
usahanya, seperti melalui penjualan efek bersifat ekuitas utang atau sering
disebut obligasi (bond) yang termasuk dalam Instrumen Pasar Modal.
Ketika terjadi krisis moneter pada
tahun 1997, tingkat suku bunga sangat tinggi sehingga tidak mungkin bagi suatu
perusahaan untuk melakukan penerbitan obligasi. Sejalan dengan adanya trend
penurunan tingkat suku bunga, penerbitan obligasi pun mulai marak kembali
khususnya pada tahun 2003. Tahun tersebut adalah tahun dimana obligasi sangat
marak dilakukan (Emmy Yahassariea, 2004: 276) Seiring dengan penurunan suku
bunga oleh Bank Indonesia yang terjadi tahun 2006, kinerja pasar obligasi
Indonesia menunjukkan perbaikan. Pasar obligasi Indonesia awal tahun 2006
diwarnai dengan maraknya penerbitan obligasi oleh korporasi Indonesia.
Tingginya animo para emiten Indonesia menerbitkan obligasi juga dipengaruhi
oleh faktor biaya yang rendah seiring dengan penurunan suku bunga, meningkatnya
kebutuhan dana untuk keperluan refinancing dan expansi bisnis terkait dengan banyaknya
obligasi yang akan jatuh tempo di tahun 2006 (Artikel Bank Indonesia, Triwulan
I 2006: 41).
Jumlah nominal penerbitan obligasi korporasi sejak tahun
2006 menunjukkan trend yang meningkat yaitu sebesar 28%, dan jumlah emiten yang
menerbitkan obligasi mengalami penurunan pada tahun 2006 sebesar 30%. Dengan
adanya penurunan tingkat suku bunga, cost of borrowing yang harus ditanggung oleh perusahaan
penerbit menjadi relatih lebih murah. Dengan turunnya suku bunga deposito dan
ekspektasi akan membaiknya kondisi perekonomian Indonesia menjadi hal yang
dipertimbangkan oleh emiten untuk lebih memilih obligasi.
Semakin baik tingkat perekonomian suatu
negara, semakin baik pula tingkat kemakmuran penduduknya yang ditandai dengan
peningkatan pendapatan perkapita masyarakatnya. Dengan adanya peningkatan
pendapatan tersebut maka akan semakin banyak orang yang mempunyai kelebihan
dana. Kelebihan dana tersebut dapat dimanfaatkan untuk disimpan dalam bentuk
tabungan atau deposito, dan dapat diinvestasikan dalam bentuk surat-surat
berharga yang diperdagangkan di pasar modal seperti halnya dengan obligasi
(A.Setiadi 1996: 14) Dengan demikian obligasi bisa dikatakan sebagai salah satu
intrumen pasar modal yang memberikan pendapatan tetap (fixed
income securities)
bagi pemegangnya. Perusahaan penerbit (emiten) obligasi berkewajiban untuk membayarkan
bunga kupon obligasi dalam jumlah tertentu (sesuai kesepakatan) secara periodik
selama obligasi tersebut belum jatuh tempo, dan juga melakukan pembayaran
kembali nilai pokok pinjaman (prinsipal) obligasi tersebut pada saat jatuh tempo
(maturity
date/due date)
yang telah ditentukan.
Penerbitan dan pengawasan obligasi, maupun setelah obligasi
tersebut diperdagangkan di Bursa Efek (Pasar Primer) maupun secara OTC (Over
the Counter) atau Pasar Sekunder, menjadi tanggung jawab Bapepam (Badan
Pengawas Pasar Modal) sesuai dengan kewenangan yang diberikan berdasarkan
Undang- Undang No. 8. Tahun 1995 tentang Pasar Modal (UUPM). Untuk obligasi
yang tidak diperdagangkan atau tidak dilaporkan perdagangannya ke bursa
dikenakan pajak PPh pasal 23/26 (tarif umum).
Obligasi merupakan suatu instrumen
pendanaan (funding instrument) yang sangat efektif untuk mengumpulkan dana dari
masyarakat. Obligasi biasanya diterbitkan dengan jangka waktu yang lama
(biasanya >3 tahun) dan nilai emisi yang besar (biasanya >50 juta
rupiah). Dengan menerbitkan obligasi, berarti telah mengumpulkan dana dari para
pemegang obligasi. Dana tersebut bisa digunakan untuk ekspansi usaha
penerbitnya ataupun untuk tujuan lain dari penerbitnya.
Berbagai prosedur keterbukaan yang disyaratkan harus
dilakukan oleh pihak yang hendak menerbitkan obligasi. Adapun
ketentuan-ketentuan yang dapat dicantumkan dalam obligasi seperti,
pembatasan-pembatasan atas tindakan hukum yang dilakukan oleh penerbit dan
identitas pemegang obligasi.
Proses yang umum dikenal dalam penerbitan obligasi adalah
melalui penjamin emisi (underwriting). Penjamin emisi adalah satu atau
lebih perusahaan sekuritas membentuk sindikasi membeli obligasi yang telah
diterbitkan dan menjual kembali kepada investor. Perusahaan atau Korporasi,
Perbankan, Pemerintah dan Lembaga Berbadan Hukum lainnya dapat menerbitkan
obligasi dalam denominasi mata uang rupiah dan juga dalam mata uang asing.
Jika penerbit obligasi menerbitkan obligasi berdenominasi
valuta asing, maka dapat memasuki pasar perdagangan obligasi internasional.
Penerbitan obligasi berdenominasi valuta asing digunakan sebagai sarana lindung
terhadap resiko gejolak perubahan nilai tukar (kurs). Harga suatu sekuritas
akan ditentukan oleh nilai intrinsik dari sekuritas tersebut, dan nilai
intrinsik sekuritas ditentukan oleh nilai sekarang (present
value).
Dalam kasus sekuritas obligasi akan
relatif lebih mudah dibandingkan dengan penilaian sekuritas lain (misalnya:
saham), karena waktu dan besarnya aliran kas obligasi sudah dapat diketahui
sebelumnya. Saat membeli obligasi, investor akan tahu kapan waktu dan besarnya
pembayaran bunga selama umur obligasi, serta besarnya pembayaran nilai
prinsipal pada saat obligasi tersebut jatuh tempo.
Harga obligasi sangat dipengaruhi oleh tingkat bunga
perbankan yang berlaku. Jika tingkat bunga perbankan mengalami penurunan, maka
harga obligasi akan meningkat. Investor akan memperoleh capital
gain dari
selisih kenaikan harga penjualan obligasi dengan harga pembelian obligasi
sebelumnya. Selain capital gain, obligasi juga memberikan pendapatan
tetap berupa pendapatan bunga kupon dan pelunasan obligasi pada saat jatuh
tempo.
Sekuritas obligasi bisa dijadikan alternatif investasi baik
untuk investor konservatif maupun investor agresif. Investor konservatif yang
lebih menyukai pendapatan tetap perlu mempertimbangkan risiko yang berkaitan
dengan inflasi.
Resiko inflasi akan menyebabkan penurunan nilai riil mata
uang atau pendapatan.
Dalam konteks investasi obligasi, adanya kenaikan inflasi
akan menyebabkan penurunan nilai riil pendapatan bunga yang diperoleh investor
selama umur obligasi.
Tingkat inflasi juga akan sangat terkait dengan tingkat
bunga. Sehingga investor konservatif maupun agresif perlu mempertimbangkan
faktor penting dalam strategi obligasi portofolio yaitu, tingkat bunga dan
estimasi perubahan tingkat bunga tersebut.
Hukum yang berlaku adalah bahwa harga
obligasi berlawanan arah dengan trend suku bunga perbankan. Jika suku bunga
perbankan naik, pemodal (investor) obligasi cenderung menjual obligasi atau
memindahkan investasinya ke tabungan maupun deposito. Situasi seperti ini akan
menurunkan harga obligasi. Sebaliknya jika kecenderungan bunga perbankan
menurun, maka investor akan mempertahankan kepemilikan obligasi, karena bunga
kupon obligasi bisa mencapai 14%-18% (bisa lebih besar dari suku bunga
perbankan).
Dalam kondisi ekonomi yang mengalami peningkatan inflasi,
suku bunga akan cenderung mengalami peningkatan. Tingkat inflasi nantinya akan mempengaruhi
harga dan yield obligasi. Jika investor mengestimasi adanya kenaikan inflasi
maka investor akan meminta kompensasi yang lebih besar karena adanya penurunan
nilai riil aliran kas yang diperoleh dari obligasi. Oleh karena itu pada kondisi
dimana inflasi diestimasikan naik, harga obligasi akan turun tetapi yield akan meningkat.
Pasar obligasi tidak menyukai adanya peningkatan inflasi yang dapat memberikan
dampak negatif terhadap nilai riil dari pendapatan yang diperoleh dari obligasi.
Pada saat kondisi ekonomi Indonesia membaik maka
memungkinkan banyak korporasi untuk menerbitkan obligasi dalam alternatif
mencari dana. Dengan pertimbangan tersebut penulis ingin meneliti faktor-faktor
apakah yang mempengaruhi penerbitan obligasi terutama yang berdenominasi
rupiah. Dengan demikian itu penulis membuat judul skripsi ”Analisis faktor-faktor yang mempengaruhi
penerbitan obligasi korporasi di Indonesia ”.
I.2 Perumusan masalah.
Berdasarkan uraian diatas, maka yang menjadi perumusan
masalahnya adalah sebagai berikut: Berapa besarkah pengaruh suku bunga deposito dan pendapatan
perkapita terhadap penerbitan obligasi korporsi di Indonesia ? I.3 Hipotesis.
Hipotesis adalah jawaban sementara atas permasalahan yang
memerlukan pengujian untuk membuktikan kebenarannya. Berdasarkan permasalahan
diatas maka penulis membuat hipotesis sebagai berikut: Suku bunga deposito mempunyai pengaruh
negatif terhadap penerbitan obligasi korporasi di Indonesia, sedangkan
Pendapatan perkapita berpengaruh positif terhadap penerbitan obligasi korporasi
di Indonesia.
I.4 Tujuan Penelitian dan Manfaat
Penelitian.
Adapun yang menjadi tujuan penelitian ini adalah sebagai
berikut: 1. Untuk mengetahui pengaruh suku bunga deposito terhadap penerbitan
obligasi korporasi di Indonesia.
2. Untuk mengetahui pengaruh pendapatan perkapita terhadap
penerbitan obligasi korporasi di Indonesia.
3. Untuk membandingkan keuntungan yang
ditawarkan dalam deposito terhadap kupon obligasi (yield).
4. Untuk mengetahui faktor-faktor yang mempengaruhi
penerbitan obligasi dan faktor-faktor yang menentukan harga obligasi.
Sedangkan manfaat yang diharapkan dari penelitian ini
adalah: 1. Menambah wawasan ilmiah bagi penulis mengenai pasar modal terutama investasi
aset finansial khususnya terhadap obligasi korporasi.
2. Bahan masukan bagi korporasi, perbankan, pemerintah dan
lembaga lain yang terkait dengan penerbitan obligasi korporasi.
3. Bahan tambahan dan pelengkap terhadap penelitian yang
sudah ada sebelumnya.
4. Sebagai bahan studi dan literatur tambahan bagi
mahasiswa/ mahasiswi yang ingin melakukan penelitian selanjutnya.
Download lengkap Versi Word
Tidak ada komentar:
Posting Komentar
pesan skripsi