BAB I
PENDAHULUAN
1.1
Latar Belakang
Dalam
menjalankan pembangunan ekonomi, masih banyak pekerjaan rumah yang harus
dikerjakan oleh Indonesia. Untuk mencapai sasaran pembangunan yang
berkelanjutan ditetapkan beberapa langkah-langkah yang harus dikerjakan oleh
negara. Pertama adalah untuk tercapainya Indonesia yang sejahtera dan
berkeadilan dapat dilakukan dengan cara pembangunan infrastruktur sebagai
pendorong pertumbuhan ekonomi seperti
sarana perhubungan, pemukiman, irigasi,
infrastruktur energi. Kedua, meringankan beban rakyat dengan cara meningkatkan
pelayanan pendidikan murah dan terjangkau, penanggulangan kemiskinan, pelayanan
kesehatan murah, ketahanan pangan dan subsidi untuk pemerataan. Ketiga,
mewujudkan suasana aman tentram dan kepastian hukum bagi hehidupan rakyat dan
dunia usaha dengan cara peningkatan bidang pertahanan dan keamanan negara.
Semua hal diatas jika dilaksanakan dengan terkonsep dan terstruktur dengan baik
akan tercapai pertumbuhan ekonomi sebagai indikator keberhasilan suatu negara.
Untuk
tercapainya hal-hal yang disebutkan diatas, tidak terlepas dari pembiayaan dan
pengorbanan yang akan dilakukan baik oleh masyarakat dan khususnya oleh
pemerintah sebagai pemegang kendali pembangunan. Untuk itu pemerintah
menetapkan sebuah rancangan yang terkonsep yang tercantum dalam
perundang-undangan yakni tentang pengeluaran negara untuk pembiayaan
pembangunan. Hal ini tercantum dalam
Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN) yang berubah setiap masa periode
tertentu biasanya setiap tahun masa berjalan.
APBN merupakan salah satu instrumen kebijakan fiskal ekonomi
yang diarahkan untuk mencapai sasaran pembangunan ekonomi nasional dimana di
dalamnya tercantum mengenai pendapatan dan pengeluaran negara dalam periode
tertentu. Dalam APBN juga dibahas mengenai jenis anggaran yang diterapkan,
dalam hal ini anggaran yang surplus, berimbang atau defisit juga mengenai
fungsi dan peranannya di dalam pembangunan ekonomi. Salah satu fungsi APBN
adalah stabilisasi dalam arti anggaran menjadi alat untuk memelihara dan
mengupayakan keseimbangan fundamental perekonomian. Hal ini berarti Pemerintah
dapat menjalankan anggaran surplus atau menjalankan anggaran defisit atau
berimbang seperti yang disebutkan diatas dan menyesuaikanya dengan kondisi
perekonomian nasional. Diharapkan pada akhirnya APBN akan mencapai keseimbangan
selama satu periode jangka panjang dalam siklus perekonomian nasional. Sebagaimana
yang dijelaskan diatas, pembiayaan dalam APBN dipergunakan sebesar-besarnya
untuk kemakmuran rakyat yang merupakan parameter pertumbuhan ekonomi.
Untuk melihat dan memperjelas hal-hal yang disebutkan,
berdasarkan APBN Tahun 2012 (UU No. 2 Tahun 2011 tentang APBN 2012 yang di
publikasikan oleh Biro Komunikasi Departemen Keuangan RI) ditetapkan bahwa APBN
sebesar Rp 1.435,4 T terdiri dari belanja pusat sebesar Rp 965,0 T dan belanja
ke daerah sebesar Rp 470,4 T. Dari total belanja pusat senilai Rp 965,0 T,
sejumlah Rp 416,8 T
(43,2%) dialirkan ke daerah yang
terdiri dari: dana yang dilimpahkan kepada gubernur (dana dekonsentrasi) Rp
21,9 T, dana penugasan pusat kepada daerah (dana tugas pembantuan) Rp 14,2 T,
dana instansi pemerintah pusat di daerah Rp 143,6 T, Program Nasional
Pemberdayaan Masyarakat (PNPM) Rp 11,4 T, Bantuan Operasional Sekolah (BOS) Rp
9,5 T, Jaminan Kesehatan Masyarakat (Jamkesmas) Rp 7,3 T, dan program nasional
melalui subsidi Rp 208,9 T. Dengan demikian total dana yang mengalir ke daerah
adalah sebesar Rp 887,2 T atau 61,8% dari total Belanja negara. Semuanya itu
digunakan untuk mendorong pertumbuhan, mengurangi kesenjangan dan menciptakan
kestabilan pembangunan ekonomi nasional.
Untuk mencukupi pengeluaran dalam pembangunan ekonomi,
pemerintah melalui badan-badan tertentu menetapkan pos-pos sebagai sumber
pendanaan yang tercantum dalam pendapatan negara, seperti penerimaan pajak,
penerimaan kepabeaan dan cukai, penerimaan negara bukan pajak, penerimaan
pembiayaan dari peranan pasar modal dalam portofolio yang sering juga disebut
sebagai investasi tidak langsung (indirect investment), salah satu yang
termasuk di dalamnya adalah melalui penerbitan obligasi atau sering juga
disebut surat utang sebagai salah satu sumber pendanaan yang strategis untuk
negara, dalam hal ini adalah Surat Utang Negara (SUN) yang di lelang kepada
korporasi dan masyarakat dalam negeri maupun pihak asing dengan harga tertentu
dan imbalan tertentu yang diberikan oleh pemilik obligasi dalam hal ini
pemerintah sebagai pemilik dan pihak yang melelang obligasi.
Pelaku pasar modal sangat
berkepentingan terhadap informasi tentang arah kebijakan pembangunan ekonomi
nasional yang tercermin dalam APBN, mengingat implikasi kebijakan tersebut
terhadap minat dan kesempatan investasi di pasar modal domestik. Persepsi pasar
akan sangat tergantung pada konsistensi tindakan pemerintah dalam menjalankan
kebijakan tersebut. Di samping itu, para pemodal membutuhkan adanya kepastian
hukum dan jaminan adanya pengelolaan pasar modal yang profesional dan
berstandar internasional yang akan menjadi daya tarik tersendiri bagi para pemodal.
Surat Utang Negara merupakan salah satu sumber pembiayaan
yang digunakan untuk menutupi defisit APBN, sebagaimana dimaksud dalam Pasal 12
ayat 3 UU Nomor 17 Tahun 2003 tentang keuangan negara. Surat Utang Negara
didefinisikan sebagai surat berharga yang berupa surat pengakuan utang dalam
mata uang rupiah maupun valuta asing yang dijamin pembayaran bunga dan pokoknya
oleh Negara Republik Indonesia, sesuai dengan masa berlakunya (Pasal 1 Angka 1
UU Nomor 24 Tahun 2002 tentang Surat Utang Negara).
Terdapat dua jenis SUN sebagaimana yang tertera pada UU NO 24
Tahun 2002, yakni Surat Perbendaharaan Negara (SPN) dan Obligasi Negara (ON).
SPN berjangka waktu 1 tahun sedangkan ON berjangka waktu lebih dari 1 tahun.
Tujuan utama SUN adalah menutup defisit APBN sekaligus menambah sumber
pembiayaan untuk negara. Dalam SUN (ON dan SPN) tidak semuanya proporsional
dalam pelelangan dan yang paling bagus eksistensi di dalam pelelanganya adalah
Obligasi Negara. Menurut denominasi mata uangnya, ON yang telah diterbitkan
Pemerintah
dapat dikelompokkan ke dalam dua
kelompok, yaitu ON berdenominasi Rupiah dan ON berdenominasi valuta asing.
Menurut jenis tingkat bunganya, ON dapat dikelompokkan ke dalam ON dengan
tingkat bunga tetap dan ON dengan tingkat bunga mengambang.
Pemerintah mempunyai tiga pilihan untuk menutup defisit APBN,
yaitu dari hasil privatisasi BUMN, Penerbitan Surat Utang Negara (SUN), dan
dana Pinjaman Hibah Luar Negeri (Kartika D.S.S, 2006).
Kewajiban pemerintah sebagai penerbit SUN adalah membayar
bunga dan pokok (disebut kupon kepada pemegang SUN) sama seperti kewajiban
debitor kepada kreditor (UU No. 24 Tahun 2002 pasal 1 ayat 1). Dana untuk
membayar kupon bersumber dari pendapatan negara. Adanya jaminan dari pihak pemerintah
dimaksudkan untuk menciptakan daya tarik bagi investor agar berinvestasi pada
SUN Pemerintah harus cermat mengelola pos-pos pengeluaran negara agar cukup
tersedia dana dalam APBN untuk membayar kupon SUN yang tidak hanya menutup
defisit APBN tetapi juga sebagai sumber alternatif pembiayaan negara.
Selama tabungan pemerintah belum mencukupi untuk membiayai
anggaran pembangunan maka keberadaan utang luar negeri dan SUN sulit dihindari,
terutama untuk membiayai prioritas pembangunan yang menjadi tugas dan tanggung
jawab pemerintah.
Banyak faktor yang menyebabkan berkembangnya permintaan
terhadap SUN di Indonesia. Selain faktor fundamental ekonomi yang baik, juga
salah satunya adalah stempel layak investasi yang disematkan oleh dua lembaga
pemeringkat utang
yaitu Fitch Ratings dan Moody’s
Investors Service pada akhir tahun 2011 dan awal tahun 2012 yang lalu.
Dengan penilaian lembaga pemeringkat utang tersebut, telah
terkonfirmasi bahwa permintaan pada SUN setelah Indonesia menyandang predikat
tersebut meningkat drastis. Lelang SUN per 26 Januari mendapatkan penawaran
total senilai Rp 50,13 triliun dari nilai yang ditawarkan sebesar Rp 10,5
triliun. Pemerintah mencatat bahwa ini merupakan penawaran tertinggi dalam
sejarah pelelangan SUN Indonesia (Harian Kompas, Februari 2012).
Penerbitan SUN yang dilakukan pemerintah ini memiliki potensi
yang sangat besar untuk dikembangkan karena penerbitan SUN juga dapat dipakai
untuk mengurangi ketergantungan pada pembiayaan luar negeri yang sangat rentan
terhadap fluktuasi nilai tukar Rupiah.
Pihak yang berminat untuk memiliki SUN harus dengan
pertimbangan bagaimana melihat kondisi fundamental perekonomiaan suatu negara
dalam hal ini Indonesia, termasuk didalamnya adalah mengenai alat pembayaran
yang dinyatakan dalam satuan mata uang Rupiah ataupun mata uang asing yang
sudah diakui di dunia internasional beserta eksistensi di dalam perekonomian
global. Kuat atau lemahnya nilai tukar mata uang suatu negara berpengaruh pada
penawaran pelelangan SUN oleh pemerintah termasuk di dalamnya yang dimiliki
oleh pihak asing (Ekonom Nurul, 2012). Masuknya aliran dana asing ke bursa saham
dan pasar obligas bisa menjadi katalis positif bagi Rupiah. Namun, membaiknya
data ekonomi AS pasca
krisis bisa menjadi hambatan bagi
apresiasi mata uang dalam negeri (Waspada Online, 6 Februari 2012).
Selain sebagai tambahan untuk menutupi pendanaan/pembiayaan
ataupun menutupi kekurangan dalam APBN, SUN juga sangat potensial untuk
dijadikan sebagai penyeimbang kondisi makroekonomi khususnya dari sisi moneter,
dimana berpeluang sebagai penyeimbang fluktuasi nilai mata uang Rupiah dan juga
bahwa penerbitan Surat Utang Negara kepada publik merupakan salah satu potensi
pembiayaan untuk mengurangi beban dan risiko keuangan bagi negara di masa
mendatang.
Dilihat dari sisi demand dan supply dalam hal
ini pihak pemerintah sebagai supplier yakni sebagai pihak yang
menawarkan SUN kepada publik memiliki pengaruh ketika SUN diterbitkan atau
tidak. Pengaruh dimaksud adalah terhadap kondisi moneter atau fluktuasi Rupiah,
dalam hal ini operasi pasar moneter melalui penyerapan SUN. Untuk kondisi
instabilisasi moneter, pemerintah gencar melakukan intervensi pasar dengan
melalukan pelelangan SUN sekaligus menambah persediaan valas bagi para pemodal
ataupun instansi yang membutuhkan. Dalam hal yang sama Bank Sentral menambah
instrument moneter dalam rangka stabilisasi nilai tukar Rupiah dengan cara
membeli SUN dengan valuta asing. Hal itu dilakukan guna menjaga stabilisasi
nilai tukar Rupiah jika sewaktu-waktu kebutuhan valas meningkat. Sementara
jikalau dilihat dari sisi demand dalam hal ini publik sebagai peminta
atau pihak yang akan membeli SUN juga memperhatikan dengan cermat
bagaimana fluktuasi nilai tukar pada
saat mereka menginginkan pembelian atau pelelengan SUN.
Jika ditelaah lebih dalam maka antara nilai tukar Rupiah
dengan permintaan publik pada SUN saling memiliki keterkaitan atau lazim
disebut hubungan saling mempengaruhi.
Melihat hubungan yang terjadi pada penjelasan diatas antara
permintaan publik pada SUN terhadap nilai tukar Rupiah dengan Dolar AS maka
penulis ingin membahas lebih dalam tentang “Analisis Kausalitas dan
Kointegrasi Antara Surat Utang Negara (SUN) Dengan Nilai Tukar Rupiah di
Indonesia”.
1.2 Perumusan Masalah
Dalam Penyusunan penelitian ini, penulis terlebih dahulu
merumuskan masalah sebagai dasar kajian penelitian yang kemudiaan akan
dilakukan. Berdasarkan uraian yang sudah dijelaskan diatas, maka dibuat
perumusan masalah yang akan diteliti, yaitu:
1) Bagaimana pola hubungan timbal
balik (Kausalitas) antara Surat Utang Negara terhadap nilai tukar Rupiah
2) Apakah terdapat hubungan kointegrasi (keseimbangan jangka
panjang antara Surat Utang Negara terhadap nilai tukar Rupiah
1.3 Tujuan Penelitian
Adapun yang menjadi tujuan dari penelitian ini adalah:
1) Untuk mengetahui pola atau arah
hubungan timbal balik (kausalitas) antara Surat Utang Negara terhadap nilai
tukar rupiah
2) Untuk mengetahui hubungan keseimbangan jangka panjang
(kointegrasi) antara Surat Utang Negara terhadap nilai tukar Rupiah.
1.4 Manfaat Penelitian
Adapun manfaat dari penelitian ini adalah sebagai berikut:
1) Sebagai informasi untuk mengetahui
perkembangan Surat Utang Negara di Indonesia
2) Sebagai bahan studi dan literatur
tambahan bagi mahasiswa-mahasiwi yang ingin melakukan studi berikutnya dalam
penelitian yang sama
3) Sebagai tambahan wawasan ilmiah
dan ilmu pengetahuan yang berkaitan dengan disiplin ilmu penulis.
4) Sebagai masukan yang bermanfaat
bagi pemerintah atau instansi-instansi yang terkait
5) Untuk menambah , melengkapi, sekaligus sebagai pembanding
hasil-hasil penelitian yang sudah ada topiknya sebelumnya yang saling
berhubungan.
Download lengkap Versi Word
Tidak ada komentar:
Posting Komentar
pesan skripsi