Selasa, 04 Maret 2014

Skripsi Ekonomi Pembangunan: ANALISIS FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI MINAT MENABUNG DI BANK SYARIAH


 BAB I
PENDAHULUAN
1.1. Latar Belakang

Krisis ekonomi yang telah melanda Tanah air kita selama hampir satu tahun yaitu tahun 1998 ditandai dengan terdepresiasinya nilai tukar rupiah dari Rp. 3000/US$ menjadi Rp. 10.538/US$. Selanjutnya krisis nilai tukar, krisis likuiditas, dan krisis kepercayaan itu juga membawa dampak pada kinerja pasar modal. Anjloknya nilai tukar mata uang lokal ini menyebabkan terjadinya ketimpangan bagi struktur ekonomi yang didominasi impor. Tingginya tingkat bunga menyebabkan ekonomi kekurangan likuiditas yang akibatnya kegiatan dunia usaha menjadi stagnan, sehingga berakibat meningkatnya jumlah pengangguran.

Gejolak yang terjadi ini merupakan konsekuensi logis dari lepasnya keterkaitan sektor moneter dengan sektor riil. Sektor moneter telah berkembang sedemikian cepatnya melampaui batas-batas Negara, sedangkan sektor riil selalu tertinggal di belakang karena production time requirement dari input menjadi output. Uang tidak hanya berfungsi sebagai alat tukar melainkan telah menjadi barang komoditas, sebagai akibat adanya motif spekulasi dari pemegang uang.
Hal ini berbeda dengan konsep yang mendasari sistem keuangan syariah yang menganggap uang sebagai alat tukar. Sebagai alat tukar, uang tidak tidak menghasilkan nilai tambah apapun kecuali apabila uang dikonversi menjadi barang atau jasa. Dengan demikian, setiap transaksi keuangan didasari atau dilatarbelakangi oleh transaksi sektor rill. Berdirinya pebankan dengan system bagi hasil didasarkan pada dua alasan utama yaitu (1) adanya pandangan bahwa bunga (interest) pada bank konvensional hukumnya haram karena termasuk dalam
katagori riba yang dilarang dalam agama, bukan saja dalam agama Islam tetapi oleh agama samawi lainnya, (2) dari aspek ekonomi, penyerahan resiko usaha terhadap salah satu pihak dinilai melanggar norma keadilan. Prinsip bagi hasil (profit sharing) merupakan sebuah karakteristik dari suatu perbankan syariah dan dasar bagi operasional bank syariah secara keseluruhan. Secara syariah prinsip ini didasarkan pada kaidah al-mudharabah, dengan hal ini bank syariah akan bertindak sebagai mitra antara orang yang memiliki kelebihan dana dan orang yang kekurangan dana, dengan bank akan bertindak sebagai pengelola dana (mudharib), sementara penabung akan bertindak sebagai pemilik dana (shahibul maal). Antara keduanya diadakan akad mudharabah, yang menyatakan pembagian keuntungan masing-masing pihak yang terkait. Dalam jangka panjang sistem perbankan konvensioanl akan menyebabkan penumpukan kekayaan pada segelintir orang yang memiliki modal besar (Sjahdeini, S. Remmy, 1999).
Faktor utama yang membedakan bank kovensioanl dengan bank syariah adalah suku bunga (interest) sebagai balas jasa atas penyertaan modal yang diterapkan pada bank konvensional, sementara pada bank syariah balas jasa atas penyertaan modal diperhitungkan berdasarkan keuntungan atau kerugian yang diperoleh yang didasarkan pada “akad”. Prinsip utama dari “akad” ini adalah keadilan antara pemilik modal (shohibul maal) dan pengelola modal (mudharib). Prinsip ini berlaku baik bagi debitur maupun kreditur.
Kelahiran perbankan syariah di Indonesia didorong oleh keinginan masyarakat Indonesia (terutama masyarakat Islam) yang berpandangan bunga merupakan riba, sehingga dilarang oleh agama. Dari aspek hukum, yang mendasari perkembangan bank syariah di Indonesia adalah UU No. 7 Tahun
1992. Dalam undang-undang tersebut prinsip syariah masih samar, yang dinyatakan sebagai prinsip bagi hasil. Prinsip perbankan syariah secara tegas dinyatakan dalm UU No. 10 Tahun 1998, yang kemudian diperbaharui dengan UU No. 23 Tahun 1999 tentang Bank Indonesia dan UU No. 3 Tahun 2004. Dengan demikian, perkembangan lembaga keuangan yang menggunakan prinsip syariah dimulai pada tahun 1992, yang diawali dengan berdirinya Bank Muamalat (BMI) sebagai bank yang menggunakan prinsip syariah pertama di Indonesia. Bank syariah adalah salah satu alternatif bank yang dianggap aman oleh masyarakat untuk menyimpan dananya. Hal itu ditunjukkan dengan hasil survey Bank Indonesia. Hasil survey di daerah-daerah menggambarkan 1/3 dari 180 juta umat Islam tidak mau menabung di bank konvensional. Dengan perincian 60 juta orang tidak mempermasalahkan, 60 juta orang ragu-ragu, 60 juta orang tidak mau sama sekali. (media Indonesia, 29 Juli1999).
Kota Lhokseumawe merupakan bagian sebelah Utara dari propinsi Nangroe Aceh Darussalam (NAD) memiliki luas wilayah 253,87 Km2 dan memiliki 153.147 jiwa sangat strategis dan berpotensi untuk pengembangan bisnis perbankan khususnya perbankan syariah. Perkembanagn perbankan syariah di Kota Lhokseumawe baru muncul pada tahun 2007, keterlambatan perkembangan perbankan syariah di Kota Lhokseumawe disebabkan terjadinya konflik politik yang terjadi sehingga mengakibatkan kondisi aktivitas perekonomian khususnya perbankan secara umum tidak kondusif. Pasca konflik Perkembangan perbankan syariah terjadi di Kota Lhokseumwe dengan baik, dimana sejak tahun 2007 perbankan syariah mulai tumbuh di Kota Lhokseumawe perkembangan
perbankan syariah semakin semarak hingga sekarang tahun 2011 jumlah perbankan syariah di Kota Lhokseumawe sudah terdapat 6 (enam) bank syariah.
Basri (2003) dan Rahmansyah (2002) menyatakan menabung di bank syariah karena menjalankan syariah dan sunnatullah maka memperoleh bagi hasil lebih menguintungkan dibanding bank konvensional dan yang namanya bunga bank sudah jelas haram. Hal ini menunjukkan bahwa keputusan masyarakat untuk menabung dipengaruhi oleh banyak faktor, mulai dari prilaku konsumen yang mempengaruhi sikap dalam diri individual sampai kepada nilai-nilai yang diberikan pihak bank kepada nasabahnya, seperti faktor ekonomi yaitu keuntungan, efisiensi pelayanan, pendapatan konsumen, kredibilitas dan kesan yang mempengaruhi masyarakat untuk menyimpan dananya di bank syariah.
Berdasarkan uraian di atas penulis tertarik untuk melakukan penelitian dengan judul “Analisis Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Minat Menabung di Perbankan Syariah Kota Lhokseumawe.
1.2. Perumusan Masalah

Berdasarkan uraian di atas, maka perumusan masalah yang dapat diambil sebagai dasar dalam penelitian ini adalah :
1. Bagaimana perkembangan perbankan syariah di Kota Lhokseumawe di tinjau dari jumlah nasabah, jumlah simpanan dan jumlah pinjaman?
2. Faktor-faktor apakah yang mendorong keputusan masyarakat menabung di Bank Syariah di Kota Lhokseumawe?


1.3. Tujuan Penelitian

Adapun tujuan penelitian ini adalah :
1. Untuk mengetahui bagaimana perkembangan perbankan Syariah di Kota Lhokseumawe.
2. Untuk mengetahui faktor-faktor yang apa yang mendorong keputusan masyarakat menabung di perbankan Syariah di Kota Lhokseumawe. 1.4. Manfaat Penelitian


Adapun manfaat penelitian yang penulis harapkan dari penelitian ini adalah sebagai berikut :
1. Bagi perusahaan, memberikan informasi bagi perbankan Syariah di Kota Lhokseumawe di dalam pengambilan keputusan pemasaran untuk meningkatkan jumlah nasabah.
2. Bagi peneliti, untuk dapat mengaplikasikan antara teori yang diperoleh dalam perkuliahan dan membandingkannya dengan kondisi rill di dunia usaha sehingga melatih kemampuan menganilisis dengan sistematis.
3. Bagi pihak lain, dapat menjadi rujukan bagi peneliti lain yang menfokuskan studi penelitian pada bidang yang sama dengan penulis.
4. Bagi akademisi, sebagai informasi dan masukan untuk lembaga akademis sehingga dapat dijadikan bahan referensi untuk menambah khazanah ilmu pengetahuan.


1.5. Batasan Penelitian

Untuk menghindari meluasnya rumusan masalah, penelitian hanya dilakukan dengan membatasi faktor-faktor yang mendorong keputusan masyarakat untuk menabung di perbankan Syariah di Kota Lhokseumawe yaitu sebatas variabel:
1. Pelayanan
2. Bagi hasil
3. Keyakinan
4. Lokasi


Download lengkap Versi Word

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

pesan skripsi