BAB
I
PENDAHULUAN
1.1
Latar Belakang
Kondisi
makro ekonomi yang membaik ditandai dengan stabilnya kondisi moneter. Kondisi
ekonomi dikatakan belum sehat apabila tidak diikuti oleh aktivitas kegiatan
ekonomi yang riil. Hubungan fungsional dalam sistem ekonomi tidak berjalan
dengan baik jika masing – masing fungsi masih belum berjalan dengan semestinya.
Sistem perekonomian yang belum berjalan dengan baik, belum dapat
mengkoordinasikan berbagai elemen dan fungsi yang ada di dalamnya. Keadaan
seperti ini harus cepat diatasi agar perekonomian tidak berjalan pincang, yang
mengakibatkan perekonomian tidak stabil.
Dengan
semakin berkembangnya suatu kegiatan ekonomi dan kegiatan usaha, maka akan
dirasakan perlu adanya sumber-sumber penyediaan dana guna membiayai kegiatan
usaha tersebut. Oleh karena itu, hubungan antara pertumbuhan ekonomi dengan
pertumbuhan suatu kegiatan usaha dalam eksistensi perkreditan mempunyai
koefisien korelasi yang sangat erat, baik bersifat negatif maupun dalam
sifatnya yang positif. Sedangkan apabila ditinjau dari sisi yang lain yaitu
dari sudut pandangan perbankan atau lembaga keuangan yang menyediakan sumber
dana yang berbentuk perkreditan tersebut, maka kredit akan mempunyai suatu
kedudukan yang sangat istimewa, terutama pada negara-negara yang sedang
berkembang sebab antara volume permintaan akan dana jauh lebih besar dari
penawaran dana yang ada dimasyarakat.
Sektor
perkreditan tetap merupakan kegiatan yang penting dari suatu industri perbankan
baik di negara-negara yang sedang berkembang maupun pada
negara-negara
yang telah maju, karena “kredit” sebagai salah satu sumber dana yang penting
dari setiap jenis kegiatan usaha dapat diibaratkan sebagai darah bagi makhluk
hidup
Perkembangan
ekonomi dapat juga dilihat dari salah satu indikator yaitu kebijakan moneter di
bidang perbankan. Pertumbuhan kredit perbankan yang mendorong perkembangan
dunia usaha mulai dari unit terkecil sampai unit terbesar. Ketika dunia usaha
ataupun bisnis bertumbuh pesat maka, secara tidak langsung mempengaruhi
perkembangan ekonomi yang juga berkembang pesat. Perbankan adalah sebagai
fungsi intermediasi penyaluran kredit kepada masyarakat baik kredit untuk
konsumsi, investasi maupun modal usaha. Penyaluran kredit ini dipengaruhi oleh
variabel – variabel ekonomi seperti tingkat suku bunga, inflasi dan giro wajib
minimum ( GWM ).
Salah
satu lembaga ekonomi yang diperlukan dalam perekonomian modern adalah lembaga
keuangan baik bank maupun lembaga bukan bank. Lembaga keuangan adalah semua
badan yang kegiatannya di bidang keuangan melakukan penghimpunan dan penyaluran
dana dari dan untuk masyarakat. Lembaga keuangan merupakan badan yang
kegiatannya untuk menarik dari dana masyarakat (tabungan, giro maupun deposito)
dan menyalurkan dana itu kembali ke masyarakat dalam bentuk kredit maupun
pinjaman.
Sebagai
lembaga intermediasi ataupun pihak – pihak yang kelebihan dana, baik
perorangan, badan usaha, yayasan maupun lembaga pemerintah dapat menyimpan
kelebihan dananya di bank dalam bentuk rekening giro, tabungan maupun deposito
berjangka sesuai kebutuhan dan prefensinya. Sementara itu, pihak – pihak yang
kekurangan dana mengajukan pinjaman atau kredit ke bank.
Fungsi
intermediasi dapat berjalan dengan baik apabila kedua belah pihak tersebut
memiliki kepercayaan terhadap bank. Kebijakan perbankan efektif apabila bank
tersebut dapat menjaga kepercayaan masyarakat. Tanpa adanya kepercayaan dari
masyarakat maka fungsi intermediasi tidak dapat dilakukan dengan baik.
Pendapatan bunga dari dana yang disimpan dan ketersediaan dana bagi pihak yang
mau meminjam baik untuk konsumsi, produksi, modal usaha maupun investasi, dan
untuk ini bank akan mendapat spread (selisih antara pendapatan dan biaya
bunga).
Di
sisi lain perekonomian juga mendapat manfaat berupa mekanisme alokasi sumber –
sumber dana secara efisien dan efektif. Bank sebagai lembaga intermediasi,
berperan penting dalam memobilisasi dana – dana masyarakat untuk diputarkan
sebagai salah satu sumber pembiayaan utama bagi dunia usaha baik investasi
maupun produksi untuk mendorong pertumbuhan ekonomi. Selain sebagai intermediasi
perbankan juga harus memperhatikan ketentuan cakupan modal yaitu harus
ditetapkan 10 % dari nilai setor bank.
Pengelolaan
kegiatan lending yang merupakan penyaluran kredit atau pinjaman. Penyaluran
dana ini dapat dilakukan apabila dana yang disalurkan sudah terhimpun dalam
kegiatan funding. Namun apabila dana yang dihimpun tidak cukup untuk
disalurkan maka pihak bank akan berusaha menghimpun dana.
Penyaluran
kredit dipengaruhi oleh beberapa faktor yang mendukungnya seperti inflasi, suku
bunga dan giro wajib minimum. Dalam setiap usaha perbankan faktor – faktor ini
sangat berpengaruh dalam penyaluran kredit
Untuk
mendukung pemberian kredit oleh bank, maka harus dapat dilihat beberapa
indikator antara lain adalah tingkat suku bunga perbankan yaitu bunga
kredit
dan juga suku bunga tabungan. Suku bunga tabungan yang rendah, rata-rata bersih
per tahun tentu akan berpengaruh pada turunnya suku bunga kredit. Saat ini,
secara rata-rata suku bunga kredit berkisar antara 10% sampai 15% per tahun
dengan BI rate 6,5%. Dengan tingginya suku bunga menyebabkan sulitnya
peminjaman kredit sehingga dunia usaha kurang berkembang.
Penyaluran
kredit menurut sektor ekonomi dan menurut penggunaannnya memiliki peranan
penting dalam pertumbuhan ekonomi Sumatera Utara. Kredit yang diberikan kepada
masyarakat baik untuk modal kerja dan investasi maupun konsumsi memberikan
sumbangan besar bagi pertumbuhan dan kesejahteraaan masyarakat Sumatera Utara.
Selama triwulan I tahun 2008, kredit yang disalurkan oleh bank umum di Sumatera
Utara mencapai Rp 54,78 triliun. Berdasarkan penggunaannya sebagian besar
kredit tersebut disalurkan untuk kegiatan produktif (modal kerja). Posisi modal
kerja tercatat sebesar Rp 30,90 triliun, sementara posisi kredit investasi mencapai
Rp 10,74 triliun dan kredit konsumsi mencapai Rp 13,14 triliun. Sedangkan untuk
tahun 2009 selama triwulan III pada bulan September , kredit yang disalurkan
oleh bank umum di Sumatera Utara adalah Rp 69,77 triliun. Dimana kredit modal
kerja tercatat sebesar Rp 36,56, kredit investasi sebesar Rp15,57 triliun dan
kredit konsumsi sebesar Rp 17,64 triliun (http://d-bes.net/ data
bisnis ekonomi Sumatera Utara)
Inflasi
dan suku bunga mempunyai hubungan timbal balik. Suku bunga tinggi akan
mengakibatkan kenaikan bunga pinjaman kredit bank yang dibutuhkan oleh peminjam
dana meningkat sehingga ongkos produksi akan meningkat dan berujung pada harga
jual produk yang meningkat pula. Inflasi yang meningkat mengakibatkan suku
bunga juga meningkat, sebab jika terjadi inflasi
maka
setiap investor akan meminta imbal hasil minimum yang telah mampu mengganti
besarnya inflasi.
Adanya
tekanan inflasi menyebabkan tingkat suku bunga kredit semakin tinggi. Perbankan
mengambil kebijakan ini untuk menarik kembali jumlah uang yang beredar di
masyarakat yang banyak. Hal ini juga mempengaruhi perbankan menaikkan cadangan
wajibnya. Tetapi seperti yang diketahui bahwa naikknya tingkat suku bunga
mengakibatkan sulitnya para kreditor atau investor untuk meminjam kredit dan
memperbaiki kinerja usahanya yang sedang berjalan. Tetapi jika hal ini tidak
dilakukan juga akan mengganggu perekonomian yang sedang berjalan. Keadaan
seperti ini membuat perekonomian serba salah dimana jika pengetatan moneter
tidak dilakukan maka inflasi akan muncul, tetapi jika kebijakan ini dilakukan
maka mengganggu kegiatan usaha yang sedang berjalan.
Untuk
giro wajib minimum sendiri, kenaikan cadangan wajib atau giro akan mengurangi
kemampuan bank untuk menciptakan uang giral, sementara penurunan cadangan wajib
akan menambah kemampuan bank tersebut untuk menciptakan uang giral. Meskipun
ketentuan cadangan wajib telah berlangsung sejak 1935, Bank Sentral tidaklah
sering menggunakannya. Perubahan ketentuan cadangan wajib dipandang sebagai
alat kebijakan yang tumpul. Bank Sentral biasanya mengubah ketentuan cadangan
wajib sekurang-kurangnya 0.5%, sementara efeknya terhadap jumlah uang adalah
besar dan bersifat seketika. Perubahan likuiditas perbankan yang dilaksanakan
melalui operasi pasar terbuka mungkin tidak terukur besarnya dan dapat diamati
melalui sistem perbankan.
Dalam
kebijakan “ Paket Oktober” tahun 1988 yang salah satu isinya antara lain memberikan
kemudahan bagi bank untuk membuka cabang dan
penurunan
giro wajib minimum dari 15% menjadi 2%. Penurunan GWM ini diharapkan
meningkatkan penyaluran dana kepada masyarakat sehingga meningkatkan kinerja
ekonomi melalui peningkatan modal.
Seiring
berjalannya waktu, penurunan GWM dalam kebijakan pakto justru membawa
malapetaka bagi perekonomian. Penurunan GWM yang mendorong kemudahan dalam
pengambilan kredit dimanfaatkan oleh para debitur untuk melakukan inverstasi di
berbagai bidang sehingga kinerja ekonomi pada awalnya meningkat. Namun, terlalu
besarnya modal yang tersedia justru akan mengguncang perekonomian itu sendiri.
Dimana peningkatan penawaran sebagai akibat dari penambahan modal tidak diikuti
oleh daya beli masyarakat sehingga investor rugi sehingga menyebabkan kesulitan
dalam membayar bunga maupun pinjaman pokoknya kepada bank. Dampaknya adalah
dampak likuiditas bank dimana bank kesulitan memberikan bunga kepada nasabah
dan begitu pula dengan nilai pokok simpananya.
Kelancaran
kredit sangatlah tergantung pada pada kondisi ekonomi khususnya di Sumatera
Utara sendiri. Penyaluran kredit tersebut dapat dipengaruhi oleh tingkat suku
bunga kredit yang ditawarkan bank umum, inflasi yang stabil dan juga giro wajib
minimum yang ditetapkan oleh Bank Indonesia. Dari hasil data tahun 2009 pada
triwulan ke-3 bulan September terdapat tingkat suku bunga (untuk kredit modal
kerja sebesar 13,10 %, kredit investasi sebesar 12,40% dan kredit konsumsi
sebesar 13,10%) , inflasi sebesar 1,2% dan giro wajib minimum sebesar 5 % serta
kredit yang disalurkan sebesar Rp 69,77 trilliun ( http://d-bes.net/
data bisnis ekonomi Sumatera Utara).
Besarnya
tingkat bunga kredit yang diberikan kepada debitur sangat mempengaruhi
permintaan dan realisasi kredit. Jika di dalam hal penyimpanan dana misalnya
deposito bunganya besar maka masyarakat akan cenderung untuk mendepositokan
uangnya sedangkan apabila bunganya kecil minat masyarakat untuk menabung sangat
kecil. Berbeda halnya dengan peminjaman kredit, apabila bunga kredit kecil maka
masyarakat akan cenderung mengajukan kredit dari bank, apabila semakin tinggi
bunganya maka masyarakat yang mengajukan kredit akan berkurang.
Selain
tingkat bunga kredit, inflasi juga mempunyai pengaruh dan peranan yang sangat
besar dalam minat masyarakat dalam mengajukan kredit. Inflasi dapat
didefenisikan sebagai suatu proses kenaikan tingkat harga yang terjadi secara
terus-menerus dan umum pada arah yang tetap menarik yang disebabkan oleh suatu
kelebihan permintaan di atas kapasitas penawaran (Nopirin,2004).
Tingginya
tingkat inflasi akan menaikkan biaya hidup masyarakat. Kenaikan biaya hidup ini
dapat mempengaruhi pendapatan riilnya, karena pendapatan masyarakat tersebut
diserap oleh harga yang tinggi. Selain itu apabila bank Sentral menaikkan
tingkat giro wajib minimum bank, maka dana yang tersedia di bank akan berkurang
dan ini akan menyebabkan bank tersebut akan mengurangi penyaluran kredit kepada
masyarakat untuk melindungi likuiditasnya. Melihat permasalahan diatas, maka
penulis mencoba menganalisis pengaruh dan hubungan jangka panjang tingkat suku
bunga, inflasi dan giro wajib minimum terhadap penyaluran kredit, dengan judul “
Analisis Kointegrasi dan Pengaruh Tingkat Suku Bunga, Giro Wajib Minimum Dan
Inflasi Terhadap Pertumbuhan Kredit Yang Disalurkan Bank Umum Di Sumut”.
1.2
Perumusan Masalah
Berdasarkan
pada uraian latar belakang, maka perumusan masalah yang diajukan pada judul ini
adalah :
1.
Bagaimana pengaruh dan hubungan jangka panjang Giro Wajib Minimum (GWM)
terhadap pertumbuhan kredit di Sumatera Utara
2.
Bagaimana pengaruh dan hubungan jangka panjang inflasi terhadap pertumbuhan
kredit di Sumatera Utara.
3.
Bagaimana pengaruh dan hubungan jangka panjang tingkat suku bunga terhadap
pertumbuhan kredit di Sumatera Utara
1.3
Hipotesis
Hipotesis
merupakan pernyataan atau statement tentang kebenaran yang dirumuskan
untuk pengertian sementara. Maka berdasarkan uraian perumusan di atas, maka
hipotesis yang diambil adalah:
1.
Inflasi berpengaruh negatif dan berhubungan jangka panjang dengan pertumbuhan
kredit di Sumatera Utara
2.
Tingkat suku bunga berpengaruh negatif dan berhubungan jangka panjang dengan
pertumbuhan kredit di Sumatera Utara.
3.
Giro wajib minimum berpengaruh negatif dan berhubungan jangka panjang dengan
pertumbuhan kredit di Sumatera Utara
1.4
Tujuan Penelitian
Adapun
tujuan penelitian ini adalah :
1.
Untuk mengetahui pengaruh dan hubungan jangka panjang antara kredit perbankan
dengan Giro Wajib minimum (GWM).
2.
Untuk mengetahui pengaruh dan hubungan jangka panjang antara kredit perbankan
dengan inflasi.
3.
Untuk mengetahui pengaruh dan hubungan jangka panjang antara kredit perbankan
dengan tingkat suku bunga
1.5
Manfaat Penelitian
Adapun
manfaat dari penelitian ini adalah :
1.
Sebagai pelengkap dan bahan tambahan unutk penelitian sebelumnya
2.
Sebagai bahan studi atau literatur bagi mahasiswa \ mahasiswi yang ingin
melakukan penelitian selanjutnya
3.
Sebagai bahan referensi untuk menambah wawasan dan pengetahuan si peneliti
4.
Sebagai bahan masukan yang berguna bagi instansi atau badan yang berhubungan
dengan penelitian ini, seperti: bank – bank, kreditur/investor dan masyarakat
umum.
5.
Sebagai pertimbangan dalam memproyeksi serta mengambil kebijakan mengenai Giro
Wajib Minimum(Reserve Reguirment), inflasi, tingkat suku bunga dan pertumbuhan
kredit di sumatera Utara.
Download lengkap Versi Word
Tidak ada komentar:
Posting Komentar
pesan skripsi