BAB I
PENDAHULUAN
1.1
Latar Belakang
Pembangunan
ekonomi merupakan suatu proses yang dilakukan secara terus-menerus dalam rangka
penciptaan perubahan baik dalam bidang sosial, politik maupun ekonomi. Proses
pembangunan ekonomi yang dilaksanakan oleh pemerintah Indonesia pada dasarnya
bertujuan untuk mewujudkan suatu masyarakat yang adil dan makmur sesuai dengan
Pancasila dan UUD 1945 sebagai titik berat pembangunan nasional, pembangunan
ekonomi yang diharapkan sebagai pengantar bagi peningkatan kesejahteraan
masyarakat yang lebih luas, merata dan dinamis.
Proses
pembangunan dan pertumbuhan ekonomi tersebut, pada dasarnya ditentukan dan
dipengaruhi oleh 2 macam faktor yaitu faktor ekonomi dan faktor non-ekonomi.
Faktor ekonomi berupa sumber daya alam (SDA), sumber daya manusia (SDM),
permodalan dan tenaga manajerial yang mengorganisir dan mengatur faktor-faktor
produksi. Faktor non-ekonomi adalah berupa lembaga sosial, kondisi politik,
nilai-nilai moral dan sejenisnya yang bukan merupakan faktor ekonomi yang
mempengaruhi baik yang menunjang maupun menghalangi proses pembangunan dan
pertumbuhan ekonomi di suatu negara (Rustian Kamaluddin, 1999).
Permasalahan
yang dihadapi oleh bangsa Indonesia pada saat ini dalam proses pembangunan
tersebut adalah adanya sumber daya alam (SDA) yang melimpah tetapi kualitas
sumber daya manusia (SDM) yang rendah, dan juga modal yang terbatas. Masalah
tersebut diperkuat lagi dengan pertumbuhan
penduduk yang sangat tinggi yang
ditunjukkan dengan adanya angka kelahiran yang lebih tinggi dari pada angka
kematian.
Implikasi dari permasalahan tersebut yaitu bahwa lonjakan
pertumbuhan penduduk tersebut akan mengakibatkan bertambahnya angkatan kerja.
Sedangkan sektor formal sebagai sektor ekonomi yang mendapat bantuan dan
perlindungan dari pemerintah, dewasa ini dirasa kurang mampu untuk memberikan
kesempatan kerja yang lebih banyak lagi bagi angkatan kerja. Meskipun
penyediaan kesempatan kerja oleh sektor formal terbuka untuk semua orang, namun
dalam kenyataannya kesempatan kerja tersebut membutuhkan syarat-syarat
pendidikan dan keterampilan yang tidak dimiliki oleh sebagian pencari kerja.
Keadaan tersebut diperburuk lagi dengan ketidakmampuan bagi
sebagian angkatan kerja untuk mengolah sumber daya alam yang ada, karena memang
mereka tidak memiliki pendidikan dan keahlian. Sehingga kebanyakan sumber daya
alam kita dikelola dan dikuasai oleh investor asing, sedangkan angkatan kerja
Indonesia hanya menjadi pekerja ataupun hanya menjadi buruh kecil di daerahnya
sendiri. Bahkan akan terjadi pengangguran apabila sektor formal yang ada di
suatu daerah tidak mampu lagi untuk menampung angkatan kerja yang ada di daerah
itu secara keseluruhan.
Sektor usaha informal memiliki peranan dalam menjawab
tantangan pembangunan dan memberikan solusi bagi angkatan kerja yang sedang
mencari pekerjaan yaitu dengan adanya perluasan kesempatan kerja yang semakin
bertambah jumlahnya, dan peningkatan pendapatan masyarakat secara nyata.
Bukti-bukti menunjukkan bahwa hadirnya sektor informal diterima sebagai fase
yang harus ada dalam proses pembangunan terutama di negara yang sedang
berkembang. Dalam hal ini fungsi
utama sektor informal adalah sebagai penyangga dan katub pengaman perekonomian
negara yang bersangkutan dalam memberikan pendapatan dan peluang kerja bagi
penduduk walaupun kecil dan tidak tetap. Usaha kecil juga memberikan manfaat
sosial yang berarti bagi perekonomian, dimana usaha kecil dapat menciptakan
peluang usaha yang luas dengan pembiayaan yang relatif murah dan memiliki
potensi terhadap penciptaan lapangan kerja.
Pengembangan usaha sektor informal melalui penentuan ataupun
memberikan batasan-batasan terhadap pengertian dan defenisi usaha kecil
informal. Usaha kecil merupakan para wiraswasta yang mandiri dan tidak pernah
menggantungkan diri pada siapapun dan tidak pernah terdengar segala tuntutannya
karena mereka terlalu lemah dan tidak mempunyai akses pada media massa. Mereka
masih mempunyai banyak kelemahan seperti lemah dalam akses memperluas pangsa
pasar, lemah dalam akses pemupukan modal, lemah dalam pemanfaatan informasi dan
teknologi serta kurang mampu dalam pembentukan organisasi dan manajemen
(Prawirkusumo, 2001).
Untuk itu usaha sektor informal dalam perkembangannya yang
semakin luas dan nyata perlu dibina dan dilindungi agar tumbuh menjadi unsur
kekuatan ekonomi. Perkembangan usaha kecil yang dimaksud bisa dalam arti
pertambahan jumlah unit usaha dan tenaga kerja yang terlibat atau peningkatan
pangsa PDB-nya, atau dalam bentuk peningkatan skala usaha dari kecil menjadi menengah,
dan yang menengah dapat menjadi usaha yang besar (Tambunan, 2002).
Dalam usaha perkembangan usaha sekor informal sangat
diperlukan peranan pemerintah. Dalam hal ini pemerintah harus selalu berupaya
untuk
mendorong dan menciptakan iklim usaha
yang kondusif agar usaha kecil tersebut dapat terus tumbuh dan berkembang.
Pemerintah juga harus dapat menjaga mekanisme pasar yang sehat dengan
instrumen-instrumen hukum, terutama yang mendesak adalah pelaksanaan UU tentang
larangan praktik monopoli dan persaingan usaha yang tidak sehat serta UU
tentang usaha kecil (Rachbini, 2002).
Usaha lain yang dapat dilakukan oleh pemerintah dalam
pemberdayaan usaha sektor informal adalah melalui aspek pendanaan. Pemerintah
telah dan akan menetapkan peraturan perundang-undangan dan kebijaksanaan untuk
(Prawirokusumo, 2001): (a) memperluas sumber pendanaan, (b) meningkatkan akses
terhadap sumber pendanaan, dan (c) memberikan kemudahan dalam pendanaan. Dalam
aspek pendanaan ini, pemerintah menyediakan berbagai skim kredit misalnya
Kredit Usaha Kecil (KUK). Peranan pemerintah tersebut telah dikembangkan dalam
GBHN 1993 yang berisikan: “Kemampuan dan peranan usaha kecil terus dikembangkan
dengan meningkatkan sarana dan prasarana disertai dengan pengembangan iklim
yang mendukung termasuk penyederhanaan izin usaha, penyediaan kemudahan dalam
investasi, kesempatan kerja usaha, juga kemudahan dalam memperoleh pendidikan,
pelatihan, dan bimbingan manajemen serta alih teknologi dan hal yang sangat
penting dalam pengembangan usaha yaitu memperoleh permodalan” (Ibid).
Sektor informal meliputi hampir semua sektor bisnis, seperti
pedagang asongan, pedagang buah, pedagang kaki lima, dan sebagainya. Begitu
besar jumlah tenaga kerja yang terlibat dalam hal ini sehingga pemerintah terus
memberi perhatian yang serius. Oleh sebab itu, penelitian-penelitian terus
dilakukan oleh berbagai kalangan
untuk mendapatkan hasil dan formula yang terbaik dalam pengelolaan sektor
informal ini.
Usaha sektor informal yang menjadi obyek penelitian ini
adalah pedagang pakaian yang tersebar di dua pasar tradisional Kota
Pematangsiantar. Berjualan pakaian merupakan salah satu usaha kecil yang
memiliki peluang yang besar untuk berkembang. Hal ini disebabkan karena pakaian
dibutuhkan oleh seluruh masyarakat tanpa memandang golongan ataupun status.
Pakaian merupakan kebutuhan primer manusia yang harus dipenuhi, sehingga
permintaan konsumen akan pakaian akan selalu ada. Bahkan pada saat hari-hari
besar seperti hari Raya Idul fitri, Natal dan hari besar lainnya, permintaan
konsumen terhadap pakaian akan mengalami peningkatan, sehingga hal tersebut
dapat meningkatkan pendapatan pedagang bila dibandingkan dengan hari-hari
biasa.
Dalam usaha berdagang pakaian, ada beberapa faktor yang dapat
mempengaruhi tingkat pendapatan yang diterima oleh para pedagang tersebut
seperti modal awal usaha, lamanya pengalaman berjualan, jumlah tenaga kerja,
dan biaya sewa tempat usaha. Biasanya modal awal usaha yang dimiliki oleh
pedagang pakaian di pasar tradisional akan lebih kecil bila dibandingkan dengan
pedagang pakaian di pasar modern. Pedagang di pasar modern akan lebih mudah
dalam memperoleh modal dibandingkan dengan pedagang pasar tradisional. Hal ini
disebabkan karena prospek pengembangan bisnis di pasar modern akan lebih besar
dibandingkan pengembangan bisnis di pasar tradisional.
Dalam hal lamanya pengalaman berjualan, biasanya pedagang
pakaian yang lebih lama pengalaman berjualannya telah memperoleh pelanggan yang
lebih banyak apabila dibandingkan dengan pedagang yang baru memulai usaha
dagangnya. Dalam hal jumlah tenaga
kerja, biasanya pedagang yang tidak mempunyai tenaga kerja yang membantunya
tidak akan mengeluarkan biaya untuk tenaga kerja, sehingga pendapatannya akan
lebih maksimum. Sedangkan dalam hal investasi/bulan pedagang yang mempunyai
investasi/bulan yang lebih tinggi akan lebih banyak memasok barang dagangannya.
Berdasarkan uraian di atas, maka penulis tertarik untuk
melakukan penelitian lebih lanju terhadap faktor-faktor yang mempengaruhi
pendapatan pedagang pakaian. Untuk itu, penulis memilih judul “Analisis
Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Pendapatan Pedagang Pakaian di Dua Pasar
Tradisional (Studi Kasus: Pasar Horas dan Pasar Parluasan Kota
Pematangsiantar)”.
1.2 Perumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang yang telah dikemukakan di atas,
maka permasalahan yang akan dikaji dalam penelitian ini adalah sebagai berikut:
1. Apakah terdapat pengaruh jumlah
modal/investasi awal usaha terhadap pendapatan pedagang pakaian.
2. Apakah terdapat pengaruh
pengalaman berusaha terhadap pendapatan pedagang pakaian.
3. Apakah terdapat pengaruh jumlah
tenaga kerja yang digunakan terhadap pendapatan pedagang pakaian.
4. Apakah terdapat pengaruh investasi/bulan terhadap
pendapatan pedagang pakaian.
1.3 Hipotesis
Hipotesis merupakan pernyataan atau statement tentang
kebenaran yang dirumuskan untuk pengertian sementara. Berdasarkan uraian
perumusan masalah di atas, maka hipotesis dalam penelitian ini adalah:
1. Jumlah modal/investasi awal usaha
berpengaruh positif terhadap pendapatan pedagang pakaian.
2. Pengalaman berjualan berpengaruh
positif terhadap pendapatan pedagang pakaian.
3. Jumlah tenaga kerja mempunyai
pengaruh yang negatif terhadap pendapatan pedagang pakaian.
4. Investasi/bulan mempunyai pengaruh yang positif terhadap
pendapatan pedagang pakaian. 1.4 Tujuan penelitian
Adapun yang menjadi tujuan penelitian ini adalah:
1. Untuk mengetahui pengaruh jumlah
modal/investasi awal usaha terhadap pendapatan pedagang pakaian.
2. Untuk mengetahui pengaruh
pengalaman berusaha terhadap pendapatan pedagang pakaian.
3. Untuk mengetahui pengaruh banyaknya
jumlah tenaga kerja terhadap pendapatan pedagang pakaian.
4. Untuk mengetahui pengaruh investaasi/bulan pendapatan
pedagang pakaian.
1.5 Manfaat Penelitian
Penelitian tentang pedagang informal ini diharapkan dapat
memberi manfaat, seperti:
1. Sebagai masukan bagi pemerintah
dalam rangka pengaturan dan pembinaan para pedagang pakaian.
2. Sebagai bahan pertimbangan bagi
pemerintah khususnya Dinas Pasar untuk menetapkan kebijakan terhadap usaha
sektor informal.
3. Sebagai bahan pertimbangan dan
informasi kepada semua pihak, seperti pemerintah kota, dinas pasar, dan pihak
lain yang membutuhkannya.
4. Hasil penelitian ini dapat dijadikan referensi bagi
pihak-pihak yang ingin melakukan penelitian dalam bidang yang sama.
Download lengkap Versi Word
Tidak ada komentar:
Posting Komentar
pesan skripsi