BAB I PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Pada tahun 1980-an, Indonesia mengalami
resesi ekonomi sebagai implikasi dari resesi global yang terjadi pada
negara-negara maju. Kondisi sektor makro ekonomi khususnya sektor moneter
mengalami gejala penurunan intensitasnya. Hal ini dapat dilihat dari kenaikan
neraca pembayaran luar negeri yang mencapai hampir tiga kali lipat dari tahun
sebelumnya yaitu sekitar US$ 6.280 juta. Nilai yang sangat buruk untuk mencapai
pertumbuhan ekonomi yang diharapkan sebelumnya (Bank Indonesia, 1998:126).
Untuk menghadapi tekanan yang begitu besar terhadap
melemahnya nilai tukar rupiah, pemerintah membuat strategi dan kebijakan dalam
upaya pemulihan ekonomi nasional yang mencakup sejumlah langkah dan kebijakan
dan penataan kelembagaan di bidang moneter. Dari sisi kebijakan,
langkah-langkah kebijakan moneter yang ditempuh lebih diarahkan kepada upaya
menciptakan dan menjaga stabilitas moneter yaitu dimulai dari pengendalian
jumlah uang beredar dalam perekonomian . langkah kebijakan ini secara
berangsur-angsur mampu menstabilkan nilai tukar rupiah dan mengendalikan
tekanan inflasi .
Nilai tukar rupiah mulai stabil dan menguat dari rata-rata
Rp.9.316 per Dollar Amerika Serikat pada tahun 2002 menjadi rata-rata Rp.8.572
per dollar Amerika Serikat pada tahun 2003. Selanjutnya, Bank Indonesia mulai
dapat menurunkan suku bunga SBI secara bertahap untuk lebih mendorong sektor riil
dan pemulihan ekonomi nasional. Tingkat suku bunga SBI menurun dari 13,01% pada
akhir tahun 200menjadi 7,34% pada juni 2004. Adanya perubahan kebijakan yang
diterapkan pemerintah untuk menstabilkan nilai tukar rupiah tidak terlepas dari
kebijakan yang menyangkut perubahan tingkat suku bunga, karena hal tersebut
juga akan memberi dampak signifikan terhadap perubahan dalam fundamental
ekonomi. Para pengamat pasar valuta asing, menyatakan bahwa tingkat suku bunga
adalah penentu utama nilai tukar suatu mata uang, selain indikator keuangan
lainnya seperti jumlah uang beredar.
Berbagai upaya dilakukan oleh pemerintah dalam mengatasi
keadaan moneter ini. Pemerintah mulai mengeluarkan kebijakan devaluasi rupiah
sebesar 27,6% yang ditetapkan pada tanggal 30 Maret 1983 dengan patokan kurs
yang berlaku menjadi Rp.970; per US$ 1. Devaluasi ini disusul dengan beberapa
kebijakan lain, diantaranya adalah deregulasi sistem perbankan.
Permulaan berlakunya deregulasi perbankan ini adalah dengan
dikeluarkannya Paket Kebijakan 1 Juni 1983 atau lebih dikenal dengan PAKJUN’83.
Salah satu inti dari kebijakan 1 Juni 1983 yang memiliki relevansi dengan judul
penulis adalah dihapuskannya ketentuan yang mengatur pembatasan ekspansi aktiva
dalam negeri bersih perbankan, yang sebelumnya digunakan sebagai salah satu
instrumen intervensi langsung. Sebagai gantinya, pemerintah menggunakan
instrumen tidak langsung yaitu penentuan cadangan wajib, Operasi Pasar Terbuka
(OPT), fasilitas diskonto dan moral suasion serta diberikannya kebebasan pada
bank pemerintah untuk menetapkan suku bunga deposito. Sebelumnya, suku bunga
deposito ini masih diatur oleh Bank Indonesia. Selanjutnya, untuk keperluan
Operasi Pasar Terbuka (OPT), sejak Februari 1984 Bank Indonesia menerbitkan
instrumen moneter berupa Sertifikat Bank Indonesia (SBI), dan menyediakan
fasilitas diskonto dalam rangka pemenuhan kebutuhan likuiditas jangka pendek
perbankan.
Berdasarkan data statistik Ekonomi Keuangan dan Moneter Bank
Indonesia (Bank Indonesia, 2000:111), kenaikan suku bunga deposito pada
bank-bank umum, baik deposito dalam bentuk rupiah maupun deposito yang
dinominasi dalam bentuk dollar AS, dipicu oleh meningkatnya suku bunga SBI dan
tekanan inflasi.
Dengan adanya SBI maka pemerintah dapat melakukan
pengendalian terhadap jumlah uang beredar yang terdapat di masyarakat. Bila
jumlah uang beredar dapat dikendalikan maka pemerintah dapat juga mengendalikan
tingkat inflasi. Dalam mengurangi jumlah uang beredar dalam masyarakat,
pemerintah akan menaikkan tingkat suku bunga SBI. Apabila tingkat suku bunga
SBI naik maka bank-bank umum akan menaikkan tingkat suku bunga deposito guna
memperoleh likuiditas dari masyarakat dalam jumlah besar. Karena tingkat suku
bunga deposito yang tinggi maka masyarakat akan lebih cenderung untuk
mengalokasikan dana yang dimilikinya dalam bentuk deposito. Dengan demikian,
jumlah uang beredar dalam masyarakat akan mengalami penurunan, sehingga tingkat
inflasi pun dapat dikendalikan.
Naik turunnya tingkat suku bunga deposito berjangka,
tabungan maupun giro di dunia perbankan dipengaruhi oleh tingkat suku bunga
Sertifikat Bank Indonesia (SBI). Selama ini tingkat suku bunga SBI sebagai
acuan utama bagi bankbank umum dalam menentukan tingkat suku bunga simpanannya
baik untuk deposito berjangka, tabungan maupun giro. Pernyataan ini didukung
oleh pernyataan yang mengatakan penurunan dan peningkatan suku bunga deposito
itu belum berpengaruh secara signifikan terhadap penurunan jumlah simpanan
nasabah atau dana pihak ketiga. Penurunan suku bunga deposito lebih banyak
dipengaruhi oleh penurunan suku bunga SBI.
Bank Indonesia dalam mengembangkan strategi kebijakan
moneter operasional berbasis pengendalian suku bunga, menetapkan Sertifikat
Bank Indonesia (SBI) dan Surat Berharga Pasar Uang (SBPU) sebagai instrument
moneter dalam mempengaruhi jumlah uang yang beredar. Peningkatan dan penurunan
tingkat suku bunga SBI dan SBPU dalam pengendalian moneter, mempengaruhi
besarnya tingkat suku bunga deposito pada bank-bank umum, baik deposito dalam
bentuk rupiah maupun deposito yang didominasi dalam bentuk dollar AS.
Pertumbuhan jumlah uang yang beredar merupakan unsur yang paling penting dalam
perkembangan moneter dan bahkan perilaku otoritas moneter menentukan
pertumbuhan jumlah uang yang beredar. Tingkat suku bunga deposito berjangka
yang cenderung menurun, memacu merosotnya nilai tukar rupiah dan pada akhirnya
akan menjadi faktor utama kenaikan uang beredar.
Berdasarkan uraian diatas, maka penulis mencoba melakukan
penelitian dengan judul “Analisis
Pengaruh Kurs (Rupiah terhadap Dollar AS) dan Tingkat Suku Bunga Deposito
Berjangka Terhadap Jumlah Uang Beredar Di Indonesia” 1.2 Perumusan Masalah.
Berdasarkan uraian pada latar belakang di atas maka ada
beberapa rumusan masalah yang dapat diambil sebagai dasar kajian dalam
penelitian yang dilakukan, yaitu: “Berapa besar pengaruh Nilai Tukar dan
Tingkat Suku Bunga Deposito Berjangka terhadap Jumlah Uang Beredar di
Indonesia.” 1.3
Hipotesa.
Hipotesa merupakan jawaban sementara ataupun kesimpulan
sementara yang diambil untuk menjawab permasalahan yang terdapat dalam
penelitian.
Berdasarkan permasalahan di atas maka sebagai jawaban
sementara penulis membuat hipotesis sebagai berikut: 1. Nilai Tukar mempunyai
pengaruh positif terhadap Jumlah Uang Beredar di Indonesia, cateris paribus.
2. Tingkat Suku Bunga Deposito Berjangka mempunyai pengaruh
negatif terhadap Jumlah Uang Beredar di Indonesia, cateris paribus.
1.4 Tujuan dan Manfaat Penelitian.
Adapun yang menjadi tujuan dari pada penulisan ini adalah:.
1. Untuk mengetahui seberapa besar pengaruh kurs terhadap
jumlah uang beredar di Indonesia.
2. Untuk mengetahui seberapa besar
pengaruh tingkat suku bunga deposito berjangka terhadap jumlah uang beredar di
Indonesia.
3. Untuk mengetahui faktor yang signifikan terhadap jumlah
uang beredar.
4. Untuk mengetahui faktor-faktor apa saja yang mempengaruhi
jumlah uang beredar.
Manfaat dari pada penulisan ini adalah: 1. Untuk menambah
wawasan penulis dan pembaca lainnya tentang faktor-faktor apa saja yang
mempengaruhi jumlah uang yang beredar dan bagaimana pengaruh yang ditimbulkan.
2. Dapat digunakan sebagai bahan masukan yang berguna bagi
pengambil keputusan di masa yang akan datang dan juga sebagai bahan referensi.
3. Dapat menjadi bahan informasi bagi peneliti lainnya yang
berhubungan dengan penelitian ini.
4. Sebagai masukan atau bahan pertimbangan atau perbandingan
bagi kalangan peneliti lainnya yang tertarik membahas tentang faktor-faktor
yang mempengaruhi jumlah uang beredar dan seberapa besar pengaruh yang ditimbulkan.
Download lengkap Versi Word
Tidak ada komentar:
Posting Komentar
pesan skripsi