BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar
Belakang
Sejak zaman
dahulu rumah telah menjadi kebutuhan utama karena merupakan tempat perlindungan
dari hujan, matahari, dan mahluk lainnya. Pada zaman sekarang fungsi perumahan
malahan lebih luas lagi yaitu, menjadi tempat untuk membina kehidupan keluarga
dan malahan menjadi simbol status. Pembangunan tempat tinggal atau permukiman
yang khususnya di wilayah perkotaan adalah pembangunan tempat tinggal untuk
segala lapisan masyarakat, apakah itu lapisan atas, menengah, dan bawah karena
semuanya mempunyai hak dan membutuhkan rumah. Oleh karena kondisi ekonomi dari
tiap masyarakat berbeda, maka pembangunan permukiman atau tempat tinggal juga
berbeda.
Sehingga
pemerintah untuk meningkatkan peran kelembagaan dalam pembangunan perumahan dan
permukiman mengeluarkan Undang-undang 4 Tahun 1992 tentang perumahan dan
permukiman yang menyebutkan bahwa perumahan berfungsi sebagai lingkungan tempat
tinggal atau lingkungan hunian yang dilengkapi dengan prasarana dan sarana
lingkungan, sedangkan permukiman adalah bagian lingkungan di luar kawasan hutan
lindung, baik yang berupa kawasan perkotaan maupun kawasan pedesaan yang
berfungsi sebagai lingkungan tempat tinggal atau lingkungan hunian dan tempat
kegiatan yang mendukung perikehidupan dan
penghidupan dan
Undang-undang Nomor 26 tahun 2007 tentang penataan ruang yang menjelaskan
tentang perencanaan, pemanfaatan, pengendalian pemanfaatan ruang sesuai dengan
daya dukung lingkungan.
Kota Medan
sebagai ibu kota provinsi Sumatera Utara merupakan salah satu kota metropolitan
yang memiliki permasalahan permukiman dan perumahan seperti kota-kota besar
lainnya. Kota Medan sebagai kota inti secara fungsional mempunyai hubungan yang
kuat dengan wilayah sekelilingnnya. Perkembangan penduduk perkotaan di Indonesia
yang begitu pesat khususnya kondisi di Kota Medan sehingga harus dilakukan
pengembangan wilayah perkotaan yaitu kawasan perumahan di wilayah pinggiran.
Kebijakan pembangunan kawasan perumahan di wilayah pinggiran merupakan suatu
usaha untuk mengalihkan penduduk Kota Medan ke kota-kota kecil di wilayah
pinggiran yang berbatasan langsung dengan Kota Medan. Hal ini di dukung oleh
tersedianya sarana dan prasaran yang menjangkau semua lokasi.
Perkembang
wilayah kota yang dinamis membawa berbagai macam dampak bagi pola kehidupan
masyarakat kota itu sendiri. Perkembangan pusat kota yang merupakan sentra dari
kegiatan ekonomi menjadi daya tarik bagi masyarakat yang dapat membawa pengaruh
bagi tingginya arus tenaga kerja baik dalam kota itu sendiri maupun dari luar
wilayah kota, sehingga menyebabkan pula tingginya arus urbanisasi. Urbanisasi
telah menyebabkan ledakan jumlah penduduk kota yang sangat pesat, yang salah
satu implikasinya adalah terjadinya pengumpulan tenaga kerja di kota-kota besar
di Indonesia.
Dampak dari
kerapatan bangunan yang tinggi adalah kondisi ventilasi menjadi buruk akibat
kurangnya sirkulasi udara, drainase menjadi sempit dan dangkal karena lahan
terbatas, akibatnya pada saat musim hujan permukiman kumuh tersebut sangat
potensi mengalami kebanjiran, tata letak tidak teratur dan jalan menjadi sempit
menyebabkan sirkulasi pergerakan tidak terarah, begitu juga dengan sanitasi
lingkungan (sampah dan air limbah) menjadi tidak baik, (Suparlan, 1984).
Perkembangan wilayah kota yang dinamis membawa berbagai macam dampak bagi pola
kehidupan masyarakat kota itu sendiri. Perkembangan pusat kota yang merupakan
sentra dari kegiatan ekonomi menjadi daya tarik bagi masyarakat yang dapat
membawa pengaruh bagi tingginya arus tenaga kerja baik dari dalam kota itu
sendiri maupun dari luar wilayah kota, sehingga menyebabkan tingginya arus
urbanisasi.
Secara
geografis, Kota Medan memiliki kedudukan strategis sebab berbatasan langsung
dengan Selat Malaka di bagian Utara, sehingga relatif dekat dengan kota-kota /
negara yang lebih maju, seperti Pulau Penang Malaysia, Singapura dan lain-lain.
Demikian juga secara demografis, Kota Medan diperkirakan memiliki pangsa pasar
barang / jasa yang relatif besar. Hal ini tidak terlepas dari jumlah
penduduknya yang relatif besar dimana tahun 2007 diperkirakan telah mencapai
2.083.156 jiwa. Demikian juga secara ekonomis dengan struktur ekonomi yang
didominasi sektor tertier dan sekunder, Kota Medan sangat potensial berkembang
menjadi pusat perdagangan dan keuangan regional / nasional.
Program
kependudukan di Kota Medan seperti halnya di daerah Indonesia lainnya meliputi:
pengendalian kelahiran, penurunan tingkat kematian bayi dan anak, perpanjangan
usia harapan hidup, penyebaran penduduk yang seimbang serta pengembangan
potensi penduduk sebagai modal pembangunan yang terus ditingkatkan. Komponen
kependudukan umumnya menggambarkan berbagai dinamika sosial yang terjadi di
masyarakat, baik secara sosial maupun kultural. Menurunnya tingkat kelahiran (fertilitas)
dan tingkat kematian (mortalitas), meningkatnya arus perpidahan
antar daerah (migrasi) dan proses urbanisasi akan mempengaruhi kebijakan
kependudukan yang diterapkan. Bagi kota-kota besar di Indonesia, persoalan
kemiskinan merupakan masalah yang serius karena dikhawatirkan akan menyebabkan
terjadinya kemiskinan yang kronis dan kemudian menyebabkan lahirnya berbagai
persoalan sosial diluar kontrol atau kemampuan Pemerintah Kota untuk menangani
dan mengawasinya. Kemiskinan merupakan salah satu masalah sosial di Indonesia
yang tidak mudah untuk diatasi.
Beragam upaya
dan program yang dilakukan untuk mengatasinya, namun masih saja banyak kita
jumpai permukiman masyarakat miskin hampir disetiap sudut kota yang disertai
dengan ketidaktertiban dalam hidup bermasyarakat di perkotaan. Misalnya, yaitu
pendirian rumah maupun kios dagang secara liar di pinggir jalan sehingga
mengganggu ketertiban lalu lintas yang akhirnya menimbulkan kemacetan jalan
kota. Dapat dijelaskan bahwa bukanlah kemauan mereka untuk menjadi sumber
masalah bagi kota, namun karena faktor-faktor ketidakberdayaanlah yang membuat
mereka terpaksa menjadi ancaman bagi eksistensi kota yang mensejahterakan.
Keluhan yang
paling sering disampaikan mengenai permukiman masyarakat miskin tersebut adalah
rendahnya kualitas lingkungan yang dianggap sebagai bagian kota yang mesti
disingkirkan.
Terbentuknya
permukiman kumuh, sering dipandang potensial menimbulkan banyak masalah
perkotaan, karena merupakan sumber timbulnya berbagai perilaku menyimpang,
seperti kejahatan, dan sumber penyakit sosial lainnya. Kota-kota di Indonesia
mengalami urbanisasi berlebihan, dimana tidak semua kota mampu menyediakan
fasilitas pokok seperti kesempatan kerja yang memadai kepada sebagian besar
penduduk luar kota yang bermigrasi ke kota. Hal ini menyebabkan kota menjadi
padat dan berkurangnya lahan kosong akibat dari bertambahnya permukiman
illegal. Dengan semakin banyaknya permukiman illegal, pemerintah kota menjadi
tidak mampu memberikan fasilitas yang memadai. Permukiman masyarakat miskin
sering disebut dengan kampung kota yang fungsinya sebagai tempat untuk
menampung kelompok urban yang berkaitan erat dengan perubahan struktur ekonomi,
urbanisasi dan perkembangan kota yang berjalan seiring dengan proses
industrialisasi.
Masalah
permukiman kota yang lain adalah kurangnya perhatian pemerintah mengenai
standarisasi perumahan. Standarisasi tersebut antara lain adanya mandi cuci
kakus (MCK), ketersediaan air bersih, ketersediaan ventilasi udara, serta
standar minimum ruangan untuk tiap individu. Penyediaan perumahan untuk
masyarakat yang dilakukan oleh pemerintah kurang memenuhi syarat ideal
perumahan dan
kurangnya
pemenuhan jumlah permukiman bagi masyarakat. Sehingga masyarakat tersebut
secara individual maupun kelompok menyediakan permukimannya sendiri.
Kota Medan yang
merupakan salah satu kota terbesar di Indonesia terus berkembang baik dari segi
pembangunan (sarana dan prasarana) maupun jumlah penduduk. Berdasarkan Sensus
Penduduk Indonesia 2010, penduduk Medan berjumlah 2.109.339 jiwa. Penduduk
Medan terdiri atas 1.040.680 laki-laki dan 1.068.659 perempuan. Di siang hari,
jumlah ini bisa meningkat hingga sekitar 2,5 juta jiwa dengan dihitungnya
jumlah penglaju (komuter). Sebagian besar penduduk Medan berasal dari kelompok
umur 0-19 dan 20-39 tahun (masing-masing 41% dan 37,8% dari total penduduk).
Dilihat dari struktur umur penduduk, Medan dihuni lebih kurang 1.377.751 jiwa
berusia produktif, (15-59 tahun). Dibandingkan dengan sensus tahun 2005,
penduduk Medan diperkirakan telah mencapai 2.036.018 jiwa, dengan jumlah wanita
lebih besar dari pria, (1.010.174 jiwa > 995.968 jiwa). Jumlah penduduk
tersebut diketahui merupakan penduduk tetap, sedangkan penduduk tidak tetap
diperkirakan mencapai lebih dari 500.000 jiwa, yang merupakan penduduk komuter.
Dengan demikian Medan merupakan salah satu kota dengan jumlah penduduk yang
besar. (sumber : BPS Medan).
Data tersebut
menunjukkan Kota Medan belum terlepas dari masalah kekumuhan. Perumahan kumuh
banyak terdapat di kawasan Medan Utara, seperti di Belawan, Labuhan, Marelan,
Tembung, Denai, Sunggal, dan Medan Johor. Bahkan terdapat juga pada daerah
pusat Kota Medan. Kawasan kumuh di Utara Medan merupakan nelayan yang terletak
di bantara Sungai Deli, sedangkan di pusat kota ada
di bantara
Sungai Babura dan daerah pinggir rel kereta api. Hingga 2008, luas wilayah
permukiman kumuh di Medan mencapai 403 hektar di 7 (tujuh) kecamatan terdiri
dari 18 kelurahan. Luas daerah kumuh di Medan mencapai 15-20 persen dengan
tingkat pertumbuhan mencapai 1,5 persen pertahun dari total keseluruhan luas
daerah tersebut.
Daerah tersebut
mencakup 7 (tujuh) kecamatan yakni Medan Area dengan luas daerah kumuh 24.55 Ha
dengan 1.625 penduduk miskin, Medan Denai 207.4 Ha dengan 6.849 penduduk
miskin, Medan Perjuangan 14.30 Ha dengan 1.067 penduduk miskin, Medan Belawan
61.35 Ha dengan penduduk miskin 17.716 warga, Medan Deli 112.2 Ha dengan
penduduk miskin 25.280 orang, Medan Labuhan 56,5 Ha dengan penduduk miskin
20.599 dan Medan Marelan 27 Ha dengan 11.931 penduduk miskin. (sumber: BPS
Medan).
Berdasarkan data
BPS 2008, terdapat 26,9 juta unit rumah yang tidak layak huni di Indonesia,
baik yang semi permanen maupun tidak permanen. Jumlah rumah yang tidak
terlayani air bersih sebanyak 9,7 juta unit. Sedangkan rumah yang tidak
mendapatkan listrik sebanyak 3,9 juta unit dan yang tidak terlayani jamban
sebanyak 10,5 juta unit. Untuk menata kawasan kumuh, yang paling diperlukan
adalah perumahan dan pengendalian alih fungsi, memperbaiki kondisi lingkungan,
pemugaran kondisi bangunan, pemeliharaan lingkungan, dan peremajaan terutama
daerah kawasan industri yang merupakan kawasan identik dengan lingkungan kumuh
dikarenakan kurangnya tempat tinggal bagi para pekerja sehingga menciptakan
kawasan kumuh di daerah tersebut.
Selanjutnya
dilihat dari tingkat pendidikan, rata-rata lama sekolah penduduk telah mencapai
10,5 tahun. Dengan demikian, secara relatif tersedia tenaga kerja yang cukup,
yang dapat bekerja pada berbagai jenis perusahaan, baik jasa, perdagangan,
maupun industri manufaktur. Laju pertumbuhan penduduk Medan periode tahun
2006-2010 cenderung mengalami peningkatan pertumbuhan penduduk pada tahun 2006
adalah 1,35 % dan menjadi 3,6 % pada tahun 2010.
Jumlah penduduk
perkotaan di Indonesia pada umumnya dan di Kota Medan pada khususnya mengalami
peningkatan yang cukup tinggi, terlihat pada tabel berikut ini :
Tabel 1.1
Jumlah Penduduk
Kota Medan tahun 2010
Tahun
Jumlah penduduk
2001
1.926.052
2002
1.963.086
2003
1.993.060
2004
2.006.014
2005
2.036.018
2006
2.063.504
2007
2.083.156
2008
2.102.105
2009
2.121.053
2010
2.109.339
Sumber : BPS
Kota Medan Tahun 2010
Mekanisme laju
pertumbuhan penduduk dapat kita lihat dalam empat komponen kependudukan, yaitu
kelahiran, kematian, migrasi masuk dan migrasi keluar (Zulkarnain,2006).
Perkembangan lingkungan permukiman di daerah perkotaan tidak terlepas dari
pesatnya laju pertumbuhan penduduk perkotaan. Dampak negatif urbanisasi yang
telah berlangsung selama ini disebabkan oleh tidak seimbangnya peluang untuk
mencari nafkah di daerah pedesaan dan perkotaan, sehingga memunculkan adanya
tarik menarik bagi masyarakat pedesaan, sementara latar belakang kemampuan para
pendatang sangat marjinal, (Kirmanto,2001).
Semakin
meningkatnya jumlah penduduk, maka kepentingan akan penggunaan lahan di wilayah
ini akan semakin beragam. Keberangaman kepentingan bisa jadi akan menyebabkan
terjadinya tumpang tindih maupun kesemrawutan dalam penggunaannya. Apabila hal
ini tidak cukup mendapat perhatian di dalam usaha perencanaan maupun
pengolahannya akan menambah tekanan terhadap lingkungan. Tekanan lingkungan
yang melewati batas toleransi akan berdampak pada kerusakan lingkungan dan pada
gilirannya akan berdampak kepada manusia dan mahluk hidup yang ada di dalamnya,
(Suwedi,2003).
Perumahan dan
permukiman adalah dua hal yang tidak dapat kita pisahkan dan berkaitan erat
dengan aktivitas ekonomi, industrialisasi dan pembangunan. Permukiman dapat
diartikan sebagai perumahan atau kumpulan rumah dengan segala unsur serta
kegiatan yang berkaitan dengan yang ada di dalam permukiman. Permukiman dapat
dihindarkan dari kondisi kumuh dan tidak layak huni jika pembangunan perumahan
sesuai standar yang berlaku, salah satunya dengan
menerapkan
persyaratan rumah sehat. Dalam pengertian yang luas, rumah tinggal bukan hanya
sebuah bangunan, melainkan juga tempat kediaman yang memenuhi syarat-syarat
kehidupan yang layak dipandang dari berbagai segi kehidupan.
Pembangunan
perumahan dan permukiman harus merespon pada perencanaan kebijakan yang efektif
yang meminimalkan dampak lingkungan, penggunaan lahan yang melebihi kemampuan
daya dukung lingkungan, serta didasarkan pada konsep berkelanjutan dengan isu
pokoknya, tentang bagaimana memelihara dan meningkatkan kualitas hidup termasuk
di dalamnya kualitas lingkungan, mengkombinasikan pertumbuhan ekonomi yang
meminimalkan pemborosan konsumsi sumber daya alam dan polusi, serta
menyeimbangi antara keinginan individual dan sistem perencanaan masyarakat
disetiap tindakan, (Syahrin,2003).
Perumahan dan
permukiman merupakan salah satu kebutuhan dasar manusia yang pemenuhan
kebutuhannya terus diupayakan agar semakin banyak bagian masyarakat dapat
menempati rumah dengan lingkungan permukiman yang layak, sehat, aman dan
serasi. Pembangunan perumahan dan permukiman pada dasarnya merupakan tugas dan
tanggung jawab masyarakat itu sendiri. Pemerintah berkewajiban memberikan
bantuan kemudahan dan menciptakan situasi yang dapat mendorong bagi tumbuh dan
berkembangnya prakarsa dan swadaya masyarakat, serta mengatur agar pelaksanaan
pembangunan dapat berlangsung dengan tertib. Kondisi permukiman kumuh memiliki
tingkat kepadatan unit hunian yang relatif sangat tinggi yang menurut rencana
tata ruang kota yang ada, diharapkan dapat diturunkan tingkat kepadatannya.
Pola pemanfaatan lahan di permukiman kumuh pada umumnya
menunjukkan
sebagian besar digunakan untuk permukiman (unit hunian) yang relatif tidak
teratur. Kondisi prasarana dan sarana lingkungan permukiman di kawasan kumuh
masih perlu ditingkatkan kualitas pelayanannya dan ditambah jumlahnya, untuk
dapat memenuhi kebutuhan dan harapan dari para warga masyarakat.
Berdasarkan
kondisi yang ada di kawasan permukiman kumuh pada umumnya dapat dikatakan bahwa
selama ini penaganan kegiatan (manajemen) pembangunan di kawasan kumuh belum dilakukan
secara terpadu dan komprehensif (lintas sektoral) dengan mempertimbangkan
potensi yang perlu dioptimalkan dan permasalahan yang perlu ditanggulangi.
Beberapa upaya yang perlu diperhatikan realisasinya anatara lain :
1. Perlunya
pengembangan sistem prasarana dan sarana lingkungan permukiman yang\
direncanakan secara terpadu untuk dapat menjawab kebutuhan dan aspirasi
masyarakat secara mencukupi, serta sekaligus dapat mengakomodasikan proyeksi
kebutuhan di masa yang akan datang.
2.Perlunya
peningkatan kesadaran masyarakat dan pihak swasta untuk berperan serta di dalam
kegiatan pembangunan dan pemeliharaan prasarana dan sarana umum, yang antara
lain dilakukan melalui pelaksanaan secara intensif penyuluhan dan pemberian
insentif (kemudahan) kepada mereka yang ikut serta mitra pemerintah dalam
pembangunan kawasan kumuh.
3.Perlu
memperkuat struktur dan kemampuan kelembagaan di tingkat kelurahan dan yang
lebih rendah dalam rangka meningkatkan efektifitas dan optimalisasi pelayanan
kepada warga masyarakat kawasan.
www. Jurnal
wawasan, september 2003, volume 9, nomor 3.
Dengan mengamati
proses dan perkembangan dan pertumbuhan permukiman kumuh dapatlah, diambil
sebagai bahan pertimbangan dalam merencanakan perkembangan kota. Kecenderungan-kecenderungan
munculnya permukiman kumuh di kawasan kota perlu diteliti, sehingga perencanaan
kota maupun stakeholder-stakeholder yang terkait di dalamnya untuk dapat
mengantisipasi perkembangan dan pertumbuhan permukiman kumuh.
Permukiman kumuh
yang ada perlu dievaluasi dengan berpatokan pada hakikat pemukiman (rumah
tinggal). Permukiman ini berfungsi sebagai mediasi pemenuhan kebutuhan dasar
manusia (human basic needs) serta menjaga agar tujuan ideal permukiman
yang mampu membuka jalan dan memberikan saluaran bagi kecenderungan, kebutuhan,
aspirasi, dan keinginan manusia secara penuh, menuju perbaikan taraf hidup dan
kesejahteraan manusia,(Gunawan,2002).
Sehingga untuk
dapat memperbaiki kualitas lingkungan permukiman kumuh perlu dicari akar dari
permasalahannya atau faktor-faktor yang mempengaruhi keberadaan permukiman
kumuh, yang selanjutnya dapat diketahui langkah-langkah atau upaya-upaya apa
yang harus dilakukan untuk dapat mengatasi permasalahan permukiman tersebut.
Ada beberapa identifikasi masalah pada lingkungan permukiman kumuh di Kota
Medan yang berada di pinggiran sungai yang
mengakibatkan
penurunan kualitas akibat tekanan lingkungan dari kondisi permukiman yang tidak
layak huni, ini dapat kita lihat dari permasalahannya yang ada, yaitu
keberadaan perumahan yang masuk ke badan sungai yang menyebabkan tidak
berfungsinya daerah aliran sungai (DAS), dan rawan terhadap banjir. Sungai
menjadi tempat sampah atau pembuangan limbah domestik sehingga mencemari
kualitas air sungai, dan menjadi tempat nyamuk, lalat dan vector penyakit
berpotensi sumber wabah penyakit menular. Sungai menjadi tempat untuk mencuci
pakaian dan peralatan rumah tangga serta mandi bagi sebagian penduduk.
Kini Pemerintah
Kotamadya Medan telah menyiapkan pula sarana dan prasarana bagi menunjang
sektor transportasi, sektor perumahan serta sektor perdagangan, namun sayangnya
kebijakan tersebut telah menafikan dan tidak memperhitungkan nasib rakyat kecil
seperti penarik beca, pedagang kaki lima,pemulung, serta anak-anak yang bekerja
di jalanan sebagai pengamen, pengemis, pedagang, pemulung, loper Koran,
penyemir sepatu. Tidak satupun kebijakan Pemerintahan Kotamadya Medan yang
berisikan perlindungan dan peningkatan kesejahteraan bagi pedagang kaki lima,
penarik beca, pemulung juga anak-anak yang bekerja di jalanan dan kaum miskin
lainnya.
Meningkatnya
masyarakat miskin diperkotaan sebagai akibat dari urbanisasi dan minimnya
perhatian pemerintah tersebut akan mudah diidentifikasi dengan meningkatnya
jumlah pemukiman kumuh dan pemukiman liar yang di bangun dengan status yang
tidak resmi yang slalu dianggap sebagai perusak keindahan kota dimana itu semua
bukanlah kesalahan mereka semata tetapi ini juga kesalahan oleh
pemerintah.
Mereka tinggal seperti di pinggiran rel kereta api, di bawah kolong jembatan,
di pinggir-pinggiran sungai, di kapling-kapling kosong dan lain-lain. Tentang
kehadiranya pemukiman liar maupun pemukiman kumuh ini memang bukanlah hal yang
baru di kota-kota besar termasuk Kota Medan, sudah cukup lama ini mewarnai
kehidupan kota yang biasanya selalu berdampingan dengan proses terjadinya
urbanisasi (Rusmin Tumanggor dalam Mulyanto Sumardi dan Hans Dietes Evers;
1982:273) .
Bagi tiap orang
yang pertama kali datang ke Kota Medan untuk mengadu nasib bukanlah seperti
yang dibanyangkan sewaktu pertama kali membanyangkan fasilitas dari kota yang
besar. Dengan demikian impian hanya sebatas impian dimana untuk terus
melanjutkan kehidupan mereka dengan tidak mempunyai skill yang baik maka banyak
dari mereka yang bekerja menggunakan tenaga yaitu sebagai pemulung, pengemis,
pengamen sampai mau tidak mau anak mereka pun ikut turun ke jalan untuk
bekerja.
Kejadian
fenomena anak seperti ini dapat setiap saat kita lihat bukan hanya di Kota
Medan tetapi juga Kota Besar lainnya. Mereka, para anak-anak yang bekerja
banyak berkeliaran di tengah jalan dengan memegang sebuah krincingan yang akan
dipakai pada saat mereka mengamen, begitu juga mereka akan menggunakan tangan dan
muka belas kasihan ketika sedang mau meminta kepada seseorang dan pemulung
mereka membawa Goni sebagi tempat barang bekas yang mereka peroleh untuk di
jual. Anak-anak ini banyak tinggal di emperan toko, di kolong jembatan. Tapi
mereka banyak tinggal di daerah pinggiran rel kereta api dimana mereka ada yang
mengikut
dengan orang tua
mereka maupun tidak. Di tempat-tempat tersebut merka mendirikan gubuk karena
lahan tidak harus di beli. Di Kotamadya Medan, para pekerja anak banyak yang
bermukim di daerah pinggiran rel kereta apai di jalan salak, Kelurahan Pusat
Pasar kecamatan Medan Kota. Sehingga penelitian kali ini dipusatkan pada
pekekerja anak yang bermukim di lokasi tersebut.
Berdasarkan
uraian diatas maka penulis tertarik untuk melakukan penulisan skripsi dengan
judul : “ Analisis Faktor Penyebab Permukiman Kumuh Di Kota Medan (Studi
Khasus : Kecamatan Medan Belawan)”.
1.2 Perumusan
Masalah
Berdasarkan
uraian pada latar belakang diatas, maka perumusan masalah yang dapat diajukan
dalam penelitian ini adalah :
1. Apa
faktor-faktor yang mengakibat terbentuknya permukiman kumuh di Kota Medan?
2. Bagaimana
program penataan permukiman kumuh yang telah dilaksanakan pemerintahan Kota
Medan ?
1.3 Tujuan
Penelitian
Adapun tujuan
dari penelitian ini adalah sebagai berikut :
1. Untuk
mengetahui faktor-faktor yang mengakibatkan permukiman kumuh di Kota Medan.
2. Untuk
mengetahui program penataan permukiman kumuh yang telah dilaksanakan
pemerintahan Kota Medan.
1.4 Manfaat
Penelitian
Adapun manfaat
dari penelitian ini adalah sebagai berikut :
1. Sebagai bahan
studi dan literatur bagi mahasiswa/mahasiswi ataupun penelitian yang ingin
melakukan penelitian sejenis selanjutnya.
2. Sebagai bahan
masukan yang bermanfaat bagi pemerintahan Kota Medan, dalam menata kota menuju
kota metropolitan yang lestari, penelitian ini dapat dijadikan bahan
pertimbangan dalam penyusunan program.
3. Sebagai bahan
masukan bagi pengambilan keputusan dimasa yang akan datang.
4. Bagi
masyarakat setempat dapat menjadi informasi untuk mendorong perbaikan kondisi
lingkungan tersebut.
Download lengkap Versi Word
Tidak ada komentar:
Posting Komentar
pesan skripsi