BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Pembangunan ekonomi suatu Negara
memerlukan program yang terencana dan terarah serta membutuhkan modal atau dana
pembangunan yang tidak sedikit. Tidaklah mengherankan apabila pemerintah dalam
suatu Negara terus menerus melakukan upaya peningkatan pertumbuhan ekonomi
melalui perbaikan dan peningkatan kinerja bank sebagai lembaga keuangan dan
lokomotif pembangunan ekonomi. Lembaga keuangan bank mempunyai peranan yang
strategis dalam membangun suatu perekonomian Negara. Kegiatan sehari-hari dari
bidang keuangan sama seperti halnya dengan perusahaan lainnya. Kegiatan pihak
bank secara sederhana dapat kita katakan sebagai tempat melayani segala
kebutuhan nasabahnya yaitu mengimpun dana masyarakat melalui simpanan dan
menyalurkan dana kepada masyarakat dalam bentuk kredit ataupun pinjaman. Fungsi
utama bank adalah mempertemukan dua pihak atau lebih yaitu pihak yang
membutuhkan dana (borrower) di satu sisi, dan pihak yang mempunyai
kelebihan dana (saver) pada sisi lain. Dalam rumusan lain, Krisna Wijaya
(2000, 46) menegaskan bahwa Core bisnis perbankan adalah menjadi financial
intermediary antara surplus unit dengan defisit unit, yaitu
pihak-pihak yang memerlukan dana berupa kredit atau nasabah kredit. Itulah
sebabnya mengapa lembaga perbankan disebut juga sebagai lembaga kepercayaan.
Artinya, pihak surplus unit mempercayakan sepenuhnya kepada bank untuk
mengelola dananya termasuk menyalurkannya kepada pihak defisit unit.
Dengan
bertambahnya jumlah bank, persaingan untuk menarik dana dari masyarakat semakin
meningkat. Semua berlomba untuk menarik dana masyarakat sebanyak-banyaknya dan
menyalurkannya kembali kepada masyarakat yang membutuhkan baik untuk tujuan
produktif maupun konsumtif. Karena bagi sebuah bank dana merupakan darah dan
persoalan paling utama, sehingga tanpa dana, bank tidak dapat berfungsi sama
sekali. Berdasarkan pengalaman di lapangan atau bukti- bukti empiris, dana bank
yang berasal dari modal sendiri dan cadangan modal hanya sebesar 7% sampai
dengan 8% dari total aktiva bank. Dana-dana yang dihimpun dari masyarakat
merupakan sumber dana terbesar yang paling diandalkan oleh bank yang bisa
mencapai 80% sampai dengan 90% dari seluruh dana yang dikelola oleh bank. Dana
yang berhasil dihimpun dari masyarakat biasanya disimpan dalam bentuk giro,
deposito dan tabungan. Selain dari tiga macam bentuk simpanan dana pihak ketiga
tersebut yaitu giro, deposito dan tabungan, masih terdapat beberapa macam dana
pihak ketiga lainnya yang diterima bank. Akan tetapi, dana-dana ini sebagian besar
berbentuk dana sementara yang sukar disusun perencanaannya karena bersifat
sementara.
Dari berbagai
sumber dana yang berhasil dihimpun oleh bank, kemudian bank menyalurkannya
kembali dana tersebut kepada masyarakat secara efektif dan efisien. Dana yang berhasil
dihimpun dari masyarakat sebagian besar dialokasikan untuk kredit, Karena
kegiatan pemberian kredit merupakan rangkaian kegiatan utama suatu bank dimana
pemberian kredit adalah tulang punggung kegiatan perbankan. Bila kita
perhatikan neraca bank, akan terlihat oleh kita bahwa sisi aktiva bank akan
didominasi oleh besarnya jumlah kredit yang diberikan, sedangkan bila kita
perhatikan pula laporan Laba Rugi bank, akan terlihat oleh kita bahwa sisi
pendapatan bank
akan didominasi oleh besarnya pendapatan dari bunga dan provisi kredit. Ini
dikarenakan aktivitas bank yang terbanyak akan berkaitan erat secara langsung
ataupun tidak langsung dengan kegiatan perkreditan. Karena hampir semua
kegiatan perekonomian masyarakat membutuhkan bank dengan fasilitas kreditnya,
dimana dengan melalui pemberian kredit pula akan banyak usaha pembayaran
nasabah melalui rekeningnya sehingga tujuan dari pemberian kredit selain untuk
mendapatkan hasil yang optimal dari pemberian kredit tersebut, juga untuk
keamanan bank yaitu keamanan untuk nasabah penyimpan sehingga dengan melalui
kredit, bank akan menambah dananya dengan sendirinya. Karena kredit yang aman
akan memberikan dampak yang positif bagi bank yaitu kepercayaan masyarakat pada
bank akan bertambah. Melalui kegiatan pinjaman yang bernama kredit, Bank
berusaha memenuhi kebutuhan masyarakat bagi kelancaran usahanya, sedangakan
dalam kegiatan penyimpanan dana dari masyarakat, bank berusaha menawarkan
kepada masyarakat akan keamanan dana dalam jasa lain yang akan diperoleh berupa
bunga, baik bunga pinjaman maupun bungan tabungan. Dengan pemberian kredit,
bank diharapkan dapat melancarkan arus barang dan jasa dari produsen ke
konsumen serta. Bank juga ternyata merupakan pemasok dari sebahagian besar uang
yang beredar yang digunakan sebagai alat tukar atau alat pembayaran, sehingga
dapat mendukung berjalannya mekanisme kebijaksanaan moneter.
Saat ini ada dua
jenis lembaga keuangan yaitu lembaga keuangan bank dan lembaga keuangan bukan
bank. Lembaga keuangan Bank adalah badan usaha
yang menghimpun
dana dari masyarakat dalam bentuk simpanan dan menyalurkannya kepada masyarakat
dalam bentuk kredit dan atau bentuk-bentuk lainnya dalam rangka meningkatkan
taraf hidup rakyat banyak, sedangkan Lembaga Keuangan Bukan Bank adalah lembaga
keuangan yang menghimpun dana dari masyarakat melalui penjualan surat-surat
berharga. Bentuk dari lembaga keuangan bukan bank ini adalah modal ventura,
anjak piutang, dana pensiun, dan pegadaian. Menghimpun dana dari masyarakat
dalam bentuk simpanan dan menyalurkannya kepada masyarakat dalam bentuk kredit
dan atau bentuk-bentuk lainnya dalam rangka meningkatkan taraf hidup rakyat
banyak, sedangkan lembaga keuangan bukan bank adalah lembaga keuangan yang menghimpun
dana dari masyarakat melalui penjualan surat-surat berharga. Bentuk dari
lembaga keuangan bukan bank ini adalah modal ventura, anjak piutang,
dana pensiun, dan pegadaian. Lembaga perbankan di Indonesia saat ini telah
terbagi menjadi dua jenis yaitu, bank yang bersifat Konvensional dan bank yang
bersifat Syariah. Bank yang bersifat Konvensional adalah bank yang pelaksanaan
operasionalnya menjalankan sistem bunga (interest fee), sedangkan bank
yang bersifat Syariah adalah bank yang dalam pelaksanaan operasionalnya
menggunakan prinsip-prinsip syariah Islam. Prinsip syariah adalah aturan
perjanjian berdasarkan hukum Islam antara bank dengan pihak lain untuk
menyimpan dana dan atau pembiayaan kegiatan usaha, atau kegiatan lainnya yang
dinyatakan sesuai dengan syari’ah.
Adanya perubahan
regulasi tentang perbankan merupakan momen strategis bagi umat Islam Indonesia
untuk mendirikan lembaga keuangan yang berbasis nilai-nilai syari’ah (Islam)
selanjutnya dikenal dengan sebutan Bank
Syari’ah.
Melalui kelompok Cendikiawan Muslim yang memiliki komitmen untuk mengembangkan
lembaga-lembaga keuangan islam, dalam hal ini adalah ISED (Institute for
shari’ah Economic Developmen), umat islam di Indonesia berhasil membentuk
Bank-bank Islam (Muhammad, 2005). Awal perkembangan perbankan syariah di
Indonesia diawali dengan berdirinya Bank Muamalat Indonesia pada 1 November
1991. Pada mulanya Perbankan Syariah belum mendapat perhatian yang optimal dari
pemerintah, hal ini terlihat pada Undang-Undang No 7 tahun 1992 yang belum
menjelaskan adanya landasan hukum operasional perbankan syariah. Namun, setelah
adanya undang-undang baru yaitu Undang-Undang No 10 tahun 1998 maka bank syari’ah
telah memiliki landasan hukum yang lebih kuat serta jenis-jenis usaha yang
dapat dioperasikan oleh bank syari’ah. Undang-undang tersebut juga memberikan
arahan bagi bank-bank konvensional untuk membuka cabang syari’ah ataupun
mengkonversi secara total menjadi bank syariah. Dengan diakuinya dua sistem
perbankan yaitu perbankan sistem bagi hasil dan sistem konvensional, maka bank
syariah semakin berkembang dan mulai dikenal oleh seluruh lapisan masyarakat di
Indonesia.
Perkembangan
sistem perbankan di Indonesia dilakukan dalam kerangka dual-banking system atau
sistem perbankan ganda dalam kerangka Arsitektur Perbankan Indonesia (API),
untuk menghadirkan alternatif jasa perbankan yang semakin lengkap kepada
masyarakat Indonesia. Secara bersama-sama, sistem karekteristik sistem perbankan
syari’ah yang beroperasi berdasarkan prinsip bagi hasil memberikan alternatif
sistem perbankan yang saling menguntungkan bagi masyarakat dan bank, serta
menonjolkan aspek keadilan dalam bertransaksi,
investasi yang
beretika, mengedepankan nilai-nilai kebersamaan dan persaudaraan dalam
berproduksi, dan menghindari kegiatan berspekulatif dalam bertransaksi
keuangan. Dengan menyediakan beragam produk serta layanan jasa perbankan yang
beragam dengan skema keuangan yang telah bervariatif, perbankan syari’ah
menjadi alternatif sistem perbankan yang kredibel dan dapat dinikmati oleh
seluruh golongan masyarakat Indonesia tanpa kecuali (Bank Indonesia, 2008).
Dalam undang-undang No.7 tahun 1992, Bank Syari’ah diposisikan sebagai Bank
umum atau Bank Perkreditan Rakyat Syari’ah (BPRS). Dalam pasal 6 undang-undang
No. 10 tahun 1998 yang merupakan perubahan dari undang-undang No. 7 tahun 1992
di pertegas bahwa; pertama, Bank Umum adalah bank yang melaksanakan
kegitan usaha secara konvensional dan atau berdasarkan prinsip syari’ah yang
dalam kegiatan usahanya menberikan jasa dalam lalu lintas pembayaran. Kedua,
Bank Perkreditan Rakyat adalah bank yang melaksanakan kegiatan usaha secara
konvensional atau berdasarkan prinsip syari’ah yang dalam kegiatannya tidak
memberikan jasa lalu lintas pembayaran (UU No. 10/1998, 9-10). Dengan kekuatan
hukum ini, bank syari’ah mendapatkan kesempatan yang sama dengan bank
konvensional untuk melakukan aksi bisnis dalam dunia perbankan. Berdirinya bank
syariah di Indonesia dipelopori oleh dua Bank Perkreditan Rakyat Syari’ah
(BPRS) di bandung pada 15 juli 1991, dan mulai beroperasi pada 19 Agustus 1991.
Kedua BPRS tersebut adalah Dana Mardhatillah dan BPRS Berkah Amal
Sejahtera. Beberapa bulan kemudian, tepat pada 1 November 1991, berdiri
bank umum syari’ah (BUS) yang pertama yaitu Bank Muamalat Indonesia (BMI) yang
mulai beroperasi pada 2 mei 1992.
Dalam hal ini,
keberadaan BPRS tersebut secara teknis usaha sesungguhnya tidak berbeda dengan
BPR lainya. Misalnya, dalam persyaratan pendirian maupun fasilitas perkreditan
yang diberikan kepada nasabah. Hanya yang relatif membedakan antara BPR dan
BPRS adalah mengenai pola operasi dalam memutar uang, dimana BPRS tidak
menempatkan sistem bunga sebagai pijakan peminjaman (kredit) melainkan
menggunakan sistem bagi hasil sebagai dasarnya. Alternatif metode ini ditempuh
oleh mengingat oleh sebahagian ulama dianggap bunga sebagai riba, sehingga
tidak dibenarkan dipraktikkan dalam operasi perbankan, karena tidak sesuai
dengan hukum islam. Dengan begitu, yang menjadi ciri khas dari BPRS ini selain
digunakan untuk masyarakat kecil, juga sebagi alternatif bagi masyarakat untuk
memanfaatkan jasa perbankan dengan prosedur-prosedur hukum agama (Islam) yang
selama tidak dimiliki oleh bank umum maupun BPR jenis lainya. Dengan prosedur
yang didasarkan hukum Islam tersebut, maka bentuk-bentuk usaha dan
pinjam-meminjam uang harus mengikuti ketentuan Al-Qur’an dan Hadist (Zainuddin,
2008)
Dengan perbedaan
bentuk usaha tersebut, tentunya BPRS berpotensi menjadi alternatif bagi
masyarakat untuk melakukan simpan pinjam dengan pola usaha yang disediakan.
Masyarakat muslim yang selama ini ragu, bahkan alergi, dengan bank konvensional
yang menggunakan bunga sebagai pijakan kerjanya, dengan munculnya BPRS tersebut
bisa berpatisipasi tanpa ada hambatan sedikitpun. Sehingga secara teoritis,
sebenarnya keberadaan BPRS memiliki prospek yang cerah karena potensi captive
market yang jelas. Dengan posisi seperti itu tidak salah bila kemudian hari
perkembangan dari BPRS ini akan meningkat secara pesat sehingga akan menjadi
alternatif yang sepadan dengan
jenis Bank
Konvensional yang telah lama beroperasi untuk kesejahteraan masyarakat. Seperti
halnya, PBRS Gebu Prima yang memberikan suatu kemudahan bagi masyarakat untuk
mengembangkan usahanya melalui pelayanan perkreditan yang disalurkan, berupa
pembiayaan-pembiayaan secara hukum islam dalam sistem bagi hasil. Berdasarkan
uraian latar belakang masalah di atas maka penulis bermaksud untuk melakukan
penelitian dengan judul “Analisis Faktor-faktor yang Mempengaruhi Jumlah
pembiayaan yang Disalurkan Oleh PT. BPRS Gebu Prima Medan”. 1.2 Perumusan
Masalah Berdasrkan pada uraian yang telah dikemukakan pada latar belakang
diatas maka dapat dirumuskan permasalahan sebagai berikut :
1. Bagaimana
pengaruh jumlah tabungan wadi’ah terhadap jumlah pembiayaan yang
disalurkan oleh PT. BPRS Gebu Prima Medan.
2. Bagaimana
pengaruh jumlah deposito mudharabah terhadap jumlah pembiayaan yang
disalurkan oleh PT. BPRS Gebu Prima Medan.
1.3 Hipotesis Secara empiris,
hipotesis adalah jawaban sementara dari permasalahan yang menjadi objek
penelitian yang memerlukan pegujian untuk membuktikan kebenaranya. Dari
permasalahan diatas, maka memberikan hipotesisnya sebagai berikut :
1. jumlah
tabungan wadi’ah berpengaruh positif terhadap jumlah pembiayaan yang
disalurkan oleh PT. BPRS Gebu Prima Medan.
2. jumlah
deposito mudharabah berpengaruh positif terhadap jumlah pembiayaan yang
disalurkan oleh PT. BPRS Gebu Prima Medan.
1.4 Tujuan
Penelitian Sesuai
dengan pokok permasalahan yang telah dikemukakan diatas maka tujuan penelitian
ini adalah :
1. Untuk
mengetahui seberapa besar pengaruh jumlah tabungan wadi’ah terhadap
jumlah pembiayaan yang disalurkan oleh PT. BPRS Gebu Prima Medan.
2. Untuk
mengetahui seberapa besar pengaruh jumlah deposito mudharabah terhadap
jumlah pembiayaan yang disalurkan oleh PT. BPRS Gebu Prima Medan.
1.5 Manfaat
Penelitian Adapun
manfaat yang diharapkan dari penelitian ini adalah :
1. Sebagai bahan
studi atau literatur tambahan terhadap penelitian yang sudah ada sebelumnya.
2. Sebagai bahan
studi dan literatur bagi mahasiswa/mahasiswi ataupun peneliti yang sudah ingin
melakukan penelitian sejenis selanjutnya.
3. Sebagai salah
satu syarat bagi penulis untuk menyelesaikan pendidikan jenjang sarjana.
4. Sebagai
masukan yang bermanfaat bagi pemerintah atau instansi-instansi yang terkait.
Download lengkap Versi Word
Tidak ada komentar:
Posting Komentar
pesan skripsi