Selasa, 04 Maret 2014

Skripsi Ekonomi Pembangunan: ANALISIS FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI JUMLAH PEMBIAYAAN YANG DISALURKAN

BAB I PENDAHULUAN
 1.1 Latar Belakang
Pembangunan ekonomi suatu Negara memerlukan program yang terencana dan terarah serta membutuhkan modal atau dana pembangunan yang tidak sedikit. Tidaklah mengherankan apabila pemerintah dalam suatu Negara terus menerus melakukan upaya peningkatan pertumbuhan ekonomi melalui perbaikan dan peningkatan kinerja bank sebagai lembaga keuangan dan lokomotif pembangunan ekonomi. Lembaga keuangan bank mempunyai peranan yang strategis dalam membangun suatu perekonomian Negara. Kegiatan sehari-hari dari bidang keuangan sama seperti halnya dengan perusahaan lainnya. Kegiatan pihak bank secara sederhana dapat kita katakan sebagai tempat melayani segala kebutuhan nasabahnya yaitu mengimpun dana masyarakat melalui simpanan dan menyalurkan dana kepada masyarakat dalam bentuk kredit ataupun pinjaman. Fungsi utama bank adalah mempertemukan dua pihak atau lebih yaitu pihak yang membutuhkan dana (borrower) di satu sisi, dan pihak yang mempunyai kelebihan dana (saver) pada sisi lain. Dalam rumusan lain, Krisna Wijaya (2000, 46) menegaskan bahwa Core bisnis perbankan adalah menjadi financial intermediary antara surplus unit dengan defisit unit, yaitu pihak-pihak yang memerlukan dana berupa kredit atau nasabah kredit. Itulah sebabnya mengapa lembaga perbankan disebut juga sebagai lembaga kepercayaan. Artinya, pihak surplus unit mempercayakan sepenuhnya kepada bank untuk mengelola dananya termasuk menyalurkannya kepada pihak defisit unit.


Dengan bertambahnya jumlah bank, persaingan untuk menarik dana dari masyarakat semakin meningkat. Semua berlomba untuk menarik dana masyarakat sebanyak-banyaknya dan menyalurkannya kembali kepada masyarakat yang membutuhkan baik untuk tujuan produktif maupun konsumtif. Karena bagi sebuah bank dana merupakan darah dan persoalan paling utama, sehingga tanpa dana, bank tidak dapat berfungsi sama sekali. Berdasarkan pengalaman di lapangan atau bukti- bukti empiris, dana bank yang berasal dari modal sendiri dan cadangan modal hanya sebesar 7% sampai dengan 8% dari total aktiva bank. Dana-dana yang dihimpun dari masyarakat merupakan sumber dana terbesar yang paling diandalkan oleh bank yang bisa mencapai 80% sampai dengan 90% dari seluruh dana yang dikelola oleh bank. Dana yang berhasil dihimpun dari masyarakat biasanya disimpan dalam bentuk giro, deposito dan tabungan. Selain dari tiga macam bentuk simpanan dana pihak ketiga tersebut yaitu giro, deposito dan tabungan, masih terdapat beberapa macam dana pihak ketiga lainnya yang diterima bank. Akan tetapi, dana-dana ini sebagian besar berbentuk dana sementara yang sukar disusun perencanaannya karena bersifat sementara.
Dari berbagai sumber dana yang berhasil dihimpun oleh bank, kemudian bank menyalurkannya kembali dana tersebut kepada masyarakat secara efektif dan efisien. Dana yang berhasil dihimpun dari masyarakat sebagian besar dialokasikan untuk kredit, Karena kegiatan pemberian kredit merupakan rangkaian kegiatan utama suatu bank dimana pemberian kredit adalah tulang punggung kegiatan perbankan. Bila kita perhatikan neraca bank, akan terlihat oleh kita bahwa sisi aktiva bank akan didominasi oleh besarnya jumlah kredit yang diberikan, sedangkan bila kita perhatikan pula laporan Laba Rugi bank, akan terlihat oleh kita bahwa sisi
pendapatan bank akan didominasi oleh besarnya pendapatan dari bunga dan provisi kredit. Ini dikarenakan aktivitas bank yang terbanyak akan berkaitan erat secara langsung ataupun tidak langsung dengan kegiatan perkreditan. Karena hampir semua kegiatan perekonomian masyarakat membutuhkan bank dengan fasilitas kreditnya, dimana dengan melalui pemberian kredit pula akan banyak usaha pembayaran nasabah melalui rekeningnya sehingga tujuan dari pemberian kredit selain untuk mendapatkan hasil yang optimal dari pemberian kredit tersebut, juga untuk keamanan bank yaitu keamanan untuk nasabah penyimpan sehingga dengan melalui kredit, bank akan menambah dananya dengan sendirinya. Karena kredit yang aman akan memberikan dampak yang positif bagi bank yaitu kepercayaan masyarakat pada bank akan bertambah. Melalui kegiatan pinjaman yang bernama kredit, Bank berusaha memenuhi kebutuhan masyarakat bagi kelancaran usahanya, sedangakan dalam kegiatan penyimpanan dana dari masyarakat, bank berusaha menawarkan kepada masyarakat akan keamanan dana dalam jasa lain yang akan diperoleh berupa bunga, baik bunga pinjaman maupun bungan tabungan. Dengan pemberian kredit, bank diharapkan dapat melancarkan arus barang dan jasa dari produsen ke konsumen serta. Bank juga ternyata merupakan pemasok dari sebahagian besar uang yang beredar yang digunakan sebagai alat tukar atau alat pembayaran, sehingga dapat mendukung berjalannya mekanisme kebijaksanaan moneter.
Saat ini ada dua jenis lembaga keuangan yaitu lembaga keuangan bank dan lembaga keuangan bukan bank. Lembaga keuangan Bank adalah badan usaha
yang menghimpun dana dari masyarakat dalam bentuk simpanan dan menyalurkannya kepada masyarakat dalam bentuk kredit dan atau bentuk-bentuk lainnya dalam rangka meningkatkan taraf hidup rakyat banyak, sedangkan Lembaga Keuangan Bukan Bank adalah lembaga keuangan yang menghimpun dana dari masyarakat melalui penjualan surat-surat berharga. Bentuk dari lembaga keuangan bukan bank ini adalah modal ventura, anjak piutang, dana pensiun, dan pegadaian. Menghimpun dana dari masyarakat dalam bentuk simpanan dan menyalurkannya kepada masyarakat dalam bentuk kredit dan atau bentuk-bentuk lainnya dalam rangka meningkatkan taraf hidup rakyat banyak, sedangkan lembaga keuangan bukan bank adalah lembaga keuangan yang menghimpun dana dari masyarakat melalui penjualan surat-surat berharga. Bentuk dari lembaga keuangan bukan bank ini adalah modal ventura, anjak piutang, dana pensiun, dan pegadaian. Lembaga perbankan di Indonesia saat ini telah terbagi menjadi dua jenis yaitu, bank yang bersifat Konvensional dan bank yang bersifat Syariah. Bank yang bersifat Konvensional adalah bank yang pelaksanaan operasionalnya menjalankan sistem bunga (interest fee), sedangkan bank yang bersifat Syariah adalah bank yang dalam pelaksanaan operasionalnya menggunakan prinsip-prinsip syariah Islam. Prinsip syariah adalah aturan perjanjian berdasarkan hukum Islam antara bank dengan pihak lain untuk menyimpan dana dan atau pembiayaan kegiatan usaha, atau kegiatan lainnya yang dinyatakan sesuai dengan syari’ah.
Adanya perubahan regulasi tentang perbankan merupakan momen strategis bagi umat Islam Indonesia untuk mendirikan lembaga keuangan yang berbasis nilai-nilai syari’ah (Islam) selanjutnya dikenal dengan sebutan Bank
Syari’ah. Melalui kelompok Cendikiawan Muslim yang memiliki komitmen untuk mengembangkan lembaga-lembaga keuangan islam, dalam hal ini adalah ISED (Institute for shari’ah Economic Developmen), umat islam di Indonesia berhasil membentuk Bank-bank Islam (Muhammad, 2005). Awal perkembangan perbankan syariah di Indonesia diawali dengan berdirinya Bank Muamalat Indonesia pada 1 November 1991. Pada mulanya Perbankan Syariah belum mendapat perhatian yang optimal dari pemerintah, hal ini terlihat pada Undang-Undang No 7 tahun 1992 yang belum menjelaskan adanya landasan hukum operasional perbankan syariah. Namun, setelah adanya undang-undang baru yaitu Undang-Undang No 10 tahun 1998 maka bank syari’ah telah memiliki landasan hukum yang lebih kuat serta jenis-jenis usaha yang dapat dioperasikan oleh bank syari’ah. Undang-undang tersebut juga memberikan arahan bagi bank-bank konvensional untuk membuka cabang syari’ah ataupun mengkonversi secara total menjadi bank syariah. Dengan diakuinya dua sistem perbankan yaitu perbankan sistem bagi hasil dan sistem konvensional, maka bank syariah semakin berkembang dan mulai dikenal oleh seluruh lapisan masyarakat di Indonesia.
Perkembangan sistem perbankan di Indonesia dilakukan dalam kerangka dual-banking system atau sistem perbankan ganda dalam kerangka Arsitektur Perbankan Indonesia (API), untuk menghadirkan alternatif jasa perbankan yang semakin lengkap kepada masyarakat Indonesia. Secara bersama-sama, sistem karekteristik sistem perbankan syari’ah yang beroperasi berdasarkan prinsip bagi hasil memberikan alternatif sistem perbankan yang saling menguntungkan bagi masyarakat dan bank, serta menonjolkan aspek keadilan dalam bertransaksi,
investasi yang beretika, mengedepankan nilai-nilai kebersamaan dan persaudaraan dalam berproduksi, dan menghindari kegiatan berspekulatif dalam bertransaksi keuangan. Dengan menyediakan beragam produk serta layanan jasa perbankan yang beragam dengan skema keuangan yang telah bervariatif, perbankan syari’ah menjadi alternatif sistem perbankan yang kredibel dan dapat dinikmati oleh seluruh golongan masyarakat Indonesia tanpa kecuali (Bank Indonesia, 2008). Dalam undang-undang No.7 tahun 1992, Bank Syari’ah diposisikan sebagai Bank umum atau Bank Perkreditan Rakyat Syari’ah (BPRS). Dalam pasal 6 undang-undang No. 10 tahun 1998 yang merupakan perubahan dari undang-undang No. 7 tahun 1992 di pertegas bahwa; pertama, Bank Umum adalah bank yang melaksanakan kegitan usaha secara konvensional dan atau berdasarkan prinsip syari’ah yang dalam kegiatan usahanya menberikan jasa dalam lalu lintas pembayaran. Kedua, Bank Perkreditan Rakyat adalah bank yang melaksanakan kegiatan usaha secara konvensional atau berdasarkan prinsip syari’ah yang dalam kegiatannya tidak memberikan jasa lalu lintas pembayaran (UU No. 10/1998, 9-10). Dengan kekuatan hukum ini, bank syari’ah mendapatkan kesempatan yang sama dengan bank konvensional untuk melakukan aksi bisnis dalam dunia perbankan. Berdirinya bank syariah di Indonesia dipelopori oleh dua Bank Perkreditan Rakyat Syari’ah (BPRS) di bandung pada 15 juli 1991, dan mulai beroperasi pada 19 Agustus 1991. Kedua BPRS tersebut adalah Dana Mardhatillah dan BPRS Berkah Amal Sejahtera. Beberapa bulan kemudian, tepat pada 1 November 1991, berdiri bank umum syari’ah (BUS) yang pertama yaitu Bank Muamalat Indonesia (BMI) yang mulai beroperasi pada 2 mei 1992.

Dalam hal ini, keberadaan BPRS tersebut secara teknis usaha sesungguhnya tidak berbeda dengan BPR lainya. Misalnya, dalam persyaratan pendirian maupun fasilitas perkreditan yang diberikan kepada nasabah. Hanya yang relatif membedakan antara BPR dan BPRS adalah mengenai pola operasi dalam memutar uang, dimana BPRS tidak menempatkan sistem bunga sebagai pijakan peminjaman (kredit) melainkan menggunakan sistem bagi hasil sebagai dasarnya. Alternatif metode ini ditempuh oleh mengingat oleh sebahagian ulama dianggap bunga sebagai riba, sehingga tidak dibenarkan dipraktikkan dalam operasi perbankan, karena tidak sesuai dengan hukum islam. Dengan begitu, yang menjadi ciri khas dari BPRS ini selain digunakan untuk masyarakat kecil, juga sebagi alternatif bagi masyarakat untuk memanfaatkan jasa perbankan dengan prosedur-prosedur hukum agama (Islam) yang selama tidak dimiliki oleh bank umum maupun BPR jenis lainya. Dengan prosedur yang didasarkan hukum Islam tersebut, maka bentuk-bentuk usaha dan pinjam-meminjam uang harus mengikuti ketentuan Al-Qur’an dan Hadist (Zainuddin, 2008)
Dengan perbedaan bentuk usaha tersebut, tentunya BPRS berpotensi menjadi alternatif bagi masyarakat untuk melakukan simpan pinjam dengan pola usaha yang disediakan. Masyarakat muslim yang selama ini ragu, bahkan alergi, dengan bank konvensional yang menggunakan bunga sebagai pijakan kerjanya, dengan munculnya BPRS tersebut bisa berpatisipasi tanpa ada hambatan sedikitpun. Sehingga secara teoritis, sebenarnya keberadaan BPRS memiliki prospek yang cerah karena potensi captive market yang jelas. Dengan posisi seperti itu tidak salah bila kemudian hari perkembangan dari BPRS ini akan meningkat secara pesat sehingga akan menjadi alternatif yang sepadan dengan

jenis Bank Konvensional yang telah lama beroperasi untuk kesejahteraan masyarakat. Seperti halnya, PBRS Gebu Prima yang memberikan suatu kemudahan bagi masyarakat untuk mengembangkan usahanya melalui pelayanan perkreditan yang disalurkan, berupa pembiayaan-pembiayaan secara hukum islam dalam sistem bagi hasil. Berdasarkan uraian latar belakang masalah di atas maka penulis bermaksud untuk melakukan penelitian dengan judul “Analisis Faktor-faktor yang Mempengaruhi Jumlah pembiayaan yang Disalurkan Oleh PT. BPRS Gebu Prima Medan”. 1.2 Perumusan Masalah Berdasrkan pada uraian yang telah dikemukakan pada latar belakang diatas maka dapat dirumuskan permasalahan sebagai berikut :
1. Bagaimana pengaruh jumlah tabungan wadi’ah terhadap jumlah pembiayaan yang disalurkan oleh PT. BPRS Gebu Prima Medan.
2. Bagaimana pengaruh jumlah deposito mudharabah terhadap jumlah pembiayaan yang disalurkan oleh PT. BPRS Gebu Prima Medan.
1.3 Hipotesis Secara empiris, hipotesis adalah jawaban sementara dari permasalahan yang menjadi objek penelitian yang memerlukan pegujian untuk membuktikan kebenaranya. Dari permasalahan diatas, maka memberikan hipotesisnya sebagai berikut :

1. jumlah tabungan wadi’ah berpengaruh positif terhadap jumlah pembiayaan yang disalurkan oleh PT. BPRS Gebu Prima Medan.
2. jumlah deposito mudharabah berpengaruh positif terhadap jumlah pembiayaan yang disalurkan oleh PT. BPRS Gebu Prima Medan.
1.4 Tujuan Penelitian Sesuai dengan pokok permasalahan yang telah dikemukakan diatas maka tujuan penelitian ini adalah :
1. Untuk mengetahui seberapa besar pengaruh jumlah tabungan wadi’ah terhadap jumlah pembiayaan yang disalurkan oleh PT. BPRS Gebu Prima Medan.
2. Untuk mengetahui seberapa besar pengaruh jumlah deposito mudharabah terhadap jumlah pembiayaan yang disalurkan oleh PT. BPRS Gebu Prima Medan.
1.5 Manfaat Penelitian Adapun manfaat yang diharapkan dari penelitian ini adalah :
1. Sebagai bahan studi atau literatur tambahan terhadap penelitian yang sudah ada sebelumnya.
2. Sebagai bahan studi dan literatur bagi mahasiswa/mahasiswi ataupun peneliti yang sudah ingin melakukan penelitian sejenis selanjutnya.
3. Sebagai salah satu syarat bagi penulis untuk menyelesaikan pendidikan jenjang sarjana.

4. Sebagai masukan yang bermanfaat bagi pemerintah atau instansi-instansi yang terkait.


Download lengkap Versi Word

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

pesan skripsi