Selasa, 04 Maret 2014

Skripsi Ekonomi Pembangunan: ANALISIS PENGARUH SUKU BUNGA KREDIT, KURS, DAN INFLASI TERHADAP EKSPOR KOMODITAS PERTANIAN


 BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Sumatera Utara memiliki luas daratan sekitar 71.680 km2. Letaknya yang berada dekat dengan garis khtulistiwa menyebabkan Sumatera Utara mengalami iklim tropis basah dengan curah hujan berkisar antara 1.800 - 4.000 m per tahun dan suhu udara beragam antara 12,40 – 34,20 C. Dengan kondisi tersebut, Sumatera Utara memiliki potensi yang besar di sektor pertanian.

Salah satu potensi tersebut dapat dilihat pada subsektor perkebunan. Seluruh dunia tahu bahwa daerah yang paling cocok untuk menanam kelapa sawit adalah daerah yang berada di sekitar khatulistiwa. Daerah di sekitar itu membentang dari Afrika hingga Amerika Latin. Namun, ternyata tidak semua daerah yang berada di sekitar khatulistiwa cocok untuk tanaman kelapa sawit karena unsur hara yang terkandung dalam tanah tidak mendukung untuk tanaman kelapa sawit. Daerah yang paling cocok dan memungkinkan kelapa sawit tumbuh dengan baik adalah Sumatera (Suryopratomo, 2004). Selain kelapa sawit, Sumatera Utara juga dikenal dengan kopi Sidikalang. Kopi Sidikalang sudah terkenal hingga Pulau Jawa, bahkan Eropa. Masih banyak lagi potensi yang dimiliki, termasuk dari subsektor kehutanan, peternakan, dan perikanan.
Sebagai daerah yang memiliki potensi yang besar di sektor pertanian, sudah sepantasnya Sumatera Utara mengandalkan komoditas pertanian. Hampir seluruh kabupaten yang ada di Sumatera Utara memiliki komoditas pertanian yang berlimpah. Berlimpahnya komoditas pertanian yang dihasilkan menyebabkan komoditas pertanianan menjadi komoditas yang srategis untuk dipasarkan ke luar negeri (ekspor). Hal tersebut dapat dilihat pada Grafik 1.1. Komoditi utama ekspor Sumatera Utara adalah lemak dan minyak nabati

mencapai 1.790,8 juta dollar Amerika dan diikuti oleh getah karet alam sebesar 1.319,3 juta dollar Amerika serta kopi sebesar 176,5 juta dollar Amerika.
1790.81319.3176.5128120355.60500100015002000Nilai FOB (juta US$)Lemak dan Minyak NabatiGetah Karet AlamKopiKayu Lapis dan SebagainyaUdang, Kerang, dan SebagainyaLainnya
Sumber : BPS Sumatera Utara (diolah)
Grafik 1.1
Nilai FOB Ekspor Sumatera Utara
Tahun 2006
Secara keseluruhan pada tahun 2006, Sumatera Utara telah mengekspor komoditas pertanian dengan nilai FOB 3.890,2 juta US$. Hasil tersebut telah mengalami peningkatan jika dibandingkan dengan tahun sebelumnya yang hanya sebesar 3.242,3 juta US$.
Pada sisi lainnya, produktivitas eksportir juga ditentukan oleh kemampuannya mengolah modal yang dapat berasal dari modal pribadi maupun bank. Stabilitas modal memastikan stabilitas produktivitas perusahaan dalam memproduksi barang (Hanjaswara, 2006). Jika eksportir tidak memiliki modal pribadi yang cukup besar, eksportir dapat mengajukan kredit kepada pihak ketiga, seperti bank. Hal tersebut perlu dilakukan karena menurut Tjoekam (1999), kredit dapat membuat kegiatan usaha semakin lancar dan baik daripada sebelumnya serta meningkatkan keuntungan perusahaan.

Komoditas Pertanian

Mengkhusus pada modal bank, besar kecilnya kredit tergantung pada tingkat bunga kredit. Tingkat bunga kredit yang semakin tinggi menyebabkan pengusaha atau eksportir akan mengurangi jumlah pinjamannya, sehingga berdampak pada jumlah penawaran yang mampu diciptakan eksportir. Sejak tahun 2000 hingga tahun 2006 terlihat adanya kecenderungan penurunan tingkat suku bunga kredit (Grafik 1.2). Pada tahun 2000, suku bunga kredit berada pada titik 25,2 %. Kemudian turun lagi pada tahun berikutnya menjadi 24,95 %. Hingga akhirnya pada tahun 2006 menyentuh angka 14,26 %. Keadaan ini tentu saja menjadi pertanda yang baik bagi para debitur.
25.224.9522.823.6822.214.7114.26
Sumber : BPS Sumatera Utara (diolah)
Grafik 1.2
Perkembangan Tingkat Suku Bunga Kredit
2000 – 2006

0 2000

2001

2002

2003

2005

2004

2006

Tingkat Suku Bunga Kredit (%)

Tahun

Menurut Amir (2004), ekspor merupakan upaya mengeluarkan barang-barang dari peredaran dalam masyarakat dan mengirimkan ke luar negeri sesuai ketentuan pemerintah dan mengharapkan pembayaran dalam valuta asing. Dengan kata lain, dalam melakukan ekspor besar-kecilnya nilai ekspor tergantung dari ekspor.
Oleh sebab itu, perlu dilihat perkembangan kurs mata uang dalam negeri terhadap mata uang asing, khususnya Dollar Amerika, karena Dollar Amerika merupakan mata uang utama dunia sejak perang II. Hal ini dapat dimengerti mengingat pada saat itu, perekonomian di negara Eropa hancur akibat perang dan di lain pihak tanah Amerika tidak tersentuh oleh perang tersebut, walaupun Amerika ikut serta dalam peperangan tersebut (Berlianta, 2004).
Kurs valuta asing mempunyai hubungan yang searah dengan volume ekspor. Apabila nilai kurs dollar meningkat, maka volume ekspor juga akan meningkat (Sukirno, 2000). Jadi jika nilai tukar Rupiah melemah terhadap Dollar Amerika, maka eksportir akan memperoleh keuntungan lebih. Namun kenyataan di lapangan tidak selalu berpihak kepada eksportir. Nilai tukar Rupiah terhadap Dollar Amerika selalu berfluktuasi. Pada tahun 2000, nilai kurs Rupiah berada pada angka Rp 9.525. Kemudian melemah menjadi Rp 10.625 pada tahun berikutnya dan keadaan ini terus berfluktuasi hingga tahun 2006 (Grafik 1.3)


Ternyata tidak hanya kurs yang berfluktuasi. Tingkat inflasi pun ikut mengalami hal yang sama. Seperti yang terlihat pada tabel 1.1 , 5,73 % adalah titik inflasi pada tahun 2000. Tahun berikutnya inflasi melambung hingga menjadi dua digit (15,5 %). Tetapi, selama dua tahun berikutnya inflasi terus menurun hingga menyentuh titik 4,23 %. Pada tahun 2005, tingkat inflasi kembali melambung hingga menyentuh level dua digit. 
Download lengkap Versi Word

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

pesan skripsi