BAB I
PENDAHULUAN
1.1
Latar Belakang
Manusia
adalah kekayaan bangsa dan sekaligus sebagai modal dasar pembangunan. Artinya,
manusia sebagai subjek dan objek pembangunan dalam kehidupannya harus mampu
meningkatkan kualitas hidupnya sebagai insan pembangunan. Pembangunan Sumber
Daya Manusia (SDM) secara fisik dan mental mengandung makna peningkatan
kapasitas dasar penduduk yang kemudian akan memperbesar kesempatan untuk dapat
berpartisipasi dalam proses pembangunan. Kapasitas dasar yang dimaksud menurut
Todaro (2003) yang sekaligus merupakan tiga nilai pokok keberhasilan
pembangunan ekonomi adalah kecukupan (sustenance), jati diri (selfsteem),
serta kebebasan (freedom).
Untuk
mewujudkan tercapainya ketiga unsur tersebut, dilakukan upaya konkrit dan
berkesinambungan. Pembangunan merupakan suatu kenyataan fisik sekaligus tekad
suatu masyarakat untuk berupaya sekeras mungkin melalui serangkaian kombinasi
proses sosial, ekonomi dan institusional demi mencapai kehidupan yang serba
lebih baik.
Selain
itu, secara umum pembangunan manusia dalam pengertian luas mengandung konsep
teori pembangunan ekonomi yang konvensional, termasuk model pertumbuhan ekonomi,
pembangunan Sumber Daya Manusia (SDM), pendekatan kesejahteraan, dan pendekatan
kebutuhan kebutuhan dasar manusia. Model pertumbuhan ekonomi berkaitan dengan
peningkatan pendapatan dan Produksi Nasional Bruto/PNB (Gross National
Product/GNP). Pembangunan
SDM menempatkan manusia terutama
sebagai input dari proses produksi (sebagai suatu sarana bukan tujuan).
Pendekatan kesejahteraan melihat manusia sebagai pemanfaat (beneficiaries) bukan
sebagai objek perubahan. Pendekatan kebutuhan-kebutuhan dasar memfokuskan pada
penyediaan barang dan jasa kebutuhan hidup.
Konsep pembangunan manusia memenuhi dimensi yang sangat luas
dengan banyak pilihan, hanya mungkin tercapai jika penduduk tersebut memiliki
peluang angka harapan hidup yang tinggi atau umur panjang dan sehat, memiliki
pengetahuan dan keterampilan atau keahlian serta mempunyai peluang atau
kesempatan untuk merealisasikan pengetahuan tersebut dalam kegiatan yang
produktif, sehingga penduduk memiliki tingkat daya beli yang tinggi.
Salah satu cara untuk mengukur keberhasilan atau kinerja
suatu negara atau wilayah dalam bidang pembangunan manusia digunakan Indeks
Pembangunan Manusia (IPM) atau Human Development Index (HDI). IPM
merupakan suatu indeks komposit yang mencakup tiga bidang pembangunan manusia
yang dianggap sangat mendasar yaitu usia hidup (longetivity),
pengetahuan (knowledge), dan standar hidup layak (decent living).
Konsep pembangunan manusia yang dikembangkan oleh Persatuan
Bangsa-Bangsa (PBB), menetapkan peringkat kinerja pembangunan manusia pada
skala 0,0 – 100,0 dengan kategori sebagai berikut:
(1). Rendah dengan nilai IPM < 50
(2). Menengah bawah dengan nilai IPM antara 50 sampai
dengan 66
(3). Menengah atas dengan nilai IPM antara 66 sampai
80
(4). Atas dengan nilai IPM ≥ 80
IPM Status IPM
100 ------------------------------------------
Atas
80 -------------------------------------------
Menengah Atas
66 --------------------------------------------
Menengah Bawah
50 --------------------------------------------
Rendah
0 ---------------------------------------------
Gambar 1.1
Status Indeks Pembangunan Manusia
Sumber : Survei Sosial Ekonomi Nasional (SUSENAS)
Jika status pembangunan manusia masih berada pada kriteria
rendah, hal ini berarti kinerja pembangunan manusia daerah tersebut masih
memerlukan perhatian khusus untuk mengejar ketertinggalannya. Begitu juga jika
status pembangunan manusia masih berada pada kriteria menengah, hal ini berarti
pembangunan manusia masih perlu ditingkatkan.
Dalam Laporan Pembangunan Manusia Indonesia (LPMI) tahun 2004
menekankan perlunya Indonesia memberikan prioritas investasi yang lebih tinggi
pada upaya pembangunan manusia dan bagaimana pembiayaannya. Laporan tersebut
menegaskan bahwa pembangunan manusia merupakan hak asasi manusia yang sangat
penting untuk meletakkan dasar kokoh bagi pertumbuhan ekonomi dan menjamin
kelangsungan demokrasi dalam jangka panjang.
Sebelum krisis tahun 1998, Indonesia berhasil membangun
hak-hak dasar manusia, mentransfer pertumbuhan ekonomi yang tinggi kepada
pembangunan
manusia. Dimulai dari tingkat rendah
pada tahun 1960, akhirnya Indonesia berhasil melewati tingkat perkembangan yang
dicapai oleh negara-negara tetangga se-Asia Tenggara. Sebagai hasilnya dalam
bidang pembangunan manusia, rangking global Indonesia sama dengan rangking
pendapatan per kapitanya. Hal ini menunjukkan bahwa tingkat pembangunan manusia
adalah dalam tingkat rata-rata dengan tingkat perkembangan ekonomi, tidak di
bawah dan tidak di atas (Human Development Report/HDR, 2004).
Krisis ekonomi dan moneter yang terjadi sejak pertengahan
tahun 1997 berdampak pada menurunnya tingkat pendapatan yang diakibatkan
banyaknya PHK dan menurunnya kesempatan kerja yang kemudian dipengaruhi tingkat
inflasi yang meningkat dari 6% menjadi 78% selama periode 1997 sampai 1998.
Indeks Pembangunan Manusia merupakan alat ukur yang peka untuk dapat memberikan
gambaran perubahan yang terjadi, terutama pada komponen daya beli (Purchasing
Power Parity).
Dampak dari krisis ekonomi pada pembangunan manusia adalah
dengan menurunnya daya beli dan ini berarti terjadinya penundaan upaya
peningkatan kapasitas fisik dan kapasitas intelektual penduduk. Penurunan
beberapa komponen IPM sebagai akibat kepekaan IPM sebagai alat ukur yang dapat
menangkap perubahan nyata yang dialami penduduk dalam jangka pendek.
Pada tahun 1999, IPM di Kota Binjai menunjukkan peningkatan
yang cukup menggembirakan yaitu mencapai 68,5 %. Kemudian tahun 2002, meningkat
mencapai 71,5 %.. Selanjutnya, selama periode tahun 2004 sampai 2006 IPM Kota
Binjai cenderung mengalami peningkatan dari tahun ke tahun, yaitu dari 74,0 %.
pada tahun 2004 meningkat menjadi 74,4%. pada tahun 2005
dan meningkat lagi menjadi 75,3%.
pada tahun 2006. Sedangkan untuk tahun 2007 IPM Kota Binjai mencapai angka
75,5%.
Dengan berlakunya UU No.22 tahun 1999 yang kemudian direvisi
dengan UU No.32 tahun 2004 tentang Pemerintah Daerah, maka daerah otonom diberi
wewenang untuk mengatur dan mengurus semua urusan pemerintah di luar yang
menjadi urusan pemerintah pusat, yakni untuk memberi pelayanan, peningkatan
peran serta, prakarsa, dan pemberdayaan masyarakat yang bertujuan pada peningkatan
kesejahteraan masyarakat. Salah satu instrumen kebijakan pemerintah daerah
adalah Anggaran Penerimaan dan Belanja Daerah (APBD) dengan pengaturan
distribusi anggarannya. Yang menjadi pertanyaan adalah apakah pemerintah daerah
otonom telah melakukan kebijakan anggaran untuk meningkatkan pembangunan
manusia di daerahnya.
Dalam Laporan Pembangunan Manusia Indonesia (LPMI) tahun 2004
dikatakan bahwa dalam jangka pendek, walaupun tidak ada pertumbuhan ekonomi
yang memuaskan, sebuah negara dapat meningkatkan pembangunan manusia yang cukup
signifikan melalui pengeluaran publik yang direalisasikan dengan baik. Untuk
itu, tidak dapat dipungkiri bahwa kebijakan realisasi belanja pembangunan
terutama di sektor pendidikan dan sektor kesehatan akan memberi pengaruh yang
positif bagi perkembangan Indeks Pembanguan Manusia (IPM).
Untuk mengetahui seberapa besar kebijakan realisasi dana
pembangunan khususnya untuk sektor pendidikan dan sektor kesehatan terhadap
perkembangan IPM, penulis tertarik menganalisis masalah ini dengan melakukan
penelitian ilmiah dengan judul “Analisis Dampak Realisasi APBD Terhadap
Peningkatan Indeks Pembangunan Manusia Di Kota Binjai”.
1.2 Perumusan Masalah
1. Bagaimana pengaruh realisasi belanja APBD untuk sektor
pendidikan terhadap perkembangan IPM di Kota Binjai?
2. Bagaimana pengaruh realisasi belanja APBD untuk sektor
kesehatan terhadap perkembangan IPM di Kota Binjai?
1.3 Hipotesis
1. Realisasi belanja APBD untuk sektor pendidikan mempunyai
pengaruh positif terhadap perkembangan IPM di Kota Binjai.
2. Realisasi belanja APBD untuk sektor kesehatan mempunyai
pengaruh positif terhadap perkembangan IPM di Kota Binjai.
1.4 Tujuan Penelitian
Adapun tujuan penelitian ini adalah sebagai berikut:
1. Untuk mengetahui hubungan antara Realisasi belanja APBD
untuk sektor pendidikan dengan perkembangan IPM di Kota Binjai.
2. Untuk mengetahui hubungan antara Realisasi belanja APBD
untuk sektor kesehatan dengan perkembangan IPM di Kota Binjai.
1.5 Manfaat Penelitian
Adapun manfaat dari penelitian ini adalah sebagai berikut:
1. Sebagai masukan bagi pemerintah Kota Binjai dalam
melaksanakan kebijakan yang berhubungan dalam hal perealisasian belanja APBD,
khususnya untuk sektor pendidikan dan kesehatan.
2. Untuk menambah wawasan dan ilmu
pengetahuan penulis dalam disiplin ilmu yang penulis tekuni
3. Sebagai informasi tambahan bagi mahasiswa/i Fakultas
Ekonomi , khususnya mahasiswa/i Departemen Ekonomi Pembangunan yang ingin
melakukan penelitian lebih lanjut
4. Sebagai masukan bagi peneliti-peneliti lain yang ingin
melakukan penelitian dengan topik yang sama.
Download lengkap Versi Word
Tidak ada komentar:
Posting Komentar
pesan skripsi