Selasa, 04 Maret 2014

Skripsi Ekonomi Pembangunan: ANALISIS DAMPAK REALISASI APBD TERHADAP PENINGKATAN INDEKS PEMBANGUNAN MANUSIA


 BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang

Manusia adalah kekayaan bangsa dan sekaligus sebagai modal dasar pembangunan. Artinya, manusia sebagai subjek dan objek pembangunan dalam kehidupannya harus mampu meningkatkan kualitas hidupnya sebagai insan pembangunan. Pembangunan Sumber Daya Manusia (SDM) secara fisik dan mental mengandung makna peningkatan kapasitas dasar penduduk yang kemudian akan memperbesar kesempatan untuk dapat berpartisipasi dalam proses pembangunan. Kapasitas dasar yang dimaksud menurut Todaro (2003) yang sekaligus merupakan tiga nilai pokok keberhasilan pembangunan ekonomi adalah kecukupan (sustenance), jati diri (selfsteem), serta kebebasan (freedom).

Untuk mewujudkan tercapainya ketiga unsur tersebut, dilakukan upaya konkrit dan berkesinambungan. Pembangunan merupakan suatu kenyataan fisik sekaligus tekad suatu masyarakat untuk berupaya sekeras mungkin melalui serangkaian kombinasi proses sosial, ekonomi dan institusional demi mencapai kehidupan yang serba lebih baik.
Selain itu, secara umum pembangunan manusia dalam pengertian luas mengandung konsep teori pembangunan ekonomi yang konvensional, termasuk model pertumbuhan ekonomi, pembangunan Sumber Daya Manusia (SDM), pendekatan kesejahteraan, dan pendekatan kebutuhan kebutuhan dasar manusia. Model pertumbuhan ekonomi berkaitan dengan peningkatan pendapatan dan Produksi Nasional Bruto/PNB (Gross National Product/GNP). Pembangunan

SDM menempatkan manusia terutama sebagai input dari proses produksi (sebagai suatu sarana bukan tujuan). Pendekatan kesejahteraan melihat manusia sebagai pemanfaat (beneficiaries) bukan sebagai objek perubahan. Pendekatan kebutuhan-kebutuhan dasar memfokuskan pada penyediaan barang dan jasa kebutuhan hidup.
Konsep pembangunan manusia memenuhi dimensi yang sangat luas dengan banyak pilihan, hanya mungkin tercapai jika penduduk tersebut memiliki peluang angka harapan hidup yang tinggi atau umur panjang dan sehat, memiliki pengetahuan dan keterampilan atau keahlian serta mempunyai peluang atau kesempatan untuk merealisasikan pengetahuan tersebut dalam kegiatan yang produktif, sehingga penduduk memiliki tingkat daya beli yang tinggi.
Salah satu cara untuk mengukur keberhasilan atau kinerja suatu negara atau wilayah dalam bidang pembangunan manusia digunakan Indeks Pembangunan Manusia (IPM) atau Human Development Index (HDI). IPM merupakan suatu indeks komposit yang mencakup tiga bidang pembangunan manusia yang dianggap sangat mendasar yaitu usia hidup (longetivity), pengetahuan (knowledge), dan standar hidup layak (decent living).
Konsep pembangunan manusia yang dikembangkan oleh Persatuan Bangsa-Bangsa (PBB), menetapkan peringkat kinerja pembangunan manusia pada skala 0,0 – 100,0 dengan kategori sebagai berikut:
(1). Rendah dengan nilai IPM < 50
(2). Menengah bawah dengan nilai IPM antara 50 sampai dengan 66
(3). Menengah atas dengan nilai IPM antara 66 sampai 80
(4). Atas dengan nilai IPM ≥ 80

IPM Status IPM
100 ------------------------------------------
Atas
80 -------------------------------------------
Menengah Atas
66 --------------------------------------------
Menengah Bawah
50 --------------------------------------------
Rendah
0 ---------------------------------------------

Gambar 1.1
Status Indeks Pembangunan Manusia
Sumber : Survei Sosial Ekonomi Nasional (SUSENAS)
Jika status pembangunan manusia masih berada pada kriteria rendah, hal ini berarti kinerja pembangunan manusia daerah tersebut masih memerlukan perhatian khusus untuk mengejar ketertinggalannya. Begitu juga jika status pembangunan manusia masih berada pada kriteria menengah, hal ini berarti pembangunan manusia masih perlu ditingkatkan.
Dalam Laporan Pembangunan Manusia Indonesia (LPMI) tahun 2004 menekankan perlunya Indonesia memberikan prioritas investasi yang lebih tinggi pada upaya pembangunan manusia dan bagaimana pembiayaannya. Laporan tersebut menegaskan bahwa pembangunan manusia merupakan hak asasi manusia yang sangat penting untuk meletakkan dasar kokoh bagi pertumbuhan ekonomi dan menjamin kelangsungan demokrasi dalam jangka panjang.
Sebelum krisis tahun 1998, Indonesia berhasil membangun hak-hak dasar manusia, mentransfer pertumbuhan ekonomi yang tinggi kepada pembangunan

manusia. Dimulai dari tingkat rendah pada tahun 1960, akhirnya Indonesia berhasil melewati tingkat perkembangan yang dicapai oleh negara-negara tetangga se-Asia Tenggara. Sebagai hasilnya dalam bidang pembangunan manusia, rangking global Indonesia sama dengan rangking pendapatan per kapitanya. Hal ini menunjukkan bahwa tingkat pembangunan manusia adalah dalam tingkat rata-rata dengan tingkat perkembangan ekonomi, tidak di bawah dan tidak di atas (Human Development Report/HDR, 2004).
Krisis ekonomi dan moneter yang terjadi sejak pertengahan tahun 1997 berdampak pada menurunnya tingkat pendapatan yang diakibatkan banyaknya PHK dan menurunnya kesempatan kerja yang kemudian dipengaruhi tingkat inflasi yang meningkat dari 6% menjadi 78% selama periode 1997 sampai 1998. Indeks Pembangunan Manusia merupakan alat ukur yang peka untuk dapat memberikan gambaran perubahan yang terjadi, terutama pada komponen daya beli (Purchasing Power Parity).
Dampak dari krisis ekonomi pada pembangunan manusia adalah dengan menurunnya daya beli dan ini berarti terjadinya penundaan upaya peningkatan kapasitas fisik dan kapasitas intelektual penduduk. Penurunan beberapa komponen IPM sebagai akibat kepekaan IPM sebagai alat ukur yang dapat menangkap perubahan nyata yang dialami penduduk dalam jangka pendek.
Pada tahun 1999, IPM di Kota Binjai menunjukkan peningkatan yang cukup menggembirakan yaitu mencapai 68,5 %. Kemudian tahun 2002, meningkat mencapai 71,5 %.. Selanjutnya, selama periode tahun 2004 sampai 2006 IPM Kota Binjai cenderung mengalami peningkatan dari tahun ke tahun, yaitu dari 74,0 %. pada tahun 2004 meningkat menjadi 74,4%. pada tahun 2005

dan meningkat lagi menjadi 75,3%. pada tahun 2006. Sedangkan untuk tahun 2007 IPM Kota Binjai mencapai angka 75,5%.
Dengan berlakunya UU No.22 tahun 1999 yang kemudian direvisi dengan UU No.32 tahun 2004 tentang Pemerintah Daerah, maka daerah otonom diberi wewenang untuk mengatur dan mengurus semua urusan pemerintah di luar yang menjadi urusan pemerintah pusat, yakni untuk memberi pelayanan, peningkatan peran serta, prakarsa, dan pemberdayaan masyarakat yang bertujuan pada peningkatan kesejahteraan masyarakat. Salah satu instrumen kebijakan pemerintah daerah adalah Anggaran Penerimaan dan Belanja Daerah (APBD) dengan pengaturan distribusi anggarannya. Yang menjadi pertanyaan adalah apakah pemerintah daerah otonom telah melakukan kebijakan anggaran untuk meningkatkan pembangunan manusia di daerahnya.
Dalam Laporan Pembangunan Manusia Indonesia (LPMI) tahun 2004 dikatakan bahwa dalam jangka pendek, walaupun tidak ada pertumbuhan ekonomi yang memuaskan, sebuah negara dapat meningkatkan pembangunan manusia yang cukup signifikan melalui pengeluaran publik yang direalisasikan dengan baik. Untuk itu, tidak dapat dipungkiri bahwa kebijakan realisasi belanja pembangunan terutama di sektor pendidikan dan sektor kesehatan akan memberi pengaruh yang positif bagi perkembangan Indeks Pembanguan Manusia (IPM).
Untuk mengetahui seberapa besar kebijakan realisasi dana pembangunan khususnya untuk sektor pendidikan dan sektor kesehatan terhadap perkembangan IPM, penulis tertarik menganalisis masalah ini dengan melakukan penelitian ilmiah dengan judul “Analisis Dampak Realisasi APBD Terhadap Peningkatan Indeks Pembangunan Manusia Di Kota Binjai”.


1.2 Perumusan Masalah

1. Bagaimana pengaruh realisasi belanja APBD untuk sektor pendidikan terhadap perkembangan IPM di Kota Binjai?
2. Bagaimana pengaruh realisasi belanja APBD untuk sektor kesehatan terhadap perkembangan IPM di Kota Binjai?
1.3 Hipotesis

1. Realisasi belanja APBD untuk sektor pendidikan mempunyai pengaruh positif terhadap perkembangan IPM di Kota Binjai.
2. Realisasi belanja APBD untuk sektor kesehatan mempunyai pengaruh positif terhadap perkembangan IPM di Kota Binjai.
1.4 Tujuan Penelitian

Adapun tujuan penelitian ini adalah sebagai berikut:
1. Untuk mengetahui hubungan antara Realisasi belanja APBD untuk sektor pendidikan dengan perkembangan IPM di Kota Binjai.
2. Untuk mengetahui hubungan antara Realisasi belanja APBD untuk sektor kesehatan dengan perkembangan IPM di Kota Binjai.
1.5 Manfaat Penelitian

Adapun manfaat dari penelitian ini adalah sebagai berikut:
1. Sebagai masukan bagi pemerintah Kota Binjai dalam melaksanakan kebijakan yang berhubungan dalam hal perealisasian belanja APBD, khususnya untuk sektor pendidikan dan kesehatan.

2. Untuk menambah wawasan dan ilmu pengetahuan penulis dalam disiplin ilmu yang penulis tekuni
3. Sebagai informasi tambahan bagi mahasiswa/i Fakultas Ekonomi , khususnya mahasiswa/i Departemen Ekonomi Pembangunan yang ingin melakukan penelitian lebih lanjut
4. Sebagai masukan bagi peneliti-peneliti lain yang ingin melakukan penelitian dengan topik yang sama.

  
Download lengkap Versi Word

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

pesan skripsi