Senin, 03 Maret 2014

Skripsi Ekonomi Pembangunan: ANALISIS FAKTOR – FAKTOR YANG MEMPENGARUHI MASYARAKAT MENGGUNAKAN JASA BAZIS DALAM PENYALURAN ZAKAT

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Di dalam mewujudkan cita-cita dan tujuan Nasional bangsa di Indonesia senantiasa melaksanakan pembangunan yang bersifat fisik materil dan mental spiritual, antara lain melalui pembangunan di bidang agama yang mencakup terciptanya suasana kehidupan beragama yang penuh keimanan dan ketaqwaan terhadap Tuhan Yang Maha Esa, meningkatkan akhlak yang mulia, terwujudnya kerukunan hidup umat beragama yang dinamai sebagai landasan persatuan dan kesatuan bangsa, dan meningkatkan peran serta masyarakat dalam pembangunan Nasional (Kartika,2007).
Zakat, sebagai Rukun Islam merupakan kewajiban setiap muslim yang mampu untuk membayarnya dan diperuntukkan bagi mereka yang berhak menerimanya. Dengan pengelolaan yang baik zakat merupakan sumber dana potensial yang dimanfaatkan untuk memajukan kesejahteraan umum bagi seluruh masyarakat. Secara sosiologi zakat adalah refleksi dari rasa kemanusiaan, keadilan, keimanan, serta ketaqwaan yang mendalam yang harus muncul dalam sikap orang kaya. Zakat adalah ibadah maaliyyah ijtima’iyyah yang memiliki posisi sangat penting, strategis, dan menentukan baik dilihat dari sisi ajaran Islam maupun dari sisi pembangunan kesejahteraan umat. Sebagai suatu ibadah pokok zakat termasuk salah satu Rukun Islam yang ketiga, sebagaimana diungkapkan dalam berbagai hadist nabi, sehingga keberadaannya dianggap sebagai ma’luum minad-diin bidh-dharuurah atau diketahui secara otomatis adanya dan merupakan  bagian mutlak dari keislaman seseorang. Di dalam AL-Qur’an terdapat dua puluh tujuh ayat yang menyejajarkan kewajiban shalat dan kewajiban zakat dalam berbagai bentuk kata (Kartika,2007).
Zakat sangat erat kaitannya dengan masalah bidang sosial dan ekonomi dimana zakat mengikis sifat ketamakan dan keserakahan. Masalah bidang sosial dimana zakat bertindak sebagai alat yang diberikan Islam untuk menghapuskan kemiskinan dari masyarakat dengan menyadarkan seseorang yang memiliki harta yang berlimpah akan tanggung jawab sosial yang mereka miliki, sedangkan dalam bidang ekonomi zakat mencegah penumpukan kekayaan dalam tangan seseorang.
Zakat sangat berpengaruh dalam mewujudkan keseimbangan ekonomi. Zakat di ambil secara vertikal jika telah mencapai nisab, yaitu sebagai ketetapan dengan batasan minimal wajibnya zakat dikeluarkan. Begitu juga dengan ukuran barang yang wajib dikeluarkan pada barang yang wajib dikeluarkan zakat. Kelebihan harta yang dimiliki dikeluarkan sesuai ketetapan yang ditentukan oleh para ahli fiqih. Sedangkan pembagian zakat dilakukan secara horizontal atau merata kepada kelompok yang berhak menerima zakat, yaitu delapan kelompok yang disebutkan diayat zakat (Asnaini, 2008).
Kebanyakan ahli tafsir berpendapat bahwa yang dimaksud dengan zakat dalam ayat adalah zakat maal atau kekayaan meskipun ayat itu turun di Makkah.
Padahal, Zakat itu sendiri diwajibkan di Madinah pada tahun ke-2 Hijriah. Fakta ini menunjukkan bahwa kewajiban zakat pertama kali diturunkan saat Nabi SAW menetap di Makkah, sedangkan ketentuan nisabnya mulai ditetapkan setelah Beliau hijrah ke Madinah. Setelah hijrah ke Madinah, Nabi SAW menerima  wahyu berikut ini, ”Dan dirikanlah shalat serta tunaikanlah zakat”. Dan apa-apa yang kamu usahakan dari kebaikan bagi dirimu, tentu kamu akan mendapat pahalanya disisi Allah. Sesungguhnya Allah Maha Melihat apa-apa yang kamu kerjakan” (QS Al-Baqarah: 110).
Disahkannya Undang-Undang (UU) No 38 Tahun 1999 tentang Pengelolaan zakat di Indonesia pantas disyukuri. Undang-Undang ini banyak memberikan implikasi positif perzakatan di Indonesia. Undang-Undang pengelolaan zakat secara yuridis menetapkan adanya proses pengesahan dua lembaga pengelola zakat yakni lembaga dibentuk pemerintah disebut Badan Amil Zakat (BAZ) dan lembaga dibentuk oleh masyarakat dikukuhkan pemerintah disebut Lembaga Amil Zakat (LAZ). Dalam perkembangannya terus dirasakan banyak kelemahan. Undang-Undang zakat dipandang tidak mampu lagi memenuhi tuntutan zaman terutama dalam penggalian potensi harta zakat yang begitu besar. Banyak kalangan menginginkan seharusnya pengelolaan zakat menjadi bagian aktivitas negara otoritas kelembagaan pengelolaan zakat Negara sebagai regulator, pengawas dan operator sebagaimana halnya pajak. Banyak pula kalangan menginginkan pengelolaan zakat di urus pihak swasta lebih akuntabilitas dan dipercayai masyarakat (Zulfahmi, 2007).
Peran pemerintah (regulator, operator, pengawas) dalam mengurus zakat justru dirasakan sebagai kebutuhan hukum dalam masyarakat. Paling tidak ada berbagai pertimbangan logis dan realistis pentingnya negara mengintervensi dalam pengelolaan zakat. Zakat membawa kekuatan imperatif pemungutannya dapat dipaksakan (Qs. at-Taubah; 9 dan 103). Negara yang mempunyai otoritas  untuk melakukan pemaksaaan seperti halnya pajak, karena negara mempunyai kekuatan dengan perangkat pemerintahannya, dan didukung regulasi yang mengikat dana zakat akan mudah terkumpulkan, kemudian dapat menjadi bagian pendapatan negara seperti halnya pajak. Besarnya jumlah potensi harta zakat yang belum tergali secara maksimal mengharuskan menjadi perhatian. Berdasarkan informasi Kementerian Agama Kantor Wilayah Provinsi Sumatera Utara menyampaikan potensi zakat Indonesia saat ini berkisar Rp. 19 trilyun per tahun.
Sedangkan penerimaan zakat harta dan zakat fitrah secara nasional pada tahun 2009 baru mencapai Rp. 1,2 trilyun. Pada kenyataannya, dana zakat yang berhasil dihimpun dari masyarakat jauh dari potensi yang sebenarnya. Potensi yang besar itu akan dapat dicapai dan disalurkan kalau pelaksanaannya dilakukan oleh negara melalui departemen teknis pelaksana. Jumlah penduduk miskin/penduduk yang berada di bawah garis kemiskinan di Indonesia pada bulan Maret 2009 sebesar Rp. 32,53 juta atau 14,15%. Berdasarkan data dari Kementerian Pemda dari keseluruhan kab/kota termasuk daerah tertinggal masih ada sekitar 183 kab/kota dalam kategori daerah tertinggal. Pengentasan kemiskinan ataupun program kesejahteraan umat tidak cukup dilakukan dengan program APBN/APBD. Potensi dana zakat yang cukup besar tersebut sebuah alternatif untuk itu dan akan turut membantu pencapaian sasaran pembangunan nasional. Keadilan menjadi bagian prinsip dasar kenegaraan. Persoalan keadilan dan kesejahteraan umum adalah persoalan struktural yang tidak mungkin terjangkau secara merata tanpa melibatkan negara (indirect giving), Pengelolaan zakat oleh negara, dapat membangun jaringan kerja (net working) lebih terarah, semakin mudah  berkoordinasi, komunikasi dan informasi dengan unit pengumpul zakat (LAZ), sehingga pengentasan kemiskinan semakin terarah, tepat guna dan tidak overlapping dalam penyaluran dana zakat, kepastian dan mendisipilinkan muzakki membayar zakat ke lembaga semakin terjamin, sekaligus terbangun konsistensi lembaga pengelola zakat bisa terjaga terus menerus karena sudah ada sistem yang mengatur. Pengelolaan zakat yang dilakukan negara dapat bersinergi dengan semangat Otonomi Daerah dalam meningkatkan kesejahteraan masyarakat daerah.
Dana zakat yang terkumpul dari daerah didistribusikan kembali kepada daerahnya masing-masing. Salah satu rancangan undang-undang yang masuk dalam Prolegnas 2010 dan kini sedang intensif dibahas adalah RUU Pengelolaan zakat, yang merupakan amendemen terhadap Undang-Undang No. 38 Tahun 1999.
Dalam konteks masyarakat madani Indonesia yang demokratis, RUU Zakat akan mengukuhkan peran negara dalam memberi perlindungan bagi warga negara yang menjadi pembayar zakat (muzakki), menjaga ketertiban umum dengan mencegah penyalahgunaan dana zakat, memfasilitasi sektor amal untuk perubahan sosial, dan memberi insentif bagi perkembangan sektor amal (Juwaini, 2009).
Di bawah rezim UU No. 38/1999, dunia Zakat Nasional berjalan tanpa tata kelola yang memadai. Hal ini secara jelas rawan memunculkan penyimpangan dana zakat masyarakat oleh pengelola yang tidak amanah. Kebangkitan dunia zakat nasional ditangan masyarakat sipil era 1990-an, yang telah mentransformasikan zakat dari ranah amal-sosial individual ke ranah ekonomi pembangunan keumatan yang terancam. Perkembangan dunia zakat nasional juga berjalan lambat karena tidak ada upaya koordinasi dan sinergi antara organisasi  pengelola zakat yang berjalan dengan agenda masing-masing. Hasilnya, kinerja dunia zakat nasional, khususnya dalam pengentasan masyarakat dari kemiskinan, terasa jauh dari optimal. Maka, agenda terbesar dunia zakat nasional saat ini adalah mendorong tata kelola yang baik dengan mendirikan otoritas zakat yang kuat dan kredibel, yang akan memiliki kewenangan regulasi dan pengawasan ditiga aspek utama, yaitu kepatuhan syariah, transparansi dan akuntabilitas keuangan, serta efektivitas ekonomi dari pendayagunaan dana zakat. Badan Zakat Indonesia dibentuk di tingkat pusat dan dapat membuka perwakilan di tingkat provinsi jika dibutuhkan. Kinerja penghimpunan dan pendayagunaan dana zakat lebih banyak ditentukan oleh legitimasi dan reputasi lembaga pengumpul, bukan oleh sentralisasi kelembagaan oleh pemerintah. Kinerja zakat justru meningkat setelah dikelola oleh masyarakat sipil. Kegiatan operasional organisasi nirlaba yang transparan dan akuntabel lebih disukai dan menumbuhkan kepercayaan muzakki. Kepercayaan ini menjadi kata kunci. Kepercayaan masyarakat inilah yang dibangun melalui tata kelola yang baik, yaitu operator zakat (OPZ) mendapat regulasi dan pengawasan yang memadai dari otoritas zakat (BZI). Di bawah rezim UU No. 38/1999, jumlah OPZ melonjak sangat pesat. Hal ini secara jelas mengindikasikan inefisiensi dunia zakat nasional dalam kaitan dengan penghimpunan dana zakat yang relatif masih kecil. Hingga kini setidaknya terdapat BAZNAS dan 18 LAZ nasional, 33 BAZ provinsi, dan 429 BAZ kabupaten/kota, belum termasuk 4.771 BAZ kecamatan, ribuan LAZ provinsi, kabupaten, kota dan puluhan ribu amil tradisional berbasis masjid serta pesantren, pengelolaan zakat nasional menjadi tidak efisien. Terdapat beberapa keuntungan  bagi pemerintah bila melakukan pola pendayagunaan dana pengentasan masyarakat miskin melalui kemitraan dengan OPZ. Yakni, meningkatkan transparansi dan akuntabilitas program pengentasan masyarakat miskin, menurunkan tingkat penyalahgunaan dana pengentasan masyarakat miskin dan meningkatkan efektivitasnya (Choir, 2010).
Dalam perspektif Nasional, Badan Amil Zakat atau Lembaga Amil Zakat diharapkan tidak hanya terpaku pada memikirkan kebutuhan sendiri, melainkan juga mau terlibat dan melibatkan diri untuk memberi kepedulian terhadap warga masyarakat guna mengatasi kemiskinan dan kemelaratan. Dengan demikian, kehadiran Badan Amil Zakat disamping bersifat keagamaan, juga ditempatkan dalam konteks cita-cita bangsa, yaitu membangun masyarakat yang sejahtera, adil, dan makmur. Oleh karena itu peningkatan daya guna Badan Amil Zakat, khususnya dalam melakukan pembangunan ekonomi masyarakat mesti dilakukan.
Sementara itu, terjadi perkembangan yang menarik di Indonesia bahwa pengelolaan zakat, kini memasuki era baru. Yang menyiratkan tentang perlunya BAZ dan LAZ meningkatkan kinerja sehingga menjadi amil zakat yang profesional, amanah, terpercaya dan memiliki program kerja yang jelas dan terencana, sehingga mampu mengelola zakat, baik pengambilannya maupun pendistribusiannya dengan terarah yang kesemuanya itu dapat meningkatkan kualitas hidup dan kehidupan para mustahik.
Dimana penulis sangat tertarik ingin meneliti lebih jauh tentang masyarakat yang menyalurkan zakatnya, khusus nya yang menggunakan lembaga Badan Amil Zakat. Oleh karena itu peneliti mengambil penelitian yang berjudul:  “Analisis Faktor – Faktor Yang Mempengaruhi Masyarakat Menggunakan Jasa Bazis Dalam Penyaluran Zakatnya Di Kota Medan “.
1.2 Perumusan Masalah Berdasarkan latar belakang diatas, maka perumusan masalah yang dapat diambil sebagai dasar dalam penelitian ini adalah : 1. Faktor-faktor apakah yang mempengaruhi keputusan masyarakat untuk menggunakan jasa Badan amil zakat daerah Sumatera Utara? 2. Faktor manakah yang paling berpengaruh terhadap keputusan masyarakat untuk menggunakan jasa Badan amil zakat daerah Sumatera Utara?
 1.3 Tujuan dan Manfaat Penelitian Sesuai dengan pokok permasalahan yang telah dikemukakan diatas maka tujuan penelitian ini adalah:
1. Untuk mengetahui faktor-faktor yang mempengaruhi keputusan masyarakat untuk menggunakan jasa Badan Amil Zakat Daerah Sumatera Utara.
2. Untuk mengetahui seberapa besar minat masyarakat untuk menggunakan jasa bazda di kota Medan.
 Manfaat dari penelitian ini yaitu :
 1. Sebagai bahan studi dan tambahan ilmu pengetahuan bagi mahasiswa Fakultas Ekonomi , terutama bagi mahasiswa departemen Ekonomi Pembangunan yang ingin melakukan penelitian selanjutnya.
2. Sebagai masukan yang bermanfaat bagi masyarakat maupun lembaga pengelola zakat.
3. Menambah sumbangan pengetahuan ilmu zakat khususnya.
4. Sebagai salah satu syarat bagi penulis untuk menyelesaikan pendidikan jejang sarjana.

  
Download lengkap Versi Word

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

pesan skripsi