Senin, 03 Maret 2014

Skripsi Ekonomi Pembangunan: ANALISIS PENGARUH PENDAPATAN ASLI DAERAH ( PAD ) TERHADAP PRODUK DOMESTIK REGIONAL BRUTO ( PDRB )

BAB I PENDAHULUAN 
A. LATAR BELAKANG 
Pembangunan ekonomi daerah adalah suatu proses dimana pemerintah daerah dan masyarakatnya mengelola sumberdaya yang ada dan membentuk suatu pola kemitraan antara pemerintah daerah dengan sector swasta untuk menciptakan suatu lapangan kerja baru dan merangsang perkembangan kegiatan ekonomi (pertumbuhan ekonomi) dalam wilayah tersebut (Mudrajat, 2004:120). Tolak ukur dari keberhasilan pembangunan daerah dapat dilihat dari pertumbuhan ekonomi, stuktur ekonomi dan dan semakin kecilnya ketimpangan pendapatan antar penduduk, antar daerah dan antar sector.

Pembangunan ekonomi dalam lingkup negara secara spasial tidak selalu merata. Kesenjangan antar daerah seringkali menjadi permasalahan serius. Beberapa daerah mencapai pertumbuhan ekonomi yang cepat, sementara beberapa daerah mencapai pertumbuhan yang lambat. Pertumbuhan ekonomi yang cepat dan tinggi adalah dambaan setiap daerah. Dengan tercapainya pertumbuhan ekonomi yang tinggi dan pemerataan pendapatan berarti akan secara langsung dapat mengurangi kemiskinan. Salah satu indikasi dari kemajuan perekonomian suatu negara atau daerah adalah melalui pencapaian tingkat Produk Domestic Bruto ( PDB ) atau Produk Domestic Regional Bruto ( PDRB ), dimana PDRB di defenisikan sebagai angka yang secara agregatif menunjukkan kemampuan suatu daerah dalam  menghasilkan pendapatan atau balas jasa kepada factor-faktor produksi yang ikut berpartisipasi dalam proses produksi dalam daerah tersebut. (BPS, 1992:3 ).
Sebagai bagian integral dari pembangunan nasional, pada hakekatnya pembangunan daerah merupakan upaya peningkatan kapasitas pemerintahan daerah sehingga tercipta suatu kemampuan yang handal dalam melaksanakan pemerintahan dan memberikan pelayanan yang maksimal kepada masyarakat.
Ada dua pendekatan yang dapat dilakukan dalam melaksanakan pembangunan daerah yaitu pendekatan sentralis dan pendekatan desentralisasi. Dimana pendekatan sentralisasi mengandung arti pelaksanaan pembangunan daerah sepenuhnya merupakan wewenang pusat dan dilaksanakan oleh para pemerintah pusat. Sedangkan pendekatan Desentralisasi adalah pembangunan daerah yang sebagian besar merupakan wewenang daerah dan dilaksanakan sendiri oleh daerah atau pemerintah daerah secara otonom, dimana pembangunan daerah melalui desentralisasi atau otonomi daerah memberi peluang dan kesempatan bagi terwujudnya pemerintah yang bersih dan baik. Dan pembangunan daerah melalui desentralisasi juga mendorong pemberdayaan masyarakat local (setempat) sehingga memungkinkan masyarakat local untuk dapat menikmati kualitas kehidupan yang lebih baik, maju, tenteram dan sekaligus memperluas pilihan-pilihan yang dapat dilakukan masyarakat.
Dengan demikian maka desentralisasi atau otonomi daerah adalah strategi yang cepat dalam konteks pembangunan dan pemberdayaan daerah sesuai dengan perkembangan dan kondisi Indonesia saat ini. Otonomi daerah atau desentralisasi merupakan dua hal yang saling melengkapi dan multidimensi. Otonomi daerah  biasanya diikuti dengan kebijakan desentralisasi fiscal sebagai instrument di dalam mendukung daerah dalam pelayanan public dengan transfer dana ke daerah.
Sejak otonomi daerah dilaksanakan pada tanggal 1 januari 2001 melalui UU no. 22 tahun 1999 dan UU no. 25 tahun 1999 walaupun ada sebagian kecil daerah yang sudah melaksanakanya pada tahun 2000, berbagai kebijakan menyangkut keuangan daerah dan APBD mengalami perubahan. Dalam hal sumber pendapatan daerah misalnya sebelum otonomi daerah digulirkan sumber pendapatan daerah relative terbatas yakni hanya mengandalkan Penadapatan Asli Daerah ( PAD ) dan relative sedikit dana dari bantuan pusat.
Seperti telah disebutkan bahwa lahirnya kebijakan dana perimbangan merupakan konsekuensi dari strategi desentralisasi fiskal. Namun dalam proses implementasi desentralisasi fiskal belum menjadi salah satu faktor keberhasilan pelaksanaan otonomi daerah, jika Pemda tidak siap dalam mengelola dan memanfaatkan keuangan daerah secara efektif dan efisien untuk peningkatan kesejahteraan rakyat. Persoalan yang dihadapi Pemda di era otonomi daerah tidak hanya berkutat pada persoalan pendapatan asli daerah ( PAD ), dana perimbangan, khususnya Dana Alokasi Khusus ( DAU ), pajak daerah, dan retribusi daerah dan sebagainya, namun lebih dari itu sesuai dengan konsep otonomi daerah yang luas, nyata, dan bertanggung jawab. Persoalan-persoalan seperti ini merupakan hal yang dapat muncul dalam proses pelaksanaan otonomi daerah khususnya dalam desentralisasi fiscal yang juga mampu memberikan nilai tambah bagi perekonomian.
 Pengelolaan pemerintah daerah, baik ditingkat propinsi maupun tingkat kabupaten dan kota memasuki era baru sejalan dengan dikeluarkannya UU No. 22 tahun 1999 dan UU no. 25 tahun 1999 yang mengatur tentang otonomi daerah dan desentralisasi fiskal. Dalam perkembangannya kebijakan ini diperbaharui dengan dikeluarkannya UU No. 32 tahun 2004 dan UU No. 33 tahun 2004. Kedua UU ini mengatur tentang Pemerintahan Daerah dan Perimbangan Keuangan antara Pemerintah Pusat dan Pemerintahan Daerah. Kebijakan ini merupakan tantangan dan peluang bagi pemerintah daerah (pemda) dikarenakan pemda memiliki kewenangan lebih besar untuk mengelola sumber daya yang dimiliki secara efisien dan efektif.
Kebijakan desentralisasi ditujukan untuk mewujudkan kemandirian daerah.
Pemerintah daerah otonom mempunyai kewenangan untuk mengatur dan mengurus kepentingan masyarakat setempat menurut prakarsa sendiri berdasar aspirasi masyarakat (UU No. 32 tahun 2004). Inti hakekat otonomi adalah adanya kewenangan daerah, bukan pendelegasian (Saragih, 2003).
Sebelum dikeluarkan UU otonomi daerah tahun 1999, sumber keuangan daerah baik Provinsi, Kabupaten maupun Kotamadya menurut UU no. 5 tahun 1974 adalah sebagai berikut: 1. Penerimaan Asli Daerah ( PAD ) 2. Bagi Hasil pajak dan non pajak 3. Bantuan Pusat ( APBN ) untuk daerah tingkat I dan tingkat II 4. Pinjaman Daerah  5. Sisa lebih anggaran tahun lalu 6. Lain-lain penerimaan daerah yanng sah Sedangkan sesuai dengan pasal 79 UU nomor 22 tahun 1999 dan pasal 3, 4, 5 dan pasal 6 UU nomor 25 tahun 1999, sumber pendapatan daerah terdiri dari : 1. Pendapatan Asli Daerah yang terdiri dari: pajak daerah, retribusi daerah, bagian pemda dari hasil keuntungan perusahaan milik daerah ( BUMD ), hasil pengelolaan daerah yang dipisahkan.
2. Dana perimbangan yang terdiri daerah dana bagi hasil, DAU, DAK.
3. Pinjaman Daerah.
4. Lain-lain pendapatan daerah yang sah.
Menurut UU no. 33 tahun 2004 menyatakan bahwa sumber penerimaan daaerah adalah sebagai berikut: 1. Penerimaan daerah dalam pelaksanaan dsentralisasi terdiri atas pendapatan daerah dan pembiayaan.
2. Pendapatan daerah sebagaimana dimadsud di atas bersumber dari: Pendapatan Asli Daerah (PAD) yang terdiri dari Pajak daerah, Retribusi daerah, Hasil pengelolaan daerah yang dipisahkan, lainlain pendapatan daerah yang sah.
Dana Perimbangan yang terdiri dari Bagi hasil, Dana Alokasi Umum, Dana Alokasi Khusus.
Lain-lain pendapatan.
 3. Pembiayaan sebagaimana dimadsud diatas bersumber dari: Sisa lebih perhitungan anggaran daerah.
Penerimaan pinjaman daerah.
Dana cadangan daerah.
Hasil penjualan daerah yang dipisahkan Dari tahun ke tahun kebijakan mengenai pendapatan aslli daerah ( PAD ) setiap daerah provinsi, kabupaten, kota relatif tidak banyak berubah. Setelah desentralisasi fiskal digulirkan oleh pemerintah pusat, maka pemerintah daerah berlomba-lomba menciptakan kreatifitas baru untuk meningkatkan jumlah PAD masing-masing daerah, karena PAD merupakan salah satu sumber pembiayaan penyelenggaraan pemerintah dan pembangunan yang berdaya guna serta upaya yang sungguh-sungguh dari pemda untuk meminimalkan ketergantungan kepada pusat.
Sebaliknya jika PAD justru berdampak terhadap perekonomian daerah yang tidak berkembang atau semakin buruk maka belum dapat dikatakan bahwa peningkatan PAD merupakan andalan utama daerah untuk mendukung penyelenggaraan pemerintahan dan pembiayaan pembangunan namun nilai dan peran PAD selama ini masih relatif, PAD banyak tergantung kepada besar kecilnya nilai investasi di suatu daerah.
Umumnya daerah yang dengan intensitas kegiatan ekonomi yang tinggi, dengan peningkatan nilai investasi yang tinggi setiap tahun akan memberikan kontribusi cukup besar terhadap pajak atau PDRB. Jika dibandingkan dengan daerah  perkotaan dengan kabupaten, maka kegiatan perekonomian jauh lebih berkembang di kota dibandingkan dengan daerah kabupaten oleh sebab itu, PAD daerah perkotaan cenderung lebih besar dari pada PAD daerah kabupaten. Seperti diketahui sebagian besar daerah Indonesia merupakan kabupaten dan wajar apabila sebagian besar Kabupaten di Indonesia berupaya untuk meningkatkan PAD-nya agar tidak jauh berbeda dengan daerah perkotaan. Namun daerah Kabupaten dengan potensi SDA yang cukup besar cenderung mampu untuk meningkatkan PAD nya.
Kabupaten Dairi merupakan salah satu Kabupaten yang ada di Sumut yang perekonomianya lebih didukung oleh sektor pertanian.Berdasarkan PDRB tahun dasar 2000, struktur perekonomian Dairi tidak mengalami perubahan yang mendasar dengan dominasi yang mendasar dari sektor pertanian.Tahun 2000 peranan sektor pertanian sebesar 72,76 % dari tahun ke tahun cenderunng menurun dimana hingga pada tahun 2005 menurun menjadi 67,81 % dimana kontribusi terbesar sektor pertanian diberikan oleh subsektor tanaman bahan makanan utamanya tanaman padi dan palawija yang menjadi komoditi unggulan Dairi.
Pertumbuhan ekonomi Kab Dairi pada tahun 2005 yang ditunjukkan oleh PDRB atas dasar harga konstan 2000 menunjukkan adanya penurunan yaitu sekitar 5,83 %, tahun 2004 dan menjadi 5,34 % pada tahun 2005. Pertumbuhan tersebut didukung oleh hampir semua sektor perekonomian Kab Dairi. Sedangkan Pendapatan Asli Daerah ( PAD ) Kabupaten Dairi pada tahun 2004 adalah sebesar Rp 4.489.018.000 mengalami peningkatan jika dilihat dari tahun 2003 yang jumlahnya sebesar Rp. 3.365.644.349, tetapi bila dibandingkan dengan tahun 2002 mengalami  penurunan dimana jumlahnya sebesar Rp. 4.995.021.985. Untuk melihat hubungan antara PDRB Kab. Dairi dengan Pendapatan Asli Daerah ( PAD ), maka penulis tertarik untuk membuat penelitian ini dengan judul”Analisis Pengaruh Pendapatan Asli Daerah terhadap Produk Domestik Regional Bruto Kabupaten Dairi”.
B. PERUMUSAN MASALAH Berdasarkan uraian di atas maka penulis merumuskan masalah sebagai berikut yaitu : 1. Bagaimana pengaruh Pajak daerah terhadap Produk Domestik Regional Bruto.
2. Bagaimana pengaruh Retribusi daerah terhadap Produk Domestik Regional Bruto.
3. Bagaimana pengaruh Hasil perusahaan milik daerah (laba BUMD) terhadap Produk Domestik Regional Bruto.
4. Bagaimana pengaruh Lain-lain penerimaan daerah yang sah terhadap Produk Domestik Regional Bruto.
C.HIPOTESA Hipotesa merupakan jawaban sementara dari permasalahan yang menjadi objek penelitian, maka tingkat kebenaranya masih perlu diuji. Berdasarkan permasalahan diatas maka hipotesa yang diajukan dalam penelitian ini adalah antara  PAD dengan PDRB terdapat pengaruh yang positif. Jika PAD meningkat maka PDRB juga akan meningkat demikian juga sebaliknya, Ceteris Paribus.
D. TUJUAN PENELITIAN Adapun tujuan penelitian ini adalah : 1. Untuk mengetahui hubungan antara PAD dan PDRB di Kabupaten Dairi.
2. Untuk mengetahui seberapa besar pengaruh PAD terhadap PDRB Kabupaten Dairi.
E. MANFAAT PENELITIAN.
Adapun manfaat penelitian ini adalah : 1. Untuk menambah pengetahuan penulis khususnya dalam bidang ini.
2. Untuk menambah dan melengkapi sekaligus sebagai pembanding hasil-hasil penelitian yang sudah ada menyangkut topic yang sama.
3. Sebagai referensi dan informasi bagi penelitian-penelitian selanjutnya.
4. Sebagai salah satu bahan pertimbangan bagi pemerintah Kabupaten Dairi dalam mengambil kebijaksanaan khususnya tentang komponen PAD.

  
Download lengkap Versi Word

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

pesan skripsi