BAB I.
PENDAHULUAN.
1.1 Latar Belakang.
Peranan perbankan
yang sangat penting dalam perekonomian sebagai perantara dibidang keuangan (financial
intermediary) semakin meningkatkan kebutuhan
masyarakat maupun pemerintah akan keberadaan bank tersebut, yang diharapkan dapat meningkatkan kesejahteraan
masyarakat dalam suatu negara.
Perbankan semakin
mendominasi kehidupan manusia terutama dalam kaitannya dengan ekonomi dan bisnis suatu negara.
Perkembangan bank di suatu negara dapat
dijadikan sebagai tolok ukur kemajuan dari negara tersebut.
Dalam praktiknya
bank dibagi dalam beberapa jenis. Jika ditinjau dari segi fungsinya bank dikelompokkan menjadi tiga
jenis, yaitu: Bank Sentral, Bank Umum
dan Bank Perkreditan Rakyat. Bank Sentral merupakan bank yang mengatur berbagai kegiatan yang berkaitan
dengan dunia perbankan dan dunia keuangan
di suatu negara. Bank Umum merupakan bank yang bertugas melayani seluruh jasa-jasa perbankan dan melayani
segenap lapisan masyarakat, baik masyarakat
perorangan maupun lembaga-lembaga lainnya. Bank Perkreditan Rakyat (BPR) merupakan bank yang khusus
melayani masyarakat kecil di kecamatan
dan pedesaan. (Kasmir, 2008:7) Pendirian BPR di Indonesia dimulai pada abad
kesembilan belas dimana, pada saat itu
sumber untuk memperoleh pinjaman terutama di wilayah pedesaan, hanya berasal dari para rentenir dengan bunga
mencapai antara 100%-200% pertahun.
Melihat kondisi ini, muncullah gagasan untuk pendirian BPR dengan bunga yang rendah guna mencegah kemerosotan
kesejahteraan para petani, yang kemudian
diambil alih oleh belanda. Bank Perkreditan Rakyat menurut UndangUndang No. 10
tahun 1998 adalah bank yang melaksanakan kegiatan usaha secara konvensional atau berdasarkan prinsip syariah
yang dalam kegiatannya tidak memberikan
jasa dalam lalu lintas pembayaran.
Di Indonesia
terdapat 1.706 BPR hingga akhir 2010. Secara nasional kinerja BPR periode 2008-2010 mengalami
perkembangan cukup stabil.
Berdasarkan data
Bank Indonesia selama periode tersebut total aset bertumbuh dari Rp.32.533 miliar menjadi Rp.45.742
miliar, atau naik rata-rata 22% pertahun, penyaluran kredit dari Rp.24.472 miliar
menjadi Rp.33.844 miliar, atau naik ratarata 17% pertahun, dana pihak ketiga
dari Rp.21.339 miliar menjadi Rp.31.312 miliar
pertahun atau, naik kira-kira 24% pertahun, yang menarik jumlah penyaluran kredit melebihi jumlah dana pihak
ketiga, hal ini berarti fungsi intermediasi
keuangan ternyata berjalan dengan baik. (Bank Indonesia: Statistik Perbankan Indonesia Vol.9 No.1 Desember 2010) Namun
beberapa tahun terakhir keberadaan BPR harus menghadapi persaingan yang ketat, karena lahan pembiayaan
mikro yang menjadi lahan bagi BPR kini
juga telah digarap oleh bank-bank nasional, bank-bank asing, penggadaian, koperasi dan juga bisnis
perusahaan pembiayaan (multifinance).
Masuknya
pihak-pihak lain tersebut semakin membuat posisi BPR semakin terjepit dilain pihak BPR juga harus
menghadapi tantangan dibidang manajemen, teknologi dan permodalan. (Infobank: edisi
juli 2010). Hal ini mengakibatkan penurunan
jumlah BPR secara nasional yang dapat dilihat pada Tabel 1.1 Tabel 1.1 Jumlah
BPR di Indonesia Berdasarkan Total Aset Tahun 2008-2010 Keterangan
2008 2009 2010 Total asset BPR < 1 miliar
rupiah 56 46 25 Total
asset BPR 1 sd 5 miliar rupiah 536 429
341 Total asset BPR 5 sd 10 miliar rupiah 511
279 433 Total Aset BPR > 10
miliar rupiah 699 779
907 Jumlah Total 1.772 1.733
1.706 Sumber: Bank Indonesia (data diolah) Dari Tabel 1.1 dapat dilihat
bahwa jumlah BPR dengan aset dibawah 1 miliar
rupiah hingga 5 miliar rupiah mengalami penurunan, akan tetapi BPR yang memliki asset 5 hingga lebih dari 10 miliar
rupiah masih mampu bertahan.
Namun untuk bisa
tumbuh berkelanjutan dan menghadapi kompetisi, BPR harus memiliki aset 20 miliar keatas. Kini lebih
dari separuh BPR asetnya masih dibawah
20 miliar. (Infobank edisi November 2010) Namun demikian, kinerja keuangan BPR
secara nasional masih berjalan dengan
baik yang dapat dilihat pada Tabel 1.2: Tabel
1.2 Perkembangan Kinerja Keuangan BPR di Indonesia Tahun 2008-2010 Sumber: Bank
Indonesia (Data diolah) Selain BPR konvensional di Indonesia terdapat juga BPR
syariah, yaitu BPR yang menjalankan
fungsinya berdasarkan prinsip-prinsip syariah. Bagi perbankan konvensional, keuntungan diperoleh
dari selisih bunga simpanan yang diberikan
kepada penyimpan, dengan bunga pinjaman atau kredit yang disalurkan.
Sedangkan bagi bank
yang berdasarkan prinsip syariah, keuntungan bukan diperoleh dari bunga melainkan dari sistem
bagi hasil.
Secara khusus,
perkembangan BPR Syariah di Indonesia cukup baik, namun juga mengalami penurunan jumlah yang
dapat dilihat pada Tabel 1.3.
Tabel 1.3 Jumlah
BPR Syariah Berdasarkan Total Asset Tahun 2008-2010 Keterangan
2008 2009 2010 Total asset BPR < 1 miliar
rupiah 7
8 7 Total asset BPR 1 sd 5 miliar
rupiah 50 38 29 Total
asset BPR 5 sd 10 miliar 34 40 43 Tahun Indikator LDR (%) NPL (%)
ROA(%) ROE (%) 2008 82,54
9,88 2,61 22,67 2009
79,61 6,90 3,08
25,08 2010 79,02 6,12
3,16 26,71 rupiah Total Aset BPR > 10 miliar
rupiah 40 52 71 Jumlah
Total 131 138
150 Sumber: Bank Indonesia (data diolah) Dari Tabel 1.3 dapat dilihat
bahwa BPR syariah juga mengalami penurunan
jumlah. Meskipun pekembangannya tetap baik yang secara nasional pada periode tersebut, total aset bertumbuh
dari Rp. 1.693.332 juta menjadi Rp.2.738.745
juta, dana pihak ketiga dari Rp.975.815 juta menjadi Rp.1.603.815 juta, kredit/pembiayaan yang disalurkan dari
Rp.1.256.610 juta menjadi Rp.1.817.361juta.
Di Sumatera Utara
terdapat 53 BPR dan 12 diantaranya berada di kota Medan. Dari 12 BPR tersebut, 9 BPR
Konvensional dan 3 BPR syariah. Secara regional
jumlah NPL di sumatera utara meningkat beberapa tahun terakhir dari Rp.29 miliar pada tahun 2008 naik menjadi Rp.
35 miliar pada tahun 2009 dan Rp. 39
miliar pada tahun 2010. Sedangkan jumlah DPK juga turut meningkat dari Rp. 357 miliar pada tahun 2008 menjadi Rp. 426
miliar pada tahun 2009 dan Rp.
493 miliar pada
tahun 2010. Hal ini menunjukkan bahwa tingkat kredit macet yang terus bertambah serta kewajiban bank
kepada nasabah yang tinggi dapat menyebabkan
resiko finansial di Sumatera Utara cukup tinggi. (Bank Indonesia) Sama halnya
dengan bank umum, BPR juga harus menghadapi berbagai resiko dalam kegiatan operasionalnya. Menurut
Idroes (2008:21), pada dasarnya resiko
yang dihadapi dapat dibagi atas dua kelompok besar, yaitu resiko finansial dan resiko nonfinansial. Resiko finansial terkait dengan berupa hilangnya sejumlah uang akibat resiko yang terjadi. Pada
sisi lain, resiko nonfinansial terkait kepada
kerugian yang tidak dapat dikalkulasikan secara jelas jumlah uang yang hilang. Dampak finasial dari resiko
nonfinansial tidak dapat langsung dirasakan.
Perbankan sebagai
salah satu bidang usaha yang mendukung pertumbuhan dan perkembangan perekonomian suatu negara
(Agent of Development) diharapkan mampu
meningkatkan kesejahteraan rakyat. Sukses tidaknya suatu perbankan dipengaruhi oleh banyak aspek,
diantaranya aspek manajemen, sumber daya
manusia, pemasaran, dan kondisi keuangan yang dimilikinya. Laporan keuangan merupakan alat yang sangat penting
untuk memperoleh informasi mengenai
sehat tidaknya, atau kemungkinan berkembang tidaknya suatu perbankan. Informasi dari laporan keuangan
dapat digunakan sebagai dasar pengambilan
keputusan ekonomi, baik oleh pihak manajemen maupun pihak eksternal.
Laporan keuangan
pada perbankan dapat menunjukkan tingkat resiko keuangan atau prediksi kebangkrutan perbankan.
Kebangkrutan tersebut dapat diketahui
dengan menghitung rasio-rasio keuangan sehingga dapat diukur sehat atau tidaknya suatu perbankan. Analisis
Z-Score dikembangkan oleh Prof.
Edward Altman
(1968) dengan tujuan untuk mendeteksi apakah suatu perusahaan dalam kondisi diambang kebangkrutan (financial
distress). Oleh karena itu analisis ini
dapat digunakan untuk mengukur tingkat resiko keuangan suatu perusahaan.
Keberadaan BPR dalam perekonomian nasional dan
daerah sangat penting dalam upaya
meningkatkan taraf hidup rakyat melalui penghimpunan dan penyaluran dana terutama kepada usaha kecil
dan mikro. Oleh karena itu, berdasarkan
uraian yang dikemukakan sebelumnya, maka penulis tertarik untuk melakukan penelitian dengan judul “Analaisis
Komparatif Resiko Keuangan Bank
Perkreditan Rakyat (BPR) Konvensional dan BPR Syariah di Kota Medan”.
1.2 Perumusan
Masalah.
Berdasarkan uraian
yang telah dikemukakan sebelumnya, adapun rumusan masalah dalam penelitian ini adalah:.
“Bagaimana
perbedaan resiko keuangan BPR Konvensional dan BPR Syariah di Kota Medan”.
1.3 Tujuan
Penelitian Bedasarkan uraian yang telah dikemukakan sebelumnya, maka tujuan penelitian ini adalah:.
“Untuk mengetahui
dan menganalisis perbedaan resiko keuangan BPR Konvensional dan BPR Syariah di Kota Medan.
1.4 Manfaat
Penelitian .
Adapun manfaat yang
dapat diambil dalam penelitian ini adalah:
1. Bagi Perusahaan BPR.
Penelitian ini
dapat dijadikan masukan sebagai bahan pertimbangan dalam mengambil serta menyusun kebijakan perusahaan.
2. Bagi Pihak Lain.
Penelitian ini
bermanfaat sebagai bahan referensi dan informasi bagi peneliti lain yang akan melakukan penelitian lebih
lanjut di masa yang akan dating.
3. Bagi Peneliti.
Penelitian ini
merupakan kesempatan bagi peneliti untuk menerapkan teoriteori yang diperoleh
di bangku perkuliahan dan mencoba membandingkannya dengan praktek yang ada kemudian memperdalam
pengetahuan dan memperluas cakrawala
berpikir peneliti tentang resiko finalsial Bank Perkreditan Rakyat.
Download lengkap Versi Word

Tidak ada komentar:
Posting Komentar
pesan skripsi