Jumat, 21 Maret 2014

Skripsi Manajemen: ANALISIS KOMPARATIF RESIKO KEUANGAN BPR KONVENSIONAL DAN BPR SYARIAH



BAB I.
PENDAHULUAN.
1.1 Latar Belakang.
Peranan perbankan yang sangat penting dalam perekonomian sebagai  perantara dibidang keuangan (financial intermediary) semakin meningkatkan  kebutuhan masyarakat maupun pemerintah akan keberadaan bank tersebut, yang  diharapkan dapat meningkatkan kesejahteraan masyarakat dalam suatu negara.
Perbankan semakin mendominasi kehidupan manusia terutama dalam kaitannya  dengan ekonomi dan bisnis suatu negara. Perkembangan bank di suatu negara  dapat dijadikan sebagai tolok ukur kemajuan dari negara tersebut.

Dalam praktiknya bank dibagi dalam beberapa jenis. Jika ditinjau dari  segi fungsinya bank dikelompokkan menjadi tiga jenis, yaitu: Bank Sentral, Bank  Umum dan Bank Perkreditan Rakyat. Bank Sentral merupakan bank yang  mengatur berbagai kegiatan yang berkaitan dengan dunia perbankan dan dunia  keuangan di suatu negara. Bank Umum merupakan bank yang bertugas melayani  seluruh jasa-jasa perbankan dan melayani segenap lapisan masyarakat, baik  masyarakat perorangan maupun lembaga-lembaga lainnya. Bank Perkreditan  Rakyat (BPR) merupakan bank yang khusus melayani masyarakat kecil di  kecamatan dan pedesaan. (Kasmir, 2008:7) Pendirian BPR di Indonesia dimulai pada abad kesembilan belas dimana,  pada saat itu sumber untuk memperoleh pinjaman terutama di wilayah pedesaan,  hanya berasal dari para rentenir dengan bunga mencapai antara 100%-200%   pertahun. Melihat kondisi ini, muncullah gagasan untuk pendirian BPR dengan  bunga yang rendah guna mencegah kemerosotan kesejahteraan para petani, yang  kemudian diambil alih oleh belanda. Bank Perkreditan Rakyat menurut UndangUndang No. 10 tahun 1998 adalah bank yang melaksanakan kegiatan usaha secara  konvensional atau berdasarkan prinsip syariah yang dalam kegiatannya tidak  memberikan jasa dalam lalu lintas pembayaran.
Di Indonesia terdapat 1.706 BPR hingga akhir 2010. Secara nasional  kinerja BPR periode 2008-2010 mengalami perkembangan cukup stabil.
Berdasarkan data Bank Indonesia selama periode tersebut total aset bertumbuh  dari Rp.32.533 miliar menjadi Rp.45.742 miliar, atau naik rata-rata 22% pertahun,  penyaluran kredit dari Rp.24.472 miliar menjadi Rp.33.844 miliar, atau naik ratarata 17% pertahun, dana pihak ketiga dari Rp.21.339 miliar menjadi Rp.31.312  miliar pertahun atau, naik kira-kira 24% pertahun, yang menarik jumlah  penyaluran kredit melebihi jumlah dana pihak ketiga, hal ini berarti fungsi  intermediasi keuangan ternyata berjalan dengan baik. (Bank Indonesia: Statistik  Perbankan Indonesia Vol.9 No.1 Desember 2010) Namun beberapa tahun terakhir keberadaan BPR harus menghadapi  persaingan yang ketat, karena lahan pembiayaan mikro yang menjadi lahan bagi  BPR kini juga telah digarap oleh bank-bank nasional, bank-bank asing,  penggadaian, koperasi dan juga bisnis perusahaan pembiayaan (multifinance).
Masuknya pihak-pihak lain tersebut semakin membuat posisi BPR semakin  terjepit dilain pihak BPR juga harus menghadapi tantangan dibidang manajemen,   teknologi dan permodalan. (Infobank: edisi juli 2010). Hal ini mengakibatkan  penurunan jumlah BPR secara nasional yang dapat dilihat pada Tabel 1.1 Tabel 1.1 Jumlah BPR di Indonesia Berdasarkan Total Aset Tahun 2008-2010  Keterangan  2008  2009  2010 Total asset BPR < 1 miliar rupiah  56  46  25 Total asset BPR 1 sd 5 miliar rupiah  536  429  341 Total asset BPR 5 sd 10 miliar  rupiah 511  279  433 Total Aset BPR > 10 miliar rupiah  699  779  907 Jumlah Total  1.772  1.733  1.706 Sumber: Bank Indonesia (data diolah) Dari Tabel 1.1 dapat dilihat bahwa jumlah BPR dengan aset dibawah 1  miliar rupiah hingga 5 miliar rupiah mengalami penurunan, akan tetapi BPR yang  memliki asset 5 hingga lebih dari 10 miliar rupiah masih mampu bertahan.
Namun untuk bisa tumbuh berkelanjutan dan menghadapi kompetisi, BPR harus  memiliki aset 20 miliar keatas. Kini lebih dari separuh BPR asetnya masih  dibawah 20 miliar. (Infobank edisi November 2010) Namun demikian, kinerja keuangan BPR secara nasional masih berjalan  dengan baik yang dapat dilihat pada Tabel 1.2:  Tabel 1.2 Perkembangan Kinerja Keuangan BPR di Indonesia Tahun 2008-2010 Sumber: Bank Indonesia (Data diolah) Selain BPR konvensional di Indonesia terdapat juga BPR syariah, yaitu  BPR yang menjalankan fungsinya berdasarkan prinsip-prinsip syariah. Bagi  perbankan konvensional, keuntungan diperoleh dari selisih bunga simpanan yang  diberikan kepada penyimpan, dengan bunga pinjaman atau kredit yang disalurkan.
Sedangkan bagi bank yang berdasarkan prinsip syariah, keuntungan bukan  diperoleh dari bunga melainkan dari sistem bagi hasil.
Secara khusus, perkembangan BPR Syariah di Indonesia cukup baik,  namun juga mengalami penurunan jumlah yang dapat dilihat pada Tabel 1.3.
Tabel 1.3 Jumlah BPR Syariah Berdasarkan Total Asset Tahun 2008-2010  Keterangan  2008  2009  2010 Total asset BPR < 1 miliar rupiah  7  8  7 Total asset BPR 1 sd 5 miliar rupiah  50  38  29 Total asset BPR 5 sd 10 miliar  34  40  43 Tahun  Indikator LDR (%)  NPL (%)  ROA(%)  ROE (%) 2008  82,54  9,88  2,61  22,67 2009  79,61  6,90  3,08  25,08 2010  79,02  6,12  3,16  26,71  rupiah Total Aset BPR > 10 miliar rupiah  40  52  71 Jumlah Total  131  138  150 Sumber: Bank Indonesia (data diolah) Dari Tabel 1.3 dapat dilihat bahwa BPR syariah juga mengalami  penurunan jumlah. Meskipun pekembangannya tetap baik yang secara nasional  pada periode tersebut, total aset bertumbuh dari Rp. 1.693.332 juta menjadi  Rp.2.738.745 juta, dana pihak ketiga dari Rp.975.815 juta menjadi Rp.1.603.815  juta, kredit/pembiayaan yang disalurkan dari Rp.1.256.610 juta menjadi  Rp.1.817.361juta.
Di Sumatera Utara terdapat 53 BPR dan 12 diantaranya berada di kota  Medan. Dari 12 BPR tersebut, 9 BPR Konvensional dan 3 BPR syariah. Secara  regional jumlah NPL di sumatera utara meningkat beberapa tahun terakhir dari  Rp.29 miliar pada tahun 2008 naik menjadi Rp. 35 miliar pada tahun 2009 dan  Rp. 39 miliar pada tahun 2010. Sedangkan jumlah DPK juga turut meningkat dari  Rp. 357 miliar pada tahun 2008 menjadi Rp. 426 miliar pada tahun 2009 dan Rp.
493 miliar pada tahun 2010. Hal ini menunjukkan bahwa tingkat kredit macet  yang terus bertambah serta kewajiban bank kepada nasabah yang tinggi dapat  menyebabkan resiko finansial di Sumatera Utara cukup tinggi. (Bank Indonesia) Sama halnya dengan bank umum, BPR juga harus menghadapi berbagai  resiko dalam kegiatan operasionalnya. Menurut Idroes (2008:21), pada dasarnya  resiko yang dihadapi dapat dibagi atas dua kelompok besar, yaitu resiko finansial   dan resiko nonfinansial. Resiko  finansial terkait dengan berupa hilangnya  sejumlah uang akibat resiko yang terjadi. Pada sisi lain, resiko nonfinansial terkait  kepada kerugian yang tidak dapat dikalkulasikan secara jelas jumlah uang yang  hilang. Dampak finasial dari resiko nonfinansial tidak dapat langsung dirasakan.
Perbankan sebagai salah satu bidang usaha yang mendukung pertumbuhan  dan perkembangan perekonomian suatu negara (Agent of Development)  diharapkan mampu meningkatkan kesejahteraan rakyat. Sukses tidaknya suatu  perbankan dipengaruhi oleh banyak aspek, diantaranya aspek manajemen, sumber  daya manusia, pemasaran, dan kondisi keuangan yang dimilikinya. Laporan  keuangan merupakan alat yang sangat penting untuk memperoleh informasi  mengenai sehat tidaknya, atau kemungkinan berkembang tidaknya suatu  perbankan. Informasi dari laporan keuangan dapat digunakan sebagai dasar  pengambilan keputusan ekonomi, baik oleh pihak manajemen maupun pihak  eksternal.
Laporan keuangan pada perbankan dapat menunjukkan tingkat resiko  keuangan atau prediksi kebangkrutan perbankan. Kebangkrutan tersebut dapat  diketahui dengan menghitung rasio-rasio keuangan sehingga dapat diukur sehat  atau tidaknya suatu perbankan. Analisis Z-Score  dikembangkan oleh Prof.
Edward Altman (1968) dengan tujuan untuk mendeteksi apakah suatu perusahaan  dalam kondisi diambang kebangkrutan (financial distress). Oleh karena itu  analisis ini dapat digunakan untuk mengukur tingkat resiko keuangan suatu  perusahaan.
 Keberadaan BPR dalam perekonomian nasional dan daerah sangat  penting dalam upaya meningkatkan taraf hidup rakyat melalui penghimpunan dan  penyaluran dana terutama kepada usaha kecil dan mikro. Oleh karena itu,  berdasarkan uraian yang dikemukakan sebelumnya, maka penulis tertarik untuk  melakukan penelitian dengan judul “Analaisis Komparatif Resiko Keuangan  Bank Perkreditan Rakyat (BPR) Konvensional dan BPR Syariah di Kota  Medan”.
1.2 Perumusan Masalah.
Berdasarkan uraian yang telah dikemukakan sebelumnya, adapun  rumusan masalah dalam penelitian ini adalah:.
“Bagaimana perbedaan resiko keuangan BPR Konvensional dan BPR  Syariah di Kota Medan”.
1.3 Tujuan Penelitian Bedasarkan uraian yang telah dikemukakan sebelumnya, maka tujuan  penelitian ini adalah:.
“Untuk mengetahui dan menganalisis perbedaan resiko keuangan BPR  Konvensional dan BPR Syariah di Kota Medan.
1.4 Manfaat Penelitian .
Adapun manfaat yang dapat diambil dalam penelitian ini adalah:  1. Bagi Perusahaan BPR.
Penelitian ini dapat dijadikan masukan sebagai bahan pertimbangan dalam  mengambil serta menyusun kebijakan perusahaan.
2. Bagi Pihak Lain.
Penelitian ini bermanfaat sebagai bahan referensi dan informasi bagi peneliti  lain yang akan melakukan penelitian lebih lanjut di masa yang akan dating.
3. Bagi Peneliti.
Penelitian ini merupakan kesempatan bagi peneliti untuk menerapkan teoriteori yang diperoleh di bangku perkuliahan dan mencoba membandingkannya  dengan praktek yang ada kemudian memperdalam pengetahuan dan  memperluas cakrawala berpikir peneliti tentang resiko finalsial Bank  Perkreditan Rakyat.
  

Download lengkap Versi Word

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

pesan skripsi