BAB I
PENDAHULUAN
Bank
adalah sebuah lembaga intermediasi keuangan umumnya didirikan dengan kewenangan
untuk menerima simpanan uang, meminjamkan uang, dan menerbitkan promes atau
yang dikenal sebagai banknote. Sebuah bank dapat menghimpun dana dari
pihak yang memiliki kelebihan dana kedalam berbagai bentuk simpanan. Dari
kelebihan dana yang telah dihimpun tersebut bank menyalurkan kembali kedalam
bentuk pemberian kredit kepada pihak-pihak yang memerlukan dana sehingga bisa
memberikan manfaat bagi masing-masing pihak.
Menurut
Undang-undang No. 7 Tahun 1992 tentang perbankan sebagaimana diubah dengan
Undang-undang Perbankan No. 10 tahun 1998 dilihat dari segi fungsinya dalam
kategori bank umum konvensional terdapat beberapa jenis bank yaitu bank
pemerintah, bank swasta, bank swasta nasional nondevisa, bank pembangunan
daerah, bank campuran dan bank asing. Bank yang digunakan dalam penelitian ini
adalah Bank Pembagunan Daerah (BPD) yang ada di Indonesia terdiri dari 26 (dua
puluh enam) bank.
Kegiatan
usaha yang paling utama dari suatu bank adalah melakukan penghimpunan dan
penyaluran dana. Kegiatan penghimpunan dana berasal dari bank itu sendiri, dari
deposan/nasabah, pinjaman dari bank lain maupun Bank Indonesia, dan dari sumber
lainnya. Sedangkan, kegiatan penyaluran dana dapat dilakukan dalam berbagai
bentuk, misalnya penyaluran kredit, kegiatan investasi dalam bentuk aktiva
tetap dan inventaris. Kegiatan penghimpunan dana bank 1.1. Latar Belakang
sebagian besar bersumber dari
simpanan nasabah dalam bentuk simpanan giro, tabungan, dan deposito berjangka.
Simpanan nasabah ini sering disebut sebagai Dana Pihak Ketiga (DPK).
Menurut Surat Keputusan Direktur Bank Indonesia, untuk
menilai keuangan perbankan digunakan lima aspek penilaian bank yaitu Capital,
Asset, Management, Earning, Liquidity. Dimana Capital didasari
kepada Capital Adequacy Ratio (CAR), aspek Assets meliputi Return
on Asets (ROA) dan Non Performing Loan (NPL), aspek Earnings meliputi
Net Interest Margin (NIM) dan Beban Operasional terhadap Pendapatan
Operasional (BOPO), sedangkan aspek Liquidity meliputi Loan to
Deposit Ratio (LDR) dan Giro Wajib Minimum (GWM).
Hubungan antara DPK dan kredit ditunjukkan oleh Loan to
Deposit Ratio (LDR). Loan to Deposit Ratio adalah rasio yang
mengukur perbandingan jumlah kredit yang diberikan bank dengan dana yang
diterima oleh bank, yang menggambarkan kemampuan bank dalam membayar kembali
penarikan dana yang dilakukan deposan dengan mengandalkan kredit yang diberikan
sebagai sumber likuiditasnya (Rivai, et al, 2007:394). Semakin tinggi
rasio memberikan gambaran bahwa rendahnya kemampuan likuiditas bank yang
bersangkutan. LDR juga dapat menjadi indikator utama dalam menilai fungsi
intermediasi perbankan. Semakin tinggi penyaluran kredit menggunakan DPK, maka
fungsi intermediasi perbankan berjalan dengan sangat baik. Sebaliknya,
rendahnya penyaluran kredit menggunakan DPK menunjukkan fungsi intermediasi
tidak berjalan dengan lancar. Penyebabnya rendahnya LDR ialah karena DPK tidak
disalurkan kembali
kepada masyarakat, melainkan
digunakan untuk kepentingan lain seperti membeli Inventaris dan lain-lain.
Begitu besarnya nilai kredit yang keluar dari sistem perbankan di satu sisi
akan semakin meningkatnya jumlah DPK yang masuk ke perbankan, maka upaya
ekspansi kredit yang dilakukan perbankan ialah dengan mengangkat angka LDR
secara signifikan.
Jumlah kredit yang diberikan sebagai alat indikator yang
dapat mempengaruhi Loan to Deposit Ratio (LDR), semakin banyak jumlah
kredit yang diberikan semakin tinggi pula LDR, dan sebaliknya. Hal ini
menunjukkan bahwa saat jumlah kredit yang diberikan dan LDR tinggi maka laba
yang diperoleh bank melalui pendapatan bunga pun akan tinggi.
Tingkat Loan to Deposit Ratio (LDR) menunjukkan
seberapa likuid suatu bank. Dalam keadaan illikuid (tidak likuid), bank
akan kesulitan untuk memenuhi kewajiban-kewajiban jangka pendeknya, seperti
adanya penarikan tiba-tiba oleh nasabah terhadap simpanannya. Sebaliknya,
semakin rendah tingkat LDR semakin likuid suatu bank. Keadaan bank yang semakin
likuid menunjukkan banyaknya dana menganggur (idle fund) yang dapat
memperkecil kesempatan bank untuk memperoleh penerimaan yang lebih besar
Tingkat Loan to Deposit Ratio (LDR) suatu bank haruslah
dijaga agar tidak menjadi terlalu rendah ataupun terlalu tinggi. Untuk itu,
diperlukan suatu standar mengenai tingkat LDR. Bank Indonesia selaku otoritas
moneter menetapkan batas LDR berada pada tingkat 85%-100% dalam Surat Edaran
Bank Indonesia No. 26/5/BPPP tanggal 29 Mei 1993. Namun, per tanggal 1 Maret
2011, BI akan memperlakukan peraturan
Bank Indonesia No. 12/19/PBI/2010 yang berisi ketentuan standar LDR pada
tingkat 78%-100%.
Sanksi bagi bank di Indonesia yang tingkat LDR berada di luar
kisaran 78-100%, maka BI akan mengenakan denda sebesar 0,1% dari jumlah
simpanan nasabah di bank bersangkutan untuk tiap 1% kekurangan LDR yang dialami
bank. Sementara bank yang memiliki tingkat LDR diatas 100% akan diminta oleh BI
untuk menambah setoran Giro Wajib Minimum (GWM) primer sebesar 0,2%. Dari
jumlah simpanan nasabah di bank bersangkutan untuk tiap 1% nilai kelebihan LDR
yang dialami bank, dimana penambahan dana GWM primer tidak diberikan bunga.
Kecuali bagi bank yang memiliki CAR diatas 14% tidak terkena pinalti walau LDR
diatas 100%.
Return on Assets (ROA) adalah Rasio yang digunakan untuk mengukur kemampuan
manajemen dalam memperoleh keuntungan (laba) secara keseluruhan. Semakin besar
ROA, semakin besar pula tingkat keuntungan yang dicapai oleh perusahaan
tersebut dan semakin baik pula posisi perusahaan tersebut dari segi penggunaan asset
(Dendawijaya, 2009:120). Meningkatnya kredit maka akan meningkatkan LDR,
sehingga menggambarkan perusahaan tersebut telah efisien dalam menggunakan
aktivanya dalam kegiatan operasi untuk menghasilkan keuntungan.
Capital Adequacy Ratio (CAR) merupakan perbandingan antara selisih modal dan
harta (equity capital-fixed assets) dengan pinjaman macet (estimated
risk in-loan) (Rivai, et al., 2007:548). Semakin tinggi nilai CAR
mengindikasikan bahwa bank telah mempunyai modal yang cukup baik dalam
menunjang
kebutuhannya serta menanggung
risiko-risiko yang ditimbulkan termasuk didalamnya risiko kredit, dengan modal
yang besar maka bank dapat menyalurkan kredit yang tinggi sehingga akan
meningkatkan LDR. Sesuai dengan aturan BI, besarnya CAR yang harus dicapai bank
minimal 8%.
Non Performing Loan (NPL) merupakan risiko kredit bermasalah karena tidak
lancarnya nasabah dalam membayar utang dan kewajibanya. NPL diukur dari rasio
perbandingan antara kredit bermasalah terhadap total kredit yang diberikan.
Semakin tinggi rasio ini mengindikasikan bahwa jumlah kredit bermasalah semakin
besar sehingga menimbulkan keraguan bank untuk menyalurkan kredit dan nantinya
akan mempengaruhi rasio LDR itus sendiri. Menurut BI besarnya ketentuan tingkat
maksimum NPL adalah 5%.
Net Interest Margin (NIM) atau Marjin Bunga Bersih adalah Rasio yang digunakan
untuk mengukur kemampuan manajemen bank dalam mengelola aktiva produktifnya
untuk menghasilkan pendapatan bunga bersih. Apabila LDR semakin tinggi pada
Bank akan memberikan resiko yang besar atas gagalnya kredit yang telah
disalurkan kepada masyarakat. Standard yang ditetapkan BI untuk rasio NIM
adalah 6% keatas.
Biaya Operasional terhadap Pendapatan Operasional (BOPO)
merupakan rasio antara biaya operasional terhadap pendapatan operasional dala
mengukur tingkat efisien dan kemampuan bank dalam melakukan kegiatan
operasinya. Semakin rendah BOPO berarti semakin efisien bank tersebut dalam
mengendalikan biaya operasional, dengan adanya efisien biaya maka keuntungan
yang diperoleh bank akan semakin
besar. Nilai rasio yang ideal berada antara 50- 75% sesuai dengan ketentuan BI.
Menurut Surat Edaran Bank Indonesia No.6/23/DPNP, 31 Mei
2004, alasan dipilihnya Loan to Deposit Ratio (LDR) sebagai variable
dependen dikarenakan rasio dihitung dari pembagian kredit yang diberikan kepada
pihak ketiga (tidak termasuk antar bank) dengan DPK yang mencakup giro,
tabungan, dan deposito (tidak termasuk antar bank).
Adanya katerbatasan data yang bersumber dari Direktori
Perbankan Indonesia dan Annual Report menyebabkan periode penelitian
yang digunakan terbatas hingga tahun 2012. Nilai LDR masing-masing Bank BPD
dari tahun 2008 hingga 2012 mengalami perubahan setiap periodenya. Hal ini
diakibatkan dari tidak stabilnya tingkat pertumbuhan bank dalam jangka panjang
di Indonesia sehingga diperlukan prediksi terhadap faktor-faktor yang
mempengaruhi Loan to Deposit Ratio (LDR).
Tabel 1.1. berikut ini adalah kondisi LDR pada beberapa Bank
Pembangunan Daerah (BPD) di Indonesia periode penelitian 2008 hingga 2012,
yaitu:
Tabel 1.1
LDR Bank Pembangunan Daerah Indonesia Periode 2008-2012
(dalam %)
Sumber : Statistika Bank Indonesia 2008-2012 (data diolah) Nama Bank 2008 2009 2010 2011 2012 BPD Sumatera Barat 89,29 86,52 80,78
91.69 100,35 BPD Bali 81,96 94,17 91,58 82,73 80,6 BPD SulSelBar 90,78 93,7 91,57
101,93 113,21 BPD Nusa Tenggara Barat 109, 58 95,59 94,66 101,45 108,41 BPD
Jateng 87,83 78,97 67,77 70,17 82,48 BPD Kalimantan Timur 31.57 50,35 62,22
59,95 56,65 BPD Kalimantan Selatan 54,08 57,73 66,31 63,3 55,77 BPD Papua 43,94
31,24 38,36 48,01 71,65
Tabel 1.1 menunjukkan rasio Loan
to Deposit Ratio (LDR) pada beberapa Bank Pembangunan Daerah (BPD) periode
2008 hingga 2012 yang sesuai dan tidak sesuai dengan standard yang telah
ditetapkan oleh BI yaitu 78%-110%. Dimana kenaikan dan penurunan pada setiap
tahunnya dapat disebabkan oleh tingkat kepercayaan masyarakat untuk menyimpan
uangnya di bank yang bersangkutan.
Prediksi terhadap Loan to Deposit Ratio (LDR) dapat
dilakukan dengan melihat rasio keuangan perusahaan. Rasio-rasio keuangan yang
digunakan dalam penelitian ini adalah Return on Assets (ROA), Capital
Adequacy Ratio (CAR), Non Performing Loan (NPL), Net Interest
Margin (NIM), dan Biaya Operasional terhadap Pendapatan Operasional (BOPO)
karena rasio-rasio keuangan tersebut merupakan rasio yang digunakan oleh Bank
Indonesia untuk mengukur tingkat kesehatan bank yang ditinjau dari fungsi bank
sebagai lembaga intermediary.
Kondisi Perkembangan ROA, CAR, NPL, NIM dan BOPO Bank
Pembangunan Daerah selama periode penelitian 2008 hingga 20012, dapat dilihat
pada Tabel 1.2 sebagai berikut:
Tabel 1.2
Perkembangan ROA, CAR, NPL, NIM, BOPO pada Bank Pembangunan
Daerah di Indonesia periode 2008-2012 (dalam %)
Sumber : Statistika Bank Indonesia 2008-2012 (Data Diolah) Jenis
Rasio 2008 2009 2010 2011 2012 ROA 4,21 4,06 4,72 3,57 3,16 CAR 20,36 20,50
18,50 18,56 19,00 NPL 2,24 2,45 2,54 1,69 1,81 NIM 9,86 9,62 10,38 9,14 7,69
BOPO 73,04 70,86 71,80 71,86 73,34 LDR 65,28 75,92 72,49 75,46 85,12
Berdasarkan perbandingan data diatas
rata-rata ROA pada Bank BPD pada tahun 2008 hingga 2012 tidak stabil mengalami
kenaikan dan penurunan. Diikuti juga dengan rasio LDR yang mengalami kenaikan
dan penurunan setiap tahun. Hal ini bertentangan dengan teori dimana apabila
ROA mengalami peningkatan maka LDR juga harus meningkat, sehingga tingkat
keuntungan yang dicapai bank tersebut besar dan modal bank juga semakin besar.
Pada rata-rata nilai CAR pada Bank BPD pada tahun 2008 hingga
2012 mengalami penurunan dan kenaikan dan diikuti dengan LDR tahun 2008 hingga
2012 yang mengalami kenaikan dan penurunan setiap tahunnya. Fakta ini sejalan
dengan teori dimana apabila CAR mengalami peningkatan maka LDR akan juga
mengalami kenaikan dan begitu juga sebaliknya.
Pada rata-rata NPL di Bank BPD pada tahun 2008 hingga 2012
mengalami kenaikan dan penurunan dan diikuti dengan LDR yang mengalami
peningkatan serta penurunan setiap tahunnya. Fakta ini sejalan dengan teori
dimana NPL menunjukan kemampuan manajemen bank dalam mengelola kredit yang
bermasalah yang diberikan oleh bank. Jika kredit macet meningkat maka akan
mengurangi kemampuan bank dalam menyalurkan kreditnya, semakin tinggi rasio
akan semakin buruk kualitas kredit bank sehingga menyebabkan jumlah kredit
bermasalah semakin besar dan kemungkinan suatu bank dalam kondisi bermasalah
akan semakin besar.
NIM pada Bank BPD pada tahun 2008 hingga 2012 mengalami
kenaikan dan penurunan sedangkan LDR juga mengalami ketidakstabilan setiap
tahunnya. Hal ini tidak sesuai dengan teori dimana pada saat rasio NIM
mengalami kenaikan
maka LDR juga akan mengalami
kenaikan. Dapat dilihat dari tabel ketika NIM menurun LDR meningkat dan
sebaliknya.
Pada tabel diatas menjelaskan bahwa pada tahun 2008 hingga
2012 rasio BOPO mengalami fluktuasai dan belum mencapai standard untuk ukuran
bank di indonesia, BI menetapkan dimana standard rata-rata nya 85%-110%.
Artinya jika BOPO terlalu tingi tidak selamanya baik karena berarti
likuiditasnya ketat juga berpotensi akan menimbulkan permasalahan yaitu ketika
membutuhkan likuiditas di saat pasokan mengetat.
Loan to Deposit Ratio (LDR) pada Bank Pembangunan Daerah di Indonesia pada tahun
2008 hingga 2012 mengalami peningkatan setiap tahunnya hingga mencapai tingkat
standard ukuran bank di indonesia yaitu 78%-100%. Pada tahun 2010 terjadi
penurunan yaitu 72,49 dan ukuran ini tidak mencapai standard, tetapi naik
kembali pada tahun 2011 75,46 hingga 2012 sebesar 84,66 dan rasio ini merupakan
ukuran standard bagi bank di Indonesia. Bank yang LDR nya terlalu tinggi juga
tidak selamanya baik karena berarti likuiditasnya ketat juga berpotensi
menimbulkan permasalahan ketika membutuhkan likuiditas disaat pasokan mengetat.
Berdasarkan latar belakang, maka judul penelitian ini: “
Faktor-faktor yang Mempengaruhi Loan to Deposit Ratio pada Bank Pembangunan
Daerah (BPD) di Indonesia”.
Download lengkap Versi Word
Tidak ada komentar:
Posting Komentar
pesan skripsi