BAB I PENDAHULUAN
1.1.
Latar Belakang
Perkembangan
syariah di Indonesia telah mengalami perkembangan dengan pesat, masyarakat mulai mengenal dengan
apa yang disebut Bank Syariah. Dengan diawali
berdirinya pada tahun 1992 oleh bank yang diberi nama dengan Bank Muamalat Indonesia (BMI), sebagai pelopor
berdirinya perbankan yang berlandaskan
sistem syariah, kini bank syariah yang tadinya diragukan akan sistem operasionalnya, telah menunjukkan
kemajuan yang sangat mempesonakan.
Awal berdirinya
bank Islam, banyak pengamat perbankan yang meragukan akan eksistensi bank islam nantinya.
Ditengah-tengah bank konvensional, yang berbasis
dengan sistem bunga, yang sedang menanjak dan menjadi pilar ekonomi Indonesia, bank Islam mencoba memberikan
jawaban atas keraguan yang banyak timbul.
Jawaban itu mulai menemukan titik jelas pada tahun 1997, dimana Indonesia mengalami krisis ekonomi yang cukup
memprihatinkan, yang dimulai dengan krisis
moneter yang berakibat sangat signifikan
atas terpuruknya pertumbuhan ekonomi
Indonesia.
Kondisi terparah
ditunjukkan oleh sektor perbankan, yang merupakan penyumbang dari krisis moneter di Indonesia.
Banyak bank-bank konvensional yang tidak
mampu membayar tingkat suku bunga, hal ini berakibat atas terjadinya kredit macet.
Dari 240 bank yang ada sebelum krisis moneter,
hanya tinggal 73 bank swasta yang dapat
bertahan tanpa bantuan pemerintah dan dinyatakan sehat, sisanya pemerintah dengan terpaksa harus
melikuidasinya.
Salah satu dari 73
bank tersebut, terdapat Bank Muamalat Indonesia yang mampu bertahan dari terpaan krisis ekonomi,
yang nyata memiliki sistem tersendiri
dari bank-bank lain,yaitu dengan memberlakukan sistem operasional bank dengan sistem bagi hasil. Sistembagi
hasil yang diterapkan dalam perbankan
syariah sangat berbeda dengan sistem bunga, dimana dengan sistem bunga dapat ditentukan keuntungannya di awal,
yaitu dengan menghitung jumlah beban bunga
dari dana yang disimpan ataudipinjamkan. Sedang pada sistem bagi hasil ketentuan keuntungan akan ditentukan
berdasarkan besar kecilnya keuntungan
dari hasil usaha, atas modal yang telah diberikan hak pengelolaan kepada nasabah mitra bank syariah.
Memasuki milenia
ketiga barulah syariah diperhitungkan di kancah perbankan. Sektor kecil dan menengah yang
menjadi fokus syariah terbukti tahan banting
ketika bank konvensional belum bangkit lagi setelah dihajar krisis moneter. Bank syariah Mandiri salah
satucontoh. Pada Desember 2002 bank ini membukukan
angka Rp 1,6 triliun aset syariah. Rp 50 miliar diantaranya berupa kontrak bagi hasil. Rp 1 triliun berupa
murabahah. Dan Rp 300 miliar sisanya dititipkan
di Bank Indonesia dalam bentuk wadiah - SBI ala syariah.
Syariah semakian
menjadi pilihan yang layak. Hasil riset Karim Business Consulting (KBC) menunjukkan, tahun 2004 saja
potensi dana nasabah loyalitas sudah
mencapai puluhan triliun. Sebagian besar dana itu digarap Bank Muamalat dan Bank Syariah Mandiri.
Sejak beroperasi
pada tahun 1999, Bank Syariah Mandiri langsung memosisikan diri sebagai market challenger
dihadapan pendahulunya yaitu Bank Muamalat
yang beroperasi sejak 1992. Ketika Muamalat meluncurkan Sharia Deposit Arrangement (SHADR) – sebuah
inovasi layanan bersama untuk menyatukan bank-bank syariah dalam mengatasi
keterbatasan jaringan – pada tahun 2007,
Bank Syariah Mandiri tidak bergabung dan malah mengeluarkan Islamic Banking(IB) Online pada tahun 2008.
SHADR menawarkan
kemudahan layanan kepada nasabah syariah dalam melakukan setoran tunai secara resiprokal ke
rekening bank syariah ataupun unit usaha
syariah (UUS) melalui counter bank-bank syariah nasional secara real time online. Sedangkan, IB Online menjual kemudahan senada melalui
transaksi antarbank syariah dengan
general packet radio services (GPRS)mobile banking.
Muamalat maupun
Bank Syariah Mandiribisa dikatakan sama kuat.
Keduanya adalah
raksasa di kancah perbankan syariah dan menguasai sekitar 65% pasar perbankan syariah yang per September
2008 mencapai Rp 45,90 triliun.
Sementara itu,
pangsa aset bank umum syariah lain, seperti Bank Mega Syariah, baru sekitar 6%.
Kedua pemimpin
pasar (markeat leader) ini juga dibuntuti 28 UUS bank konvensional dan dua bank umum syariah lain,
yakni Mega Syariah dan Bank Syariah
Bukopin (BSB).
Muamalat dan Bank Syariah Mandiri sama-sama
menawarkan keunggulan. Muamalat yang
mengusung semangat spiritualisme ditambah kemudahan layanan bagi para nasabahnyaingin
menjaring nasabah emosional sebanyak-banyaknya.
Sedangkan, Bank Syariah Mandiri yang
mengusung modernitas berusaha meraup
pasar rasional seluas-luasnya.
Bank Syariah
Mandiri sudah berhasil melewati Muamalat dari sisi aset dan dana pihak ketiga (DPK), tapi belum mampu
menandingi perolehan laba. Per September
2009, aset Bank Syariah Mandirisudah mencapai Rp 16,54 triliun, sementara Muamalat Rp 12,10 triliun. DPK Bank
Syariah Mandiri yang sudah mencapai Rp
13,79 triliun kian meninggalkan DPK Muamalat yang Rp 9,78 triliun.
Ada tiga cara yang
ditempuh Bank Syariah Mandiri untuk menjaga loyalitas nasabahnya. Pertama, menjaga
kualitas layanan dengan melakukan monitoringkualitas
layanan secara berkala dan meningkatkan kapasitas pelayanan pegawai Bank Syariah Mandiri. Kedua, menggelar
program customer gathering secara rutin di beberapa cabang. Ketiga, memenuhi
keinginan nasabah dengan memberikan
ragam produk yang luas.
Dengan memberikan
pelayanan terbaik disertai
program loyalitas yang disenangi
nasabah, bank-bank syariah mampu bertahan dalam kompetisi. Sebab persaingan tidak hanya terjadi antar bank
syariah. Bank syariah juga harus berkompetisi
langsung dengan bank konvensional, terutama dalam memperebutkan nasabah rasional. Pada tahun
2009, sepuluh bank umum syariah pendatang
baru dan sekitar lima Unit Usaha Syariah (UUS) mengisi persaingan di industri perbankan syariah, antara lain yaitu
Bank Muamalat, Bank Syariah Mandiri, BNI
Syariah, Bank Mega Syariah, Danamon Syariah, CIMB Niaga Syariah, Bukopin Syariah, BTN Syariah, BRI
Syariah, BII Syariah.
Bank syariah
terbukti memberi keuntungan yang sama-sama menggiurkan bagi tiap nasabah. Ketika rupiah sedang
stabil, nasabah bank syariah bisa mendapatkan
keuntungan yang lebih tinggi ketimbang nasabah bank konvensional. Itulah sebabnya, nasabah bank
syariah dan investor produk syariah tidak
semuanya dari kalangan muslim.
Sebenarnya sebagian
akad syariah mirip dengan transaksi konvensional yang selama ini lazim digunakan. Hanya, bagi
yang ingin menjalani tuntunan islam,
akad syariah jelas lebih menjaminbebas dari riba. Sedangkan bagi nasabah non muslim, transaksi berlandaskan religi ini
jauh dari merugikan.
Bank berdasarkan
prinsip syariah atau bank syariah atau bank Islam seperti halnya bank komersial, juga berfungsi
sebagai lembaga intermediasi (intermediary
institusion), yaitu menghimpun dana dari masyarakat dan menyalurkannya kembali dalam bentuk fasilitas
pembiayaan. Perbedaannya terletak pada
kegiatan usaha yang tidak berdasarkan bunga (interest fee), tetapi berdasarkan prinsip pembagian keuntungan dan
kerugian (profit and loss principle).
Bank syariah
memberikan pembiayaan dengan konsep syariah, antara lain mudharabah dan musyarakah (bagi hasil), jual
beli (murabahah, salam, istisna’), dan
ijarah(sewa), rahn (gadai). Sementara pembiayaan dengan sistem jual beli menjadi pengganti produk inti dari
beroperasinya bank syariah seperti murabahah,
salam dan istisna’. Pembiayaan
murabahah ini diaplikasikan di lembaga keuangan syariah sebagai salah satu prinsip atau produk dalam
usaha penyaluran dana kepada masyarakat.
Pada bank islam murabahah dipahami sebagai mekanisme operasional penjualan suatu barang dengan
harga pokok ditambah dengan keuntungan
yang disetujui secara bersama antara pihak bank sebagai penjual dengan nasabah sebagai pembeli. Dan prinsip
ini pada bank syariah dikenal dengan
produk pembiayaan murabahah. Tercatat dalam statistik Bank Indonesia bulan Maret tahun 2008, pembiayaan murabahah
masih tetap menjadi unggulan perbankan
syariah.
Biaya merupakan semua pengorbanan yang perlu
dilakukan untuk suatu proses produksi,
yang dinyatakan dengan satuan uang menurut harga pasar yang berlaku baik yang sudah terjadi maupun yang
akan terjadi. Biaya merupakan salah satu
penentu mengapa masyarakat memilih melakukan transaksi pada lembaga keuangan syariah.
Kecepatan pencairan pembiayaan adalah lama
waktu yang disediakan selama proses
transaksi dicairkan atau diberikan kepada pemohon atau nasabah.
Keuntungan margin merupakan profit yang
diperoleh pihak lembaga keuangan syariah
dari hasil transaksi yang berlangsung. Keuntungan yang ditarik juga relatif rendah, dilihat dari besarnya
biaya yang dibutuhkan oleh nasabah.
Kegiatan
operasional yang memakai sistem syariah dapat meningkatkan kualitas bisnis di sektorusaha riil serta
dapat meningkatkan kontribusi laba/keuntungan
yang nyata terhadap labaperbankan syariah saat ini, maka perbankan syariah mencoba untuk memasarkan
produk-produk unggulan mereka, yang
tidak kalah saing dengan produk perbankan konvensional yang dapat dipergunakan oleh seluruh kalangan masyarakat
baik yang muslim maupun non muslim
seperti pembiayaan syariah. Sehingga pada saat ini telah banyak terdapat nasabah pembiayaan syariah ini dari kalangan
non muslim tidak hanya dari kalangan
muslim. Sepertinya dari kalangan masyarakat non muslim memberikan respon yang sangat baik bagi perkembangan
pembiayaan dengan sistem syariah.
Tabel 1.1 Jumlah Peningkatan Nasabah Non Muslim Pada PT. Bank Syariah Mandiri Cabang Medan Periode Tahun 2006 s/d 2009 No.
Tahun Jumlah Nasabah 1 2006
240 2 2007 264 3
2008 288 4 2009
316 Total 1108 Sumber
: PT. Bank Syariah Mandiri Cabang Medan Berdasarkan
fenomena ini penulis tertarik untuk melakukan penelitian mengenai “Faktor–Faktor yang Mempengaruhi
Permintaan Nasabah Non Muslim Terhadap
Pembiayaan Murabahah Pada PT. Bank Syariah Mandiri Cabang Medan.” 1.2. Perumusan Masalah Perumusan masalah dalam penelitian ini adalah
: 1.
Apakah biaya akad berpengaruh positif dan signifikan terhadap permintaan pembiayaan murabahah ? 2.
Apakah kecepatan pencairan pembiayaan berpengaruh positif dan signifikan terhadap permintaan pembiayaan
murabahah ? 3. Apakah keuntungan margin berpengaruh positif
dan signifikan terhadap permintaan
pembiayaan murabahah ? 1.3. Tujuan
Penelitian Untuk mengetahui dan
menganalisis hal-hal apa saja yang mempengaruhi nasabah non muslim menggunakan
pembiayaanmurabahah pada PT. Bank Syariah
Mandiri Cabang Medan.
1.4. Manfaat
Penelitian a. Bagi Perusahaan Penelitian ini dapat dijadikan sebagai bahan
pertimbangan atau masukan bagi PT. Bank
Syariah Mandiri Cabang Medan.
b. Bagi Penulis Penelitian ini dapat menambah pengetahuan dan
pengalaman dalam menganalisa sistem
pembiayaan yang dilakukan PT. Bank Syariah Mandiri Cabang Medan.
c. Bagi Peneliti Lain Penelitian ini dapat digunakan sebagai bahan
perbandingan dan informasi dalam
melakukan penelitian dengan objek ataupun masalah yang sama di masa yang akan datang.
Download lengkap Versi Word

Tidak ada komentar:
Posting Komentar
pesan skripsi