Selasa, 25 Maret 2014

Skripsi Manajemen: PENGARUH KEPUASAN KERJA TERHADAP ORGANIZATIONAL CITIZENSHIP BEHAVIOR (OCB) PADA KARYAWAN AUTO2000



BAB I PENDAHULUAN
 A. Latar Belakang 
Lingkungan industri yang kompetitif, telah memacu setiap perusahaan dan  organisasi untuk terus meningkatkan serta memaksimalkan usaha serta potensi  kerja yang dimiliki oleh karyawannya. Meskipun terjadi revolusi dalam bidang  teknologi informasi, akan tetapi masih saja terjadi ketimpangan dalam efektivitas  fungsi dari suatu organisasi. Oleh karena itu, saat ini muncul paradigma baru  dalam mengembangkan efektivitas fungsi dari suatu organisasi yang tidak hanya  bersandar pada pemenuhan kewajiban sesuai dengan peran dan tanggung jawab  jabatan seorang karyawan. Namun lebih dari itu, hal ini bergantung pada seberapa  besar usaha yang dilakukan oleh karyawan untuk melampaui peran formal yang  dibebankan atas dirinya (Garg & Rastogi, 2006:529).

Usaha karyawan untuk melampaui peran formal dan tanggung jawabnya  inilah yang menjadi dasar bagi konsep Organizational Citizenship Behavior atau  OCB. Bateman dan Organ pada 1983 merupakan tokoh yang pertama kali  menggunakan istilah ini untuk menggambarkan konsep perilaku tersebut. Adapun  definisi yang diberikan terhadap OCB adalah extra-role performance, yaitu  perilaku bermanfaat yang dilakukan atas kemauan karyawan sendiri, terlepas dari  ketentuan atau kewajiban yang dibebankan kepadanya dengan tujuan untuk  membantu orang lain dalam mencapai tujuan organisasi ( Bateman & Organ  dalam Garg & Rastogi, 2006:529).
Hal yang membedakan OCB dengan perilaku kerja biasa adalah OCB  merupakan suatu pilihan yang bersifat sukarela dilakukan oleh karyawan, perilaku  tersebut merupakan hal di luar deskripsi jabatan yang diwajibkan atas dirinya  serta memiliki dampak yang positif terhadap organisasi. Namun demikian, tidak  berarti perilaku OCB yang ditunjukkan oleh karyawan dapat diabaikan begitu saja  oleh manajemen. Justru perilaku tersebut patut  mendapatkan perhatian dan  penghargaan khusus supaya karyawan terus terpacu untuk melakukan OCB,  misalnya dengan mencatat perilaku OCB sebagai bahan pertimbangan dalam  penilaian kinerja karyawan (Newstrom & Davis, 2002 : 217).
Sebagaimana disebutkan bahwa OCB merupakan pilihan yang bisa  dilakukan ataupun tidak dilakukan oleh seorang karyawan, maka pada umumnya  ada tiga alasan utama yang melatarbelakangi munculnya OCB, yaitu (Newstrom  & Davis, 2002 : 217) : 1.  Karakteristik kepribadian karyawan itu sendiri akan  mempengaruhi  tindakannya yang secara alami cenderung melakukan OCB, misalnya orang  dengan mood yang menyenangkan akan lebih mudah menolong orang lain.
2.  Adanya harapan dengan melakukan OCB maka mereka akan memperoleh  penghargaan dan reward tertentu dari orang lain.
3.  Berusaha membangun citra positif terhadap dirinya dengan tujuan atau  kepentingannya tertentu.
Adanya harapan tertentu dalam munculnya OCB menunjukkan bahwa perilaku  ekstra ini harus dihargai secara tepat oleh perusahaan dan karyawan lainnya.
Perilaku yang tergolong dalam OCB cukup bervariasi, mulai dari tindakan  sepele seperti selalu membicarakan hal yang positif tentang perusahaannya,  menolong rekan kerja menyelesaikan masalah, menunda mengambil cuti sampai  dengan tingkat perilaku yang lebih kompleks seperti mengusulkan suatu ide  inovatif untuk mengatasi masalah perusahaan. Perilaku OCB yang terkesan  sederhana ini jika terus dilakukan oleh banyak karyawan dalam suatu organisasi  akan sangat membantu organisasi meningkatkan produktivitasnya serta  melampaui kinerja para kompetitornya (Sweeney & McFarlin, 2002 : 81).
Performa kerja maupun produktivitas karyawan sering kali dikaitkan  sebagai pengaruh dari kepuasan kerja. Begitu juga dengan munculnya perilaku  OCB pada karyawan yang merupakan hasil dari kepuasan yang dirasakan oleh  karyawan terhadap pekerjaan dan organisasinya. Meskipun masih ada perdebatan  mengenai hubungan kausalitas yang terjadi, namun cukup logis untuk menyatakan  bahwa kepuasan kerja merupakan faktor penentu utama munculnya OCB. Studi  yang dilakukan oleh Ostroff menyimpulkan bahwa organisasi yang memiliki  karyawan yang dengan tingkat kepuasan kerja yang tinggi cenderung berbicara  positif mengenai organisasinya, bersedia membantu orang lain, mengerjakan tugas  diluar batas minimal yang diharapkan serta akan lebih efektif dalam menjalankan  fungsinya. Semuanya ini dilakukan karyawan karena mereka ingin membalas  perasaan nyaman yang mereka peroleh dengan perilaku kerja yang produktif  terhadap organisasinya (Ostroff dalam Robbins, 2001:80).
Sejumlah riset lainnya juga mendukung hipotesa bahwa individu yang  merasa puas dengan pekerjaannya akan cenderung memberikan kontribusi yang  lebih besar terhadap pekerjaan dan organisasinya. Kepuasan kerja dimaknai  sebagai evaluasi terhadap situasi kerja, karakteristik pekerjaan serta pengalaman  emosional yang dialami seseorang selama bekerja. Kepuasan kerja juga  merupakan sikap yang termasuk konstruk hipotesis sebagaimana motivasi dan  need, yaitu konsep yang tidak konkrit namun hanya dapat dipahami melalui  sejumlah pola perilaku (McShane & Von Glinow, 2003:74).
Prediksi terhadap kepuasan kerja dapat diamati melalui sejumlah  prediktor, seperti gaji yang diterima, sifat pekerjaan itu sendiri, kesempatan  promosi, supervisi dari atasan atau organisasi, hubungan dengan rekan kerja,  kondisi fisik pekerjaan serta kenyamanan bekerja di organisasi untuk jangka  panjang (Ivancevich & Matteson, 2002:122).
Berdasarkan sejumlah literatur di atas diperoleh gambaran bahwa dalam  membangun OCB diperlukan beberapa syarat diantaranya kepuasan kerja.
Kepuasan kerja yang dipersepsi oleh karyawan dapat mendukung penyelesaian  tugas dan tanggung jawabnya cenderung mengarahkan karyawan tersebut untuk  melakukan tindakan-tindakan tertentu di luar tugas dan tangguung jawabnya  sendiri dengan tujuan untuk membantu pencapaian tujuan organisasi. Inilah yang  disebut dengan OCB (Chiu & Tsai, 2006:517).
Konsep OCB telah membentuk wacana baru dalam perilaku organisasi.
Konsep ini telah memacu organisasi untuk menjadi lebih inovatif, fleksibel,  produktif dan responsif demi kelangsungan serta kesuksesan organisasi. Hal ini  didukung oleh sejumlah penelitian terbaru yang menemukan bukti bahwa OCB  mengarahkan karyawan kepada sejumlah perilaku etis serta peningkatan  performa kerja (Garg & Rastogi, 2006:529).
Sayangnya hingga saat ini, konsep OCB masih dipraktekkan secara  terbatas pada sejumlah sektor jasa dan pelayanan publik seperti rumah sakit,  restoran dan hotel. Sehingga terkesan jika OCB hanya cocok digunakan untuk  sektor industri dan organisasi itu saja. Padahal, OCB menjadi konsep dalam  pengembangan organisasi itu sendiri yang dapat membantu organisasi untuk  mencapai standar yang diinginkan, setiap personel dalam organisasi harus mampu  melampaui performa standar yang telah ditetapkan (Soeroso & Sarwono,  2001:23).
Hal ini didasarkan pada fakta bahwa OCB cenderung memicu  meningkatnya efektivitas fungsi dari organisasi secara lebih optimal, kondisi ini  dimungkinkan jika adanya tingkat kepuasan kerja yang tinggi pada karyawannya  (Garg & Rastogi, 2006:529).
Tidak mengherankan jika kajian terhadap OCB ini menjadi begitu penting  khususnya bagi organisasi yang terus ingin meningkatkan performa dan  produktivitasnya. Sebagaimana yang telah ditunjukkan oleh Auto2000 yang kini  telah membuktikan dirinya  sebagai salah satu perusahaan terkemuka yang  senantiasa mengedepankan kepuasan konsumennya dengan cara mempertahankan  dan meningkatkan prestasi kerja karyawannya.
Auto2000 sendiri merupakan jaringan jasa penjualan, perawatan,  perbaikan dan penyediaan suku cadang Toyota yang manajemennya ditangani  penuh oleh PT Astra International Tbk. Saat ini Auto2000 adalah main dealer  Toyota terbesar di Indonesia, yang menguasai antara 70-80 % dari total penjualan  Toyota. Auto2000 berkembang pesat karena memberikan berbagai layanan yang  sangat memudahkan bagi calon pembeli maupun pengguna Toyota. Dengan  slogan “Urusan Toyota jadi mudah!” , Auto2000 selalu mencoba menjadi yang  terdepan dalam pelayanan. (http://www.Auto2000.com).
Semua fasilitas Auto2000 yang telah diuraikan di atas telah mengantarkan  Auto2000 sebagai perusahaan dengan performa dan produktivitas yang tinggi. Hal  ini dibuktikan dengan keberhasilan Auto2000 dalam memenangkan Indonesia  Service Quality Award 2007 yang membuktikan kualitas pelayanan terbaik yang  diberikan Auto2000 kepada para konsumennya. Berbagai prestasi yang berhasil  diraih oleh Auto2000 menjadi karya nyata dan dedikasi karyawan di Auto2000  (http://www.Auto2000.com).
Perhatian terhadap konsumen ini tidak  hanya diwujudkan dalam  pelaksanaan tugas sesuai dengan standar prosedur kerja yang ada, tetapi juga  melampaui hal tersebut. Tidak mengherankan jika para karyawan di Auto 2000  pernah melakukan tugas tertentu di luar tanggung jawabnya demi menyesuaikan  dengan tuntutan lapangan sehingga mereka cepat tanggap dengan kebutuhan  konsumennya.
Sebagaimana hasil wawancara peneliti dengan salah satu sales executive  Auto2000 cabang Gatot Subroto Medan pada hari Sabtu tanggal 1 Mei 2010 yang  lalu, dimana ia menceritakan pengalamannya saat berhubungan dengan seorang  konsumen saat membantunya menguruskan klaim asuransi. Sebenarnya tugasnya  sebagai seorang sales executive  sudah tuntas saat serah terima mobil kepada  konsumennya. Namun, ketika konsumen tersebut mendatangi kantornya untuk  menanyakan masalah klaim asuransi, ia lalu menawarkan dirinya untuk mengurus  masalah itu, dari menyelesaikan masalah administrasi di kantor asuransi sampai  memasukkan mobil konsumen ke bengkel. Hal ini dilakukannya karena ia merasa  bahwa tugasnya sebagai sales executive tidak hanya berhenti ketika mobil itu  sudah diserahkan kepada konsumen, tetapi lebih jauh lagi ia merasa berkewajiban  membantu konsumen kapanpun dibutuhkan sepanjang masih berhubungan dengan  mobil yang dibelinya dari Auto2000 sehingga ia tetap bisa menjaga hubungan  baik dengan konsumen. Hal ini dikarenakan, ia menilai bahwa pekerjaannya  sebagai  sales  memberikan kesempatan baginya untuk mengenal berbagai  kalangan masyarakat dengan begitu ia bisa memperluas jaringan dan hubungan  yang tidak terbatas pada masalah jual beli mobil saja. Kesempatan membina  hubungan seperti ini dirasakannya sebagai suatu pengalaman yang menyenangkan  serta diakuinya sebagai alasan utamanya tetap bertahan untuk bekerja sebagai  sales di Auto2000.
Alasan lain yang dikemukakannya adalah karena ia merasa bertanggung  jawab dengan mobil konsumen tersebut karena sebagai sales executive ia sudah  menerima komisi yang memadai dari setiap penjualan unit kendaraan di Auto2000  sehingga ia tidak terbebani dan merasa senang untuk membantu konsumen.
Perilakunya ini juga dilakukannya demi mempertahankan hubungan baik antara  perusahaannya dan konsumen sekaligus meningkatkan citra positif perusahaannya  yang selalu mengedepankan slogan “Urusan Toyota jadi mudah!” padahal apa  yang dilakukannya ini tidak termasuk dalam penilaian hasil kerjanya sebagai sales  executive di Auto2000 sehingga ia tidak memperoleh bonus atau reward lainnya  dari atasan atau perusahaan. Perilaku menolong konsumen yang ditunjukkan  karyawan Auto2000 ini merupakan salah satu bentuk OCB karena ia melakukan  tugas ekstra di luar tanggung jawabnya.
Sikap kerja yang sama juga ditunjukkan oleh karyawan lain pada divisi  administrasi yang diungkapkan melalui wawancara dengan peneliti di Auto2000 cabang Gatot Subroto Medan pada hari Jumat tanggal pada tanggal 30 Juli 2010.
Pada awal tahun 2010, ada kebijakan baru dari perusahaan terkait masalah  remunerasi/penggajian sehingga dalam pembuatan daftar gaji bulanan karyawan  terdapat perubahan rumus hitungannya. Proses penyusunan daftar gaji ini  merupakan tanggung jawab karyawan administrasi lain yang juga rekan kerjanya.
Kebetulan rekan kerjanya ini mengalami kesulitan saat menyelesaikan tugas  tersebut, padahal tenggat waktu laporan penggajian harus diserahkan besok  harinya. Ia melihat kesulitan yang dialami oleh rekannya ini, lalu menawarkan  bantuan dalam penyelesaian laporan tersebut, padahal tugas itu bukanlah  tanggung jawabnya. Mereka berdua lalu terpaksa bekerja lembur pada hari itu  sehingga laporan penggajian itu akhirnya bisa diselesaikan pada tengah malam  dan dapat diserahkan kepada atasan sesuai tenggat waktu yang ada. Ketika  ditanyakan alasannya untuk membantu rekan kerjanya ini, ia menyatakan bahwa  bantuan yang diberikannya itu bukanlah sesuatu yang luar biasa karena rekan  kerjanya itu juga sering membantunya dalam penyelesaian tugasnya yang lain. Ia  merasa senang bisa menolong rekan kerjanya dengan begitu sikap tolong  menolong yang mereka lakukan bisa membantu penyelesaian tugas kelompoknya  secara keseluruhan.
Perilaku staf administrasi ini yang rela bekerja lembur untuk menolong  rekan kerjanya dalam menyelesaikan tugas yang bukan menjadi tanggung  jawabnya menunjukkan bahwa dengan dasar kepuasan terhadap hubungan kerja  yang menyenangkan, saling tolong menolong antar rekan kerja membuatnya  bersedia melakukan perilaku kerja yang melebihi kewajibannya. Dampak dari  tindakan OCB yang dilakukannya ini tidak hanya membantu penyelesaian tugas  satu orang rekan kerja saja, namun juga membuat target penyelesaian kerja tim  dapat tercapai.
Fenomena pengaruh kepuasan kerja terhadap munculnya OCB juga  tergambar dari pengalaman kerja yang dituturkan oleh seorang teknisi di bagian  service. Berdasarkan hasil wawancaranya dengannya di Auto2000 cabang Gatot  Subroto Medan  pada hari Sabtu tanggal 31 Juli 2010 yang lalu, ia juga  menguraikan bahwa ia merasa cukup puas terhadap pihak manajemen karena  memberi perhatian kepada kesejahteraan karyawan  melalui peningkatan gaji  secara berkala tiap tahunnya serta pemberian tunjangan yang memadai  dibandingkan perusahaan lain yang sejenis dengan Auto2000. Ia merasa tuntutan  perusahaan untuk memberi kepuasan kepada pelanggan cukup sebanding dengan  imbalan yang diterimanya jadi ia tidak keberatan untuk berbuat yang terbaik juga,  demi memenuhi hal tersebut. Misalnya pada bulan Mei yang lalu, ia yang saat itu  bertugas sebagai teknisi untuk Toyota Home Service (THS) yang bertugas  memberikan perbaikan dan layanan teknis lainnya kepada konsumen secara  langsung di luar bengkel Auto2000, bisa di rumah ataupun di kantor konsumen.
Kebetulan hari itu, layanan THS sebenarnya akan tutup karena jam kerja sudah  selesai dan semua kru sedang bersiap-siap untuk pulang. Tiba-tiba ada seorang  konsumen yang menelepon meminta THS datang ke rumahnya untuk memeriksa  mobilnya yang mendadak mogok. Operator telepon bengkel menjelaskan bahwa  jam kerja bengkel sudah selesai dan teknisi THS baru bisa datang besok pagi ke  rumah konsumen tersebut. Percakapan telepon itu didengar oleh teknisi ini, ia lalu  berinisiatif untuk membantu konsumen itu dan meminta operator menelepon balik  konsumen itu supaya menunggu tim THS di rumahnya. Keputusannya ini  didasarkan pada tuntutan perusahaan yang selalu mengedepankan slogan “Urusan  Toyota jadi mudah!” sehingga ia bersedia lembur dan juga mengajak rekan satu  timnya untuk melakukan hal yang sama demi kepuasan konsumen. Akhirnya  masalah mobil konsumennya ini dapat diatasi bahkan konsumennya ini  memberikan tips sebagai hadiah kepada teknisi tersebut dan rekan timnya atas  kesediaan mereka datang ke rumahnya padahal sudah lewat jam kerja. Ia lalu  menolak uang tips tersebut, selain memang tidak diperbolehkan oleh perusahaan  untuk menerima imbalan di luar pembayaran resmi karena dapat menjelekkan  citra perusahaan, ia juga merasa bahwa gajinya sebagai pekerja sudah dipenuhi  oleh perusahaan secara adil sesuai kontribusinya.
Pengalaman teknisi di atas menunjukkan bahwa kepuasannya terhadap  gaji/upah mendorongnya untuk melakukan OCB dengan membantu konsumen  padahal sudah di luar jam kerjanya. Tindakannya ini tidak dihitung sebagai  lembur, namun ia merasa harus tetap membantu konsumennya agar senantiasa  merasa puas dengan perusahaannya. Selain itu, ia juga menolak uang tips yang  menunjukkan bahwa ia berusaha menjaga citra perusahaannya sekaligus  menegaskan kepuasannya dengan imbalan yang selama ini diperolehnya dari  perusahaan.
Ketiga pengalaman di atas memberi gambaran yang cukup jelas mengenai  fenomena pengaruh kepuasan kerja terhadap munculnya OCB pada karyawan  Auto2000  cabang Gatot Subroto Medan. Berikut ini merupakan tabel yang  merangkum fenomena tersebut secara lebih ringkas.
Tabel 1.1 Fenomena Pengaruh Kepuasan Kerja terhadap dan Organizational  Citizenship Behavior (OCB) pada Karyawan Auto2000 Cabang Gatot  Subroto Medan Divisi  Kepuasan Kerja  OCB  Analisa Marketing • Pekerjaan sebagai  sales itu  menyenangkan • Memberi  kesempatan  membina hubungan  dengan banyak  orang • Tanggung jawab  terhadap komisi  penjualan yang  diterimanya Membantu  konsumen mengurus  asuransi hingga  memasukkan mobil  yang rusak ke  bengkel, padahal itu  bukan tanggung  jawabnya Kepuasan terhadap  pekerjaan itu  sendiri serta gaji  yang telah  diterimanya  mendorongnya  untuk melakukan  altruism, menolong orang  lain serta  Conscientiousness,  yaitu berbuat lebih  dari kewajibannya  Administrasi  Kepuasan terhadap  hubungan dengan  kerja yang  menyenangkan dan  saling menolong Bekerja lembur  untuk membantu  rekan kerja yang  kesulitan  menyelesaikan  laporan penggajian  yang baru Hubungan yang  baik dengan rekan  kerja  memunculkan  altruism yang juga  membantu  pencapaian target  tim kerja  Service Kepuasan terhadap  gaji dan kebijakan  remunerasi dari  perusahaan • Bersedia  memberi  palayanan di luar  jam kerja • Menolak uang  tips dari konsumen • Memotivasi rekan  satu timnya untuk  bekerja tanpa  diberi lembur  demi kepuasan  konsumen Kesejahteraan  finanisial  mendorongnya  melakukan altruism &  Conscientiousness dengan menolong  konsumen serta  civic virtue dengan  ikut menjaga citra  perusahaan Sumber : Hasil Wawancara Awal (data diolah) Tahun 2010 Hasil wawancara lanjutan dengan ketiga responden tersebut, yang dilakukan  peneliti pada tanggal 25-27 Oktober 2010 menangkap adanya kesamaan motif  yang mendasari OCB yang mereka lakukan. Selain alasan-alasan yang sudah  mereka sebutkan sebelumnya, ketiga responden mengakui bahwa perilaku  sukarela dan bantuan terhadap orang lain yang dilakukan melebihi  tugas/kewajiban mereka ini akan masuk dalam catatan penilaian kerja harian  bahkan menjadi nilai tambah dalam penilaian kerja tahunan yang dilakukan oleh  atasan mereka. Biasanya atasan akan memuji kinerja mereka dan hal ini akan  menguntungkan mereka karena dapat membuka peluangnya untuk memperoleh  kesempatan promosi atau reward  tahunan yang diberikan perusahaan kepada  karyawan yang dianggap berprestasi. Bentuk reward ini jenisnya bervariasi bisa  uang ataupun hadiah barang tertentu. Secara umum, hasil wawancara ini  menunjukkan bahwa ada indikasi kepuasan kerja khususnya pada aspek gaji dan  promosi yang melatarbelakangi munculnya OCB pada responden. Kondisi ini juga  sejalan dengan alasan umum munculnya OCB yang dikemukakan oleh Newstrom  & Davis (2002 : 217), yaitu adanya harapan dari karyawan bahwa dengan  melakukan OCB maka mereka akan memperoleh penghargaan dan  reward tertentu dari orang lain serta berusaha membangun citra positif terhadap dirinya  dengan tujuan atau kepentingannya tertentu.
Berdasarkan uraian pengalaman di atas, peneliti tertarik untuk meneliti  secara lebih lanjut mengenai kepuasan kerja karyawan yang diyakini sebagai  faktor utama yang mempengaruhi munculnya  Organizational Citizenship  Behavior  (OCB) pada karyawan Auto2000. Penelitian ini direncanakan akan  dilakukan pada Auto2000 cabang Gatot Subroto Medan. Pemilihan cabang  Auto2000 ini dilakukan  mengingat Auto2000 cabang Gatot Subroto Medan  merupakan salah satu dealer Toyota terbaik dengan tingkat penjualan yang tinggi  di kawasan kota Medan sekitarnya dan Sumatera Utara secara umum. Oleh karena  itu, peneliti berharap mendapatkan fenomena yang utuh mengenai pengaruh  kepuasan kerja terhadap munculnya Organizational Citizenship Behavior (OCB)  pada karyawan Auto2000.
B. Perumusan Masalah Prestasi dan performa terbaik yang telah dicapai oleh Auto2000 cabang  Gatot Subroto Medan dapat diraih melalui kerja sama serta kerja keras dari setiap  karyawan dalam perusahaan tersebut. Dedikasi nyata para karyawan ini menjadi  dasar berpikir dan titik tolak peneliti untuk menyelidiki kontribusi kepuasan kerja  yang dirasakan karyawan yang memicu para karyawan tersebut untuk berbuat  melebihi performa standar yang telah ditetapkan serta memicu perkembangan  perusahaannya. Dengan demikian, peneliti bermaksud mengangkat perumusan  masalah kinerja karyawan Auto2000 cabang Gatot Subroto Medan, yaitu :  “Apakah ada pengaruh kepuasan kerja karyawan terhadap  Organizational Citizenship Behavior (OCB) pada karyawan Auto2000 Cabang Gatot Subroto Medan ?”.
C. Kerangka Konseptual Kepuasan kerja merupakan salah satu topik utama yang selalu dibicarakan  dalam perilaku organisasi. Kepuasan kerja memiliki arti sebagai persepsi  karyawan terhadap baik tidaknya pekerjaan tersebut dapat memberikan hal-hal  yang dinilai penting bagi diri mereka sendiri. Hal-hal yang bernilai penting bagi  karyawan tersebut dapat dikelompokkan ke dalam lima dimensi yang berbeda,  yaitu pekerjaan itu sendiri, gaji yang diterima, kesempatan promosi,  supervisi/pengawasan dari atasan atau organisasi, hubungan dengan rekan kerja,  (Smith, Kendall & Hulin dalam Luthans, 2006:243).
Pembahasan mengenai kepuasan kerja menjadi penting karena memiliki  hubungan yang erat dengan berbagai faktor kinerja yang dapat mempengaruhi  organisasi secara keseluruhan. Salah satunya adalah Organizational Citizenship  Behavior atau OCB yaitu perilaku yang dipilih sendiri atas dasar sukarela oleh  karyawan dalam melaksanakan pekerjaannya, dimana sebenarnya perilaku  tersebut tidak menjadi bagian dari kewajiban formal seorang karyawan, namun  mendukung berfungsinya organisasi tersebut secara efektif (Robbins & Judge,  2008:40).
Ada lima dimensi utama dalam mengukur OCB dalam suatu organisasi,  diantaranya adalah (Organ dalam Luthans, 2006:251), yaitu Altruism (Perilaku  membantu orang lain), Civic Virtue  (Mengedepankan kepentingan  umum/bersama), Conscientiousness  (Kesungguhan dalam bekerja), Courtesy  (Bersikap sopan) dan Sportmanship (Toleransi yang tinggi).
Organisasi yang sukses membutuhkan karyawan yang akan melakukan  lebih dari sekedar tugas biasa yang menjadi kewajiban mereka, dimana mereka  sebenarnya diharapkan mampu menunjukkan kinerja yang melebihi harapan dan  standar yang ada. Dalam dunia kerja yang dinamis saat ini, dimana tugas semakin  sering dikerjakan dalam tim dan fleksibilitas menjadi sangat penting, maka  organisasi membutuhkan karyawan yang bersedia memperlihatkan perilaku “good  citizen” seperti, membantu anggota tim lainnya, mengajukan diri untuk  melakukan tugas ekstra, menghindari konflik dengan pihak lain dalam bekerja,  menghormati aturan perusahaan, serta memiliki toleransi yang tinggi terhadap  kondisi-kondisi yang menyulitkan dirinya selama menyelesaikan tugasnya  (Robbins & Judge, 2008:40).
OCB hanya dapat dicapai jika didukung oleh faktor dalam organisasi  memungkinkan hal itu, dimana yang paling utama adalah adanya kepuasan kerja  yang dirasakan oleh karyawan selama bekerja dalam organisasi. Dennis Organ  sebagai tokoh penting yang mengemukakan OCB, menyatakan bahwa karyawan  yang merasa puas akan membalas kenyamanan bekerja yang dirasakannya kepada  organisasi yang telah memperlakukan dirinya dengan baik dan memenuhi  kebutuhannya selama ini dengan cara melaksanakan tugasnya secara ekstra  melebihi standar yang ada. Hal ini ditunjukkan dengan kesediaan karyawan dalam  berbagai bentuk perilaku OCB secara sukarela demi kemajuan perusahaannya  (George & Jones, 2002:95).
Dengan demikian, organisasi yang mampu memacu karyawannya untuk  melakukan OCB akan mampu mencapai kinerja yang lebih baik dibandingkan  organisasi lainnya (Gibson dkk,  2003:140). Berikut ini merupakan kerangka  berpikir peneliti mengenai pengaruh kepuasan kerja karyawan terhadap  Organizational Citizenship Behavior (OCB).
Gambar 1.1 Kerangka Konseptual Kepuasan Kerja dan Organizational  Citizenship Behavior (OCB) Sumber : (Organ dalam George & Jones, 2002:95) Diolah D. Hipotesis Sesuai dengan permasalahan yang telah diuraikan di atas, maka dapat  dirumuskan hipotesis penelitian sebagai berikut : “Kepuasan kerja karyawan  mempunyai pengaruh terhadap munculnya Organizational Citizenship  Behavior (OCB) pada karyawan Auto2000 Cabang Gatot Subroto Medan”.
Kepuasan  Kerja Organizational  Citizenship  Behavior (OCB)  E. Tujuan & Manfaat Penelitian 1. Tujuan Penelitian Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui pengaruh kepuasan kerja  karyawan terhadap Organizational Citizenship Behavior (OCB) pada karyawan  Auto2000 Cabang Gatot Subroto Medan.
2. Manfaat Penelitian a. Bagi Perusahaan Hasil penelitian ini diharapkan dapat memberikan sumbangan kepada  pengembangan karyawan dan organisasi melalui program Organizational  Citizenship Behavior (OCB). Selain itu dapat juga digunakan sebagai evaluasi  terhadap tingkat kepuasan kerja karyawan.
b. Bagi Peneliti  Memperluas ruang lingkup dan menambah wacana peneliti dalam bidang ilmu  manajemen sumber daya manusia.
c. Bagi Peneliti Lanjutan Sebagai salah satu sumber informasi yang diperlukan dalam perbandingan hasil  studi di masa yang akan datang berkaitan dengan masalah kepuasan kerja dan  Organizational Citizenship Behavior (OCB).
F. Metode Penelitian 1. Batasan Operasional Sebagai upaya untuk menghindari kesimpangsiuran dalam membahas dan  menganalisis permasalahan, maka penelitian ini dibatasi pada menyelidiki  pengaruh kepuasan kerja karyawan tetap dari semua divisi terhadap  Organizational Citizenship Behavior (OCB) pada karyawan Auto2000 Cabang  Gatot Subroto Medan saja.
2. Definisi Operasional Variabel Tabel 1.2 Definisi Operasional Variabel VARIABEL  DEFINISI  OPERASIONAL DIMENSI  SKALA Kepuasan  Kerja  Karyawan (X) Evaluasi seseorang terhadap  pekerjaannya berupa  perasaan mendukung atau  tidak mendukung yang  dialami  karyawan  dalam  bekerja 1. Pekerjaan itu  sendiri  (Work It  self) 2. Penyelia (Supervision) 3. Teman sekerja  (Coworkers) 4. Promosi (Promotion) 5. Gaji/Upah (Pay) Likert Organizational  Citizenship  Behavior (OCB) (Y) Setiap perilaku yang  dilakukan oleh seorang  karyawan di luar tugas dan  tanggung jawab yang telah  dirumuskan dalam  Job  Description –  nya.  Perilaku  ini ditampilkan tidak hanya  melalui pelaksanaan  kewajiban mereka saja tetapi  juga melakukan segala upaya  yang telah melampaui  standar minimum yang harus  dipenuhi seorang karyawan.
1.  Altruism (Perilaku  membantu orang  lain) 2.  Conscientiousness  (Kesungguhan) 3.  Sportmanship  (Sikap sportif) 4.  Civic Virtue (Partisipasi/  kepatuhan) 5.  Courtessy (Menghormati) Likert Sumber : Uraian Definisi Operasional Variabel (data diolah)  a. Variabel Independen (X) : Kepuasan Kerja Karyawan Kepuasan kerja merupakan evaluasi seseorang terhadap kerja dan  pekerjaannya berupa perasaan mendukung atau tidak mendukung yang dialami  karyawan  dalam bekerja, diukur dengan menggunakan skala kepuasan kerja.
Semakin tinggi skor yang diperoleh maka semakin tinggi pula tingkat kepuasan  kerja karyawan tersebut. Pengukuran kepuasan kerja ini meliputi lima aspek yang  terdapat dalam kepuasan kerja, yaitu : 1.  Pekerjaan itu sendiri (Work It self), yaitu  evaluasi karyawan terhadap  tingkat kesulitan yang harus dihadapi oleh seorang karyawan ketika  menyelesaikan tugas dari pekerjaannya.
2.  Penyelia  (Supervision)  merupakan bentuk evaluasi karyawan terhadap  sikap yang ditunjukkan oleh atasannya kepada karyawan tersebut.
3.  Teman sekerja (Coworkers) adalah evaluasi karyawan terhadap karyawan  lain, baik yang sama maupun yang berbeda jenis pekerjaannya.
4.  Promosi  (Promotion)  yaitu evaluasi karyawan terhadap ada tidaknya  kesempatan untuk memperoleh peningkatan karir selama bekerja.
5.  Gaji/Upah  (Pay)  merupakan evaluasi karyawan terhadap pemenuhan  kebutuhan hidup karyawan serta kesesuaian antara jumlah gaji dengan  pekerjaan yang dilakukan.
b. Variabel Dependen (Y) : Organizational Citizenship Behavior (OCB) Organizational Citizenship Behavior (OCB) merupakan setiap perilaku  yang dilakukan oleh seorang karyawan di luar tugas dan tanggung jawab yang  telah dirumuskan dalam deskripsi jabatannya. Perilaku ini ditampilkan tidak  hanya melalui pelaksanaan kewajiban mereka saja tetapi juga melakukan  segala upaya yang telah melampaui standar minimum yang harus dipenuhi  seorang karyawan.   Perilaku ini diukur melalui lima dimensi perilaku berikut ini, yaitu : 1. Altruism yaitu perilaku membantu orang lain, diantaranya :   Menggantikan rekan kerja yang tidak masuk atau istirahat   Membantu orang lain yang pekerjaannya sedang menumpuk   Membantu proses orientasi karyawan baru meskipun tidak diminta   Membantu mengerjakan tugas orang lain saat mereka tidak masuk   Meluangkan waktu untuk membantu orang lain berkaitan dengan  permasalahan-permasalahan pekerjaan yang dihadapi   Bersedia menjadi sukarelawan untuk mengerjakan sesuatu tanpa harus  diminta terlebih dahulu   Membantu orang lain di luar departemennya ketika mereka  menghadapi masalah   Membantu para pelanggan atau tamu jika mereka tengah dalam  kesulitan 2. Conscientiousness  yaitu perilaku yang melebihi standar minimum yang  dipersyaratkan bagi seorang karyawan seperti kehadiran, kepatuhan terhadap  aturan dan lain sebagainya. Adapun bentuk perilakunya diantaranya :   Tiba lebih awal sehingga siap bekerja pada saat jadwal kerja dimulai   Tepat waktu setiap hari tidak peduli pada cuaca ataupun lalu lintas dan  sebagainya   Berbicara seperlunya dalam percakapan telepon   Tidak menghabiskan waktu dengan melakukan pembicaraan di luar  masalah pekerjaan    Datang dengan segera jika dibutuhkan 3. Sportmanship merupakan kemauan untuk bertoleransi terhadap masalah dan  situasi yang dianggap menyulitkan dirinya.  Adapun bentuk perilakunya  diantaranya :   Menahan diri untuk mengeluh atau mengumpat   Tidak membesar-besarkan masalah yang ada 4. Civic Virtue  adalah bentuk partisipasi sukarela dan dukungan karyawan  terhadap fungsi-fungsi organisasi baik secara profesional maupun secara  alamiah sosial, diantaranya yaitu :   Memberikan perhatian terhadap pertemuan yang dianggap penting  bagi perusahaan   Meningkatkan kualitas bidang pekerjaan yang ditekuni   Ikut menjaga citra baik perusahaan 5. Courtessy merupakan upaya yang dilakukan untuk menjaga hubungan baik  dengan rekan kerjanya agar terhindar dari masalah interpersonal, yaitu : •  Mengizinkan seseorang untuk mengambil tindakan demi kebaikan tim •  Menyimpan informasi yang dirahasiakan oleh organisasi    Membangun kebersamaan dan kekompakan dalam tim kerja 3. Skala Pengukuran Variabel Pengumpulan data dalam penelitian ini dilakukan dengan menggunakan  dua skala yaitu skala kepuasan kerja karyawan serta skala Organizational  Citizenship Behavior (OCB).
Skala adalah suatu metode pengumpulan data yang merupakan suatu  daftar pertanyaan yang harus dijawab oleh subjek secara tertulis.  Skala  mendasarkan diri pada laporan pribadi (self report) memiliki kelebihan dengan  asumsi sebagai berikut (Hadi, 2000:157) : 1.  Subjek adalah orang yang paling tahu tentang dirinya 2.  Apa yang dikatakan subjek kepada peneliti adalah benar dan dapat  dipercaya 3.  Interpretasi subjek tentang pernyataan-pernyataan yang diajukan sama  dengan apa yang dimaksudkan oleh peneliti Adapun skala kepuasan kerja menggunakan skala tipe Likert. Pernyataan  dalam skala ini terdiri dari pernyataan favorable  (positif) dan  unfavorable (negatif). Skala ini disusun dengan memberikan lima alternatif jawaban yaitu :  STS (Sangat Tidak Sesuai), TS (Tidak Sesuai),N (Netral) S (Sesuai), SS (Sangat  Sesuai).
Untuk butir pernyataan favorable, jawaban “Sangat Sesuai” akan diberi  angka 5, demikian seterusnya sampai dengan skor 1 untuk jawaban “Sangat Tidak  Sesuai”. Sedangkan untuk butir pernyataan unfavorable, jawaban “Sangat Tidak  Sesuai” akan diberi skor 5, demikian seterusnya sampai dengan skor 1 untuk  jawaban “Sangat Sesuai” (Azwar, 2005 :46-47). Hal ini dapat diamati dalam tabel  1.3 berikut ini  Berikut ini merupakan distribusi aitem dari skala kepuasan kerja, yaitu : Tabel 1.3 Distribusi Aitem Skala Kepuasan Kerja Sebelum Uji Coba No  Dimensi  Nomor Aitem  Jumlah Favourable  Unfavourable 1  Pekerjaan itu sendiri  (Work It self) 1,2,3  4,5  5 2  Penyelia (Supervision)  6,7,8  9,10  5 3  Teman sekerja  (Coworkers) 11,12,13  14,15  5 4  Promosi (Promotion)  16,17,18  19,20  5 5  Gaji/Upah (Pay)  21,22,23  24,25  5 TOTAL  15  10  25 Sumber : Hasil Penelitian (data diolah) Tahun 2010 Semakin tinggi skor pada skala ini maka semakin tinggi pula tingkat  kepuasan kerja yang dialami karyawan.
Sedangkan untuk skala Organizational Citizenship Behavior (OCB) juga  disusun berdasarkan skala tipe Likert. Pernyataan dalam skala ini terdiri dari  pernyataan favorable (positif) dan unfavorable (negatif), dimana lima alternatif  jawaban yang tersedia disesuaikan dengan format OCB yang mendasarkan pada  perilaku yang pernah dialami, yaitu : SS (Sangat Sering), S (Sering), K (Kadangkadang), HTP (Hampir Tidak Pernah), TP (Tidak Pernah). Untuk butir pernyataan  favorable, jawaban “Sangat Sering” akan diberi angka 5, demikian seterusnya  sampai dengan skor 1 untuk jawaban “Tidak Pernah”. Sedangkan untuk butir  pernyataan unfavorable, jawaban “Sangat Sering” akan diberi skor 1, demikian  seterusnya sampai dengan skor 5 untuk jawaban “Tidak Pernah”, seperti yang  diuraikan dalam tabel 1.4 berikut ini.
Tabel 1.4 Distribusi Aitem Skala Organizational Citizenship Behavior (OCB) Sebelum  Uji Coba No  Dimensi  Nomor Aitem  Jumlah Favourable  Unfavourable 1  Altruism   1,2,3  4,5  5 2  Conscientiousness   6,7,8  9,10  5 3  Sportmanship   11,12,13  14,15  5 4  Civic Virtue  16,17,18  19,20  5 5  Courtessy  21,22  23,24,25  5 TOTAL  14  11  25 Sumber : Hasil Penelitian (data diolah) Tahun 2010 Semakin tinggi skor pada skala ini maka semakin tinggi pula frekuensi  perilaku Organizational Citizenship Behavior (OCB) yang telah dilakukan oleh  karyawan.
4. Lokasi dan Waktu Penelitian Penelitian ini direncanakan antara bulan November 2010 hingga Januari  2011 yang bertempat di kantor Auto2000 cabang Gatot Subroto Medan, dimana  lokasi tepatnya berada di jalan Gatot Subroto no.220 Sei Sikambing-B, Medan.
5. Populasi & Sampel Populasi dalam penelitian ini adalah karyawan tetap dari kantor Auto2000  cabang Gatot Subroto Medan yang terdiri dari tiga divisi dan seluruhnya  berjumlah sebanyak 160 orang.
Pengambilan sampel penelitian ini dilakukan dengan tehnik proportional  cluster random sampling, dimana sampling ini diperoleh tidak dengan memilih  secara satu per satu unit sampel. Namun yang menjadi unit samplingnya adalah  kelompok tertentu bisa itu area tertentu, kelas, angkatan dan lain sebagainya.
Peneliti mengambil sampelnya dari masing-masing divisi yang dianggap sebagai  cluster ini dengan cara random sederhana (Umar dalam Setiawan, 2007:7).
Berikut ini merupakan karakteristik yang dimiliki oleh tehnik  proportional cluster random sampling yaitu sebagai berikut (Hadi, 2000:85) : •  Cluster yang artinya mengacu pada penggunaan suatu tehnik sampling  terhadap populasi yang terdiri dari kelompok-kelompok (cluster).
  Proportional  maknanya dalam proses sampling nantinya akan  memperhatikan keseimbangan atau proporsi individu dalam setiap  stratanya dengan cara randomisasi. Dengan demikian, jumlah sampel dari  setiap strata mungkin saja berbeda dikarenakan didasarkan pula pada  populasi stratanya yang disesuaikan dengan perbandingan populasinya.
   Random  menunjukkan bahwa tehnik ini tergolong dalam kelompok  random sampling  dimana semua individu dalam populasi memiliki  peluang yang sama untuk terlibat sebagai subjek penelitian.
Sebenarnya tidak ada ketetapan yang mutlak mengenai jumlah/persentase  sampel yang digunakan, tetapi peneliti harus memperhatikan keseimbangan  proporsi dari karakteristik kelompok sampel yang berbeda. Hal yang pasti adalah  semakin besar sampel maka semakin kecil pula nilai galat, atau  deviasi/penyimpangan dari nilai populasinya sehingga hasil penelitian semakin  dapat dipercaya mewakili populasi secara umum. Begitu juga sebaliknya, semakin  kecil jumlah  sampel maka semakin besar pula nilai galat yang berarti hasil  penelitian kurang bisa dipercaya mewakili gambaran populasi sebenarnya  (Kerlinger, 2003 : 206).
Hal ini ditegaskan pula oleh Prof. Sutrisno Hadi dalam bukunya  Metodologi Research, menjelaskan bahwa suatu sampel disebut sebagai sampel  yang besar jika jumlahnya di atas 30 orang. Jumlah ini akan mendorong hasil  statistik penelitiannya semakin mendekati distribusi normal. Begitu juga  sebaliknya, jika sampel di bawah 30 orang disebut dengan sampel kecil sehingga  statistik penelitiannya semakin menjauhi distribusi normal (Hadi, 2000 : 332).
Penentuan jumlah sampel dalam tehnik proportional cluster random  sampling ini, akan dilakukan dengan mengambil 50% sampel dari setiap divisi  sehingga jumlahnya nanti akan berimbang. Hal ini juga dilakukan dengan dasar  keterbatasan peneliti untuk melibatkan lebih banyak sampel lagi dalam penelitian  ini. Selain itu, kebijakan dari perusahaan juga membatasi jumlah sampel supaya  proses pengambilan data dapat berjalan lancar dan cepat mengingat tingkat  kesibukan yang tinggi dari para karyawan. Oleh karena itu dengan tujuan untuk  memenuhi jumlah minimal di atas 30 orang sampel, maka rumusan jumlah sampel  50% dari setiap divisi menjadi pilihan bagi peneliti. Berdasarkan beberapa  rumusan di atas, maka dapat disusun perhitungan sampel sebagai berikut : Tabel 1.5 Tabel Data Populasi & Rencana Sampling Sumber : Hasil Penelitian (data diolah) Tahun 2010 Divisi  Ukuran  Populasi 50 % dalam Populasi Divisi Administrasi   12  6 Divisi Marketing   53  26 Divisi Service   95  48 TOTAL  160  80  Dengan demikian, dapat disimpulkan bahwa jumlah sampel minimal yang  harus dipenuhi dalam penelitian ini adalah 80 orang. Jumlah ini direncanakan  akan dipenuhi dengan memilih secara acak individu per individu dari setiap  cluster.
6. Jenis & Sumber Data Menurut cara memperolehnya, (Umar dalam Setiawan, 2007:3) data yang  digunakan dalam penelitian ini berupa : a.  Data primer, merupakan data yang didapat dari sumber pertama yaitu  responden dengan memberikan kuesioner atau pertanyaan kepada  karyawan.
b.  Data sekunder,  yaitu data-data yang diperoleh melalui penelitian  kepustakaan yang berasal dari buku-buku bacaan dan penelitian lapangan  dengan melihat obyek penelitian untuk memperoleh data-data yang  diperlukan.
7. Tehnik Pengumpulan Data a.  Wawancara (interview) Wawancara  dilakukan dengan pihak-pihak yang bersangkutan, yaitu  karyawan dari ketiga divisi yang ada di kantor Auto2000 cabang Gatot  Subroto Medan.
b.  Daftar pertanyaan Menyebarkan daftar pertanyaan kepada karyawan yang telah ditetapkan  menjadi sampel atau responden. Penyebaran skala dilakukan di kantor  Auto2000 cabang Gatot Subroto Medan.
c.  Studi Dokumentasi Pengumpulan data diperoleh dari buku-buku dan internet yang mempunyai  relevansi dengan penelitian yang dilakukan.
d.  Observasi Melakukan pengamatan langsung pada obyek  yang diteliti di lokasi  penelitian.
8. Tehnik Analisis Data a.  Analisis Deskriptif Analisis deskriptif adalah analisis yang digunakan dengan cara  merumuskan dan menafsirkan data sehingga memberikan gambaran yang  jelas melalui pengumpulan, penyusunan, dan analisis data, sehingga dapat  diketahui gambaran umum perusahaan yang diteliti.
b.  Analisis Kuantitatif  Didalam penelitian ini, peneliti menganalisis data dengan memakai  metode analisis statistik regresi linear sederhana. Disebut regresi  sederhana karena hanya ada satu variabel independent yang digunakan  dalam penelitian ini. Analisis regresi digunakan terutama untuk tujuan  peramalan/prediksi, dalam hal ini berfungsi untuk memprediksi  kemunculan variabel dependent yaitu OCB dengan mengetahui nilai  variabel independent yakni tingkat kepuasan kerja karyawan.
Berdasarkan hasil perhitungan analisis regresi ini, akan dikembangkan  persamaan regresi (estimating equation), yaitu suatu rumus untuk mencari  besarnya nilai variabel dependent dari nilai variabel independent  yang  diketahui. Rumus yang digunakan adalah sebagai berikut (Santoso, 2005 :  334-343) : Y = a + bX  Dimana :  Y = OCB X = Kepuasan kerja a = nilai intersep (konstan) b = koefisien regresi Untuk keperluan analisis dan pengujian hipotesis, data diolah secara  statistik dengan menggunakan alat bantu SPSS version 15.0 For Windows. Dalam  penelitian ini data yang ada di uji dalam beberapa tahap antara lain : 1.  Uji Validitas, untuk mengukur apakah data yang telah didapat setelah  penelitian merupakan data yang valid dengan alat ukur yang digunakan  (kuesioner).
2.  Uji Reabilitas, untuk melihat apakah alat ukur yang di gunakan  (kuesioner) menunjukan kosistensi didalam mengukur gejala yang sama.
Teknik yang digunakan adalah teknik koefisien Alpha dari Cronbach,  yang akan menghasilkan reliabilitas dari skala. Pengolahan data tersebut  dapat diperoleh dengan menggunakan bantuan program SPSS version 15.0  For Windows.
3.  Uji Hipotesis, dilakukan Uji t yaitu secara parsial untuk membuktikan  hipotesis awal tentang kepuasan kerja sebagai variabel bebas terhadap  OCB sebagai variabel terikat.
Ho : β1 = 0   (Tidak ada pengaruh yang signifikan dari kepuasan kerja  terhadap OCB).
Hi : β1 ≠ 0   (Ada pengaruh yang signifikan dari kepuasan kerja  terhadap OCB) Ho diterima jika t hitung < t tabel pada α  = 5% H1 diterima jika t hitung > t tabel pada α = 5% 4.   Identifikasi Determinan (R 2 ) Determinan digunakan untuk melihat seberapa besar pengaruh variabel  bebas terhadap variabel terikat. Dengan kata lain nilai koefisien  determinan digunakan untuk mengukur besarnya variabel bebas yang  diteliti yaitu Kepuasan Kerja (X) terhadap OCB (Y) sebagai variabel  terikatnya.
Jika determinan (R 2 ) semakin besar atau mendekati satu, maka variabel  bebas (X) terhadap variabel terikat (Y) semakin kuat. Hal ini berarti  model yang digunakan semakin kuat untuk menerangkan variabel  bebas yang diteliti terhadap variabel terikat. Jika determinan (R 2 )  semakin kecil atau mendekati nol, maka variabel bebas (X) terhadap  variabel terikat (Y) semakin kecil sehingga pengaruh variabel bebas  yang diteliti kurang kuat terhadap variabel terikat.   

Download lengkap Versi Word

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

pesan skripsi