BAB I PENDAHULUAN
1.1
Latar Belakang
Kemiskinan merupakan masalah sosial yang senantiasa hadir di
tengahtengah masyarakat, khususnya di negara-negara berkembang. Kemiskinan senantiasa menarik perhatian berbagai
kalangan, baik para akademisi maupun para
praktisi. Berbagai teori, konsep dan pendekatan pun terus menerus dikembangkan untuk menyibak tirai dan misteri
kemiskinan ini. Di Indonesia masalah
kemiskinan merupakan masalah sosial yang senantiasa relevan untuk dikaji terus-menerus. Ini bukan saja karena
masalah kemiskinan telah ada sejak lama
dan masih hadir di tengah-tengah kita saat ini, melainkan pula karena kini gejalanya semakin meningkat sejalan dengan
krisis multidimensional yang masih dihadapi
oleh bangsa Indonesia (Suharto, 2006:131).
Defenisi kemiskinan
terbagi atas tiga yaitu kemiskinan relatif, kemiskinan absolut, kemiskinan struktural dan kultural.
Kemiskinan relatif merupakan kondisi masyarakat
karena kebijakan pembangunan yang belum mampu menjangkau seluruh lapisan masyarakat sehingga
menyebabkan ketimpangan distribusi pendapatan.
Kemiskinan secara absolut ditentukan berdasarkan ketidakmampuan untuk mencukupi kebutuhan pokok minimum.
Kemiskinan struktural dan kultural merupakan
kemiskinan yang disebabkan kondisi struktur dan faktor-faktor adat budaya dari suatu daerah tertentu yang
membelenggu seseorang (Hamdani, 2009:43).
Masalah kemiskinan merupakan masalah nasional, Karena masalah ini merupakan sumber muncul dan berkembangnya
masalah sosial lainnya seperti anak
terlantar, anak jalanan, gelandangan, pengemis, keluarga berumah tak layak huni, tuna susila, dan sebagainya. Karena itu,
masalah kemiskinan merupakan masalah
yang harus ditangani secara serius baik
oleh pemerintah maupun masyarakat.
Jumlah penduduk
miskin di Indonesia pada bulan Maret 2009 sebesar 32,53 juta (14,15 %). Dibandingkan dengan
penduduk miskin pada bulan Maret 2008
yang berjumlah 34,96 juta (15,42 %) berarti jumlah penduduk miskin turun sebesar 2,43 juta.Selama periode Maret
2008-Maret 2009, penduduk miskin di daerah
perdesan berkurang 1,57 juta, sementara di daerah perkotaan berkurang 0,86 juta(BPS, 2009).
Hasil Survei Sosial
Ekonomi Nasional (Susenas) yang dilaksanakan pada bulan Maret 2009 menunjukkan bahwa jumlah penduduk
miskin di Provinsi Sumatera Utara
sebanyak 1.499.700 orang atau sebesar 11,51 % terhadap jumlah penduduk. Kondisi ini masih lebih baik jika
dibandingkan dengan tahun 2008 yang
jumlah sebanyak 1.613.800 orang. Dengan demikian ada penurunan jumlah penduduk miskin sebanyak 114.100 orang atau
sebesar 1,04 %. Penurunan jumlah penduduk
miskin di Sumatera Utara mengindikasikan bahwa dampak dari program penanggulangan kemiskinan yang
dilakukan oleh pemerintah cukup berperan
dalam menurunkan penduduk miskin di daerah ini (BPS Sumut,2009).
Kemiskinan masih
menjadi masalah nasional yang serius, begitu juga dengan Sumatera Utara tercatat pada tahun 2009
jumlah kemiskinan di Sumatera Utara
1.480.877 jiwa. Belum lagi penyandang
masalah sosial lainnya seperti rumah
tidak layak huni 157.505 buah, dan anak jermal 1.184, dan keluarga rentan 88.542 jiwa. Dinas Kesejahteraan dan Sosial
Sumatera Utara mencatat pada tahun 2009
jumlah penyandang masalah sosial sebesar 2.458.803. Melihat permasalahan tersebut, masalah kimiskinan perlu ditangani
secara lintas sektoral, berkesinambungan,
dan sinergis. Upaya penanggulangan masalah kesejahteraan sosial telah menjadi bagian dari pelaksanaan
mandat UUD 1945 yang diterjemahkan ke
dalam berbagai agenda pembangunan Negara. Dalam Rencana Pembangunan Jangka Menengah (RPJM) misalnya,
pemerintah telah menetapkan penanggulangan
kemiskinan sebagai salah satu prioritas utama pembangunan untuk tahun 2004-2009(PTO,2007:1).
Berbagai cara yang
dilakukan untuk mengatasi masalah
kemiskinan dengan menghabiskan dana yang
sangat besar. Di Indonesia saja, biaya penanggulangan
kemiskinan terus meningkat dari tahun ke tahun dari sebesar Rp 18 triliun pada tahun 2004 menjadi Rp 23 triliun
pada tahun 2005. Pada tahun 2006,
anggaran ini melonjak hampir dua kali lipat menjadi Rp 42 triliun dan untuk tahun 2007 dialokasikan sebesar Rp 51 triliun
(Suharto, 2006:72).
Berbagai program
nasional juga sudah banyak dikeluarkan pemerintah salah satunya adalah PNPM-P2KP. Program
Penggulangan Kemiskinan di Perkotaan
(P2KP) dilaksanakan sejak tahun 1999 sebagai upaya pemerintah untuk membangun kemandirian masyarakat dan
pemerintah daerah dalam menanggulangi
kemiskinan secara bekelanjutan. Program ini sangat strategis karena menyiapkan landasan kemandirian masyarakat berupa
“Lembaga Kepimpinan Masyarakat” yang
representatif, mengakar dan kondusif bagi perkembangan modal sosial (social capital)
masyarakat di masa mendatang serta menyiapkan
program masyarakat jangka menengah dalam penaggulangan kemiskinan yang menjadi pengikat dalam
kemitraan masyarakat dengan pemerintah
daerah dan kelompok peduli setempat.
Lembaga kepimpinan
masyarakat yang mengakar, representatif dan dipercaya tersebut (secara generik disebut
Badan atau Lembaga Keswadayaan Masyarakat
atau disingkat BKM/LKM) dibentuk melalui kesadaran kritis masyarakat untuk menggali kembali nilai-nilai
luhur kemnusiaan dan nilai-nilai kemasyarakatan
sebagai pondasi modal sosial kehidupan masyarakat.
BKM/LKM ini
diharapkan mampu menjadi wadah
perjuangan kaum miskin dalam menyuarakan
aspirasi dan kebutuhan mereka, sekaligus menjadi motor bagi upaya penanggulangan kemiskinan
yang dijalankan oleh masyarakat secara
mandiri dan berkelanjutan, mulai dari proses penentuan kebutuhan, pengambilan
keputusan, proses penyusunan program, pelaksanaan program hingga pemanfaatan dan pemeliharaan. Tiap
BKM/LKM bersama masyarakat melakukan
proses perencanaan partisipatif dengan menyusun Perencanaan Jangka Menengah dan Rencana Tahunan Program
Penanggulangan Kemiskinan (yang kemudian
lebih dikenal sebagai PJM dan Renta Pronagkis), sebagai prakarsa masyarakat untuk menanggulangi kemiskinan di
wilayahnya secara mandiri. Atas aflisiasi
pemerintah dan prakarsa masyarakat, LKM-LKM ini mulai menjalin kemitraan dengan berbagai instansi pemerintah
dan kelompok peduli setempat.
Sejak pelaksanaan
P2KP-1 hingga pelaksanaan P2KP-3 telah terbentuk sekitar 6.405 LKM yang tersebar di 1.125
kecamatan di 235 kota/kabupaten, telah memunculkan
lebih dari 291.000 relawan-relawan dari masyarakat setempat, serta telah mencakup 18,9 juta orang pemanfaat
(penduduk miskin) melalui 243.838 KSM.
Tahun 2008 secara
penuh P2KP menjadi Program Nasional Pemberdayaan Masyarakat Mandiri Perkotaan (PNPM Mandiri
Perkotaan). Sebagai bagian dari PNPM
Mandiri maka tujuan, prinsip dan pendekatan yang ditetapkan dalam PNPM Mandiri juga menjadi tujuan, prinsip dan pendekatan
PNPM Mandiri Perkotaan begitu juga nama
generik lembaga kepimpinan masyarakat berubah dari Badan Keswadayaan Masyarakat (BKM) menjadi
Lembaga Keswadayaan Masyarakat (LKM).
Tujuan umum PNPM
Mandiri Perkotaan yaitu meningkatnya kesejahteraan
dan kesempatan kerja masyarakat miskin secara mandiri, dengan demikian secara khusus tujuan PNPM Mandiri
Perkotaan adalah masyarakat di kelurahan
peserta program menikmati perbaikan sosial ekonomi dan tatapemerintahan lokal.
Berbagai program
kemiskinan terdahulu yang bersifat parsial, sektoral, dan kedermawanan dalam kenyataannya sering
justru menghasilkan kondisi yang kurang
menguntungkan, misalnya salah sasaran, terciptanya benih-benih fragmentasi sosial dan melemahkan modal sosial
yang ada di masyarakat (gotong royong,
kepedulian, musyawarah, keswadayaan). Lemahnya modal sosial pada gilirannya juga mendorong pergeseran perilaku
masyarakat yang semakin jauh dari
semangat kemandirian, kebersamaan, dan kepedulian untuk mengatasi persoalannya secara bersama. Kondisi modal
sosial masyarakat yang melemah serta
memudar tersebut salah satunya disebabkan oleh keputusan, kebijakan, dan tindakan dari pengelola program kemiskinan dan
peminpin-pemimpin masyarakat yang selama
ini cenderung tidak adil, tidak transparan, dan tidak tanggunggugat.
Sehingga
menimbulkan kecurigaan, ketidakpedulian, dan skeptisme masyarakat.
Keputusan,
kebijakan, dan tindakan yang tidak adil ini banyak terjadi dimana lembaga kepimpinan masyarakat yang ada
belum berdaya, karena diurus oleh
orang-orang yang tidak berdaya sehingga tidak mampu menerapkan nilainilai luhur
dalm kebijakan-kebijakan yang diputuskannya. PNPM Mandiri Perkotaan sebagai kelanjutan P2KP memahami
bahwa kemiskinan adalah adalah akibat
dan akar penyebab kemiskinan yang sebenarnya adalah kondisi masyarakat utamanya para pemimpin yang belum berdaya
sehingga tidak mampu menerapakan
nilai-nilai luhur dalam setiap keputusan dan tindakan yang dilakukan.
Maka dari itu sejak
tahun 2006 Badan Perencanaan Pembangunan Daerah (BAPPEDA) Kabupaten Dairi berusaha untuk
menanggulangi permasalahan kemiskinan
tersebut melalui PNPM-P2KP (Program Nasional Pemberdayaan Masyarakat – Program Pemberdayaan Kemiskinan
di Perkotaan).
Hubungan antara
Kecamatan Sidikalang dengan Kabupaten Dairi, Kecamatan Sidikalang merupakan salah satu
Kecamatan di Kabupaten Dairi.
Kelurahan
Sidikalang merupakan bagian dari Kecamatan Sidikalang dan menerima program PNPM-P2KP.
Berdasarkan latar
belakang tersebut maka peneliti tertarik untuk mengkaji lebih lanjut masalah tersebut dalam bentuk
skripsi dengan judul:Pengaruh Program
Nasional Pemberdayaan Masyarakat – Program permberdayaan Kemiskinan di Perkotaan (PNPM-P2KP) Terhadap
Sosial Ekonomi Masyarakat di Kelurahan
Sidikalang Kecamatan Sidikalang Kabupaten Dairi.
1.2 Perumusan
Masalah Berdasarkan uraian latar belakang sebelumnya maka yang menjadi permasalahan adalah Bagaimana Pengaruh Program
Nasional Pemberdayaan Masyarakat–Program
permberdayaan Kemiskinan di Perkotaan (PNPM-P2KP) Terhadap Sosial Ekonomi Masyarakat di
Kelurahan Sidikalang Kecamatan Sidikalang
Kabupaten Dairi ? 1.3 Tujuan Penelitian Penelitian
ini diselenggarakan dengan tujuan: Untuk mengetahui Pengaruh Program Nasional Pemberdayaan
Masyarakat–Program permberdayaan Kemiskinan
di Perkotaan (PNPM-P2KP) Terhadap Sosial Ekonomi Masyarakat di Kelurahan Sidikalang Kecamatan Sidikalang
Kabupaten Dairi.
1.4 Manfaat
Penelitian Hasil dari penelitian diharapkan memberikan manfaat sebagai berikut
: 1)
Hasil penelitian diharapkan dapat menjadi masukan bagi instansi terkait dan sumber informasi bagi pemerintah guna
peningkatan kesejahteraan masyarakat
melalui program penanggulangan fakir miskin lewat PNPMP2KP khususnya masyarakat
yang menjadi binaan BAPPEDA Kabupaten Dairi.
2) Secara pribadi untuk menerapkan ilmu-ilmu
yang diperoleh sebagai mahasiswa
Departemen Kesejahteraan Sosial FISIP USU serta menambah wawasan keilmuan dan pengalaman bagi peneliti.
3) Bagi Departemen Ilmu Kesejahteraan Sosial,
penelitian diharapkan dapat menambah
referensi dan sebagai bahan kajian dan perbandingan bagi para mahasiswa yang tertarik terhadap pengaruh
kegiatan PNPM-P2KP.
1.5 Sistematika
Penulisan Adapun sistematika dalam penelitian ini sebagai berikut : BAB I : PENDAHULUAN Bab ini berisikan latar
belakang masalah, perumusan masalah,
ruang lingkup masalah, tujuan dan manfaat penelitian serta sistematika penulisan.
BAB II : TINJAUAN PUSTAKA Bab ini berisikan uraian
dan teori-teori yang berkaitan dengan
penelitian, kerangka pemikiran, defenisi konsep dan defenisi operasional, juga hipotesis.
BAB III : METODE PENELITIAN Bab ini berisikan tentang
tipe penelitian, lokasi penelitian, populasi,
teknik pengumpulan data dan teknik analisa data.
BAB IV : DESKRIPSI LOKASI PENELITIAN Bab ini
berisikan tentang gambaran umum lokasi penelitian
yang berhubungan dengan masalah objek yang akan diteliti.
BAB V : ANALISA DATA Bab ini berisikan tentang uraian
data yang diperoleh dari hasil
penelitian dan analisisnya.
BAB VI : PENUTUP Bab ini berisikan tentang
kesimpulan dan saran atas penelitian
yang telah dilakukan.
Download lengkap Versi Word
Tidak ada komentar:
Posting Komentar
pesan skripsi