Jumat, 04 April 2014

Skripsi Hukum: AKIBAT HUKUM PUTUSAN PERNYATAAN PAILIT BAGI KREDITOR PEMEGANG HAK TANGGUNGAN



BAB I PENDAHULUAN
 A. Latar Belakang
  Pada pertengahan tahun 1997 negara–negara Asia dilanda krisis moneter yang  telah memporandakan sendi–sendi perekonomian. Dunia usaha merupakan dunia yang  paling menderita dan merasakan dampak  krisis yang tengah melanda. Indonesia  memang tidak sendiri dalam  merasakan dampak krisis tersebut, namun tidak dapat  dipungkiri bahwa  negara kita adalah salah satu negara yang paling menderita dan merasakan akibatnya. Selanjutnya tidak sedikit dunia usaha yang gulung  tikar,  sedangkan yang masih dapat bertahanpun hidupnya menderita.

Untuk mengantisipasi adanya kecenderungan dunia usaha yang bangkrut yang  akan berakibat pula pada tidak dapat dipenuhinya kewajiban–kewajiban yang sudah  jatuh tempo, maka pemerintah melakukan perubahan–perubahan yang cukup signifikan  dalam peraturan perundang-undangan, salah satunya adalah dengan melakukan revisi undang–undang kepalitan yang ada.
Inisiatif pemerintah untuk merevisi undang–undang kepalitan,  sebenarnya  timbul karena adanya tekanan dari International MoneteryFund (IMF), yang mendesak  supaya Indonesia menyempurnakan sarana  hukum yang mengatur permasalahan  pemenuhan kewajiban oleh debitor  kepada kreditor. IMF merasa bahwa peraturan  kepailitan yang merupakan  warisan pemerintah kolonial Belanda selama ini kurang  memadai dan kurang dapat memenuhi tuntutan zaman. Indonesia tidak dapat mengelak desakan IMF yang seolah–olah mendikte tersebut. Setelah negara kita hampir bangkrut   karena krisis ekonomi yang berkepanjangan, IMF  bagaikan dewa penolong yang  memberikan setetes air dipadang kehausan. Namun untuk dapat menikmati bantuan  IMF tersebut mau tidak mau Indonesia harus mengikuti aturan main yang telah disusun sedemikian rupa oleh IMF agar bantuan yang berupa hutang tersebut mengucur ke  Indonesia untuk dapat mempertahankan napas ditengah– tengah kesulitan ekonomi  yang menghimpit Indonesia.
1 Dengan makin terpuruknya kehidupan perekonomian nasional,  sudah  dapat  dipastikan akan makin banyak dunia usaha yang ambruk dan  rontok sehingga tidak  dapat meneruskan kegiatannya termasuk dalam memenuhi kewajiban kepada kreditor.
Keambrukan itu akan menimbulkan  masalah besar jika aturan main yang ada tidak  lengkap dan sempurna. Untuk itu perlu ada aturan main yang dapat digunakan secara  cepat,  terbuka dan efektif sehingga dapat memberikan kesempatan kepada  pihak  kreditor dan debitor untuk mengupayakan penyelesaian yang adil.
Salah satu sarana hukum yang menjadi landasan bagi  penyelesaian utang  piutang dan relevansinya dengan kebangkrutan dunia  usaha adalah peraturan  kepailitan, termasuk peraturan tentang  penundaaan kewajiban pembayaran utang.
Sebelum Undang-undang Kepailitan Nomor 37 Tahun 2004  dikeluarkan, masalah  kepailitan dan penundaan kewajiban pembayaran utang di Indonesia diatur didalam Faillisement Verordening Peraturan  Kepailitan (Staatblad 1905 Nomor 217 junto staatblad Tahun 1906 Nomor 348). Dalam masa-masa tersebut, hingga dilakukan revisi  atas Undang-undangKepailitan, urusan kepailitan merupakan suatu yang jarang muncul  1 Ahmad Yani, dan Gumawan Wijaya, 2002, Seri Hukum Bisnis, Kepailitan, Raja  Grafindo Persada, Jakarta, halaman 1-2   ke permukaan. Kekurangan populeran masalah kepailitan ini karena banyak pihak yang  kurang puas terhadap pelaksanaan kepailitan.
Banyaknya urusan kepailitan yang tidak tuntas, lamanya waktu  persidangan  yang diperlukan, tidak adanya kepastian hukum yang jelas, merupakan beberapa dari  sekian alasan yang ada. Secara psikologis mungkin hal ini dapat diterima, karena setiap  pernyataan kepailitan berarti hilangnya hak-hak kreditor, atau bahkan hilangnya nilai  piutang karena harta kekayaan debitor yang dinyatakan pailit itu tidak mencukupi untuk menutupi semua kewajibannya kepada kreditor. Akibatnya dalam peristiwa kepailitan,  tidak semua kreditor setuju dan bahkan akan berusaha keras untuk menentangnya.
Perubahan atas Peraturan Kepailitan (Failissements Verordening–Staatsblad  1905 Nomor juncto Staatsbald Tahun 1906 No. 348), pertama kali ditetapkan dalam  bentuk Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-undang pada tanggal 22 April 1998,  Tentang perubahan atas  Undang–undang tentang Kepailitan. Peraturan Pemerintah  pengganti undang–undang ini selanjutnya ditetapkan menjadi undang–undang dengan  Undang–undang No. 4 Tahun 1998. Dalam prakteknya  pelaksanaan Undang–undang  Kepalitan No.  4 Tahun 1998 ini  mengalami berbagai masalah sehingga akhirnya  dilakukan revisi yang  kemudian dengan perubahan–perubahan tersebut ditetapkan  menjadi Undang–undang Kepailitan Nomor 37 Tahun 2004 yang mulai berlaku sejak 18  Oktober 2004.
Dengan adanya revisi terhadap peraturan kepailitan dan penundaan kewajiban  pembayaran diharapkan dapat memecahkan  sebagian persoalan penyelesaian utang  piutang. Selanjutnya selain untuk  memenuhi kebutuhan dalam rangka penyelesaian  utang piutang tersebut diatas perlu ada mekanisme penyelesaian sengketa yang adil,  cepat,  terbuka dan efektif melalui suatu pengadilan khusus di lingkungan Peradilan   Umum yang dibentuk secara khusus dan diberikan tugas tertentu dibidang perniagaan  termasuk dibidang kepailitan dan penundaan pembayaran.
Hak eksekusi kreditor khususnya pemegang Hak Tanggungan  terhadap harta  kekayaan debitor yang telah dijadikan jaminan oleh debitor  pailit atas kewajiban– kewajibannya, diatur di dalam Pasal 56 Ayat 1, Undang – undang Kepailitan Nomor 37  Tahun 2004. Disamping ketentuan  tersebut, hak eksekusi kreditor pemegang Hak  Tanggungan juga didalam Undang–undang No.4 Tahun 1996, Tentang Hak Tanggungan  Atas  Beserta Benda–Benda Yang Berkaitan Dengan Tanah yang mulai berlaku  sejak  tanggal 9 April 1996. Pasal 21 Undang–undang No. 4 Tahun 1996,  tentang Hak  Tanggungan Atas Tanah Beserta Benda–benda Yang  Berkaitan Dengan Tanah  menyebutkan bahwa apabila pemberi hak tanggungan dinyatakan pailit, pemegang Hak  Tanggungan tetap  berwenang melakukan segala hak yang diperolehya menurut  ketentuan  Undang–undang tersebut.  Didalam penjelasannya lebih lanjut ditegaskan  bahwa ketentuan Pasal 21 Undang–undang Hak Tanggungan No. 4 tahun 1996 tersebut adalah untuk lebih memantapkan kedudukan diutamakan pemegang Hak Tanggungan  dengan mengecualikan berlakunya akibat kepailitan pemberi Hak tanggungan terhadap  objek Hak Tanggungan. Di dalam Undang-undang Kepailitan No. 37 Tahun 2004, tidak ditemukan ketentuan yang mengatur mengenai  bagaimana hubungan ketentuan Pasal 56 ayat 1 Undang-undang Kepailitan Nomor 37  Tahun 2004 dengan ketentuan  Pasal 21 Undang–undang Hak Tanggungan Nomor 4  tahun 1996.
Akibat dari ketidakjelasan tersebut akan menimbulkan ketidakpastian hukum, terutama  bagi kreditor pemegang Hak Tanggungan. Untuk mengkaji lebih lanjut, maka penulis   mengangkat dalam suatu penelitian dengan judul “Akibat Hukum Putusan Pernyataan  Pailit Bagi Kreditor Pemegang Hak Tanggungan”.   B. Pemasalahan Berdasarkan latar belakang penelitian yang telah diuraikan di atas, maka penulis  merumuskan masalah yang diteliti adalah: 1.  Bagaimana pengaturan hukum mengenai kepailitan di Indonesia 2.  Bagaimana Akibat Hukum Putusan Pernyataan Pailit bagi Kreditor Pemegang  Hak Tanggungan 3.  Bagaimana Penerapan Hukum oleh Majelis Hakim terhadap Putusan Pernyataan  Pailit bagi  Kreditor Pemegang Hak Tanggungan C. Tujuan Penelitian Sesuai dengan permasalahan yang telah dirumuskan di atas, maka penelitian ini  bertujuan: 1.   untuk mengetahui dan mengkaji pengaturan hukum mengenai kepailitan di  Indonesia.
2.  untuk mengetahui dan mengkaji Akibat Hukum Putusan Pernyataan Pailit bagi  Kreditor Pemegang Hak Tanggungan.
3.  untuk mengetahui dan mengkaji Penerapan Hukum oleh Majelis Hakim  terhadap Putusan Pernyataan Pailit  bagi Kreditor Pemegang Hak Tanggungan.
 D. Manfaat Penelitian Secara teoretis, hasil penelitian ini diharapkan dapat memberikan kontribusi  pemikiran bagi perkembangan hukum dan pembuatan peraturan kepailitan yang  berkaitan dengan hak tanggungan, serta dapat melengkapi hasil penelitian yang telah  dilakukan oleh pihak lain dalam bidang yang sama yaitu penelitian tentang bidang  hukum Kepailitan dan dapat menambah bahan pustaka hukum.
Secara praktis, penelitian ini diharapkan dapat memberikan masukan dan  manfaat bagi: hakim, Pemerintah, para pelaku usaha, serta pelaku bisnis atau praktisi di  bidang Kepailitan dan masyarakat luas.
E. Metode Penelitian Menurut Soerjono Soekanto, penelitian dimulai ketika seseorang berusaha  untuk memecahkan masalah yang dihadapi secara sistematis dengan metode dan teknik  tertentu yang bersiat ilmiah, artinya bahwa metode atau teknik yang digunakan tersebut  bertujuan untuk satu atau beberapa gejala dengan jalan menganalisanya dan dengan  mengadakan pemeriksaan yang mendalam terhadap fakta tersebut untuk kemudian  mengusahakan suatu pemecahan atas masalah-masalah yang ditimbulkan faktor  tersebut.
1. Jenis Penelitian Jenis penelitian yang digunakan dalam penalitian ini adalah jenis penelitian  yuridis normative yang merupakan prosedur penelitian ilmiah untuk menemukan  kebenaran berdasarkan logika keilmuan hukum dari sisi normatifnya. Logika keilmuan   yang juga dalam penelitian hukum normative dibangun berdasarkan disiplin ilmiah dan  cara-cara kerja ilmu hukum normatif, yaitu ilmu hukum yang objeknya hukum itu  sendiri..
Dengan demikian penelitian ini meliputi penelitian terhadap sumber-sumber  hukum, peraturan perundang-undangan, keputusan pengadilan, dokumen-dokumen  terkait dan beberapa buku tentang transaksi pembayaran melalui pihak ketiga dan  dikaitkan dengan KUH Perdata dan Undang-Undang Perbankan.
2. Sumber Data a. Bahan Hukum Primer Yaitu dokumen peraturan yang mengikat dan diterapkan oleh pihak yang  berwenang. Dalam tulisan ini diantaranya Kitab Undang-Undang Hukum Perdata,  Undang-Undang No. 37 Tahun 2004 tentang Kepailitan dan Penundaan Kewajiban  Pembayaran Utang, dan Peraturan Perundang-Undangan lain yang terkait.
b. Bahan Hukum Sekunder Yaitu semua dokumen yang merupakan informasi, atau kajian yang berkaitan  dengan penelitian ini, yaitu jurnal-jurnal hukum, karya tulis ilmiah, dan beberapa dari  Iinternet.
c. Bahan Hukum Tersier   Yaiutu bahan hukum penunjang yang merekap bahan hukum yang memberi  petunjuk-petunjuk dan penjelasan terhadap bahan hukum premier dan bahan hukum  sekunder, seperti kamus umu, kamus hukum, serta bahan-bahan dari bidang ilmu lain  diluar bidang hukum yang dianggap relevan dan berguna untuk melengkapi data yang  diperlukan dalam penelitian ini.
3. Teknik Pengumpulan Data Teknik pengumpulan data dilakukan dengan cara penelitian kepustakaan  (Library Research), yaitu penelitian yang dilakukan dengan cara meneliti bahan pustaka  atau yang disebut dengan data sekunder. Adapun data sekunder yang digunakan dalam  penulisan skripsi ini antara lain berasal dari buku-buku di perpustakaan, artikel-artikel  baik yang diambil dari media cetak maupun media elektronik, dokumen-dokumen  pemerintah, termasuk peraturan perundang-undangan..
4.  Teknik Analisis Data Data sekunder yang telah disusun secara sistematis kemudian dianalisa dengan  menggunakan metode deduktif dan induktif. Metode deduktif dilakukan dengan  membaca, menafsirkan, dan membandingkan, sedangkan metode induktif dilakukan  dengan menerjemahkan berbagai sumber yang berhubungan dengan topik skripsi ini,  sehingga diperoleh kesimpulan yang sesuai dengan tujuan penelitian yang telah  dirumuskan.
F. Keaslian Penelitian Berdasarkan pemeriksaan yang telah dilakukan oleh peneliti di  perpustakaan  diketahui bahwa penelitian tentang   “Akibat Hukum Putusan Pernyataan Pailit Bagi Kreditor Pemegang Hak Tanggungan”  belum pernah dilakukan dalam pendekatan dan perumusan masalah yang sama,  walaupun ada beberapa topik penelitian tentang kepailitan. Jadi penelitian ini  adalah asli karena sesuai dengan asas-asas keilmuan yaitu jujur, rasional, obyektif  dan terbuka. Sehingga penelitian ini dapat dipertanggungjawabkan kebenarannya  secara ilmiah dan terbuka atas masukan serta saran-saran yang membangun  sehubungan dengan pendekatan dan perumusan masalah.
G. Sistematika Penulisan  Sistematika Penulisan ini terdiri dari 5 Bab, masing masing bab terdiri dari: Bab I   berisi latar belakang, rumusan masalah, tujuan penelitian, manfaat penelitian,  keaslian penelitian, konsepsional dan sistematika penulisan Bab II   membahas tentang pengaturan hukum mengenai kepailitan di Indonesia,  terdiri dari: Tinjauan umum mengenai kepailitan di Indonesia, pengaturan  hukum mengenai kepailitan di Indonesia serta hak dan kewajiban kreditor  dalam kepailitan di Indonesia Bab III   membahas tentang akibat hukum putusan pernyataan pailit bagi kreditor  pemegang hak tanggungan yang terdiri dari: kaitan kepailitan dengan KUH  Perdata, asas-asas dalam kepailitan, akibat hukum putusan pernyataan pailit,  pernyataan pailit kreditor bagi pemegang hak tanggungan dan akibat hukum  bagi kreditor pemegang hak tanggungan.
 Bab IV   membahas tentang penerapan hukum oleh Majelis hakim terhadap putusan  pernyataan pailit bagi kreditor pemegang hak tanggungan yang terdiri dari:  putusan pernyataan pailit oleh Mahkamah Agung Nomor 107PK/PDT.SUS/2011  tanggal 12 Oktober 2011,  upaya dalam penanganan pailit serta penerapan  hukum oleh majelis hakim terhadap putusan pernyataan pailit bagi kreditor  pemegang hak tanggungan.
Bab V  berisikan tentang kesimpulan dan saran dari skripsi.
  

Download lengkap Versi Word

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

pesan skripsi