BAB I PENDAHULUAN
A. Latar
Belakang Masalah
Pencucian uang sebagai
suatu kejahatan yang berdimensi internasional merupakan hal baru di banyak negara termasuk
Indonesia. Sebegitu besarnya dampak
negatif yang ditimbulkannya terhadap perekonomian suatu negara, sehingga
negara-negara di dunia dan organisasi internasional merasa tergugah dan termotivasi untuk menaruh perhatian yang lebih
serius terhadap pencegahan dan pemberantasan
kejahatan pencucian uang. Hal ini tidak lain karena kejahatan pencucian uang (money laundering) tersebut
baik secara langsung maupun tidak langsung
dapat mempengaruhi sistem perekonomian, dan pengaruhnya tersebut merupakan dampak negatif bagi perekonomian itu
sendiri. Di dalam praktek money
laundering itu diketahui banyak
dana-dana potensial yang tidak dimanfaatkan
secara optimal karena pelaku money laundering sering melakukan “steril investment” misalnya dalam bentuk
investasi di bidang properti pada negara-negara yang mereka anggap aman walaupun
dengan melakukan hal itu hasil yang
diperoleh jauh lebih rendah.
Perkembangan teknologi semakin maju pesat,
membawa pengaruh terhadap perkembangan
diberbagai sektor, baik di bidang politik, ekonomi, sosial budaya, salah satu yang turut berkembang
adalah masalah kriminalitas, namun perangkat
hukum untuk mencegah dan memberantas kriminalitas itu sendiri Bismar Nasution, Rezim Anti Money Laundering
di Indonesia (Bandung : BooksTerrace &
Library, 2008), hal ra belum memadai dan masih tertinggal jauh,
sehingga berbagai jenis kejahatan baik yang
dilakukan perorangan, kelompok ataupun korporasi dengan mudah terjadi, dan menghasilkan harta kekayaan dalam jumlah
yang besar, kejahatan kejahatan tersebut
tidak hanya dilakukan dalam batas wilayah suatu negara, namun meluas melintasi batas wilayah negara lain sehingga
sering disebut sebagai transnational crime,
dalam kejahatan transnasional harta kekayaan hasil dari kejahatan biasanya oleh pelaku disembunyikan, kemudian
dikeluarkan lagi seolah-olah dari hasil legal.
Negara Indonesia memiliki banyak faktor yang
menguntungkan untuk melakukan money
laundering, sehingga tidak ragu negara Indonesia dicap sebagai negara yang tidak koperatif memerangi jenis
kejahatan pencucian uang. Antara lain
dapat ditunjuk dengan negara Indonesia yang menganut sistem devisa bebas, sistem kerahasiaan bank, negara Indonesia
masih membutuhkan likuiditas atau belum
adanya perangkat yuridis yang tegas bagi anti pencucian uang. Oleh karena itu pada tahun 2001 tepatnya tanggal 22 Juni
2001 Financial Action Task Force (FATF) memasukkan Indonesia disamping 19
negara lainnya kedalam daftar hitam Non
Cooperative Countries or Territories (NCCTs) atau kawasan yang tidak koperatif dalam menangani kasus money
laundering. Kesembilan belas negara lain
itu adalah Mesir, Rusia, Hongaria, Israel, Lebanon, Filipina, Myanmar, Nauru, Nigeria, Niue, Cook Island,
Republik Dominika, Guatemala, St.
Kitts and Nevis,
St. Vincent dan Grenadines serta Ukraina.
Tb.Irman S, Hukum Pembuktian Pencucian Uang.
Cetakan Pertama (Bandung: MQS Publishing,
2006), hal.1.
N.H.T. Siahaan, Pencucian Uang dan Kejahatan
Perbankan. Cetakan Kedua (EdisiRevisi). (Jakarta: Pustaka Sinar Harapan, 2005),
hal. 2.
ra Sejalan dengan perkembangan teknologi dan
globalisasi di sektor perbankan dewasa
ini, banyak bank telah menjadi sasaran utama untuk kegiatan pencucian uang mengingat sektor inilah yang
banyak menawarkan jasa instrumen dalam
lalu lintas keuangan yang dapat digunakan untuk menyembunyikan/menyamarkan asal usul suatu
dana. Dengan adanya globalisasi perbankan,
dana hasil kejahatan mengalir atau bergerak melampaui batas yurisdiksi negara dengan memanfaatkan faktor
rahasia bank yang pada umumnya dijunjung tinggi oleh perbankan.
Berdasarkan statistik IMF, hasil kejahatan
yang dicuci melalui bank-bank diperkirakan
hampir mencapai US $ 1.500 miliar per tahun. Sementara itu menurut Associated Press, kegiatan pencucian
uang hasil perdagangan obat bius, prostitusi,
korupsi dan kejahatan lainnya sebagian besar diproses melalui perbankan untuk kemudian dikonversikan menjadi
dana legal dan diperkirakan kegiatan ini
mampu menyerap nilai US $ 600 miliar per tahun.
Selain itu, menurut Financial Action Task
Force (FATF), diperkirakan atas jumlah
uang yang dicuci setiap tahun diseluruh dunia dari perdagangan gelap narkoba (illicit drugs trade) berkisar antara
US $ 300 miliar dan US $ 500 miliar.
Adrian Sutedi, “Hukum Perbankan : Suatu Tinjauan Pencucian Uang, Merger, Likuidasi, dan Kepailitan”. Cetakan Kedua
(Jakarta: Sinar Grafika, 2008), hal 18.
Selanjutnya
dikatakan bahwa batas bawah dari perkiraan tersebut, yakni jumlah yang dihasilkan melalui narcotics trafficking,
arms trafficking, bank fraud, Yunus
Husein. “Money Laundering: Sampai Dimana Langkah Negara Kita”.Dalam Pengembangan Perbankan, Mei-Juni 2001, hal.
31- Adrian Sutedi Op. Cit., hal 18 oleh
Department of Justice Canada, Solicitor General Canada,
hal. 4.
ra counterfeiting dan sejenisnya melalui money
laundering diseluruh dunia yang per tahun
mencapai US $600 miliar.
Jika negara Indonesia dan negara lainnya tidak
menangani money laundering
secara sungguh sungguh, maka lembaga internasional akan tetap memberikan tindakan punitive approach yang
makin keras. Tidak tertutup kemungkinan
diberi sanksi berupa hambatan terhadap transaksi perbankan seperti transfer, L/C, pinjaman luar negeri, dan lain
lain.
Dalam pandangan
umum pencucian uang sering kali hanya dihubungkan dengan bank, lembaga pemberi kredit atau
pedagang valas. Namun perlu diketahui
bahwa selain produk tradisional perbankan seperti tabungan/deposito, transfer serta kredit pembiayaan, pada
kenyataannya produk dan jasa yang ditawarkan
juga menarik bagi para pencuci uang. Lembaga keuangan maupun lembaga non keuangan lain yang sering
digunakan oleh pencuci uang, dengan melibatkan
banyak pihak lain tanpa disadari oleh yang bersangkutan, antara lain Perusahaan Efek, Perusahaan Asuransi dan
broker Asuransi, Money Broker, Dana Pensiun
dan Usaha Pembiayaan, Akuntan, Pengacara, Notaris, Surveyor, Agen Real Estate, Kasino dan permainan judi
lainnya, Pedagang Logam mulia, Dealer barang
barang Antik, Dealer Mobil serta penjual barang barang mewah dan berharga.
Atas dasar inilah baru pada tahun 2002
Indonesia mengeluarkan Undang Undang No.
15 tahun 2002 tentang Tindak Pidana Pencucian Uang sebagaimana telah diubah dengan Undang Undang No. 25 Tahun
2003. Undang Undang ini N.H.T. Siahaan,
Op. Cit, hal.1.
Bismar Nasution, Op. Cit, hal. 3.
ra juga mengilhami dibentuknya suatu lembaga
untuk memberantas tindak pidana pencucian
uang yaitu Pusat Pelaporan Dan Analisis
Transaksi Keuangan (PPATK). Pada Februari 2005 barulah Indonesia berhasil
keluar dari NCCTs setelah Indonesia
mengeluarkan Undang Undang tersebut diatas dan melakukan upaya upaya lainnya yang sesuai dengan The 40
FATF Recommendation.
Untuk memerangi
kegiatan-kegiatan pencucian uang disebuah negara, pada umumnya dibentuk oleh negara itu lembaga
khusus yang nama generiknya disebut
dengan Financial Inteligence Unit (FIU). Suatu FIU adalah suatu lembaga yang menerima informasi keuangan, menganalisis
atau memproses informasi tersebut, dan menyampaikan hasil informasi tersebut
kepada otoritas yang berwenang untuk
menunjang upaya-upaya memberantas kegiatan pencucian uang.
Pada tahun1996,
baru ada beberapa saja FIU di dunia, tetapi pada saat ini terdapat 69 yurisdiksi negara yang memiliki FIU
diseluruh dunia. Negara-negara yang telah
memiliki FIU tergabung dalam apa yang disebut dengan Egmont Group of FIU.
FIU Indonesia yang dimiliki Indonesia diberi
nama Pusat Pelaporan Dan Analisis
Transaksi Keuangan (PPATK), yang bertindak sebagai Pemegang Peranan kunci dari mekanisme pemberantasan
tindak pidana Pencucian uang di Indonesia.
Untuk pertama kalinya Presiden RI telah menunjuk Yunus Husein dan I Gede Sadguna masing-masing sebagai kepala
dan wakil kepala PPATK. PPATK dipermulaannya
telah memperoleh bantuan teknis dari AusAID dan USAID.
Selain itu pada
tanggal 15 Januari 2003 telah ditandatangani perjanjian dengan Sutan Remy Sjahdeini, Seluk Beluk Tindak
Pidana Pencucian Uang dan Pembiayaan Terorisme,
(Jakarta: PT Pustaka Utama Grafiti), hal. 2 ra
Asian Development Bank untuk memperoleh bantuan teknis dalam
melaksanakan Undang-Undang No. 15 Tahun
2002 tentang tindak pidana pencucian uang sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang
No. 25 Tahun 2003.
Secara Yuridis
memerangi tindak pidana pencucian uang diawali dengan diundangkannya Undang-Undang No.15 Tahun 2002,
Undang-Undang No. 25 Tahun 2003 dan yang
terbaru yaitu Undang-Undang No. 8 Tahun 2010 tentang Pencegahan dan Pemberantasan Tindak Pidana
Pencucian Uang (UU PP-TPPU).
PPATK merupakan
Lembaga independen yang diberi tugas dan wewenang dalam rangka pemberantasan tindak pidana pencucian
uang di Indonesia. Dua tugas utamanya
yaitu: mendeteksi terjadinya tindak pidana pencucian uang dan membantu penegakan hukum yang berkaitan dengan
pencucian uang dan tindak pidana asal
(predicate crimes).
Pemegang peranan
kunci dari mekanisme pemberantasan tindak pidana pencucian uang di Inonesia ada di tangan Pusat
Pelaporan Transaksi Analisis Keuangan
selanjutnya disingkat PPATK. Karena, jika PPATK tidak menjalankan fungsinya dengan benar, maka efektivitas dari
pelaksanaan Undang-Undang Tindak Pidana
Pencucian Uang (TPPU) tidak akan tercapai.
Berdasarkan Pemaparan diatas, kiranya cocok
untuk dibahas sejauhmana peran dan
tanggung jawab PPATK dalam memberantas pencucian uang (money laundering), khususnya dalam bidang Perbankan.
Oleh karena itu untuk membahas hal
tersebut dipilih judul skripsi ini, yaitu “Analisis Yuridis Peran dan Ivan Yustiavandana, Arman Nefi dan Adiwarman,
Tindak Pidana Pencucian Uang Di Pasar Modal, (Bogor: Ghalia Indonesia, 2010),
hal 219.
ra Tanggung Jawab PPATK Sebagai Financial
Inteligence Unit dalam Sistem Perbankan Indonesia” B. Perumusan Masalah Berdasarkan latar
belakang, maka permasalahan yang akan dibahas dalam penulisan skripsi ini adalah sebagai berikut :
1. Bagaimana pengaturan hukum PPATK
sebagai financial inteligence unit di Indonesia 2.
Bagaimana peran dan tanggung jawab PPATK dalam mencegah tindak pidana pencucian uang dalam sistem perbankan
Indonesia C. Tujuan dan Manfaat Penulisan Adapun maksud dan tujuan dari
penulisan skripsi ini adalah untuk menjawab
permasalahan yang diangkat dalam penulisan tentang analisis yuridis peran dan tanggung jawab PPATK sebagai
financial inteligence unit di sistem perbankan
Indonesiayaitu sebagai berikut : 1. Untuk mengetahui dan memahami peraturan
perundang-undangan berkenaan dengan
kedudukan PPATK sebagai Financial Inteligence Unit.
2. Untuk dapat mengetahui dan memahami peran dan
tanggung jawab PPATK dalam upaya
memberantas Tindak Pidana Pencucian Uang khususnya dalam sistem Perbankan Indonesia.
ra Manfaat penulisan skripsi ini secara praktis, diharapkan pembahasan terhadap masalah ini akan memberikan
penambahan pemahaman dan pandangan yang
baru mengenai PPATK dan money laundering dan dapat menjadi pedoman dan rujukan bagi rekan mahasiswa, masyarakat,
praktisi hukum dan pemerintah dalam
mencegah dan memberantas kejahatan money laundering.
Sementara secara
akademis sebagai karya Tugas Akhir dalam menyelesaikan pendidikan untuk memperoleh
gelar kesarjanaan yakni Sarjana Hukum di
Fakultas Hukum ra. Disamping itu Skripsi ini juga diharapkan bermanfaat dalam rangka
pengembangan khazanah pengetahuan ilmu
hukum, khususnya mengenai penegakan dan pemberantasan Tindak Pidana Pencucian Uang.
D. Keaslian
Penulisan Untuk mengetahui orisinilitas penulisan, sebelum melakukan penulisan Skripsi berjudul “Analisis yuridis peran dan
tanggung jawab PPATK sebagai financial
intekigence unit dalam sistem perbankan Indonesia”, penulis telebih dahulu melakukan penelusuran terhadap berbagai
judul skripsi yang tercatat pada Fakultas
Hukum ra.
Perpustakaan
Fakultas Hukum ra melalui surat tertanggal
26 November 2011, menyatakan ada
beberapa judul yang memiliki sedikit
kesamaan. Adapun judul skripsi tersebut antara lain : 1.
Peran PPATK dalam mengatasi kejahatan Money Launderingdi Indonesia ra 2. Pencegahan dan pemberantasan pencucian uang
dengan penerapan Know Your Costumer
Principles pada perbankan Indonesia (Studi kasus pada Bank Indonesia dan PPATK Jakarta serta PT.
Bank Tabungan Negara persero cabang
Medan) 3. Kajian hukum terhadap posisi
Pusat Pelaporan Analisis Transaksi Keuangan
dalam pemberantasan praktek money laundering Surat dari perpustakaan Fakultas
Hukum Usu tersebut kemudian dijadikan dasar
bagi Dr Windha SH, M.Hum (ketua
departemen hukum Ekonomi) untuk menerima
judul yg diajukan oleh penulis, karena substansi yg terdapat dalam skripsi ini dinilai berbeda dengan judul-judul
diatas.
Penulis juga menelusuri berbagai judul karya
Ilmiah melalui media intenet, dan
sepanjang penelusuran yang penulis lakukan, belum ada penulis lain yang pernah mengangkat topik tersebut.
Sekalipun ada, hal itu adalah diluar sepengetahuan
penulis dan tentu saja substansinya berbeda dengan substansi dalam skripsi ini. Permasalahan yang dibahas
dalam skripsi ini adalah murni hasil pemikiran
penulis yang didasarkan pada pengertian-pengertian, teori-teori dan aturan hukum yang diperoleh melalui referensi
media cetak, maupun media elektronik.
Oleh karena itu, penulis menyatakan bahwa skripsi ini adalah karya asli penulis dan dapat dipertanggungjawabkan
secara ilmiah.
E. Tinjauan
Kepustakaan Menurut Pasal 1 angka 1 Undang Undang No. 25 Tahun 2003 tentang Tindak Pidana Pencucian Uang (UU TPPU), bahwa
yang dimaksud dengan ra Pencucian Uang adalah perbuatan menempatkan,
mentransfer, membayarkan, membelanjakan,
menghibahkan, menyumbangkan, menitipkan, membawa ke luar negeri, menukarkan, atau perbuatan lainnya
atas harta kekayaan yang diketahuinya
atau patut diduga merupakan hasil tindak pidana dengan maksud untuk menyembunyikan, atau menyamarkan asal
usul harta kekayaan sehingga seolah-olah
menjadi harta kekayaan yang sah.
Sedangkan UU No. 8
Tahun 2010 tentang Pencegahan dan Pemberantasan Tindak Pidana Pencucian Uang (UU PP-TPPU)
Pasal 1 angka 1, Pencucian Uang adalah
segala perbuatan yang memenuhi unsur-unsur tindak pidana sesuai dengan ketentuan dalam Undang-Undang ini.
Pasal 1 angka 2 UU
PP-TPPU menyebutkan bahwa : Pusat
Pelaporan dan Analisis Transaksi
Keuangan yang selanjutnya disebut PPATK
adalah lembaga Independen yang dibentuk dalam rangka mencegah dan memberantas tindak pidana pencucian uang.
Pasal 1 angka 7 UU
TPPU menjelaskan mengenai Transaksi Keuangan Mencurigakan, yaitu: a)
Transaksi keuangan yang menyimpang dari profil, karakteristik, atau kebiasaan pola transaksi dari nasabah yang
bersangkutan, b) Transaksi keuangan oleh nasabah yang patut
diduga dilakukan dengan tujuan untuk
menghindari pelaporan transaksi yang bersangkutan yang wajib dilakukan oleh Penyedia Jasa Keuangan sesuai
ketentuan Undang undang ini, c) Transaksi keuangan yang dilakukan atau batal
dilakukan dengan menggunakan harta
kekayaan yang didugba berasal dari hasil tindak pidana.
ra Sedangkan di dalam UU PP-TPPU menjelaskan
mengenai Transaksi Keuangan Mencurigakan
pada pasal 1 angka 5 yaitu : a. Transaksi Keuangan yang menyimpang dari
profil, karakteristik, atau kebiasaan pola
Transaksi dari Pengguna Jasa yang bersangkutan; b. Transaksi Keuangan oleh Pengguna Jasa yang
patut diduga dilakukan dengan tujuan
untuk menghindari pelaporan Transaksi yang bersangkutan yang wajib dilakukan oleh Pihak Pelapor sesuai dengan
ketentuan Undang-Undang ini; c. Transaksi Keuangan yang dilakukan atau batal
dilakukan dengan menggunakan Harta
Kekayaan yang diduga berasal dari hasil tindak pidana; atau d.
Transaksi Keuangan yang diminta oleh PPATK untuk dilaporkan oleh Pihak Pelapor karena melibatkan Harta Kekayaan yang
diduga berasal dari hasil tindak pidana.
Pasal 1 angka 5 UU
TPPU menjelaskan mengenai Penyedia Jasa Keuangan,
yaitu setiap orang yang menyediakan jasa dibidang keuangan atau jasa lainnya yang terkait dengan keuangan termasuk
tetapi tidak terbatas pada bank, lembaga
pembiayaan, perusahaan efek, pengelola reksa dana, kustodian, wali amanat, lembaga penyimpanan dan penyelesaian,
pedagang valuta asing, dana pensiun,
perusahaan asuransi dan kantor pos.
Didalam Pasal 2 UU
PP-TPPU menjelaskan mengenai pengertian dari hasil tindak pidana, yaitu harta kekayaan yang
diperoleh dari tindak pidana : a. korupsi; ra b. penyuapan; c.
narkotika; d. psikotropika; e.
penyelundupan tenaga kerja; f. penyelundupan migran; g. di
bidang perbankan; h. di bidang pasar modal; i. di
bidang perasuransian; j. kepabeanan; k. cukai; l.
perdagangan orang; m. perdagangan
senjata gelap; n. terorisme; o.
penculikan; p. pencurian; q.
penggelapan; r. penipuan; s.
pemalsuan uang; t. perjudian; u.
prostitusi; v. di bidang perpajakan; w. di bidang kehutanan; x. di
bidang lingkungan hidup; ra y. di
bidang kelautan dan perikanan; atau z. tindak pidana lain yang diancam dengan pidana
penjara 4 (empat) tahun atau lebih, yang
dilakukan di wilayah Negara Kesatuan Republik Indonesia atau di luar wilayah Negara Kesatuan
Republik Indonesia dan tindak pidana
tersebut juga merupakan tindak pidana menurut hukum Indonesia.
(2). Harta Kekayaan
yang diketahui atau patut diduga akan digunakan dan/atau digunakan secara langsung atau tidak langsung
untuk kegiatan terorisme, organisasi
teroris, atau teroris perseorangan disamakan sebagai hasil tindak pidana sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf n.
Financial
Inteligence Unit atau yang biasa disingkat FIU adalah lembaga permanen yang khusus menangani masalah
pencucian uang yang keberadaannya diatur
secara implisit dalam empat puluh rekomendasi (Forty Reccomendation) dari Financial Action Task Force (FATF).
Lembaga ini mutlak perlu dan merupakan
salah satu infrastruktur terpenting dalam upaya pencegahan dan pemberantasan kejahatan pencucian uang di tiap
negara.
Berdasarkan Pasal 1
angka 2 UU PP-TPPU, Pusat Pelaporan dan Analisis Transaksi Keuangan yang selanjutnya disingkat
PPATK adalah lembaga independen yang
dibentuk dalam rangka mencegah dan memberantas tindak pidana Pencucian Uang. PPATK adalah suatu
lembaga independen yang dalam melaksanakan
tugas dan kewenangannya bertanggung jawab kepada Presiden.
Menurut Undang
Undang No. 10 Tahun 1998 tentang Perbankan pasal angka 1, menjelaskan pengertian Perbankan
yaitu segala sesuatu yang ra menyangkut tentang Bank, mencakup kelembagaan,
kegiatan usaha, serta cara dan proses
dalam melaksanakan kegiatan usahanya.
Penulisan skripsi
ini berkisar tentang peran PPATK dalam mengatasi kejahatan
money laundering terutama dalam
bidang perbankan. PPATK sebagaimana
dimandatkan dalam UU RI No. 8 Tahun 2010 tentang Pencegahan dan Pemberantasan Tindak Pidana Pencucian Uang
(UU PP-TPPU) adalah lembaga independen dibawah Presiden Republik
Indonesia yang mempunyai tugas mencegah
dan memberantas tindak pidana Pencucian Uang serta mempunyai fungsi sebagai berikut: 1.
pencegahan dan pemberantasan tindak pidana Pencucian Uang; 2.
pengelolaan data dan informasi yang diperoleh PPATK; 3.
pengawasan terhadap kepatuhan Pihak Pelapor; dan 4.
analisis atau pemeriksaan laporan dan informasi Transaksi Keuangan yang berindikasi tindak pidana Pencucian Uang
dan/atau tindak pidana lain sebagaimana
dimaksud dalam Pasal 2 ayat (1).
Dalam pergaulan
global di masyarakat internasional, PPATK dikenal sebagai Indonesian Financial Intelligence Unit yang merupakan unit intelijen keuangan dalam rezim Anti Pencucian Uang dan
Kontra Pendanaan Terorisme (AML/CFT
Regime) di Indonesia. PPATK merupakan anggota dari ''The Egmont Group''
yakni suatu asosiasi lembaga FIU di seluruh dunia dalam rangka mewujudkan dunia internasional yang bersih
dari tindak pidana pencucian uang dan
pendanaan terorisme sesuai standar-standar terbaik internasional.
ra F. Metode Penulisan Untuk melengkapi
penulisan skripsi ini ,disini penulis menentukan metode apa yang diterapkan 1. Tipe penelitian agar tujuannya lebih terarah dan dapat dipertanggungjawabkan. Dapat diartikan sebagai
suatu jalan yang harus ditempuh, kemudian
menjadi penyidikan atau penelitian berlangsung menurut cara tertentu.
Adapun metode
penelitian hukum yang digunakan penulis untuk menyelesaikan skripsi ini adalah sebagai berikut : Tipe penelitian bahan hukum yang digunakan
adalah metode penelitian hukum normatif.
Dalam hal penelitian hukum normatif, penulis melakukan penelitian terhadap peraturan
perundang-undangan. Pengumpulan bahan dilakukan
melalui studi kepustakaan (library research) yakni dengan mempelajari sumber-sumber atau bahan tertulis yang dapat
dijadikan bahan dalam penulisan skripsi
ini. Metode penelitian hukum normatif ini dipilih adalah mengetahui bagaimana Peran dan Tanggung Jawab PPATK
sebagai Financial Inteligence Unit dalam Pemberantasan Praktik Pencucian Uang
dalam Sistem Perbankan Indonesia.
2. Pendekatan
masalah Sehubungan dengan tipe penelitian yang digunakan yakni metode penelitian hukum normatif, maka pendekatan
yang dilakukan adalah pendekatan Bambang
Wahyu,S.H, Penelitian Hukum Dalam Praktek, (Jakarta:Sinar Grafika, 2008) hal ra perundang-undangan. Pendekatan
perundang-undangan dilakukan untuk meneliti aturan-aturan yang berkaitan dengan judul
skripsi ini.
3. Bahan Hukum Bahan hukum yang dipergunakan dalam skripsi
ini antara lain : a. Bahan hukum primer, yaitu Undang-Undang No.
15 Tahun 2002 sebagaimana telah diubah
dengan Undang-Undang No. 25 Tahun 2003
tentang Tindak Pidana Pencucian Uang, Undang-Undang No.8
Tahun 2010 tentang Pencegahan dan
Pemberantasan Tindak Pidana Pencucian Uang (UU PPTPPU), dan Undang-Undang No.7 Tahun 1992 Sebagaimana
Telah Diubah Dengan Undang-Undang No. 10
Tahun 1998 tentang Perbankan.
b. Bahan hukum sekunder, yaitu bahan yang
memberikan penjelasan mengenai bahan
hukum primer, seperti hasil seminar, makalah, tesis maupun pendapat dari kalangan pakar hukum yang terkait dengan
pembahasan tentang PPATK dan Money
Laundering.
c. Bahan hukum tersier (bahan hukum penunjang)
adalah bahan hukum yang memberikan
petunjuk atau penjelasan bermakna terhadap bahan hukum primer dan sekunder seperti kamus hukum maupun
kamus bahasa Indonesia.
4. Prosedur
pengumpulan bahan hukum Pengumpulan
bahan, baik bahan hukum primer maupun bahan hukum sekunder dikumpulkan berdasarkan topik
permasalahan. Untuk memperoleh suatu
kebenaran ilmiah dalam penulisan skripsi,
maka penulis menggunakan metode
pengumpulan data dengan cara studi kepustakaan, yaitu mempelajari dan ra menganalisis
secara sistematis buku-buku, makalah ilmiah, internet, peraturan perundang-undangan, dan bahan-bahan lain yang
berhubungan dengan materi yang dibahas
dalam skripsi ini.
5. Analisis data Metode
penelitian yang digunakan adalah analisis kualitatif, yaitu data diperoleh kemudian disusun secara
sistematis dan selanjutnya dianalisis secara
kualitatif yang mencapai kejelasan masalah yang akan dibahas dan hasilnya dituangkan dalam bentuk skripsi. Metode
kualitatif digunakan guna mendapatkan data
yang bersifat deskriptif analistis, yaitu data yang akan diteliti dan
dipelajari sebagai sesuatu yang utuh.
Analisis data
dilakukan dengan: 1. Mengumpulkan
bahan-bahan hukum yang relevan dengan permasalahan yang diteliti.
2. Memilih
kaedah-kaedah hukum yang sesuai dengan penelitian.
3. Menarik
kesimpulan dengan menjawab setiap permasalahan yang diteliti.
G. Sistematika
Penulisan Penulisan ini dibuat secara terperinci dan sistematis, agar
memberikan kemudahan bagi pembacanya
dalam memenuhi makna dan memperoleh manfaatnya.
Keseluruhan sistematika ini merupakan satu kesatuan yang saling berhubungan antara yang satu dengan yang lain
dapat dilihat sebagai berikut : BAB I
: PENDAHULUAN ra Terdiri dari latar belakang, permasalahan,
tujuan dan manfaat penulisan, keaslian
penulisan, tinjauan pustaka, metode penulisan dan sistematika penulisan.
BAB II: PENGATURAN HUKUM PENCUCIAN UANG DI INDONESIA
Berisi mengenai sejarah dan perkembangan praktik pencucian uang, pengertian pencucian uang, objek
pencucian uang, tahapan modus operandi
dan akibat yang ditimbulkan dari praktik pencucian uang.
BAB III : FINANCIAL INTELIGENCE UNIT Berisi mengenai
perkembangan Financial Inteligence Unit di Indonesia beserta tugas dan wewenang PPATK,
peran PPATK.
Dan juga memberikan
penjelasan mengenai Lembaga perbankan sebagai
sarana pencucian uang, transaksi keuangan yang mencurigakan, dan Sistem pelaporan dalam
mekanisme PPATK.
BAB IV: PERAN DAN TANGGUNG JAWAB PPATK SEBAGAI FINANCIAL INTELIGENCE UNIT DALAM PEMBERANTASAN PRAKTIK PENCUCIAN UANG DALAM SISTEM PERBANKAN INDONESIA Berisi penjelasan
mengenai peran PPATK dalam sistem perbankan Indonesia dan Tanggung Jawab dalam sistem
perbankan Indonesia.
BAB V: KESIMPULAN DAN SARAN ra Terdiri dari kesimpulan dan saran-saran yang
memuat secara keseluruhan hal-hal yang
berhubungan dengan permasalahan yang dibahas
dalam skripsi ini.
Download lengkap Versi Word
Tidak ada komentar:
Posting Komentar
pesan skripsi