Jumat, 04 April 2014

Skripsi Hukum: ANALISIS YURIDIS PERAN DAN TANGGUNG JAWAB PPATK SEBAGAI FINANCIAL INTELIGENCE UNIT DALAM SISTEM PERBANKAN INDONESIA


 BAB I PENDAHULUAN 
A. Latar Belakang Masalah  
 Pencucian uang sebagai suatu kejahatan yang berdimensi internasional  merupakan hal baru di banyak negara termasuk Indonesia. Sebegitu besarnya  dampak negatif yang ditimbulkannya terhadap perekonomian suatu negara, sehingga negara-negara di dunia dan organisasi internasional merasa tergugah dan  termotivasi untuk menaruh perhatian yang lebih serius terhadap pencegahan dan  pemberantasan kejahatan pencucian uang. Hal ini tidak lain karena kejahatan  pencucian uang (money laundering) tersebut baik secara langsung maupun tidak  langsung dapat mempengaruhi sistem perekonomian, dan pengaruhnya tersebut  merupakan dampak negatif bagi perekonomian itu sendiri. Di dalam praktek  money laundering  itu diketahui banyak dana-dana potensial yang tidak  dimanfaatkan secara optimal karena pelaku money laundering sering melakukan  “steril investment” misalnya dalam bentuk investasi  di bidang properti pada  negara-negara yang mereka anggap aman walaupun dengan melakukan hal itu  hasil yang diperoleh jauh lebih rendah.

 Perkembangan teknologi semakin maju pesat, membawa pengaruh  terhadap perkembangan diberbagai sektor, baik di bidang politik, ekonomi, sosial  budaya, salah satu yang turut berkembang adalah masalah kriminalitas, namun  perangkat hukum untuk mencegah dan memberantas kriminalitas itu sendiri   Bismar Nasution, Rezim Anti Money Laundering di Indonesia (Bandung : BooksTerrace  & Library, 2008), hal   ra  belum memadai dan masih tertinggal jauh, sehingga berbagai jenis kejahatan baik  yang dilakukan perorangan, kelompok ataupun korporasi dengan mudah terjadi,  dan menghasilkan harta kekayaan dalam jumlah yang besar, kejahatan kejahatan  tersebut tidak hanya dilakukan dalam batas wilayah suatu negara, namun meluas  melintasi batas wilayah negara lain sehingga sering disebut sebagai transnational  crime, dalam kejahatan transnasional harta kekayaan hasil dari kejahatan biasanya  oleh pelaku disembunyikan, kemudian dikeluarkan lagi seolah-olah dari hasil  legal.
 Negara Indonesia memiliki banyak faktor yang menguntungkan untuk  melakukan money laundering, sehingga tidak ragu negara Indonesia dicap sebagai  negara yang tidak koperatif memerangi jenis kejahatan pencucian uang. Antara  lain dapat ditunjuk dengan negara Indonesia yang menganut sistem devisa bebas,  sistem kerahasiaan bank, negara Indonesia masih membutuhkan likuiditas atau  belum adanya perangkat yuridis yang tegas bagi anti pencucian uang. Oleh karena  itu pada tahun 2001 tepatnya tanggal 22 Juni 2001 Financial Action Task Force (FATF) memasukkan Indonesia disamping 19 negara lainnya kedalam daftar  hitam Non Cooperative Countries or Territories (NCCTs) atau kawasan yang  tidak koperatif dalam menangani kasus money laundering. Kesembilan belas  negara lain itu adalah Mesir, Rusia, Hongaria, Israel, Lebanon, Filipina,  Myanmar, Nauru, Nigeria, Niue, Cook Island, Republik Dominika, Guatemala, St.
Kitts and Nevis, St. Vincent dan Grenadines serta Ukraina.
  Tb.Irman S, Hukum Pembuktian Pencucian Uang. Cetakan Pertama (Bandung: MQS  Publishing, 2006), hal.1.
 N.H.T. Siahaan, Pencucian Uang dan Kejahatan Perbankan. Cetakan Kedua (EdisiRevisi). (Jakarta: Pustaka Sinar Harapan, 2005), hal. 2.
ra  Sejalan dengan perkembangan teknologi dan globalisasi di sektor  perbankan dewasa ini, banyak bank telah menjadi sasaran utama untuk kegiatan  pencucian uang mengingat sektor inilah yang banyak menawarkan jasa instrumen  dalam lalu lintas keuangan yang dapat digunakan untuk  menyembunyikan/menyamarkan asal usul suatu dana. Dengan adanya globalisasi  perbankan, dana hasil kejahatan mengalir atau bergerak melampaui batas  yurisdiksi negara dengan memanfaatkan faktor rahasia bank yang pada umumnya dijunjung tinggi oleh perbankan.
 Berdasarkan statistik IMF, hasil kejahatan yang dicuci melalui bank-bank  diperkirakan hampir mencapai US $ 1.500 miliar per tahun. Sementara itu  menurut Associated Press, kegiatan pencucian uang hasil perdagangan obat bius,  prostitusi, korupsi dan kejahatan lainnya sebagian besar diproses melalui  perbankan untuk kemudian dikonversikan menjadi dana legal dan diperkirakan  kegiatan ini mampu menyerap nilai US $ 600 miliar per tahun.
 Selain itu, menurut Financial Action Task Force (FATF), diperkirakan  atas jumlah uang yang dicuci setiap tahun diseluruh dunia dari perdagangan gelap  narkoba (illicit drugs trade) berkisar antara US $ 300 miliar dan US $ 500 miliar.
  Adrian Sutedi, “Hukum Perbankan :  Suatu Tinjauan Pencucian Uang, Merger,  Likuidasi, dan Kepailitan”. Cetakan Kedua (Jakarta: Sinar Grafika, 2008), hal 18.
Selanjutnya dikatakan bahwa batas bawah dari perkiraan tersebut, yakni jumlah  yang dihasilkan melalui narcotics trafficking, arms trafficking, bank fraud,   Yunus Husein. “Money Laundering: Sampai Dimana Langkah Negara Kita”.Dalam  Pengembangan Perbankan, Mei-Juni 2001, hal. 31-  Adrian Sutedi Op. Cit., hal 18 oleh Department of Justice Canada, Solicitor General  Canada,  hal. 4.
ra  counterfeiting dan sejenisnya melalui money laundering diseluruh dunia yang per  tahun mencapai US $600 miliar.
 Jika negara Indonesia dan negara lainnya tidak menangani  money  laundering  secara sungguh sungguh, maka lembaga internasional akan tetap  memberikan tindakan punitive approach yang makin keras. Tidak tertutup  kemungkinan diberi sanksi berupa hambatan terhadap transaksi perbankan seperti  transfer, L/C, pinjaman luar negeri, dan lain lain.
Dalam pandangan umum pencucian uang sering kali hanya dihubungkan  dengan bank, lembaga pemberi kredit atau pedagang valas. Namun perlu  diketahui bahwa selain produk tradisional perbankan seperti tabungan/deposito,  transfer serta kredit pembiayaan, pada kenyataannya produk dan jasa yang  ditawarkan juga menarik bagi para pencuci uang. Lembaga keuangan maupun  lembaga non keuangan lain yang sering digunakan oleh pencuci uang, dengan  melibatkan banyak pihak lain tanpa disadari oleh yang bersangkutan, antara lain  Perusahaan Efek, Perusahaan Asuransi dan broker Asuransi, Money Broker, Dana  Pensiun dan Usaha Pembiayaan, Akuntan, Pengacara, Notaris, Surveyor, Agen  Real Estate, Kasino dan permainan judi lainnya, Pedagang Logam mulia, Dealer  barang barang Antik, Dealer Mobil serta penjual barang barang mewah dan  berharga.
 Atas dasar inilah baru pada tahun 2002 Indonesia mengeluarkan Undang  Undang No. 15 tahun 2002 tentang Tindak Pidana Pencucian Uang sebagaimana  telah diubah dengan Undang Undang No. 25 Tahun 2003. Undang Undang ini   N.H.T. Siahaan, Op. Cit, hal.1.
 Bismar Nasution, Op. Cit, hal. 3.
ra  juga mengilhami dibentuknya suatu lembaga untuk memberantas tindak pidana  pencucian uang yaitu  Pusat Pelaporan Dan Analisis Transaksi Keuangan (PPATK). Pada Februari 2005 barulah Indonesia berhasil keluar dari NCCTs  setelah Indonesia mengeluarkan Undang Undang tersebut diatas dan melakukan  upaya upaya lainnya yang sesuai dengan The 40 FATF Recommendation.
Untuk memerangi kegiatan-kegiatan pencucian uang disebuah negara,  pada umumnya dibentuk oleh negara itu lembaga khusus yang nama generiknya  disebut dengan Financial Inteligence Unit (FIU). Suatu FIU adalah suatu lembaga  yang menerima informasi keuangan, menganalisis atau memproses informasi  tersebut,  dan menyampaikan hasil informasi tersebut kepada otoritas yang  berwenang untuk menunjang upaya-upaya memberantas kegiatan pencucian uang.
Pada tahun1996, baru ada beberapa saja FIU di dunia, tetapi pada saat ini terdapat  69 yurisdiksi negara yang memiliki FIU diseluruh dunia. Negara-negara yang  telah memiliki FIU tergabung dalam apa yang disebut dengan Egmont Group of  FIU.
 FIU Indonesia yang dimiliki Indonesia diberi nama Pusat Pelaporan Dan  Analisis Transaksi Keuangan (PPATK), yang bertindak sebagai Pemegang  Peranan kunci dari mekanisme pemberantasan tindak pidana Pencucian uang di  Indonesia. Untuk pertama kalinya Presiden RI telah menunjuk Yunus Husein dan  I Gede Sadguna masing-masing sebagai kepala dan wakil kepala PPATK. PPATK  dipermulaannya telah memperoleh bantuan teknis dari AusAID dan USAID.
Selain itu pada tanggal 15 Januari 2003 telah ditandatangani perjanjian dengan   Sutan Remy Sjahdeini, Seluk Beluk Tindak Pidana Pencucian Uang dan Pembiayaan  Terorisme, (Jakarta: PT Pustaka Utama Grafiti), hal. 2 ra  Asian Development Bank untuk memperoleh bantuan teknis dalam melaksanakan  Undang-Undang No. 15 Tahun 2002 tentang tindak pidana pencucian uang  sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang No. 25 Tahun 2003.
Secara Yuridis memerangi tindak pidana pencucian uang diawali dengan  diundangkannya Undang-Undang No.15 Tahun 2002, Undang-Undang No. 25  Tahun 2003 dan yang terbaru yaitu Undang-Undang No. 8 Tahun 2010 tentang  Pencegahan dan Pemberantasan Tindak Pidana Pencucian Uang (UU PP-TPPU).
PPATK merupakan Lembaga independen yang diberi tugas dan wewenang dalam  rangka pemberantasan tindak pidana pencucian uang di Indonesia. Dua tugas  utamanya yaitu: mendeteksi terjadinya tindak pidana pencucian uang dan  membantu penegakan hukum yang berkaitan dengan pencucian uang dan tindak  pidana asal (predicate crimes).
Pemegang peranan kunci dari mekanisme pemberantasan tindak pidana  pencucian uang di Inonesia ada di tangan Pusat Pelaporan Transaksi Analisis  Keuangan selanjutnya disingkat PPATK. Karena, jika PPATK tidak menjalankan  fungsinya dengan benar, maka efektivitas dari pelaksanaan Undang-Undang  Tindak Pidana Pencucian Uang (TPPU) tidak akan tercapai.
 Berdasarkan Pemaparan diatas, kiranya cocok untuk dibahas sejauhmana  peran dan tanggung jawab PPATK dalam memberantas pencucian uang (money  laundering), khususnya dalam bidang Perbankan. Oleh karena itu untuk  membahas hal tersebut dipilih judul skripsi ini, yaitu “Analisis Yuridis Peran dan   Ivan Yustiavandana, Arman Nefi dan Adiwarman, Tindak Pidana Pencucian Uang Di Pasar Modal, (Bogor: Ghalia Indonesia, 2010), hal 219.
ra  Tanggung Jawab PPATK Sebagai Financial Inteligence Unit dalam  Sistem  Perbankan Indonesia”  B. Perumusan Masalah Berdasarkan latar belakang, maka permasalahan yang akan dibahas dalam  penulisan skripsi ini adalah sebagai berikut : 1.  Bagaimana pengaturan hukum PPATK sebagai financial inteligence unit di Indonesia  2.  Bagaimana peran dan tanggung jawab PPATK dalam mencegah tindak  pidana pencucian uang dalam sistem perbankan Indonesia C. Tujuan dan Manfaat Penulisan Adapun maksud dan tujuan dari penulisan skripsi ini adalah untuk  menjawab permasalahan yang diangkat dalam penulisan tentang analisis yuridis  peran dan tanggung jawab PPATK sebagai financial inteligence unit di sistem  perbankan Indonesiayaitu sebagai berikut :  1.  Untuk mengetahui dan memahami peraturan perundang-undangan  berkenaan dengan kedudukan PPATK sebagai Financial Inteligence Unit.
2.  Untuk dapat mengetahui dan memahami peran dan tanggung jawab  PPATK dalam upaya memberantas Tindak Pidana Pencucian Uang  khususnya dalam sistem Perbankan Indonesia.
ra  Manfaat penulisan skripsi ini secara  praktis, diharapkan pembahasan  terhadap masalah ini akan memberikan penambahan pemahaman dan pandangan  yang baru mengenai PPATK dan money laundering dan dapat menjadi pedoman  dan rujukan bagi rekan mahasiswa, masyarakat, praktisi hukum dan pemerintah  dalam mencegah dan memberantas kejahatan money laundering.
Sementara secara akademis sebagai karya Tugas Akhir dalam  menyelesaikan pendidikan untuk memperoleh gelar kesarjanaan yakni Sarjana  Hukum di Fakultas Hukum ra. Disamping itu Skripsi ini  juga diharapkan bermanfaat dalam rangka pengembangan khazanah pengetahuan  ilmu hukum, khususnya mengenai penegakan dan pemberantasan Tindak Pidana  Pencucian Uang.
D. Keaslian Penulisan Untuk mengetahui orisinilitas penulisan, sebelum melakukan penulisan  Skripsi berjudul “Analisis yuridis peran dan tanggung jawab PPATK sebagai  financial intekigence unit dalam sistem perbankan Indonesia”, penulis telebih  dahulu melakukan penelusuran terhadap berbagai judul skripsi yang tercatat pada  Fakultas Hukum ra.
Perpustakaan Fakultas Hukum ra melalui surat  tertanggal 26 November  2011, menyatakan ada beberapa judul yang memiliki  sedikit kesamaan. Adapun judul skripsi tersebut antara lain :  1.  Peran PPATK dalam mengatasi kejahatan Money Launderingdi Indonesia  ra  2.  Pencegahan dan pemberantasan pencucian uang dengan penerapan Know  Your Costumer Principles pada perbankan Indonesia (Studi kasus pada  Bank Indonesia dan PPATK Jakarta serta PT. Bank Tabungan Negara  persero cabang Medan) 3.  Kajian hukum terhadap posisi Pusat Pelaporan Analisis Transaksi  Keuangan dalam pemberantasan praktek money laundering Surat dari perpustakaan Fakultas Hukum Usu tersebut kemudian dijadikan  dasar bagi Dr Windha SH,  M.Hum (ketua departemen hukum Ekonomi) untuk  menerima judul yg diajukan oleh penulis, karena substansi yg terdapat dalam  skripsi ini dinilai berbeda dengan judul-judul diatas.
 Penulis juga menelusuri berbagai judul karya Ilmiah melalui media  intenet, dan sepanjang penelusuran yang penulis lakukan, belum ada penulis lain  yang pernah mengangkat topik tersebut. Sekalipun ada, hal itu adalah diluar  sepengetahuan penulis dan tentu saja substansinya berbeda dengan substansi  dalam skripsi ini. Permasalahan yang dibahas dalam skripsi ini adalah murni hasil  pemikiran penulis yang didasarkan pada pengertian-pengertian, teori-teori dan  aturan hukum yang diperoleh melalui referensi media cetak, maupun media  elektronik. Oleh karena itu, penulis menyatakan bahwa skripsi ini adalah karya  asli penulis dan dapat dipertanggungjawabkan secara ilmiah.
E. Tinjauan Kepustakaan Menurut Pasal 1 angka 1 Undang Undang No. 25 Tahun 2003 tentang  Tindak Pidana Pencucian Uang (UU TPPU), bahwa yang dimaksud dengan  ra  Pencucian Uang adalah perbuatan menempatkan, mentransfer, membayarkan,  membelanjakan, menghibahkan, menyumbangkan, menitipkan, membawa ke luar  negeri, menukarkan, atau perbuatan lainnya atas harta kekayaan yang  diketahuinya atau patut diduga merupakan hasil tindak pidana dengan maksud  untuk menyembunyikan, atau menyamarkan asal usul harta kekayaan sehingga  seolah-olah menjadi harta kekayaan yang sah.
Sedangkan UU No. 8 Tahun 2010 tentang Pencegahan dan Pemberantasan  Tindak Pidana Pencucian Uang (UU PP-TPPU) Pasal 1 angka 1, Pencucian Uang  adalah segala perbuatan yang memenuhi unsur-unsur tindak pidana sesuai dengan  ketentuan dalam Undang-Undang ini.
Pasal 1 angka 2 UU PP-TPPU menyebutkan bahwa :  Pusat Pelaporan  dan Analisis Transaksi Keuangan yang selanjutnya disebut  PPATK adalah lembaga Independen yang dibentuk dalam rangka mencegah dan  memberantas tindak pidana pencucian uang.
Pasal 1 angka 7 UU TPPU menjelaskan mengenai Transaksi Keuangan  Mencurigakan, yaitu:  a)  Transaksi keuangan yang menyimpang dari profil, karakteristik, atau  kebiasaan pola transaksi dari nasabah yang bersangkutan,  b)  Transaksi keuangan oleh nasabah yang patut diduga dilakukan dengan tujuan  untuk menghindari pelaporan transaksi yang bersangkutan yang wajib  dilakukan oleh Penyedia Jasa Keuangan sesuai ketentuan Undang undang ini,  c)  Transaksi keuangan yang dilakukan atau batal dilakukan dengan  menggunakan harta kekayaan yang didugba berasal dari hasil tindak pidana.
ra  Sedangkan di dalam UU PP-TPPU menjelaskan mengenai Transaksi  Keuangan Mencurigakan pada pasal 1 angka 5 yaitu :  a.  Transaksi Keuangan yang menyimpang dari profil, karakteristik, atau  kebiasaan pola Transaksi dari Pengguna Jasa yang bersangkutan; b.  Transaksi Keuangan oleh Pengguna Jasa yang patut diduga dilakukan dengan  tujuan untuk menghindari pelaporan Transaksi yang bersangkutan yang wajib  dilakukan oleh Pihak Pelapor sesuai dengan ketentuan Undang-Undang ini;  c.  Transaksi Keuangan yang dilakukan atau batal dilakukan dengan  menggunakan Harta Kekayaan yang diduga berasal dari hasil tindak pidana;  atau d.  Transaksi Keuangan yang diminta oleh PPATK untuk dilaporkan oleh Pihak  Pelapor karena melibatkan Harta Kekayaan yang diduga berasal dari hasil  tindak pidana.
Pasal 1 angka 5 UU TPPU menjelaskan mengenai Penyedia Jasa  Keuangan, yaitu setiap orang yang menyediakan jasa dibidang keuangan atau jasa  lainnya yang terkait dengan keuangan termasuk tetapi tidak terbatas pada bank,  lembaga pembiayaan, perusahaan efek, pengelola reksa dana, kustodian, wali  amanat, lembaga penyimpanan dan penyelesaian, pedagang valuta asing, dana  pensiun, perusahaan asuransi dan kantor pos.
Didalam Pasal 2 UU PP-TPPU menjelaskan mengenai pengertian dari  hasil tindak pidana, yaitu harta kekayaan yang diperoleh dari tindak pidana :  a.  korupsi;  ra  b.  penyuapan;  c.  narkotika;  d.  psikotropika;  e.  penyelundupan tenaga kerja;  f.  penyelundupan migran;  g.  di bidang perbankan;  h.  di bidang pasar modal;  i.  di bidang perasuransian;  j.  kepabeanan; k.  cukai;  l.  perdagangan orang;  m. perdagangan senjata gelap;  n.  terorisme; o.  penculikan;  p.  pencurian;  q.  penggelapan;  r.  penipuan;  s.  pemalsuan uang;  t.  perjudian;  u.  prostitusi;  v.  di bidang perpajakan;  w. di bidang kehutanan;  x.  di bidang lingkungan hidup;  ra  y.  di bidang kelautan dan perikanan; atau  z.  tindak pidana lain yang diancam dengan pidana penjara 4 (empat) tahun  atau lebih, yang dilakukan di wilayah Negara Kesatuan Republik  Indonesia atau di luar wilayah Negara Kesatuan Republik Indonesia dan  tindak pidana tersebut juga merupakan tindak pidana menurut hukum  Indonesia.
(2). Harta Kekayaan yang diketahui atau patut diduga akan digunakan dan/atau  digunakan secara langsung atau tidak langsung untuk kegiatan terorisme,  organisasi teroris, atau teroris perseorangan disamakan sebagai hasil tindak pidana  sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf n.
Financial Inteligence Unit atau yang biasa disingkat FIU adalah lembaga  permanen yang khusus menangani masalah pencucian uang yang keberadaannya  diatur secara implisit dalam empat puluh rekomendasi (Forty Reccomendation)  dari Financial Action Task Force (FATF). Lembaga ini mutlak perlu dan  merupakan salah satu infrastruktur terpenting dalam upaya pencegahan dan  pemberantasan kejahatan pencucian uang di tiap negara.
Berdasarkan Pasal 1 angka 2 UU PP-TPPU, Pusat Pelaporan dan Analisis  Transaksi Keuangan yang selanjutnya disingkat PPATK adalah lembaga  independen yang dibentuk dalam rangka mencegah dan memberantas tindak  pidana Pencucian Uang. PPATK adalah suatu lembaga independen yang dalam  melaksanakan tugas dan kewenangannya bertanggung jawab kepada Presiden.
Menurut Undang Undang No. 10 Tahun 1998 tentang Perbankan pasal  angka 1, menjelaskan pengertian Perbankan yaitu segala sesuatu yang  ra  menyangkut tentang Bank, mencakup kelembagaan, kegiatan usaha, serta cara dan  proses dalam melaksanakan kegiatan usahanya.
Penulisan skripsi ini berkisar tentang peran PPATK dalam mengatasi  kejahatan  money laundering  terutama dalam bidang perbankan. PPATK  sebagaimana dimandatkan dalam UU RI No. 8 Tahun 2010 tentang Pencegahan  dan Pemberantasan Tindak Pidana Pencucian Uang (UU PP-TPPU)  adalah  lembaga independen dibawah Presiden Republik Indonesia yang mempunyai  tugas mencegah dan memberantas tindak pidana Pencucian Uang serta  mempunyai fungsi sebagai berikut:  1.  pencegahan dan pemberantasan tindak pidana Pencucian Uang;  2.  pengelolaan data dan informasi yang diperoleh PPATK;  3.  pengawasan terhadap kepatuhan Pihak Pelapor; dan  4.  analisis atau pemeriksaan laporan dan informasi Transaksi Keuangan yang  berindikasi tindak pidana Pencucian Uang dan/atau tindak pidana lain  sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2 ayat (1).
Dalam pergaulan global di masyarakat internasional, PPATK dikenal  sebagai Indonesian Financial Intelligence Unit  yang merupakan unit intelijen  keuangan dalam rezim Anti Pencucian Uang dan Kontra Pendanaan Terorisme  (AML/CFT Regime) di Indonesia. PPATK merupakan anggota dari ''The Egmont  Group''  yakni suatu asosiasi lembaga FIU di seluruh dunia dalam rangka  mewujudkan dunia internasional yang bersih dari tindak pidana pencucian uang  dan pendanaan terorisme sesuai standar-standar terbaik internasional.
ra  F. Metode Penulisan Untuk melengkapi penulisan skripsi ini ,disini penulis menentukan metode  apa yang diterapkan  1. Tipe penelitian  agar tujuannya lebih terarah dan dapat  dipertanggungjawabkan. Dapat diartikan sebagai suatu jalan yang harus ditempuh,  kemudian menjadi penyidikan atau penelitian berlangsung menurut cara tertentu.
Adapun metode penelitian hukum yang digunakan penulis untuk menyelesaikan  skripsi ini adalah sebagai berikut :  Tipe penelitian bahan hukum yang digunakan adalah metode penelitian  hukum normatif. Dalam hal penelitian hukum normatif, penulis melakukan  penelitian terhadap peraturan perundang-undangan. Pengumpulan bahan  dilakukan melalui studi kepustakaan (library research) yakni dengan mempelajari  sumber-sumber atau bahan tertulis yang dapat dijadikan bahan dalam penulisan  skripsi ini. Metode penelitian hukum normatif ini dipilih adalah mengetahui  bagaimana Peran dan Tanggung Jawab PPATK sebagai Financial Inteligence  Unit  dalam Pemberantasan Praktik Pencucian Uang dalam Sistem Perbankan  Indonesia.
2. Pendekatan masalah Sehubungan dengan tipe penelitian yang digunakan yakni metode  penelitian hukum normatif, maka pendekatan yang dilakukan adalah pendekatan   Bambang Wahyu,S.H, Penelitian Hukum Dalam Praktek, (Jakarta:Sinar Grafika, 2008)  hal  ra  perundang-undangan. Pendekatan perundang-undangan dilakukan untuk meneliti  aturan-aturan yang berkaitan dengan judul skripsi ini.
3. Bahan Hukum  Bahan hukum yang dipergunakan dalam skripsi ini antara lain :  a.  Bahan hukum primer, yaitu Undang-Undang No. 15 Tahun 2002 sebagaimana  telah diubah dengan Undang-Undang No. 25  Tahun  2003  tentang  Tindak  Pidana Pencucian Uang, Undang-Undang No.8 Tahun 2010 tentang  Pencegahan dan Pemberantasan Tindak Pidana Pencucian Uang (UU PPTPPU), dan  Undang-Undang No.7 Tahun 1992 Sebagaimana Telah Diubah  Dengan Undang-Undang No. 10 Tahun 1998 tentang Perbankan.
b.  Bahan hukum sekunder, yaitu bahan yang memberikan penjelasan mengenai  bahan hukum primer, seperti hasil seminar, makalah, tesis maupun pendapat  dari kalangan pakar hukum yang terkait dengan pembahasan tentang PPATK  dan Money Laundering.
c.  Bahan hukum tersier (bahan hukum penunjang) adalah bahan hukum yang  memberikan petunjuk atau penjelasan bermakna terhadap bahan hukum  primer dan sekunder seperti kamus hukum maupun kamus bahasa Indonesia.
4. Prosedur pengumpulan bahan hukum  Pengumpulan bahan, baik bahan hukum primer maupun bahan hukum  sekunder dikumpulkan berdasarkan topik permasalahan. Untuk memperoleh  suatu kebenaran ilmiah dalam penulisan skripsi,  maka penulis menggunakan  metode pengumpulan data dengan cara studi kepustakaan, yaitu mempelajari dan  ra  menganalisis secara sistematis buku-buku, makalah ilmiah, internet, peraturan  perundang-undangan, dan bahan-bahan lain yang berhubungan dengan materi  yang dibahas dalam skripsi ini.
5. Analisis data Metode penelitian yang digunakan adalah analisis kualitatif, yaitu  data diperoleh kemudian disusun secara sistematis dan selanjutnya dianalisis  secara kualitatif yang mencapai kejelasan masalah yang akan dibahas dan hasilnya  dituangkan dalam bentuk skripsi. Metode kualitatif digunakan guna mendapatkan  data yang bersifat deskriptif analistis, yaitu data yang akan diteliti dan dipelajari  sebagai sesuatu yang utuh.
Analisis data dilakukan dengan:  1. Mengumpulkan bahan-bahan hukum yang relevan dengan permasalahan yang  diteliti.
2. Memilih kaedah-kaedah hukum yang sesuai dengan penelitian.
3. Menarik kesimpulan dengan menjawab setiap permasalahan yang diteliti.
G. Sistematika Penulisan Penulisan ini dibuat secara terperinci dan sistematis, agar memberikan  kemudahan bagi pembacanya dalam memenuhi makna dan memperoleh  manfaatnya. Keseluruhan sistematika ini merupakan satu kesatuan yang saling  berhubungan antara yang satu dengan yang lain dapat dilihat sebagai berikut :  BAB I :   PENDAHULUAN ra  Terdiri dari latar belakang, permasalahan, tujuan dan manfaat  penulisan, keaslian penulisan, tinjauan pustaka, metode penulisan  dan sistematika penulisan.
BAB II:   PENGATURAN HUKUM PENCUCIAN UANG DI INDONESIA Berisi mengenai sejarah dan perkembangan praktik pencucian  uang, pengertian pencucian uang, objek pencucian uang, tahapan  modus operandi dan akibat yang ditimbulkan dari praktik  pencucian uang.
BAB III :   FINANCIAL INTELIGENCE UNIT Berisi mengenai perkembangan Financial Inteligence Unit di  Indonesia beserta tugas dan wewenang PPATK, peran PPATK.
Dan juga memberikan penjelasan mengenai Lembaga perbankan  sebagai sarana pencucian uang, transaksi keuangan yang  mencurigakan, dan Sistem pelaporan dalam mekanisme PPATK.
BAB IV:  PERAN DAN TANGGUNG JAWAB PPATK SEBAGAI  FINANCIAL INTELIGENCE UNIT DALAM  PEMBERANTASAN PRAKTIK PENCUCIAN UANG DALAM  SISTEM PERBANKAN INDONESIA Berisi penjelasan mengenai peran PPATK dalam sistem perbankan  Indonesia dan Tanggung Jawab dalam sistem perbankan Indonesia.
BAB V:  KESIMPULAN DAN SARAN ra  Terdiri dari kesimpulan dan saran-saran yang memuat secara  keseluruhan hal-hal yang berhubungan dengan permasalahan yang  dibahas dalam skripsi ini.

Download lengkap Versi Word

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

pesan skripsi