Rabu, 23 April 2014

Skripsi Hukum: ANALISA HUKUM PIDANA DAN KRIMINOLOGI TERHADAP PUTUSAN HAKIM SEBELUM DAN SESUDAH BERLAKUNYA UNDANG-UNDANG NO.21 TAHUN 2007 TENTANG PEMBERANTASAN TINDAK PIDANA PERDAGANGAN ORANG

BAB I .
PENDAHULUAN .
A. Latar Belakang .
Perdagangan orang yang dikenal dengan istilah Human Trafficking  merupakan kejahatan yang sangat sulit untuk diberantas dan disebut-sebut oleh  masyarakat internasional sebagai bentuk perbudakan  masa kini dan  pelanggaran terhadap hak asasi manusia modern. Kejahatan ini terus  berkembang secara nasional maupun internasional. Perbudakan moderen  merupakan ancaman multidimensi bagi semua bangsa. Selain penderitaan  individu akibat pelanggaran hak asasi manusia, keterkaitan antara perdagangan  orang dengan kejahatan terorganisir serta ancaman-ancaman keamanan yang  sangat serius seperti perdagangan obat-obatan terlarang dan senjata, menjadi  semakin jelas. Begitu pula kaitannya dengan keprihatinan kesehatan  masyarakat yang serius, karena banyak korban mengidap penyakit, baik akibat  kondisi hidup yang miskin maupun akibat dipaksa melakukan hubungan seks,  dan diperdagangkan ke komunitas-komunitas baru. Sebuah negara yang  memilih untuk mengebelakangkan masalah perdagangan manusianya  membahayakan bangsanya sendiri.

 Perbudakan dan perdagangan budak  adalah salah satu bentuk  pelanggaran hak asasi manusia yang  pertama, yang diakui merupakan   Lihat Laporan Mengenai Perdagangan Manusia, Departemen Luar Negeri AS,  Kantor Pengawasan dan Pemberantasan Perdagangan Manusia. 2004.
 kejahatan internasional, walaupun kejahatan itu baru merupakan subyek dan  perjanjian internasional yang komprehensif ketika konvensi perbudakan tahun  1926 diadopsi. Bentuk tradisional dariperbudakan dan perdagangan budak  memang hampir tidak ada lagi, namun bentuk lain dari perbudakan tetap ada  seperti perhambaan (servitude), kerja paksa (forced labour) dan perdagangan  orang khususnya wanita dan anak-anak. Larangan perbudakan juga dapat  ditemukan hampir di dalam instrument umum hak asasi manusia misalnya  Pasal 4 Deklarasi Universal Hak Asasi Manusia, Pasal 8 Konvenan Hak Sipil  dan Politik (ICCPR), Pasal 6 (1) Konvensi Amerika tentang Hak Asasi  Manusia. Dalam situasi konflik bersenjata, semua bentuk perbudakan juga  merupakan pelanggaran terhadap hukum humaniter.
 Tidak hanya merampas  Hak Asasi Manusia, tetapi juga membuat mereka sebagai korban rentan  terhadap penganiayaan, siksaan fisik, penyakit dan trauma psikis, bahkan cacat  dan kematian terhadap korban.
Perdagangan orang merupakan salah satu masalah yang perlu  penanganan mendesak seluruh komponen bangsa. Hal tersebut perlu, sebab  erat terkait dengan citra bangsa Indonesia di mata internasional. Apalagi, data  Departemen Luar Negeri Amerika Serikat menunjukan bahwa Indonesia  berada di urutan ketiga sebagai pemasok perdagangan perempuan dan anak.
Suatu tantangan bagi Indonesia untuk menyelamatkan anak bangsa dari  keterpurukan.
 Mahkamah Agung Republik Indonesia. 2006. Pedoman Unsur-unsur Tindak Pidana  Pelanggaran Hak Asasi Manusia yang Berat dan Pertanggungjawaban Komando. Hal. 34.
 Perdagangan manusia dapat mengambil korban dari siapapun, orangorang dewasa dan anak-anak, laki-laki maupun perempuan yang pada  umumnya berada dalam situsi dan kondisi yang rentan. Modus yang digunakan  dalam kejahatan ini sangat beragam dan juga memiliki aspek kerja yang rumit.
 Khususnya perdagangan perempuan dan anak mempunyai jaringan yang  sangat luas. Praktik perdagangan anak yang paling dominan berada di sektor  jasa prostitusi,  dimana kebanyakan korbannya adalah anak-anak perempuan.
Di samping itu, dalam berbagai studi dan laporan dari NGO menyatakan bahwa  Indonesia merupakan daerah sumber dalam perdagangan orang, di samping  juga sebagai transit dan penerima perdagangan orang.
 Dikenal sedikitnya 10  provinsi di Indonesia yang dijadikan sebagai sumber, 16 provinsi dijadikan  sebagai tempat transit, dan sedikitnya 12 provinsi sebagai penerima.
 Di Indonesia, berdasarkan hasil pemantauan Komisi Nasional  Perlindungan Anak Indonesia (KPAI), hampir sebagian besar daerah di  Indonesia terindikasi sebagai daerah asal korban trafficking, baik untuk dalam  maupun luar negeri. Daerah tersebut antara lain, Nanggroe Aceh Darrussalam,  Sumatera, DKI Jakarta, Jawa Barat, Jawa Tengah, Jawa Timur, Kalimantan,  Sulawesi, Bali, Nusa Tenggara Barat, Nusa Tenggara Timur.
 ELSAM. “Perdagangan Manusia dalam Rancangan KUHP” dalam Position Paper  Advokasi RUU KUHP Seri # 5. September 2005. Hal. 2-3.
 Chairul Bariah Mozasa. 2005. Aturan-Aturan Hukum Traficking. Medan : Universitas  Sumatra Utara Pers. Hal. 2.
 Lihat Penghapusan Perdagangan Orang di Indonesia, Kementerian Koordinator  Bidang Kesejahteraan Rakyat, Jakarta, 2005.
 Lihat Perdagangan Perempuan dan Anak di Indonesia, ICMC dan ACILS, Jakarta,  2003. Laporan ini merupakan laporan penting untuk melihat praktek perdagangan orang di  Indonesia secara lebih komprehensif.
 Sedangkan kota-kota besar yang menjadi daerah transit, antara lain  Medan, Dumai, Lampung Selatan, DKI Jakarta, Bandung, Surabaya, Denpasar,  Balikpapan, Makasar, Ternate, dan Serui (Papua). Sebagian besar daerah yang  menjadi asal korban tersebut ternyata juga menjadi penampung korban  perdagangan orang. Misalnya saja Medan, Lampung Selatan, DKI Jakarta,  Bandung, Denpasar, dan sejumlah kota di Papua.
Masalah kemiskinan tampaknya menjadi alasan utama atas pertanyaan  mengapa perdagangan manusia terus mengalami peningkatan sadar tidak sadar  modus ini sudah menjadi salah satu sumber penghasilan yang menggiurkan.
 Perdagangan orang ke luar negeri mengincar beberapa negara. Korban  yang dijaring dari daerah-daerah asal tersebut biasanya dikirim ke sejumlah  negara tetangga seperti Singapura, Malaysia, Brunei Darussalam, Filipina,  Thailand, Arab Saudi, Taiwan, Hongkong, Jepang, Korea Selatan, dan  Australia. Bahkan ada juga yang dikirim hingga ke Perancis dan Amerika  Serikat.
 Jumlah korban dari tindak kejahatan ini terus menerus mengalami  peningkatan. Di samping itu akibat darikejahatan tersebut korban mengalami  penderitaan lahir dan batin, kehancuran masa depan, kecacatan seumur hidup   http://id.shvoong.com/social-sciences/1824479-seribu-wajah-perdaganganmanusia.htm/ Seribu Wajah Perdagangan Manusia. Sabtu, 12 Januari 2006. Download: Senin,  22 Desember 2009, Pukul 12:59.
 Komisi Perlindungan Anak Indonesia (KPAI). 2009.  Melawan Trafficking.
http://www.kpai.go.id/publikasi-mainmenu-33/artikel/38-melawan-trafficking.html(terakhir  dikunjungi tanggal 9 Desember 2009 Jam 18.50).
 bahkan berakibat pada kematian.
 Data-data tersebut menunjukkan bahwa  kasus perdagangan orang amat berbahaya sebab merupakan eksploitasi  terhadap anak dan perempuan. Oleh karena itu, untuk memberikan  perlindungan terhadap hak anak tersebut diharapkan kepada pemerintah agar  benar-benar mensosialisasikan persoalan ini supaya terhindar dari praktek  perdagangan orang. Adanya peraturan perundangan-undangan untuk  memeranginya serta bersama-sama menanggulanginya.
Sehubungan dengan perkembangan Perdagangan orang, pemerintah telah  menetapkan Undang-Undang No.21 Tahun 2007 tentang Pemberantasan  Tindak Pidana Perdagangan Orang. Berbagai sambutan positif telah diberikan  oleh masyarakat dan ada harapan yang besar akan pemberantasan tindak pidana  perdagangan orang. Namun demikian, dalam perjalanannya ternyata masih  banyak dirasakan adanya kelemahan kebijakan formulasi dalam undangundang tersebut.
Selain dengan adanya Undang-Undang No.21 tentang Tindak Pidana  Perdagangan Orang, Pemerintah jugatelah mengambil langkah yang cukup  progresif dalam rangka pemberantasan tindak pidana perdagangan orang di  tingkat regional maupun internasional. Hal tersebut diakibatkan perkembangan  dan kemajuan teknologi, informasi, komunikasi dan transportasi membuat  semakin berkembang modus kejahatannyayang dalam beroperasinya sering  dilakukan secara tertutup dan bergerakdi luar hukum. Pelaku perdagangan   Rahmad Syafaat. 2002. Perdagangan Manusia. Yogyakarta: Lappera Pustaka Utama.
Hal 11.
 orang (trafficker) pun dengan cepat berkembang menjadi sindikasi lintas batas  negara dengan cara kerja yang mematikan.
Sebelum adanya Undang-Undang No.21 tentang Tindak Tindak Pidana  Perdagangan Orang, sudah banyak peraturan yang dibuat oleh pemerintah  dalam pemberantasan perdagangan orang, seperti KUHP, Undang-Undang  Nomor 23 tentang Perlindungan Anak, KUHP, Undang-Undang nomor 39  tentang HAM, Konvensi Hak Anak, TAP MPR Nomor XVII Tentang Hak  Asasi Manusia, Peraturan Daerah Nomor 6 Tahun 2004 tentang Penghapusan  Perdagangan (Traffiking) Perempuan dan Anak, dan lain sebagainya. Namun  peraturan-peraturan tersebut belum memadai tentang Human Trafficking dalam  perundang-undangan hukum pidana Indonesia, penggunaan yang paling  mungkin untuk mencover kejahatan tersebut juga tersebar dalam berbagai  undang-undang.

Ketentuan pada peraturan-peraturan tersebut tidak merumuskan  pengertian perdagangan orang secara tegas dan memberikan sanksi yang terlalu  ringan dan tidak sepadan dengan dampak yang diderita korban akibat kejahatan  perdagangan orang. Selanjutnya pada tanggal 17 April 2007 pemerintah  Indonesia akhirnya mengesahkan dan mengundangkan Undang-Undang No. 21  Tahun 2007 tentang pemberantasan perdagangan orang yang mengatur secara  khusus tentang tindak pidana perdagangan orang. Undang-undang ini  diharapkan mampu menyediakan landasan hukum formil dan materiil sekaligus  untuk mengantisipasi dan menjerat semua jenis tindakan dalam proses, cara  atau semua bentuk eksploitasi  yang mungkin terjadi dalam praktek   perdagangan orang, baik yang dilakukan antar wilayah dalam negeri maupun  antar negara, baik oleh pelaku perorangan maupun korporasi.
Download lengkap Versi Word

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

pesan skripsi