BAB I .
PENDAHULUAN .
A. Latar Belakang .
Perdagangan orang
yang dikenal dengan istilah Human Trafficking merupakan kejahatan yang sangat sulit untuk
diberantas dan disebut-sebut oleh masyarakat
internasional sebagai bentuk perbudakan
masa kini dan pelanggaran
terhadap hak asasi manusia modern. Kejahatan ini terus berkembang secara nasional maupun internasional.
Perbudakan moderen merupakan ancaman
multidimensi bagi semua bangsa. Selain penderitaan individu akibat pelanggaran hak asasi manusia,
keterkaitan antara perdagangan orang
dengan kejahatan terorganisir serta ancaman-ancaman keamanan yang sangat serius seperti perdagangan obat-obatan
terlarang dan senjata, menjadi semakin
jelas. Begitu pula kaitannya dengan keprihatinan kesehatan masyarakat yang serius, karena banyak korban
mengidap penyakit, baik akibat kondisi
hidup yang miskin maupun akibat dipaksa melakukan hubungan seks, dan diperdagangkan ke komunitas-komunitas
baru. Sebuah negara yang memilih untuk
mengebelakangkan masalah perdagangan manusianya membahayakan bangsanya sendiri.
Perbudakan dan perdagangan budak adalah salah satu bentuk pelanggaran hak asasi manusia yang pertama, yang diakui merupakan Lihat Laporan Mengenai Perdagangan Manusia,
Departemen Luar Negeri AS, Kantor
Pengawasan dan Pemberantasan Perdagangan Manusia. 2004.
kejahatan internasional, walaupun kejahatan
itu baru merupakan subyek dan perjanjian
internasional yang komprehensif ketika konvensi perbudakan tahun 1926 diadopsi. Bentuk tradisional
dariperbudakan dan perdagangan budak memang
hampir tidak ada lagi, namun bentuk lain dari perbudakan tetap ada seperti perhambaan (servitude), kerja paksa
(forced labour) dan perdagangan orang
khususnya wanita dan anak-anak. Larangan perbudakan juga dapat ditemukan hampir di dalam instrument umum hak
asasi manusia misalnya Pasal 4 Deklarasi
Universal Hak Asasi Manusia, Pasal 8 Konvenan Hak Sipil dan Politik (ICCPR), Pasal 6 (1) Konvensi
Amerika tentang Hak Asasi Manusia. Dalam
situasi konflik bersenjata, semua bentuk perbudakan juga merupakan pelanggaran terhadap hukum humaniter.
Tidak hanya merampas Hak Asasi Manusia, tetapi juga membuat mereka
sebagai korban rentan terhadap
penganiayaan, siksaan fisik, penyakit dan trauma psikis, bahkan cacat dan kematian terhadap korban.
Perdagangan orang
merupakan salah satu masalah yang perlu penanganan
mendesak seluruh komponen bangsa. Hal tersebut perlu, sebab erat terkait dengan citra bangsa Indonesia di
mata internasional. Apalagi, data Departemen
Luar Negeri Amerika Serikat menunjukan bahwa Indonesia berada di urutan ketiga sebagai pemasok
perdagangan perempuan dan anak.
Suatu tantangan
bagi Indonesia untuk menyelamatkan anak bangsa dari keterpurukan.
Mahkamah Agung Republik Indonesia. 2006.
Pedoman Unsur-unsur Tindak Pidana Pelanggaran
Hak Asasi Manusia yang Berat dan Pertanggungjawaban Komando. Hal. 34.
Perdagangan manusia dapat mengambil korban
dari siapapun, orangorang dewasa dan anak-anak, laki-laki maupun perempuan yang
pada umumnya berada dalam situsi dan
kondisi yang rentan. Modus yang digunakan dalam kejahatan ini sangat beragam dan juga
memiliki aspek kerja yang rumit.
Khususnya perdagangan perempuan dan anak
mempunyai jaringan yang sangat luas.
Praktik perdagangan anak yang paling dominan berada di sektor jasa prostitusi, dimana kebanyakan korbannya adalah anak-anak
perempuan.
Di samping itu,
dalam berbagai studi dan laporan dari NGO menyatakan bahwa Indonesia merupakan daerah sumber dalam
perdagangan orang, di samping juga
sebagai transit dan penerima perdagangan orang.
Dikenal sedikitnya 10 provinsi di Indonesia yang dijadikan sebagai
sumber, 16 provinsi dijadikan sebagai
tempat transit, dan sedikitnya 12 provinsi sebagai penerima.
Di Indonesia, berdasarkan hasil pemantauan
Komisi Nasional Perlindungan Anak
Indonesia (KPAI), hampir sebagian besar daerah di Indonesia terindikasi sebagai daerah asal
korban trafficking, baik untuk dalam maupun
luar negeri. Daerah tersebut antara lain, Nanggroe Aceh Darrussalam, Sumatera, DKI Jakarta, Jawa Barat, Jawa
Tengah, Jawa Timur, Kalimantan, Sulawesi,
Bali, Nusa Tenggara Barat, Nusa Tenggara Timur.
ELSAM. “Perdagangan Manusia dalam Rancangan
KUHP” dalam Position Paper Advokasi RUU
KUHP Seri # 5. September 2005. Hal. 2-3.
Chairul Bariah Mozasa. 2005. Aturan-Aturan
Hukum Traficking. Medan : Universitas Sumatra
Utara Pers. Hal. 2.
Lihat Penghapusan Perdagangan Orang di
Indonesia, Kementerian Koordinator Bidang
Kesejahteraan Rakyat, Jakarta, 2005.
Lihat Perdagangan Perempuan dan Anak di
Indonesia, ICMC dan ACILS, Jakarta, 2003.
Laporan ini merupakan laporan penting untuk melihat praktek perdagangan orang
di Indonesia secara lebih komprehensif.
Sedangkan kota-kota besar yang menjadi daerah
transit, antara lain Medan, Dumai,
Lampung Selatan, DKI Jakarta, Bandung, Surabaya, Denpasar, Balikpapan, Makasar, Ternate, dan Serui
(Papua). Sebagian besar daerah yang menjadi
asal korban tersebut ternyata juga menjadi penampung korban perdagangan orang. Misalnya saja Medan,
Lampung Selatan, DKI Jakarta, Bandung,
Denpasar, dan sejumlah kota di Papua.
Masalah kemiskinan
tampaknya menjadi alasan utama atas pertanyaan mengapa perdagangan manusia terus mengalami
peningkatan sadar tidak sadar modus ini
sudah menjadi salah satu sumber penghasilan yang menggiurkan.
Perdagangan orang ke luar negeri mengincar
beberapa negara. Korban yang dijaring
dari daerah-daerah asal tersebut biasanya dikirim ke sejumlah negara tetangga seperti Singapura, Malaysia,
Brunei Darussalam, Filipina, Thailand,
Arab Saudi, Taiwan, Hongkong, Jepang, Korea Selatan, dan Australia. Bahkan ada juga yang dikirim hingga
ke Perancis dan Amerika Serikat.
Jumlah korban dari tindak kejahatan ini terus
menerus mengalami peningkatan. Di
samping itu akibat darikejahatan tersebut korban mengalami penderitaan lahir dan batin, kehancuran masa
depan, kecacatan seumur hidup http://id.shvoong.com/social-sciences/1824479-seribu-wajah-perdaganganmanusia.htm/
Seribu Wajah Perdagangan Manusia. Sabtu, 12 Januari 2006. Download: Senin, 22 Desember 2009, Pukul 12:59.
Komisi Perlindungan Anak Indonesia (KPAI).
2009. Melawan Trafficking.
http://www.kpai.go.id/publikasi-mainmenu-33/artikel/38-melawan-trafficking.html(terakhir
dikunjungi tanggal 9 Desember 2009 Jam
18.50).
bahkan berakibat pada kematian.
Data-data tersebut menunjukkan bahwa kasus perdagangan orang amat berbahaya sebab
merupakan eksploitasi terhadap anak dan
perempuan. Oleh karena itu, untuk memberikan perlindungan terhadap hak anak tersebut
diharapkan kepada pemerintah agar benar-benar
mensosialisasikan persoalan ini supaya terhindar dari praktek perdagangan orang. Adanya peraturan
perundangan-undangan untuk memeranginya
serta bersama-sama menanggulanginya.
Sehubungan dengan
perkembangan Perdagangan orang, pemerintah telah menetapkan Undang-Undang No.21 Tahun 2007
tentang Pemberantasan Tindak Pidana
Perdagangan Orang. Berbagai sambutan positif telah diberikan oleh masyarakat dan ada harapan yang besar
akan pemberantasan tindak pidana perdagangan
orang. Namun demikian, dalam perjalanannya ternyata masih banyak dirasakan adanya kelemahan kebijakan
formulasi dalam undangundang tersebut.
Selain dengan
adanya Undang-Undang No.21 tentang Tindak Pidana Perdagangan Orang, Pemerintah jugatelah
mengambil langkah yang cukup progresif
dalam rangka pemberantasan tindak pidana perdagangan orang di tingkat regional maupun internasional. Hal
tersebut diakibatkan perkembangan dan
kemajuan teknologi, informasi, komunikasi dan transportasi membuat semakin berkembang modus kejahatannyayang
dalam beroperasinya sering dilakukan
secara tertutup dan bergerakdi luar hukum. Pelaku perdagangan Rahmad Syafaat. 2002. Perdagangan Manusia.
Yogyakarta: Lappera Pustaka Utama.
Hal 11.
orang (trafficker) pun dengan cepat berkembang
menjadi sindikasi lintas batas negara
dengan cara kerja yang mematikan.
Sebelum adanya
Undang-Undang No.21 tentang Tindak Tindak Pidana Perdagangan Orang, sudah banyak peraturan yang
dibuat oleh pemerintah dalam
pemberantasan perdagangan orang, seperti KUHP, Undang-Undang Nomor 23 tentang Perlindungan Anak, KUHP,
Undang-Undang nomor 39 tentang HAM,
Konvensi Hak Anak, TAP MPR Nomor XVII Tentang Hak Asasi Manusia, Peraturan Daerah Nomor 6 Tahun
2004 tentang Penghapusan Perdagangan
(Traffiking) Perempuan dan Anak, dan lain sebagainya. Namun peraturan-peraturan tersebut belum memadai
tentang Human Trafficking dalam perundang-undangan
hukum pidana Indonesia, penggunaan yang paling mungkin untuk mencover kejahatan tersebut juga
tersebar dalam berbagai undang-undang.
Ketentuan pada peraturan-peraturan
tersebut tidak merumuskan pengertian
perdagangan orang secara tegas dan memberikan sanksi yang terlalu ringan dan tidak sepadan dengan dampak yang
diderita korban akibat kejahatan perdagangan
orang. Selanjutnya pada tanggal 17 April 2007 pemerintah Indonesia akhirnya mengesahkan dan
mengundangkan Undang-Undang No. 21 Tahun
2007 tentang pemberantasan perdagangan orang yang mengatur secara khusus tentang tindak pidana perdagangan
orang. Undang-undang ini diharapkan
mampu menyediakan landasan hukum formil dan materiil sekaligus untuk mengantisipasi dan menjerat semua jenis
tindakan dalam proses, cara atau semua
bentuk eksploitasi yang mungkin terjadi
dalam praktek perdagangan orang, baik
yang dilakukan antar wilayah dalam negeri maupun antar negara, baik oleh pelaku perorangan
maupun korporasi.
Download lengkap Versi Word
Tidak ada komentar:
Posting Komentar
pesan skripsi