Selasa, 22 April 2014

Skripsi Hukum: ANALISIS TERHADAP TINDAK PIDANA YANG TERDAPAT DALAM PEMILHAN KEPALA DAERAH

BAB I .
PENDAHULUAN .
A. Latar Belakang.
Salah satu persyaratan pelaksanaan sistem demokrasi adalah keikutsertaan  rakyat dalam proses pemerintahan. Masyarakat mempunyai akses ke sistem  pemerintahan memberikan partisipasi dalam memilih siapa yang akan menjadi  pemimpin mereka. Dalam sistem Negaradimana terbentuk Lembaga Perwakilan  Rakyat, maka kemauan rakyat itu diwakilkan kepada mereka yang duduk dalam  lembaga perwakilan rakyat.

Diberlakukannya otonomi daerah diIndonesia mempunyai tujuan untuk  memberdayakan masyarakat lokal. Sebelumnya pemilhan kepala daerah seringkali  turut dipengaruhi oleh pemerintah pusatatau oleh pemerintah provinsi untuk  pemilihan kepala daerah kabupaten. Di era reformasi kewenangan untuk memilih  seorang kepala daerah sepenuhnya dilakukan oleh rakyat.
Pemilihan kandidat politik untuk bursa eksekutif dan legislative di zaman serba  terbuka sekarang ini, tampaknya seperti sedang mengadopsi model atau event pasar  produk bisnis komersial. Tiba-tiba dengan tempo singkat, menyeret sejumlah besar  pelaku terlibat langsung dan tidak langsung dalam menanggapievent ini. Di antara  mereka saling menjajaki satu sama lain, membuka penawaran, saling berpromosi, adu  kompetisi, memobilisasi resources, negosiasi alot, menggandeng spekulan, serta  memacu mobilitas dan popularitas. Pemilihan langsung telah mendekatkan antara  kandidat dengan masyarakat. Seleksi pimpinan Nasional sampai kepemimpinan lokal   dilaksanakan langsung. Pemilih akan menjatuhkan pilihannya kepada sang idola saat  sudah berada di bilik suara. Pemilu 2004 menjadi pengalaman pertama rakyat  menitipkan kepercayaannya langsung kepada tokoh pilihannya. Pemilihan DPR,  DPD, serta Presiden dan Wakil Presiden yang berlangsung duatahap ternyata  menjadi ajang pencitraan publik figur bagipara kontestan di atas panggung Nasional.
Demikianlah kelak pemilihan kandidat politik di tingkat lokal. Rakyat memilih  langsung siapa yang pantas sesuai menjadi Kepala Daerah di wilayahnya. Bupati,  Walikota dan gubernur adalahjabatan-jabatan publik untuk siapa saja yang ingin  maju tampil menjadi kontestan. Bursa pencalonan lebih terbuka, kompetitif dan  partisipatif. Sementara siklusdan rotasi kepemimpinan dipastikan berjalan dinamis  sambil memberi ruang-ruang kebebasan sepanjang proses transisi demokratik yang  tak mungkin lagi terhindarkan. Sekarang siapa yang dapat menjadi kandidat politik?  Kesempatan terbuka bagi siapapun yang ingin optimal meraihnya.
 Permasalahan yang muncul adalah adanya berbagai macam tindak pidana yang  dilakukan yang merebak diberbagai daerah dalam memilih seorang kepala daerah.
Sampai sekarang pun ada kesulitan untuk mendapatkan bukti-bukti tertulis guna  memprosesnya secara hukum. Padahal hukumdi Indonesia senantiasa menuntut  adanya bukti-bukti tertulis itu untuk dapat mengajukan seseorang ke pengadilan  dengan tuduhan telah melakukan tindak pidana dalam pemilihan kepala daerah.
 Agung wibawanto, Memenangkan Hati dan Pikiran Rakyat, PEMBARUAN, Yogyakarta,  2005, hal.6   Saat ini di berbagai daerah setelah pilkada marak dengan aksi protes atas hasil  pilkada, di mana protes-protes yang ada, terkadang menjurus ke penggunaan  kekuatan fisik. Tuntutan keberatan atas hasil pilkada banyak dilakukan oleh pasangan  calon yang kalah, yang pada umumnya bermuara pada kehendak untuk membatalkan  hasil pilkada dan dilakukan pilkada ulang.Tuntutan ataugugatan dilakukan dengan  cara mengajukan permohonan keberatan atas hasil pilkada ataupun tuntutan  penyelesaian segera dugaan tindak pidanayang terkait dengan pelaksanaan pilkada.
Hal ini merupakan sesuatu yang wajar, namun ironis dan sangat memprihatinkan,  karena dengan banyaknya gugatan pasangan calon yang kalah, justru membuktikan  bahwa masyarakat negeri ini kebanyakan belum memiliki kedewasaan dalam  berpolitik dan berdemokrasi.
 Sulit memang menerima kekalahan dengan lapang dada, karena pada dasarnya  setiap diri manusia selalu menginginkan kemenangan, bukan kekalahan. Sayangnya,  mereka hanya berfikir kemenangan, sehinggahanya siap menang tetapi tidak siap  kalah. Ketika kalah, emosi lebih dikedepankan. Kemarahan, kebencian, dan  ketidakpuasan meledak, serta tindakan perlawanan atas kemenangan orang lain  dilakukannya. Secara psikologis, hal itu pasti diliputi suasana permusuhan, labil, dan  mudah terprovokasi. Mengutip apa yang dikatakan Edward Stevens dalam bukunya  yang berjudul "The Morals Game" (1974)  . Dalam "penjara sosial", terkadang  seseorang termakan oleh ideologi kelompok yang begitu kuatnya, sehingga tidak  dapat membedakan antara sesuatu yang benar dengan propaganda.Sebenarnya, tuntut   Ibid.,hal7   Edward Stevens, The Morals Game, 1974   menuntut atau gugat menggugat tidak perlu terjadi, apabila kita semua dapat  mengendalikan emosi ataupun ambisi pribadi, serta mau mawas diri. Pengajuan  tuntutan atau gugatan itu sesuatu hal yang wajar, karena pada hakekatnya hal tersebut  merupakan hak pribadi. Namun demikian, hak tersebut perlu juga diperhatikan, serta  yang terpenting harus mendasarkan ketentuan hukum yang berlaku. Jangan sampai  kita menuntut hak, tetapi justru melanggar hak orang lain, bahkan melanggar hukum.
Maraknya gugatan keberatan hasil pilkada yang ada saat ini, pada umumnya  diajukan tanpa terkait dengan kesalahan hasil perhitungan suara, tetapi lebih banyak  mengarah pada mekanisme dalam pelaksanaan pilkada khususnya terkait dengan  kebijakan yang dikeluarkan KPUD. Gugatan dengan objek surat edaran KPUD  ataupun keputusan-keputusan KPUD lainnya yang berisi petunjuk teknis pelaksanaan  pilkada tentunya tidak tepat, karena KPUD selaku Panitia Pelaksana pilkada punya  kewenangan yang diberikan oleh peraturan perundang-undangan untuk menetapkan  peraturan teknis yang menyangkutmekanisme atau tata caraatau proses pelaksanaan  pilkada itu sendiri, dan UU juga telah tegas membatasi bahwa kompetensi atau  kewenangan Mahkamah Konstitusi dalam menangani sengketa pilkada ditentukan  hanya sebatas penetapan hasil pilkada oleh KPUD saja, serta keputusan yang  dikeluarkan oleh KPUD terkait dengan petunjuk teknis pelaksanaan pilkada, tidak  termasuk objek keberatan. Karena itu, jika yang diajukan penggugat/pemohon tidak  terkait dengan petunjuk teknis pelaksanaan pilkadan atau mengenai masalah di luar  hasil penghitungan suara, secara juridis, gugatan tersebut tidak memenuhi persyaratan   materiil dan formal, dan permohonan harus dinyatakan tidak diterima. Dengan  sendirinya berarti gugatan selayaknya harus ditolak.
Banyak kalangan yang meyakini bahwa pemilihan kepala daerah memiliki  potensi memicu konflik dimasyarakat. Sumberpotensi konflik terkait dengan dua hal,  pertamaberasal dari karakteristik politik lokal dan tingkah laku rata-rata elit atau  pemilih yang belum sepenuhnya kondusif bagi sebuah penyelenggaraan pemilihan  langsung. Kedua Sumber rawan konflik berikutnya yaitu terdapatnya kelemahan pada  beberapa ketentuan didalam peraturan perundang-undangan tentang Pemilihan  Kepala Daerah (Pilkada), baik UU No. 32 Tahun 2004 Tentang Pemerintahan Daerah  maupun Peraturan Pemerintah No. 6 Tahun 2005 mengenai Pemilihan, Pengesahan,  Pengangkatan, dan Pemberhentian Kepala Daerah dan Wakil Kepala Daerah.
Kelemahan dimaksud terdeteksi pada seluruh siklus Pilkada mulai dari tahap  persiapan hingga setelah Pilkada. Dengan kata lain, ketentuan-ketentuan Pilkada  belum dapat berfungsi sebagai aturan main guna membatasi tingkah laku pemilih,  pendukung dan kandidat pilkada. Konsekuensinya, ketentuan perundang-undangan  berpotensi besar untuk gagal berfungsi sebagai mekanisme penegakan hukum dalam  proses Penyelenggaraan Pilkada.
  Donni Edwin, Pilkada Langsung Demokratisasi Daerah dan Mitos Good Governance,  Partnership dan Pusat Kajian Ilmu Politik, Jakarta,2004, hal. 79   B. Permasalahan  1.  Tindak Pidana apa saja yang terdapat dalam Pemilihan Kepala Daerah?  2.  Bagaimanakah Pertanggungjawaban pelaku yang melakukan Tindak Pidana  dalam Pemilihan Kepala Daerah?  3.  Bagaimana peran Lembaga Peradilan dalam menyelesaikan Sengketa dalam  Pemilihan Kepala Daerah?  C. Tujuan dan Manfaat Penulisan  Berdasarkan permasalahan di atas, maka tujuan dari penulisan skripsi ini adalah :  1.  Untuk mengetahui bagaimana pertanggungjawaban pelaku yang melakukan  Tindak Pidana dalam Pemilihan Kepala Daerah  2.  Untuk mengetahui bagaimana Peran Lembaga Peradilan dalam menyelesaikan  sengketa dalam pemilihan Kepala Daerah  3.  Untuk mengetahui tentang Tindak Pidana apa saja yang terdapat dalam  Pemilihan Kepala Daerah  Sedangkan manfaat penulisanskripsi ini adalah :  1.  Manfaat Teoritis  a.  Penelitian ini diharapkan dapat memberikan sekedar sumbangan pemikiran  dalam rangka perkembangan ilmu hukum pada umumnya, perkembangan   Hukum Pidana dan khususnya mengenai Tindak Pidana yang terdapat dalam  Pemilihan Kepala Daerah.
b.  Penelitian ini diharapkan dapat memberikan sumbangan pemikiran kepada  pembuat undang-undang dalam menetapkan kebijaksanaan lebih lanjut  sebagai upaya untuk memberikan pertanggungjawaban yang sesuai dengan  perbuatan tindak pidana yang dilakukan oleh seseorang dalam Pemilihan  Kepala Daerah.
2.  Manfaat Praktis  Penelitian ini diharapkan dapat memberikan masukan kepada penegak hukum  dan lembaga penegak hukum seperti Kepolisian, Kejaksaan, Mahkamah  Konstitusi dan lembaga-lembaga lainnya dalam menyelesaikan permasalahan  yang berkaitan dengan Pemilihan Kepala Daerah sesuai dengan undangundang yang berlaku.
D. Keaslian Penulisan  Berdasarkan pemeriksaan dan hasil penelitian di Perpustakaan, skripsi yang  berjudul Analisis terhadap tindak pidana yang terdapat dalam pemilihan Kepala  Daerah ini belum ada yang memiliki atau membahas baik dalam bentuk disertasi,  makalah, majalah, artikel, bahan-bahan diskusi, seminar dan lokakarya. Oleh karena  itu maka dapat dianggap penulisan skripsi ini memiliki keaslian.

Apabila ditemukan ada skripsi yang berjudul dengan permasalahan yang sama,  maka penulis akan bertanggungjawab sepenuhnya.
Download lengkap Versi Word

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

pesan skripsi