BAB I PENDAHULUAN
A. Latar belakang
Dalam dekade terakhir, penanaman modal tidak saja merupakan
kebutuhan penting bagi suatu negara
dalam pengembangan pembangunan ekonomi. Namun,
juga merupakan sarana utama dalam pengembangan suatu industri. Terutama
dalam era ini, liberalisasi dan globalisasi ekonomi sudah melanda
seluruh dunia, termasuk dalam bidang
investasi asing atau penanaman modal asing. Liberalisasi di bidang penanaman modal mengalir seperti
air mengikuti arus membidik/mencari
daerah sasaran yang paling menguntungkan. Investasi menggelinding laksana bola ke seluruh bagian
penjuru dunia tanpa suatu hambatan
berarti. Liberalisasi ekonomi dunia telah menghapuskan hambatanhambatan yang
dulu menghadang pananaman modal, baik hambatan tarif (tariff barriers) maupun hambatan nontarif (nontariff
barriers). Globalisasi ekonomi dunia
telah meniadakan sekat-sekat batas hubungan ekonomi internasional negara
menjadi tanpa batas (borderless). Investasi telah mengglobal, sebagaimana
pasar global (global market) yang telah
siap menerima hasil produk penanaman modal
tersebut.
1 Indonesia adalah
negara berkembang yang memerlukan investasi untuk meningkatkan dan mencapai pertumbuhan ekonomi
yang bertujuan untuk menyediakan
kesempatan kerja, mengembangkan industri substitusi impor, 1 Rosyidah Rakhmawati, Hukum Penanaman Modal
di Indonesia, (Malang:Bayumedia
Publishing, 2003), hal. 1.
mendorong barang
industri, transfer teknologi, membangun
infrastruktur, dan mengembangkan daerah
yang kurang beruntung (daerah miskin). Pembangunan ekonomi dapat dilihat dari arus investasi,
khususnya investasi asing yang memiliki
tujuan untuk mendapatkan biaya tenaga kerja murah, dekat dengan sumber
bahan produksi, mencari pasar baru, alih
teknologi, royalty, keuntungan penjualan
barang dan suku cadang, insentif lainnya, seperti pajak dan bea impor,
juga status hukum dari negara tertentu
dalam perdagangan internasional. Untuk menentukan adanya kepastian hukum di suatu negara dapat
diukur dari sistem hukum yang terdiri dari
tiga faktor yaitu: substansi hukum, stuktur hukum dan budaya hukum.
Kepastian hukum ini
harus mencakup aspek substansi hukum yang didukung oleh struktur hukum dan budaya hukum.
2 Penanaman modal
menjadi suatu hubungan ekonomi internasional yang tidak terelakkan. Sebagaimana hubungan
ekonomi internasional lainnya, penanaman
modal menjadi suatu tuntutan guna memenuhi kebutuhan suatu negara, perusahaan
dan juga masyarakat. Hubungan tersebut terjadi karena masing-masing pihak saling membutuhkan satu
sama lain dalam memenuhi kebutuhan atau
kepentingannya. Hal tersebut ditunjang adanya kesepakatan masyarakat internasional dalam liberalisasi
dan globalisasi ekonomi, sehingga
terjadi peningkatan hubungan penanaman modal internasional. Adanya
perbedaan geografis, kondisi wilayah,
potensi sumber daya alam, kemampuan sumber daya
manusia, penguasaan ilmu pengetahuan dan teknologi menyebabkan
Negara 2 Dimas Julianto “Development of
Investment Law In Indonesia”,
http://politik.kompasiana.com/2010/03/20/development-of-investment-law-in-indonesia/,
terakhir kali diakses tanggal 6 Oktober
2010.
berada dalam
interdepedensi. Di lain sisi negara penerima modal (host country) membutuhkan sejumlah dana dan teknologi dan
keahlian (skill) begi kepentingan
pembangunan dalam bentuk investasi. Disisi lain, investor sebagai pihak
yang berkepentingan untuk menanamkan
modal memerlukan bahan baku, tenaga kerja,
sarana prasarana, pasar, jaminan keamanan dan kepastian hukum untuk
dapat lebih mengembangkan usaha dan
memperbesar perolehan keuntungan.
3 Ada dua hambatan
atau kendala yang dihadapi dalam menggerakkan
investasi di Indonesia, sebagaimana diinventarisasi oleh BKPM, yaitu
kendala internal dan eksternal. Kendala
internal, meliputi : (1) kesulitan perusahaan mendapatkan lahan atau lokasi proyek yang
sesuai; (2) kesulitan memperoleh bahan
baku; (3) kesulitan dana/pembiayaan; (4) kesulitan pemasaran; dan (5) adanya sengketa atau perselisihan di antara
pemegang saham. Kendala eksternal,
meliputi: (1) faktor lingkungan bisnis, baik nasional, regional dan
global yang tidak mendukung serta kurang
menariknya insentif atau fasilitas investasi yang diberikan Pemerintah; (2) masalah hukum; (3)
keamanan, maupun stabilitas politik yang
merupakan faktor eksternal ternyata menjadi faktor penting bagi investor untuk menanamkan modal di Indonesia;
(4) adanya peraturan daerah, keputusan
menteri, undang-undang yang turut mendistorsi kegiatan penanaman modal; dan (5) adanya Undang-Undang Nomor 41
Tahun 1999 tentang Kehutanan 3 Rosyidah
Rakhmawati, op.cit., hal. 1-2.
yang menimbulkan
ketidakpastian dalam pemanfaatan areal hutan bagi industri pertambangan.
4 Pada tahun 2006,
BKPM juga menemukan hambatan-hambatan dalam
pelaksanaan investasi di Indonesia, sebagaimana disajikan berikut.
5 1) Menurunnya komitmen investasi tahun 2004 dan
2005 dibandingkan tahun 2003.
2) kenaikan harga bahan bakar minyak yang mendorong kenaikan nilai
investasi dan ongkos produksi.
3) krisis ketenagalistrikan di sepuluh wilayah
di Indonesia.
4) krisis gas di Jawa Barat dan Jawa Timur
sehingga menunda ekspansi usaha.
5) masalah perburuhan.
6) harmonisasi tarif pajak.
Pada tahun 2006
Pemerintah telah mengajukan Rancangan
UndangUndang tentang Penanaman Modal, dan pada tanggal 29 Maret 2007, RUU
itu telah disahkan oleh DPR RI.
Rancangan Undang-Undang Nomor 25 Tahun 2007
tentang Penanaman Modal. Undang-Undang ini terdiri atas 14 bab dan 40
pasal.
Sejak disahkan
Undang-Undang Nomor 25 Tahun 2007 tentang Penanaman Modal, oleh DPR pada tanggal 29 Maret 2007,
kini sudah ada tiga Negara yang telah
menawarkan diri untuk menanamkan investasinya di Indonesia. Kedua negara itu, yakni Korea Selatan dan Cina.
Korea Selatan telah merencanakan 4 Salim
HS & Budi Sutrisno, Hukum Investasi di Indonesia, (Jakarta:PT Raja
Grafindo Persada, 2007), hal . 4.
5 Ibid., hal. 4-5.
untuk berinvestasi
dengan mengerjakan 40-50 proyek. Jumlah investasi langsung yang telah direncanakan oleh Korea Selatan
untuk diinvestasi di Indonesia sebanyak
5,7 miliar dolas AS. Sebanyak 3,5 miliar dolar AS akan diinvestasikan di sektor energi. Investor China telah
menawarkan lima proyek kerja sama itu,
meliputi (1) perakitan mobil, (2) pengelolaan singkong, (3) pembuatan
gula, (4) manufaktur mesin pertanian,
dan (5) eksploitasi sumber daya mineral. Sementara itu, investor Jepang juga akan menanamkan
investasinya di Indonesia. Para
pengusaha Jepang akan mengembangkan energi gas, manufaktur, seperti
mobil dan elektronik. Mitsubishi akan
meningkatkan investasinya di Indonesia dari
biasanya 2 miliar dolar AS, menjadi tiga kali lipat, yaitu sekitar 6
miliar dolar AS.
Pada tahun 2007,
jumlah investasi Jepang yang sudah ditanamkan di Indonesia pada triwulan pertama tahun 2007 sebanyak
149,1 juta dolar AS dengan 24 proyek. Pertanyaannya, mengapa ketiga Negara itu
tertarik menanamkan investasinya di
Indonesia. Hal ini disebabkan Undang-Undang Nomor 25 Tahun 2007 tentang Penanaman Modal adalah
dimaksudkan untuk memberikan: 6 1.
Kepastian Hukum; 2. Transparansi;
3. Tidak membeda-bedakan investor; serta
4. memberikan perlakuan yang sama kepada
investor dalam dan luar negeri.
Di samping itu,
dalam Undang-Undang Nomor 25 Tahun 2007 tentang
Penanaman Modal telah diatur tentang fasilitas atau kemudahan-kemudahan
yang 6 Ibid., hal. 6.
diberikan kepada
para investor. Kemudahan-kemudahan atau fasilitas itu, meliputi: 7 1. fasilitas PPh melalui pengurangan penghasilan
neto; 2. pembebasan atau keringanan bea
masuk impor barang modal yang belum bisa
diproduksi di dalam negeri; 3. pembebasan
bea masuk bahan baku atau penolong untuk keperluan produksi tertentu; 4. pembebasan atau penangguhan pajak penghasilan
(PPh) atas impor barang modal; 5. penyusutan atau amortisasi yang dipercepat;
6. keringanan Pajak Bumi dan Bangunan
(PBB); 7. pembebasan atau pengurangan
pajak penghasilan badan; 8. fasilitas
hak atas tanah; 9. fasilitas pelayanan
keimigrasian; dan 10. fasilitas perizinan impor.
UU No. 25 Tahun
2007 Tentang Penanaman Modal tersebut
menggabungkan investasi asing dan investasi dalam negeri dalam satu
undangundang, yang didasarkan pada asas kesetaraan bagi semua investor.
Kebijakan dasar investasi dalam UU
Penanaman Modal dimaksud adalah memberikan
perlakuan yang sama antara investor dalam negeri dengan investor asing,
dengan tetap memperhatikan kepentingan
nasional. UU Penanaman Modal menegaskan
7 Ibid., hal. 7.
bahwa investasi di
Indonesia diselenggarakan berdasarkan asas kepastian hukum, keterbukaan, akuntabilitas, dan perlakuan
yang sama bagi investor dalam negeri
maupun investor asing, kebersamaan, efisiensi berkeadilan,
berkelanjutan, berwawasan lingkungan,
kemandirian, dan keseimbangan kemajuan dan kesatuan ekonomi nasional. Pada dasarnya, asas
perlakuan yang sama merupakan hal yang
sangat fundamental dalam sebuah perikatan termasuk juga halnya
dengan berinvestasi. Adanya asas
perlakuan yang sama bagi semua investor menjadi
landasan pengaturan investasi langsung dalam satu undang-undang, yang sebelumnya terpisah dalam peraturan
perundang-undangan yang berbeda-beda.
Asas perlakuan yang
sama dan tidak membedakan asal negara yang melakukan investasi dimaksudkan sebagai asas perlakuan
non-diskriminatif baik antara investor
dalam negeri dengan investor asing, maupun antara investor dari satu negara asing dengan investor dari negara
asing lainnya.
8 Dalam hal ini,
Bilateral Investment Treaties
(BITs) dibutuhkan untuk menjadi pendorong dua negara untuk saling
menyajikan kebijakan yang dapat
mendukung dan mempromosikan penanaman modal di masing-masing negara.
Komitmen tersebut
mereka tuangkan dengan cara saling melindungi setiap bentuk kegiatan penanaman modal dari aksi
nasionalisasi, atau pengambilalihan
perusahaan oleh negara. Mereka juga menjamin kebebasan investor
ketika melakukan transfer dana. Karena
itu, BIT sering diterjemahkan Perjanjian
8 Jonker Sihombing, Investasi
Asing Melalui Surat Utang Negara di Pasar Modal, (Bandung:P.T. Alumni, 2008), hal. 81.
Peningkatan dan
Perlindungan Penanaman Modal (P4M), atau Investment Guarantee Agreement (IGA).
9 Perundingan
investasi bilateral semakin banyak dilakukan oleh negaranegara dalam beberapa
tahun terakhir. Kecenderungan ini tidak terlepas dari kenyataan bahwa perundingan investasi di
forum multilateral atau forum WTO
mengalami kebuntuan. Semakin banyaknya perundingan tingkat bilateral
ini didorong oleh alasan pragmatis.
Perundingan bilateral melibatkan lebih sedikit
negara, yang membutuhkan biaya relative lebih rendah dan meminimalkan
potensi timbulnya masalah rumit yang
berada di luar jangkauan negara-negara kecil.
Perjanjian BITs di
bidang investasi antar negara telah berkembang dalam dekadedekade terakhir dan
bahkan telah menjadi salah satu perjanjian internasional yang penting.
10 Melihat
pentingnya BITs untuk diterapkan dalam kegiatan usaha penanaman modal agar perkembangan ekonomi
dapat dimajukan, maka Penulis
terinspirasi untuk membahas mengenai BITs, sehingga ditulislah skripsi
yang berjudul “Analisis Yuridis Mengenai
Bilateral Investment Treaties
(BITs) (Studi terhadap Peraturan
Presiden No. 84 Tahun 2007 Tentang Pengesahan
Persetujuan Antara Pemerintah Republik Indonesia dan Pemerintah
Negara Qatar Mengenai Peningkatan dan
Perlindungan atas Penanaman Modal)” 9 “Kerja Sama Penanaman Modal”,
http://forum-penanamanmodal.blogspot.com/2010/04/perjanjian-peningkatan-dan-perlindungan.html,
terakhir kali diakses tanggal 7 Oktober
2010.
10 Birkah Latif,
“Kedudukan Bilateral Investment Treaties (BITs) dalam Perkembangan Hukum Investasi di Indonesia”,
http://adln.lib.unair.ac.id/files/disk1/226/gdlhub-gdl-s3-2010-latifbirka-11253-th440-k.pdf,
terakhir kali diakses tanggal 6 Oktober 2010.
B. Perumusan Masalah Agar tidak menjadi bias dan
melebarnya pembahasan dalam skripsi ini,
maka perlu untuk mengangkat permasalahan yang dijadikan sebagai landasan
atau acuan dari materi penulisan
sehingga suatu kesimpulan dapat dipilih.
Permasalahan yang
akan dibahas dalam skripsi ini adalah sebagai berikut: 1. Bagaimana pengaturan mengenai investasi
langsung di Indonesia? 2. Bagaimana
pengaturan perjanjian Internasional di Indonesia? 3. Bagaimana ketentuan-ketentuan dalam Bilateral Investment Treaties (BITs) antara
Indonesia dengan Qatar ditinjau dari Peraturan Presiden No.
84 Tahun 2007
Tentang Pengesahan Persetujuan Antara Pemerintah Republik Indonesia dan Pemerintah
Negara Qatar Mengenai Peningkatan dan
Perlindungan atas Penanaman Modal? C. Tujuan Penulisan Tujuan utama penulisan dalam pembahasan
skripsi Penulis yang berjudul “Analisis
Yuridis Mengenai Bilateral Investment Treaties (BITs) (Studi terhadap Peraturan Presiden No. 84 Tahun 2007 Tentang
Pengesahan Persetujuan Antara
Pemerintah Republik Indonesia dan
Pemerintah Negara Qatar Mengenai Peningkatan dan Perlindungan atas Penanaman
Modal)” adalah sebagai pemenuhan tugas akhir untuk memperoleh gelar
Sarjana Hukum pada Fakultas Hukum .
Selain itu, penulisan pembahasan skripsi ini
juga bertujuan, antara lain: 1. Untuk mengetahui pengaturan Investasi
langsung di Indonesia 2. Untuk mengetahui pengaturan mengenai Perjanjian
Internasional di Indonesia 3.
Untuk mengetahui dan menganalisis ketentuan-ketentuan dalam
Bilateral Investment Treaties (BITs)
antara Indonesia dengan Qatar ditinjau dari
Peraturan Presiden No. 84 Tahun 2007 Tentang Pengesahan Persetujuan Antara Pemerintah Republik Indonesia dan Pemerintah Negara Qatar
Mengenai Peningkatan dan Perlindungan atas Penanaman Modal.
D. Manfaat
Penulisan Manfaat yang dapat diperoleh dari penulisan skripsi ini adalah
sebagai berikut: 1. Secara Teoritis Secara teoritis, pambahasan
terhadap masalah-masalah yang telah dirumuskan
akan memberikan kontribusi pemikiran serta pemahaman dan pandangan terhadap Bilateral Investment Treaties
(BITs).
2. Secara Praktis Secara praktis, pembahasan
terhadap masalah ini diharapkan dapat menjadi
masukan bagi pembaca, khususnya bagi negara-negara yang berhubungan langsung dengan penerapan Bilateral Investment Treaties (BITs) untuk
kemudian dapat menerapkannya dengan sebaik-baiknya sehingga membawa manfaat bagi negara, bagi masyarakat.
E. Keaslian Penulisan “Analisis Yuridis Mengenai
Bilateral Investment Treaties (BITs) (Studi
terhadap Peraturan Presiden No. 84 Tahun 2007 Tentang Pengesahan
Persetujuan Antara Pemerintah Republik Indonesia
dan Pemerintah Negara Qatar Mengenai
Peningkatan dan Perlindungan atas Penanaman Modal)” yang diangkat
menjadi judul skripsi ini belum pernah
ditulis di Fakultas Hukum Universitas Sumatera
Utara. Penulis menyusunnya melalui bahan-bahan referensi buku-buku,
media cetak dan elektronik, serta
bantuan dari berbagai pihak. Dengan demikian keaslian skripsi ini dapat dipertanggungjawabkan
secara ilmiah.
F. Tinjauan Kepustakaan 1.
Pengertian Bilateral Investment Treaties (BITs) Bilateral Investment
Treaties (BITs) adalah perjanjian penanaman modal yang disepakati oleh dua Negara. Berdasarkan
perjanjian tersebut, mereka sepakat
untuk saling melindungi setiap bentuk kegiatan penanaman modal yang
dilakukan oleh investor antar-kedua
negara.
11 Pengertian lain
dari BITs ini adalah perjanjian antara kedua negara negara promosi, dorongan dan perlindungan timbal
balik investasi ke masing-masing wilayah
oleh perusahaan-perusahaan yang berbasis di negara lain. Biasanya perjanjian ini mencakup bidang-bidang
berikut: ruang lingkup dan defenisi dari
investasi, penerimaan dan pembentukan, perlakuan nasional, pengoobatan
yang paling dibutuhkan oleh suatu
negara, perlakuan yang adil dan merata, kompensasi 11 “Kerja Sama Penanaman Modal”,
http://forum-penanamanmodal.blogspot.com/2010/04/perjanjian-peningkatan-dan-perlindungan.html,
terakhir kali diakses tanggal 7 Oktober
2010.
dalam hal terjadi
pengambilalihan atau kerusakan dengan investasi, jaminan dan transfer dana gratis, dan mekanisme
penyelesaian sengketa, baik antara negaranegara maupun investor dengan negara.
12 2. Pengertian Investasi / Penanaman Modal Dalam
Undang-Undang Nomor 25 Tahun 2007 tentang Penanaman Modal (UUPM) dikemukakan, penanaman modal adalah
segala bentuk kegiatan penanaman modal,
baik oleh penanaman modal dalam negeri maupun penanaman modal asing untuk melakukan usaha di wilayah
negara Republik Indonesia.
13 Menurut Kamus
Besar Bahasa Indonesia, investasi diartikan sebagai penanaman uang atau di suatu perusahaan atau
proyek untuk tujuan memperoleh
keuntungan. Pada dasarnya investasi adalah membeli suatu asset yang
diharapkan di masa datang dapat dijual
kembali dengan nilai yang lebih tinggi. Investasi juga dapat dikatakan sebagai suatu penundaan
konsumsi saat ini untuk konsumsi masa
depan. Harapan pada keuntungan di masa datang merupakan kompensasi atas waktu dan resiko yang terkait dengan suatu
investasi yang dilakukan.
14 Dalam kamus
Istilah Keuangan dan Investasi digunakan istilah investment (investasi) yang
mempunyai arti: “Penggunaan modal untuk menciptakan uang, baik melalui sarana yang menghasilkan
pendapatan maupun melalui ventura yang
lebih berorientasi ke resiko yang dirancang untuk mendapatkan modal.
Investasi dapat pula menunjuk ke suatu
investasi keuangan (dimana inventor menempatkan
12 http://www.unctadxi.org, terakhir kali diakses tanggal 7 Oktober
2010.
13 Pasal 1 butir
(1) Undang-Undang Nomor 25 Tahun 2007 tentang Penanaman Modal.
14 Putra “Defenisi
Investasi dan Faktor Penentu
Investasi”,
http://putracenter.net/2009/06/29/definisi-investasi-dan-faktor-penentu-investasi/,
terakhir kali diakses tanggal 8 Oktober
2010.
uang ke dalam suatu
sarana) atau menunjuk ke investasi suatu usaha atau waktu seseorang yang ingin memetik keuntungan dari
keberhasilan pekerjaannya”.
15 Dalam Kamus
Hukum Ekonomi digunakan terminology, investment, penanaman modal, investasi yang berarti
penanaman modal yang biasanya dilakukan
untuk jangka panjang misalnya berupa pengadaan aktiva tetap perusahaan atau membeli sekuritas dengan
maksud untuk memperoleh keuntungan.
16 3. Perjanjian Internasional Menurut Ketentuan
Pasal 1 butir 1 Undang-Undang Nomor 24 Tahun
2000, Perjanjian Internasional adalah perjanjian, dalam bentuk dan nama
tertentu, yang diatur dalam hukum
internasional yang dibuat secara tertulis serta
menimbulkan hak dan kewajiban di bidang hukum publik.
17 International
Convention is “a treaty as any International agreement in written form, whether embodied in a single
instrument or in two or more related
instruments and whatever its
particular design (treaty, convention, protocol, covenants, charter, statute, act,
declaration, concordat, exchange of note, agreed minute, memorandum of agreement, modus
vivendi or other appellation), concluded
between two or more states or other subjects of International Law and governed by International Law”. (Konvensi
Internasional adalah “suatu perjanjian
Internasional dalam bentuk tertulis, yang terkandung dalam instrument
tunggal atau dua atau lebih instrument
terkait dan apapun desain khususnya (perjanjian, konvensi, protocol, perjanjian, piagam,
undang-undang, tindakan, deklarasi,
persetujuan antara dua belah pihak, pertukaran catatan, persetujuan
menit, nota persetujuan, modus vivendi
atau sebutan yang lain), menyimpulkan antara dua Berdasarkan ketentuan yang dibuat ooleh
Komisi Hukum Internasional
(International Law Comission) 1962: 15 Hendrik Budi Untung, Hukum
Investasi, (Yogyakarta:Sinar Grafika, 2009), hal. 2.
16 Ibid., hal. 2 17
Pasal 1 butir (1) Undang-Undang Nomor 24 Tahun 2000 tentang Perjanjian Internasional
ataulebih Negara atau subjek Hukum Internasional lainnya dan diatur oleh
Hukum Internasional”.) 18 Perjanjian
Internasional merupakan sesuatu yang penting dalam hubungan internasional sehingga merupakan salah satu sumber hukum formil hukum internasional. Kedudukan tersebut dikarenakan
praktek-praktek negara saat ini telah
mengatur beragam persoalan dan hubungan antara mereka dengan mempergunakan perjanjian-perjanjian
internasional, sehingga menjadi jelaslah
pentingnya perjanjian-perjanjian internasional. Perjanjian Internasional
diartikan sebagai kesepakatan
anatarnegara dalam bentuk tertulis yang diatur berdasarkan hukum internasional baik berbentuk instrument
tunggal maupun lebih dan memiliki tujuan
tertentu. Defenisi itu secara rinci memberikan unsur-unsur yang harus dipenuhi oleh setiap negara untuk
membuat perjanjian internasional.
19 G. Metode
Penulisan Untuk melengkapi penulisan skripsi ini dengan tujuan agar dapat
lebih terarah dan dapat
dipertanggungjawabkan secara ilmiah, maka metode penulisan yang digunakan antara lain: 1. Jenis Penelitian Jenis Penelitian yang
digunakan dalam menjawab pemasalahan-permasalahan dalam pembahasan skripsi ini adalah
penelitian hukum normatif. Penelitian 18
“Persamaan dan Perbedaan Defenisi Perjanjian Internasional”, http://forum.hukumumm.info/index.php?topic=23.0,
terakhir kali diakses tanggal 8 Oktober 2010.
19 “Negara Ketiga
dalam Perjanjian Internasional Berdasarkan Konvensi Wina 1969”,
http://senandikahukum.wordpress.com/2009/04/12/negara-ketiga-dalam-perjanjian-internasionalberdasarkan-konvensi-wina-1969/#more-87,
terakhir kali diakses tanggal 10 oktober 2010.
hukum normatif
merupakan penilaian kepustakaan, yaitu disini peneliti melakukan penelitian terhadap data sekunder.
20 Pada penelitian
hukum normatif, sering kali hukum dikonsepsikan sebagai apa yang tertulis dalam peraturan
perundang-undangan atau hukum
dikonsepsikan sebagai kaidah atau norma yang merupakan patokan berperilaku manusia yang dianggap pantas.
21 2. Sifat Penelitian Sifat dari penelitian ini
adalah deskriptif. Penelitian deskriptif bertujuan menggambarkan secara tepat sifat-sifat suatu
individu, keadaan, gejala, atau kelompok
tertentu, atau untuk menentukan penyebaran suatu gejala, atau untuk menentukan ada tidaknya hubungan antara
suatu gejala dengan gejala lain dalam
masyarakat. Penelitian ini kadang-kadang berawal dari hipotesis, tetapi dapat juga tidak bertolak dari
hipotesis, dapat membentuk teori-teori
baru atau memperkuat teori yang sudah ada.
22 Penelitian
deskriptif adalah penelitian yang terdiri atas satu variable atau lebih dari satu variabel, namun variabel
tersebut tidak saling
bersinggungan.
23 20 Abdul Muis,
Pedoman Penulisan Skripsi dan Metode Penelitian Hukum, (Medan:Fakultas Hukum , 1990), hal. 44.
21 Amiruddin &
Zainal Asikin, Pengantar Metode Penelitian Hukum, (Jakarta: PT. Raja Grafindo Persada, 2003), hal. 118.
22 Ibid., hal. 25.
23 H.Zainuddin Ali,
Metode Penelitian Hukum, (Jakarta: Sinar Grafika, 2009), hal. 11.
Penelitian
deskriptif adalah suatu bentuk penelitian yang
ditujukan untuk mendeskripsikan fenomena-fenomena yang ada, baik fenomena alamiah maupun fenomena buatan
manusia. Fenomena itu bisa berupa
bentuk, aktivitas, karakteristik, perubahan, hubungan, kesamaan, dan perbedaan antara fenomena yang satu dengan
fenomena lainnya. Penelitian deskriptif
merupakan penelitian yang berusaha mendeskripsikan dan menginterpretasikan sesuatu, misalnya kondisi
atau hubungan yang ada, pendapat yang
berkembang, proses yang sedang berlangsung, akibat atau efek yang terjadi, atau tentang kecenderungan
yang tengah berlangsung.
24 3. Pendekatan Penelitian Pendekatan yang
dilakukan adalah pendekatan yuridis-normatif. Penelitian yuridis-normatif adalah metode penelitian
hukum yang dilakukan dengan bahan
pustaka atau data sekunder 25 . Dalam
hal ini juga digunakan pendekatan
perundang-undangan (statute approach), yaitu metode penelitian dengan berusaha memahami asas-asas dari suatu
peraturan perundangundangan 26 4. Sumber
Data yang berkaitan dengan permasalahan yang diuraikan dalam skripsi ini.
Data sekunder yang
digunakan meliputi: 24 Erna Febru S, “Penelitian Deskriptif”,
http://ardhana12.wordpress.com/2008/02/27/penelitian-deskriptif/,
terakhir akli diakses tanggal 12 Oktober
2010.
25 “Metode
Penelitian Normatif dengan Penelitian Empiris”,
http://rulhome.blog.com/2010/04/11/contoh-metode-penelitian-normatif-dengan-penelitianempiris/,
terakhir kali diakses tanggal 12 Oktober 2010.
26 “Ilmu
Hukum:Metode Penelitian”, http://csa-ilmuhukum.blogspot.com, terakhir kali diakses tanggal 31 Januari 2011.
a. Bahan Hukum
Primer, yaitu bahan-bahan hukum yang mengikat dan terdiri dari: 1) Undang-Undang Nomor 25 Tahun 2007 tentang
Penanaman Modal 2) Undang-Undang Nomor
24 tahun 2000 tentang Perjanjian
Internasional 3) Peraturan
Presiden Nomor 84 tahun 2007 tentang Pengesahan
Persetujuan Antara Pemerintah Republik Indonesia dan Pemerintah Negara
Qatar Mengenai Peningkatan dan Perlindungan Atas Penanaman Modal 4) Peraturan Pemerintah Nomor 1 Tahun 2008 Tentang Investasi Pemerintah 5)
Peraturan Presiden Nomor 76 Tahun 2007 Tentang Kriteria dan Persyaratan Penyusunan Bidang Usaha Yang
Tertutup dan Bidang Usaha Yang Terbuka
Dengan Persyaratan Di Bidang Penanaman
Modal 6) Peraturan Presiden
Republik Indonesia Nomor 36 Tahun 2010
Tentang Daftar Bidang Usaha Yang Tertutup dan Bidang Usaha Yang Terbuka Dengan Persyaratan Di Bidang
Penanaman Modal b. Bahan Hukum Sekunder,
yaitu bahan hukum yang memberikan
penjelasan mengenai bahan hukum primer, seperti Rancangan UndangUndang
(RUU), pendapat para pakar hukum.
27 27 Bambang
Sunggono, Metodologi Penelitian Hukum, (Jakarta: Rajawali Pers, 2010), hal. 114.
Bahan hukum
sekunder merupakan semua publikasi
tentang hukum yang merupakan dokumen
yang tidak resmi, dimana publikasi tersebut terdiri atas: buku-buku
teks yang membicarakan suatu dan/atau
beberapa permasalahan hukum.
28 c. Bahan Hukum Tertier, yaitu bahan hukum yang
memberikan petunjuk maupun penjelasan
terhadap bahan hukum primer dan bahan hukum
sekunder seperti Kamus (Hukum), dan ensiklopedia.
29 5. Teknik Pengumpulan Data Teknik pengumpulan
data dilakukan dengan cara: Penelitian Kepustakaan (Library Research), yaitu
penelitian yang dilakukan dengan cara
meneliti bahan pustaka atau disebut dengan data sekunder.
Adapun data yang
digunakan dalam penulisan skripsi ini antara lain berasal dari perpustakaan, artikel-artikel, baik yang
diambil dari media cetak maupun
elektronik, dokumen-dokumen Pemerintah, termasuk peraturan
perundangundangan.
6. Analisis Data Data sekunder yang telah
disusun secara sistematis kemudian dianalisis
secara perspektif dengan menggunakan metode deduktif dan induktif.
Metode deduktif dilakukan dengan cara
membaca, menafsirkan dan membandingkan;
sedangkan metode induktif dilakukan dengan menerjemahkan berbagai sumber yang berhubungan dengan topik dalam
skripsi ini, sehingga diperoleh
kesimpulan yang sesuai dengan penelitian yang telah dirumuskan.
28 H.Zainuddin Ali,
Op.cit., hal. 54.
29 Bambang
Sunggono, Loc.cit.
H. Sistematika
Penulisan Dalam menghasilkan karya ilmiah, maka pembahasannya harus
diuraikan secara sistematis. Untuk
mempermudah penulisan skripsi ini maka diperlukan adanya sistematika penulisan yang teratur
yang terbagi dalam bab perbab yang
saling berangkaian satu sama lain. Adapun sistematika penulisan skripsi
ini adalah: BAB I : Berisikan
pendahuluan yang merupakan pengantar yang di dalamnya terurai mengenai Latar Belakang Penulisan
Skripsi, Perumusan Masalah, kemudian
dilanjutkan dengan Tujuan Penulisan, Manfaat
Penulisan, Keaslian Penulisan, Tinjauan Kepustakaan, Metode Penulisan, yang kemudian diakhiri dengan
Sistematika Penulisan.
BAB II :Merupakan bab yang membahas tentang
Pengaturan Investasi Langsung di
Indonesia, dimana di dalamnya diuraikan Pengertian dan Dasar Hukum Investasi Langsung di Indonesia, Manfaat
Investasi Langsung Bagi
Indonesia, Pengaturan Pokok Investasi
Langsung di Indonesia, dimana di dalamnya mencakup Asas-Asas Penyelenggaraan Penanaman Modal, Ketentuan
Bidang Usaha, Fasilitas Penanaman Modal,
Hak, Kewajiban, dam Tanggung Jawab,
Penyelesaian Sengketa; Perlindungan Terhadap Investor, dimana didalamnya mencakup Kepastian Hukum, dan
Nasionalisasi.
BAB III : Merupakan
bab yag membahas tentang Pengaturan Hukum Perjanjian Internasional di Indonesia, dimana di
dalamnya diuraikan tentang Pengertian
Perjanjian Internasional, Unsur-Unsur Perjanjian Internasional, Pembuatan Perjanjian
Internasional, Ratifikasi Perjanjian
Internasional, dan Kekuatan Mengikat Perjanjian
Internasional.
BAB IV :Merupakan
bab yang membahas tentang Ketentuan-Ketentuan
Mengenai Bilateral Investment
Treaties (BITs) Antara Indonesia Dengan Qatar Ditinjau dari Peraturan Presiden
Nomor 84 tahun 2007 tentang Pengesahan
Persetujuan Antara Pemerintah Republik
Indonesia dan Pemerintah Negara Qatar Mengenai Peningkatan dan Perlindungan Atas Penanaman Modal, dimana di
dalamnya diuraikan tentang Bentuk-Bentuk
Perlindungan yang Diberikan Kepada Para
Pihak, Tindakan-Tindakan yang Dilarang, dan Penyelesaian Sengketa.
BAB V :Bab ini
berisikan rangkuman kesimpulan dari bab-bab yang telah dibahas sebelumnya dan saran-saran yang
mungkin berguna bagi perkembangan
Bilateral Investment Treaties (BITs) di Indonesia dan orang-orang yang membacanya.
Download lengkap Versi Word
Tidak ada komentar:
Posting Komentar
pesan skripsi