Sabtu, 05 April 2014

Skripsi Hukum: ANALISIS YURIDIS MENGENAI BILATERAL INVESTMENT TREATIES (BITS) ANTARA INDONESIA DENGAN QATAR



BAB I PENDAHULUAN 
A. Latar belakang 
Dalam dekade terakhir, penanaman modal tidak saja merupakan kebutuhan  penting bagi suatu negara dalam pengembangan pembangunan ekonomi. Namun,  juga merupakan sarana utama dalam pengembangan suatu industri.  Terutama  dalam era ini, liberalisasi dan globalisasi ekonomi sudah melanda seluruh dunia,  termasuk dalam bidang investasi asing atau penanaman modal asing. Liberalisasi  di bidang penanaman modal mengalir seperti air mengikuti arus  membidik/mencari daerah sasaran yang paling menguntungkan. Investasi  menggelinding laksana bola ke seluruh bagian penjuru dunia tanpa suatu  hambatan berarti. Liberalisasi ekonomi dunia telah menghapuskan hambatanhambatan yang dulu menghadang pananaman modal, baik hambatan tarif (tariff  barriers) maupun hambatan nontarif (nontariff barriers). Globalisasi ekonomi  dunia telah meniadakan sekat-sekat batas hubungan ekonomi internasional negara menjadi tanpa batas (borderless). Investasi telah mengglobal, sebagaimana pasar  global (global market) yang telah siap menerima hasil produk penanaman modal  tersebut.

1 Indonesia adalah negara berkembang yang memerlukan investasi untuk  meningkatkan dan mencapai pertumbuhan ekonomi yang bertujuan untuk  menyediakan kesempatan kerja, mengembangkan industri substitusi impor,  1 Rosyidah Rakhmawati, Hukum Penanaman Modal di Indonesia, (Malang:Bayumedia  Publishing, 2003), hal. 1.
mendorong barang industri,  transfer teknologi, membangun infrastruktur, dan  mengembangkan daerah yang kurang beruntung (daerah miskin). Pembangunan  ekonomi dapat dilihat dari arus investasi, khususnya investasi asing yang memiliki  tujuan untuk mendapatkan biaya tenaga kerja murah, dekat dengan sumber bahan  produksi, mencari pasar baru, alih teknologi, royalty, keuntungan penjualan  barang dan suku cadang, insentif lainnya, seperti pajak dan bea impor, juga status  hukum dari negara tertentu dalam perdagangan internasional. Untuk menentukan  adanya kepastian hukum di suatu negara dapat diukur dari sistem hukum yang  terdiri dari tiga faktor yaitu: substansi hukum, stuktur hukum dan budaya hukum.
Kepastian hukum ini harus mencakup aspek substansi hukum yang didukung oleh  struktur hukum dan budaya hukum.
2 Penanaman modal menjadi suatu hubungan ekonomi internasional yang  tidak terelakkan. Sebagaimana hubungan ekonomi internasional lainnya,  penanaman modal menjadi suatu tuntutan guna memenuhi kebutuhan suatu negara, perusahaan dan juga masyarakat. Hubungan tersebut terjadi karena  masing-masing pihak saling membutuhkan satu sama lain dalam memenuhi  kebutuhan atau kepentingannya. Hal tersebut ditunjang adanya kesepakatan  masyarakat internasional dalam liberalisasi dan globalisasi ekonomi, sehingga  terjadi peningkatan hubungan penanaman modal internasional. Adanya perbedaan  geografis, kondisi wilayah, potensi sumber daya alam, kemampuan sumber daya  manusia, penguasaan ilmu pengetahuan dan teknologi menyebabkan Negara  2 Dimas Julianto “Development of Investment Law In Indonesia”,  http://politik.kompasiana.com/2010/03/20/development-of-investment-law-in-indonesia/, terakhir  kali diakses tanggal 6 Oktober 2010.
berada dalam interdepedensi. Di lain sisi negara penerima modal (host country)  membutuhkan sejumlah dana dan teknologi dan keahlian (skill) begi kepentingan  pembangunan dalam bentuk investasi. Disisi lain, investor sebagai pihak yang  berkepentingan untuk menanamkan modal memerlukan bahan baku, tenaga kerja,  sarana prasarana, pasar, jaminan keamanan dan kepastian hukum untuk dapat  lebih mengembangkan usaha dan memperbesar perolehan keuntungan.
3 Ada dua hambatan atau kendala yang dihadapi dalam menggerakkan  investasi di Indonesia, sebagaimana diinventarisasi oleh BKPM, yaitu kendala  internal dan eksternal. Kendala internal, meliputi :  (1)  kesulitan perusahaan  mendapatkan lahan atau lokasi proyek yang sesuai; (2) kesulitan memperoleh  bahan baku; (3) kesulitan dana/pembiayaan; (4) kesulitan pemasaran; dan (5)  adanya sengketa atau perselisihan di antara pemegang saham. Kendala eksternal,  meliputi: (1) faktor lingkungan bisnis, baik nasional, regional dan global yang  tidak mendukung serta kurang menariknya insentif atau fasilitas investasi yang  diberikan Pemerintah; (2) masalah hukum; (3) keamanan, maupun stabilitas  politik yang merupakan faktor eksternal ternyata menjadi faktor penting bagi  investor untuk menanamkan modal di Indonesia; (4) adanya peraturan daerah,  keputusan menteri, undang-undang yang turut mendistorsi kegiatan penanaman  modal; dan (5) adanya Undang-Undang Nomor 41 Tahun 1999 tentang Kehutanan  3 Rosyidah Rakhmawati, op.cit., hal. 1-2.
yang menimbulkan ketidakpastian dalam pemanfaatan areal hutan bagi industri  pertambangan.
4 Pada tahun 2006, BKPM juga menemukan hambatan-hambatan dalam  pelaksanaan investasi di Indonesia, sebagaimana disajikan berikut.
5 1)  Menurunnya komitmen investasi tahun 2004 dan 2005 dibandingkan tahun  2003.
2)  kenaikan harga bahan bakar  minyak yang mendorong kenaikan nilai investasi dan ongkos produksi.
3)  krisis ketenagalistrikan di sepuluh wilayah di Indonesia.
4)  krisis gas di Jawa Barat dan Jawa Timur sehingga menunda ekspansi  usaha.
5)  masalah perburuhan.
6)  harmonisasi tarif pajak.
Pada tahun 2006 Pemerintah  telah mengajukan Rancangan UndangUndang tentang Penanaman Modal, dan pada tanggal 29 Maret 2007, RUU itu  telah disahkan oleh DPR RI. Rancangan Undang-Undang Nomor 25 Tahun 2007  tentang Penanaman Modal. Undang-Undang ini terdiri atas 14 bab dan 40 pasal.
Sejak disahkan Undang-Undang Nomor 25 Tahun 2007 tentang Penanaman  Modal, oleh DPR pada tanggal 29 Maret 2007, kini sudah ada tiga Negara yang  telah menawarkan diri untuk menanamkan investasinya di Indonesia. Kedua  negara itu, yakni Korea Selatan dan Cina. Korea Selatan telah merencanakan  4 Salim HS & Budi Sutrisno, Hukum Investasi di Indonesia, (Jakarta:PT Raja Grafindo  Persada, 2007), hal . 4.
5 Ibid., hal. 4-5.
untuk berinvestasi dengan mengerjakan 40-50 proyek. Jumlah investasi langsung  yang telah direncanakan oleh Korea Selatan untuk diinvestasi di Indonesia  sebanyak 5,7 miliar dolas AS. Sebanyak 3,5 miliar dolar AS akan diinvestasikan  di sektor energi. Investor China telah menawarkan lima proyek kerja sama itu,  meliputi (1) perakitan mobil, (2) pengelolaan singkong, (3) pembuatan gula, (4)  manufaktur mesin pertanian, dan (5) eksploitasi sumber daya mineral. Sementara  itu, investor Jepang juga akan menanamkan investasinya di Indonesia. Para  pengusaha Jepang akan mengembangkan energi gas, manufaktur, seperti mobil  dan elektronik. Mitsubishi akan meningkatkan investasinya di Indonesia dari  biasanya 2 miliar dolar AS, menjadi tiga kali lipat, yaitu sekitar 6 miliar dolar AS.
Pada tahun 2007, jumlah investasi Jepang yang sudah ditanamkan di Indonesia  pada triwulan pertama tahun 2007 sebanyak 149,1 juta dolar AS dengan 24  proyek.  Pertanyaannya, mengapa ketiga Negara itu tertarik menanamkan  investasinya di Indonesia. Hal ini disebabkan Undang-Undang Nomor 25 Tahun  2007 tentang Penanaman Modal adalah dimaksudkan untuk memberikan: 6 1.  Kepastian Hukum; 2.  Transparansi; 3.  Tidak membeda-bedakan investor; serta 4.  memberikan perlakuan yang sama kepada investor dalam dan luar negeri.
Di samping itu, dalam Undang-Undang Nomor 25 Tahun 2007 tentang  Penanaman Modal telah diatur tentang fasilitas atau kemudahan-kemudahan yang  6 Ibid., hal. 6.
diberikan kepada para investor. Kemudahan-kemudahan atau fasilitas itu,  meliputi: 7 1.  fasilitas PPh melalui pengurangan penghasilan neto; 2.  pembebasan atau keringanan bea masuk impor barang modal yang belum  bisa diproduksi di dalam negeri; 3.  pembebasan bea masuk bahan baku atau penolong untuk keperluan  produksi tertentu; 4.  pembebasan atau penangguhan pajak penghasilan (PPh) atas impor barang  modal; 5.  penyusutan atau amortisasi yang dipercepat; 6.  keringanan Pajak Bumi dan Bangunan (PBB); 7.  pembebasan atau pengurangan pajak penghasilan badan; 8.  fasilitas hak atas tanah; 9.  fasilitas pelayanan keimigrasian; dan 10. fasilitas perizinan impor.
UU No. 25 Tahun 2007 Tentang Penanaman Modal tersebut  menggabungkan investasi asing dan investasi dalam negeri dalam satu undangundang, yang didasarkan pada asas kesetaraan bagi semua investor. Kebijakan  dasar investasi dalam UU Penanaman Modal dimaksud adalah memberikan  perlakuan yang sama antara investor dalam negeri dengan investor asing, dengan  tetap memperhatikan kepentingan nasional. UU Penanaman Modal menegaskan  7 Ibid., hal. 7.
bahwa investasi di Indonesia diselenggarakan berdasarkan asas kepastian hukum,  keterbukaan, akuntabilitas, dan perlakuan yang sama bagi investor dalam negeri  maupun investor asing, kebersamaan, efisiensi berkeadilan, berkelanjutan,  berwawasan lingkungan, kemandirian, dan keseimbangan kemajuan dan kesatuan  ekonomi nasional. Pada dasarnya, asas perlakuan yang sama merupakan hal yang  sangat fundamental dalam sebuah perikatan termasuk juga halnya dengan  berinvestasi. Adanya asas perlakuan yang sama bagi semua investor menjadi  landasan pengaturan investasi langsung dalam satu undang-undang, yang  sebelumnya terpisah dalam peraturan perundang-undangan yang berbeda-beda.
Asas perlakuan yang sama dan tidak membedakan asal negara yang melakukan  investasi dimaksudkan sebagai asas perlakuan non-diskriminatif baik antara  investor dalam negeri dengan investor asing, maupun antara investor dari satu  negara asing dengan investor dari negara asing lainnya.
8 Dalam hal ini, Bilateral Investment Treaties  (BITs)  dibutuhkan untuk  menjadi pendorong dua negara untuk saling menyajikan kebijakan yang dapat  mendukung dan mempromosikan penanaman modal di masing-masing negara.
Komitmen tersebut mereka tuangkan dengan cara saling melindungi setiap bentuk  kegiatan penanaman modal dari aksi nasionalisasi, atau pengambilalihan  perusahaan oleh negara. Mereka juga menjamin kebebasan investor ketika  melakukan transfer dana. Karena itu, BIT sering diterjemahkan Perjanjian  8 Jonker Sihombing,  Investasi Asing Melalui Surat Utang Negara di Pasar Modal,  (Bandung:P.T. Alumni, 2008), hal. 81.
Peningkatan dan Perlindungan Penanaman Modal (P4M), atau Investment  Guarantee Agreement (IGA).
9 Perundingan investasi bilateral semakin banyak dilakukan oleh negaranegara dalam beberapa tahun terakhir. Kecenderungan ini tidak terlepas dari  kenyataan bahwa perundingan investasi di forum multilateral atau forum WTO  mengalami kebuntuan. Semakin banyaknya perundingan tingkat bilateral ini  didorong oleh alasan pragmatis. Perundingan bilateral melibatkan lebih sedikit  negara, yang membutuhkan biaya relative lebih rendah dan meminimalkan potensi  timbulnya masalah rumit yang berada di luar jangkauan negara-negara kecil.
Perjanjian BITs di bidang investasi antar negara telah berkembang dalam dekadedekade terakhir dan bahkan telah menjadi salah satu perjanjian internasional yang  penting.
10 Melihat pentingnya BITs untuk diterapkan dalam kegiatan usaha  penanaman modal agar perkembangan ekonomi dapat dimajukan, maka Penulis  terinspirasi untuk membahas mengenai BITs, sehingga ditulislah skripsi yang  berjudul “Analisis Yuridis Mengenai Bilateral Investment Treaties  (BITs)  (Studi terhadap Peraturan Presiden No. 84 Tahun 2007 Tentang Pengesahan  Persetujuan Antara Pemerintah Republik Indonesia dan Pemerintah Negara  Qatar Mengenai Peningkatan dan Perlindungan atas Penanaman Modal)” 9 “Kerja Sama Penanaman Modal”,  http://forum-penanamanmodal.blogspot.com/2010/04/perjanjian-peningkatan-dan-perlindungan.html, terakhir kali diakses  tanggal 7 Oktober 2010.
10 Birkah Latif, “Kedudukan Bilateral Investment Treaties (BITs) dalam Perkembangan  Hukum Investasi di Indonesia”, http://adln.lib.unair.ac.id/files/disk1/226/gdlhub-gdl-s3-2010-latifbirka-11253-th440-k.pdf, terakhir kali diakses tanggal 6 Oktober 2010.
B.  Perumusan Masalah Agar tidak menjadi bias dan melebarnya pembahasan dalam skripsi ini,  maka perlu untuk mengangkat permasalahan yang dijadikan sebagai landasan atau  acuan dari materi penulisan sehingga suatu kesimpulan dapat dipilih.
Permasalahan yang akan dibahas dalam skripsi ini adalah sebagai berikut: 1.  Bagaimana pengaturan mengenai investasi langsung di Indonesia? 2.  Bagaimana pengaturan perjanjian Internasional di Indonesia? 3.  Bagaimana ketentuan-ketentuan dalam  Bilateral Investment Treaties (BITs) antara Indonesia dengan Qatar ditinjau dari Peraturan Presiden No.
84 Tahun 2007 Tentang Pengesahan Persetujuan Antara Pemerintah Republik Indonesia dan Pemerintah Negara Qatar Mengenai Peningkatan  dan Perlindungan atas Penanaman Modal? C. Tujuan Penulisan  Tujuan utama penulisan dalam pembahasan skripsi Penulis yang berjudul  “Analisis Yuridis Mengenai Bilateral Investment Treaties (BITs) (Studi terhadap  Peraturan Presiden No. 84 Tahun 2007 Tentang Pengesahan Persetujuan Antara  Pemerintah  Republik Indonesia dan Pemerintah  Negara Qatar Mengenai  Peningkatan dan Perlindungan atas Penanaman Modal)”  adalah sebagai  pemenuhan tugas akhir untuk memperoleh gelar Sarjana Hukum pada Fakultas  Hukum . Selain itu, penulisan pembahasan skripsi ini  juga bertujuan, antara lain:  1.  Untuk mengetahui pengaturan Investasi langsung di Indonesia 2.  Untuk  mengetahui pengaturan mengenai Perjanjian Internasional di  Indonesia  3.  Untuk mengetahui dan menganalisis ketentuan-ketentuan dalam Bilateral  Investment Treaties (BITs) antara Indonesia dengan Qatar ditinjau dari  Peraturan Presiden No. 84 Tahun 2007 Tentang Pengesahan Persetujuan  Antara Pemerintah  Republik Indonesia dan Pemerintah  Negara Qatar  Mengenai Peningkatan dan Perlindungan atas Penanaman Modal.
D. Manfaat Penulisan Manfaat yang dapat diperoleh dari penulisan skripsi ini adalah sebagai  berikut: 1.  Secara Teoritis Secara teoritis, pambahasan terhadap masalah-masalah yang telah dirumuskan  akan memberikan kontribusi pemikiran serta pemahaman dan pandangan  terhadap Bilateral Investment Treaties (BITs).
2.  Secara Praktis Secara praktis, pembahasan terhadap masalah ini diharapkan dapat menjadi  masukan bagi pembaca, khususnya bagi negara-negara yang berhubungan  langsung dengan penerapan  Bilateral Investment Treaties  (BITs) untuk  kemudian dapat menerapkannya dengan sebaik-baiknya sehingga membawa  manfaat bagi negara, bagi masyarakat.
E.  Keaslian Penulisan “Analisis Yuridis Mengenai Bilateral Investment Treaties (BITs) (Studi  terhadap Peraturan Presiden No. 84 Tahun 2007 Tentang Pengesahan Persetujuan  Antara Pemerintah Republik Indonesia dan Pemerintah Negara Qatar Mengenai  Peningkatan dan Perlindungan atas Penanaman Modal)” yang diangkat menjadi  judul skripsi ini belum pernah ditulis di Fakultas Hukum Universitas Sumatera  Utara. Penulis menyusunnya melalui bahan-bahan referensi buku-buku, media  cetak dan elektronik, serta bantuan dari berbagai pihak. Dengan demikian keaslian  skripsi ini dapat dipertanggungjawabkan secara ilmiah.
F.  Tinjauan Kepustakaan  1.  Pengertian Bilateral Investment Treaties (BITs) Bilateral Investment Treaties (BITs) adalah perjanjian penanaman modal  yang disepakati oleh dua Negara. Berdasarkan perjanjian tersebut, mereka sepakat  untuk saling melindungi setiap bentuk kegiatan penanaman modal yang dilakukan  oleh investor antar-kedua negara.
11 Pengertian lain dari BITs ini adalah perjanjian antara kedua negara negara  promosi, dorongan dan perlindungan timbal balik investasi ke masing-masing  wilayah oleh perusahaan-perusahaan yang berbasis di negara lain. Biasanya  perjanjian ini mencakup bidang-bidang berikut: ruang lingkup dan defenisi dari  investasi, penerimaan dan pembentukan, perlakuan nasional, pengoobatan yang  paling dibutuhkan oleh suatu negara, perlakuan yang adil dan merata, kompensasi  11 “Kerja Sama Penanaman Modal”,  http://forum-penanamanmodal.blogspot.com/2010/04/perjanjian-peningkatan-dan-perlindungan.html, terakhir kali diakses  tanggal 7 Oktober 2010.
dalam hal terjadi pengambilalihan atau kerusakan dengan investasi, jaminan dan  transfer dana gratis, dan mekanisme penyelesaian sengketa, baik antara negaranegara maupun investor dengan negara.
12 2.  Pengertian Investasi / Penanaman Modal Dalam Undang-Undang Nomor 25 Tahun 2007 tentang Penanaman Modal  (UUPM) dikemukakan, penanaman modal adalah segala bentuk kegiatan  penanaman modal, baik oleh penanaman modal dalam negeri maupun penanaman  modal asing untuk melakukan usaha di wilayah negara Republik Indonesia.
13 Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia, investasi diartikan sebagai  penanaman uang atau di suatu perusahaan atau proyek untuk tujuan memperoleh  keuntungan. Pada dasarnya investasi adalah membeli suatu asset yang diharapkan  di masa datang dapat dijual kembali dengan nilai yang lebih tinggi. Investasi juga  dapat dikatakan sebagai suatu penundaan konsumsi saat ini untuk konsumsi masa  depan. Harapan pada keuntungan di masa datang merupakan kompensasi atas  waktu dan resiko yang terkait dengan suatu investasi yang dilakukan.
14 Dalam kamus Istilah Keuangan dan Investasi digunakan istilah investment (investasi) yang mempunyai arti: “Penggunaan modal untuk menciptakan uang,  baik melalui sarana yang menghasilkan pendapatan maupun melalui ventura yang  lebih berorientasi ke resiko yang dirancang untuk mendapatkan modal. Investasi  dapat pula menunjuk ke suatu investasi keuangan (dimana inventor menempatkan  12 http://www.unctadxi.org, terakhir kali diakses tanggal 7 Oktober 2010.
13 Pasal 1 butir (1) Undang-Undang Nomor 25 Tahun 2007 tentang Penanaman Modal.
14 Putra “Defenisi Investasi dan Faktor Penentu  Investasi”,  http://putracenter.net/2009/06/29/definisi-investasi-dan-faktor-penentu-investasi/, terakhir kali  diakses tanggal 8 Oktober 2010.
uang ke dalam suatu sarana) atau menunjuk ke investasi suatu usaha atau waktu  seseorang yang ingin memetik keuntungan dari keberhasilan pekerjaannya”.
15 Dalam Kamus Hukum Ekonomi digunakan terminology, investment,  penanaman modal, investasi yang berarti penanaman modal yang biasanya  dilakukan untuk jangka panjang misalnya berupa pengadaan aktiva tetap  perusahaan atau membeli sekuritas dengan maksud untuk memperoleh  keuntungan.
16 3.  Perjanjian Internasional Menurut Ketentuan Pasal 1 butir 1 Undang-Undang Nomor 24 Tahun  2000, Perjanjian Internasional adalah perjanjian, dalam bentuk dan nama tertentu,  yang diatur dalam hukum internasional yang dibuat secara tertulis serta  menimbulkan hak dan kewajiban di bidang hukum publik.
17 International Convention is “a treaty as any International agreement in  written form, whether embodied in a single instrument or in two or more related  instruments  and whatever its particular design (treaty, convention, protocol,  covenants, charter, statute, act, declaration, concordat, exchange of note, agreed  minute, memorandum of agreement, modus vivendi or other appellation),  concluded between two or more states or other subjects of International Law and  governed by International Law”. (Konvensi Internasional adalah “suatu perjanjian  Internasional dalam bentuk tertulis, yang terkandung dalam instrument tunggal  atau dua atau lebih instrument terkait dan apapun desain khususnya (perjanjian,  konvensi, protocol, perjanjian, piagam, undang-undang, tindakan, deklarasi,  persetujuan antara dua belah pihak, pertukaran catatan, persetujuan menit, nota  persetujuan, modus vivendi atau sebutan yang lain), menyimpulkan antara dua  Berdasarkan ketentuan yang dibuat ooleh Komisi Hukum Internasional  (International Law Comission) 1962: 15 Hendrik Budi Untung, Hukum Investasi, (Yogyakarta:Sinar Grafika, 2009), hal. 2.
16 Ibid., hal. 2 17 Pasal 1 butir (1) Undang-Undang Nomor 24 Tahun 2000 tentang Perjanjian  Internasional  ataulebih Negara atau subjek Hukum Internasional lainnya dan diatur oleh Hukum  Internasional”.) 18 Perjanjian Internasional merupakan sesuatu yang penting dalam hubungan  internasional sehingga merupakan salah  satu sumber hukum formil hukum  internasional. Kedudukan tersebut dikarenakan praktek-praktek negara saat ini  telah mengatur beragam persoalan dan hubungan antara mereka dengan  mempergunakan perjanjian-perjanjian internasional, sehingga menjadi jelaslah  pentingnya perjanjian-perjanjian internasional. Perjanjian Internasional diartikan  sebagai kesepakatan anatarnegara dalam bentuk tertulis yang diatur berdasarkan  hukum internasional baik berbentuk instrument tunggal maupun lebih dan  memiliki tujuan tertentu. Defenisi itu secara rinci memberikan unsur-unsur yang  harus dipenuhi oleh setiap negara untuk membuat perjanjian internasional.
19 G. Metode Penulisan Untuk melengkapi penulisan skripsi ini dengan tujuan agar dapat lebih  terarah dan dapat dipertanggungjawabkan secara ilmiah, maka metode penulisan  yang digunakan antara lain: 1.  Jenis Penelitian Jenis Penelitian yang digunakan dalam menjawab pemasalahan-permasalahan  dalam pembahasan skripsi ini adalah penelitian hukum normatif. Penelitian  18 “Persamaan dan Perbedaan Defenisi Perjanjian Internasional”,  http://forum.hukumumm.info/index.php?topic=23.0, terakhir kali diakses tanggal 8 Oktober 2010.
19 “Negara Ketiga dalam Perjanjian Internasional Berdasarkan Konvensi Wina 1969”,  http://senandikahukum.wordpress.com/2009/04/12/negara-ketiga-dalam-perjanjian-internasionalberdasarkan-konvensi-wina-1969/#more-87, terakhir kali diakses tanggal 10 oktober 2010.
hukum normatif merupakan penilaian kepustakaan, yaitu disini peneliti  melakukan penelitian terhadap data sekunder.
20 Pada penelitian hukum normatif, sering kali hukum dikonsepsikan sebagai  apa yang tertulis dalam peraturan perundang-undangan atau hukum  dikonsepsikan sebagai kaidah atau norma yang merupakan patokan  berperilaku manusia yang dianggap pantas.
21 2.  Sifat Penelitian Sifat dari penelitian ini adalah deskriptif. Penelitian deskriptif bertujuan  menggambarkan secara tepat sifat-sifat suatu individu, keadaan, gejala, atau  kelompok tertentu, atau untuk menentukan penyebaran suatu gejala, atau  untuk menentukan ada tidaknya hubungan antara suatu gejala dengan gejala  lain dalam masyarakat. Penelitian ini kadang-kadang berawal dari hipotesis,  tetapi dapat juga tidak bertolak dari hipotesis, dapat membentuk teori-teori  baru atau memperkuat teori yang sudah ada.
22 Penelitian deskriptif adalah penelitian yang terdiri atas satu variable atau  lebih dari satu  variabel, namun  variabel  tersebut tidak saling  bersinggungan.
23 20 Abdul Muis, Pedoman Penulisan Skripsi dan Metode Penelitian Hukum,  (Medan:Fakultas Hukum , 1990), hal. 44.
21 Amiruddin & Zainal Asikin, Pengantar Metode Penelitian Hukum, (Jakarta: PT. Raja  Grafindo Persada, 2003), hal. 118.
22 Ibid., hal. 25.
23 H.Zainuddin Ali, Metode Penelitian Hukum, (Jakarta: Sinar Grafika, 2009), hal. 11.
Penelitian deskriptif adalah suatu bentuk penelitian yang  ditujukan untuk mendeskripsikan fenomena-fenomena yang ada, baik  fenomena alamiah maupun fenomena buatan manusia. Fenomena itu bisa  berupa bentuk, aktivitas, karakteristik, perubahan, hubungan, kesamaan, dan  perbedaan antara fenomena yang satu dengan fenomena lainnya. Penelitian  deskriptif merupakan penelitian yang berusaha mendeskripsikan dan  menginterpretasikan sesuatu, misalnya kondisi atau hubungan yang ada,  pendapat yang berkembang, proses yang sedang berlangsung, akibat atau  efek yang terjadi, atau tentang kecenderungan yang tengah berlangsung.
24 3.  Pendekatan Penelitian Pendekatan yang dilakukan adalah pendekatan yuridis-normatif. Penelitian  yuridis-normatif adalah metode penelitian hukum yang dilakukan dengan  bahan pustaka atau data sekunder 25 .  Dalam hal ini juga digunakan  pendekatan perundang-undangan (statute approach), yaitu metode penelitian  dengan berusaha memahami asas-asas dari suatu peraturan perundangundangan 26 4.  Sumber Data yang berkaitan dengan permasalahan yang diuraikan dalam  skripsi ini.
Data sekunder yang digunakan meliputi: 24 Erna Febru S, “Penelitian Deskriptif”,  http://ardhana12.wordpress.com/2008/02/27/penelitian-deskriptif/, terakhir akli diakses tanggal 12  Oktober 2010.
25 “Metode Penelitian Normatif dengan Penelitian Empiris”,  http://rulhome.blog.com/2010/04/11/contoh-metode-penelitian-normatif-dengan-penelitianempiris/, terakhir kali diakses tanggal 12 Oktober 2010.
26 “Ilmu Hukum:Metode Penelitian”, http://csa-ilmuhukum.blogspot.com, terakhir kali  diakses tanggal 31 Januari 2011.
a. Bahan Hukum Primer, yaitu bahan-bahan hukum yang mengikat dan  terdiri dari: 1)  Undang-Undang Nomor 25 Tahun 2007 tentang Penanaman Modal 2)  Undang-Undang Nomor 24 tahun 2000 tentang Perjanjian  Internasional 3)  Peraturan Presiden Nomor 84 tahun 2007 tentang Pengesahan  Persetujuan Antara Pemerintah Republik Indonesia dan Pemerintah Negara Qatar Mengenai Peningkatan dan Perlindungan Atas  Penanaman Modal 4)  Peraturan Pemerintah  Nomor 1 Tahun 2008 Tentang Investasi  Pemerintah 5)  Peraturan Presiden Nomor 76 Tahun 2007 Tentang Kriteria dan  Persyaratan Penyusunan Bidang Usaha Yang Tertutup dan Bidang  Usaha Yang Terbuka Dengan Persyaratan Di Bidang Penanaman  Modal 6)  Peraturan Presiden Republik Indonesia Nomor 36 Tahun 2010  Tentang Daftar Bidang Usaha Yang Tertutup dan Bidang Usaha Yang  Terbuka Dengan Persyaratan Di Bidang Penanaman Modal b.  Bahan Hukum Sekunder, yaitu bahan hukum yang memberikan  penjelasan mengenai bahan hukum primer, seperti Rancangan UndangUndang (RUU), pendapat para pakar hukum.
27 27 Bambang Sunggono, Metodologi Penelitian Hukum, (Jakarta: Rajawali Pers, 2010),  hal. 114.
Bahan hukum sekunder  merupakan semua publikasi tentang hukum yang merupakan dokumen  yang tidak resmi, dimana publikasi tersebut terdiri atas: buku-buku teks  yang membicarakan suatu dan/atau beberapa permasalahan hukum.
28 c.  Bahan Hukum Tertier, yaitu bahan hukum yang memberikan petunjuk  maupun penjelasan terhadap bahan hukum primer dan bahan hukum  sekunder seperti Kamus (Hukum), dan ensiklopedia.
29 5.  Teknik Pengumpulan Data Teknik pengumpulan data dilakukan dengan cara: Penelitian Kepustakaan (Library Research), yaitu penelitian yang dilakukan  dengan cara meneliti bahan pustaka atau disebut dengan data sekunder.
Adapun data yang digunakan dalam penulisan skripsi ini antara lain berasal  dari perpustakaan, artikel-artikel, baik yang diambil dari media cetak maupun  elektronik, dokumen-dokumen Pemerintah, termasuk peraturan perundangundangan.
6.  Analisis Data Data sekunder yang telah disusun secara sistematis kemudian dianalisis  secara perspektif dengan menggunakan metode deduktif dan induktif. Metode  deduktif dilakukan dengan cara membaca, menafsirkan dan membandingkan;  sedangkan metode induktif dilakukan dengan  menerjemahkan berbagai  sumber yang berhubungan dengan topik dalam skripsi ini, sehingga diperoleh  kesimpulan yang sesuai dengan penelitian yang telah dirumuskan.
28 H.Zainuddin Ali, Op.cit., hal. 54.
29 Bambang Sunggono, Loc.cit.
H. Sistematika Penulisan Dalam menghasilkan karya ilmiah, maka pembahasannya harus diuraikan  secara sistematis. Untuk mempermudah penulisan skripsi ini maka diperlukan  adanya sistematika penulisan yang teratur yang terbagi dalam bab perbab yang  saling berangkaian satu sama lain. Adapun sistematika penulisan skripsi ini  adalah: BAB I : Berisikan pendahuluan yang merupakan pengantar yang di dalamnya  terurai mengenai Latar Belakang Penulisan Skripsi, Perumusan  Masalah, kemudian dilanjutkan dengan Tujuan Penulisan, Manfaat  Penulisan, Keaslian Penulisan, Tinjauan Kepustakaan, Metode  Penulisan, yang kemudian diakhiri dengan Sistematika Penulisan.
BAB II   :Merupakan bab yang membahas tentang Pengaturan Investasi  Langsung di Indonesia, dimana di dalamnya diuraikan Pengertian  dan  Dasar  Hukum Investasi  Langsung di Indonesia,  Manfaat  Investasi Langsung Bagi  Indonesia, Pengaturan Pokok Investasi  Langsung di Indonesia, dimana di dalamnya mencakup Asas-Asas  Penyelenggaraan Penanaman Modal, Ketentuan Bidang Usaha,  Fasilitas Penanaman Modal, Hak, Kewajiban, dam Tanggung Jawab,  Penyelesaian Sengketa; Perlindungan Terhadap Investor, dimana  didalamnya mencakup Kepastian Hukum, dan Nasionalisasi.
BAB III : Merupakan bab yag membahas tentang Pengaturan Hukum Perjanjian  Internasional di Indonesia, dimana di dalamnya diuraikan tentang  Pengertian Perjanjian Internasional, Unsur-Unsur Perjanjian  Internasional, Pembuatan Perjanjian Internasional, Ratifikasi  Perjanjian Internasional, dan Kekuatan Mengikat Perjanjian  Internasional.
BAB IV :Merupakan bab yang membahas tentang Ketentuan-Ketentuan  Mengenai Bilateral Investment  Treaties  (BITs) Antara Indonesia  Dengan Qatar Ditinjau dari Peraturan Presiden Nomor 84 tahun 2007  tentang Pengesahan Persetujuan Antara  Pemerintah  Republik  Indonesia dan Pemerintah Negara Qatar Mengenai Peningkatan dan  Perlindungan Atas Penanaman Modal, dimana di dalamnya diuraikan  tentang Bentuk-Bentuk Perlindungan yang Diberikan Kepada Para  Pihak, Tindakan-Tindakan yang Dilarang, dan Penyelesaian  Sengketa.
BAB V :Bab ini berisikan rangkuman kesimpulan dari bab-bab yang telah  dibahas sebelumnya dan saran-saran yang mungkin berguna bagi  perkembangan Bilateral Investment Treaties (BITs) di Indonesia dan  orang-orang yang membacanya.


Download lengkap Versi Word

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

pesan skripsi