Sabtu, 05 April 2014

Skripsi Hukum: LARANGAN TERHADAP PEMEGANG SAHAM NOMINEE DALAM PERATURAN PERUNDANG- UNDANGAN INDONESIA



BAB I PENDAHULUAN
 A. Latar Belakang
 Perseroan terbatas (limited liability company, naamloze vennootschap)  adalah bentuk yang paling populer dari semua bentuk usaha bisnis 1 . Perseroan  Terbatas (PT) merupakan bentuk usaha kegiatan ekonomi yang paling disukai saat  ini, di samping karena pertanggungjawabannya yang bersifat terbatas, Perseroan  Terbatas juga memberikan kemudahan bagi pemilik (pemegang saham) nya untuk  mengalihkan perusahaannya kepada setiap orang dengan menjual seluruh saham  yang dimilikinya pada perusahaan tersebut Kata “perseroan” menunjuk kepada  modal yang terdiri atas sero (saham). Sedangkan kata “terbatas” menunjuk kepada  tanggung jawab pemegang saham yang tidak melebihi nilai nominal saham yang  diambil bagian dan dimiliki.

2 Perseroan terbatas menurut hukum Indonesia adalah  suatu badan hukum yang merupakan persekutuan modal, didirikan berdasarkan  perjanjian, yang melakukan kegiatan usaha dengan modal dasar yang seluruhnya  terbagi dalam saham 3 Pada tanggal 16 Agustus 2007 diundangkanUndang-undang Nomor 40  Tahun 2007 tentang Perseroan Terbatas (selanjutnya disebut UUPT), yang  mengga ntikan Undang-undang Nomor 1 Tahun 1995. Perubahan ini dilakukan  dalam rangka lebih meningkatkan pembangunan perekonomian nasional dan  sekaligus memberikan landasan yang kokoh bagi dunia usaha dalam menghadapi  .
1 Munir Fuady, Pengantar Hukum Bisnis: Menata Bisnis Modern di Era Global,  (Bandung: Citra Aditya Bakti, 2005), hal. 35.
2 Ahmad Yani dan Gunawan Widjaja, Op.cit., hal.1.
3 Pasal 1 angka 1 Undang-Undang Nomor 40 Tahun 2007 tentang Perseroan Terbatas.
 perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi di era gobalisasi pada masa  mendatang sehingga dapat menjamin terselenggaranya iklim dunia usaha yang  kondusif. Oleh karena itu perseroan terbatas sebagai salah satu pilar pembangunan  perekonomian nasional perlu diberikan landasan hukum untuk lebih memacu  pembangunan nasional yang disusun sebagai usaha bersama berdasar atas asas  kekeluargaan.
Selama ini perseroan terbatas telah diatur dengan Undang-undang Nomor  1 Tahun 1995 tentang Perseroan terbatas, yang menggantikan peraturan  perundang-undangan yang berasal dari zaman kolonial yang terdapat dalam Buku  I Bab III bagian III Pasal 36 sampai dengan Pasal 56 Kitab Undang-undang  Hukum Dagang (Wetboek van Koophandel Staatsblad 1847 :23) sebagaimana  telah dirubah, terakhir dengan Undang-undang Nomor 4 Tahun 1971, dan terdapat  dalam Ordonansi Maskapai Andil Indonesia (Ordonantie op de Indonesische  Maatschappij op Aandelen(Stb.1939-569 jo.717).
Keadaan sebelum berlakunya Undang-undang Nomor 1 Tahun 1995  tersebut menyebabkan terjadinya dualisme undang-undang yang mengatur  perseroan. Hal ini memang dikehendaki oleh pemerintah kolonial Belanda waktu  itu yang membedakan golongan penduduk dan hukum yang berlaku bagi mereka..
Bagi golongan Eropa atau yang dipersamakan dengan itu berlaku Pasal 36 sampai  dengan Pasal 56 KUHD. Sedangkan bagi golongan bumi putera berlaku ketentuan  Ordonansi Maskapai Andil Indonesia. Setelah Indonesia merdeka, hal tersebut tentunya menimbulkan kejanggalan, karena adanya diskriminasi dalam  pemberlakuan hukum perseroan.
4 4 Ahmad Yani dan Gunawan Widjaja, Perseroan Terbatas, (Jakarta: Raja Grafindo  Persada, 2003), hal.2.
 Dalam perkembangannya Undang-undang Nomor 1 Tahun 1995 tersebut  dipandang tidak lagi memenuhi perkembangan hukum dan kebutuhan masyarakat  karena kedaaan ekonomi serta kemajuan ilmu pengetahuan, teknologi, dan  informasi sudah berkembang begitu pesat khususnya pada era globalisasi. Di  samping itu, meningkatnya tuntutan masyarakat akan layanan yang cepat,  kepastian hukum, serta tuntutan akan pengembangan dunia usaha yang sesuai  dengan prinsip pengelolaan perusahaan yang baik (good corporate governance)  menuntut penyempurnaan Undang-undang No.1 Tahun 1995 tentang Perseroan  Terbatas.
5 Sebagai suatu badan hukum, perseroan dapat diidentikkan seperti halnya  manusia, dalam pengertian ini maka suatu perseroan akan dapat bertindak sebagai  pemegang hak dan kewajiban, di samping juga dapat memiliki kekayaan,  memiliki utang dan berperkara di muka pengadilan. Status seperti inilah yang  kemudian menempatkan Perseroan Terbatas, modal atau capital merupakan faktor  utama. Tujuannya adalah untuk memperoleh laba atau keuntungan semaksimal  mungkin (profit oriented). Fungsi perseroan terbatas dalam sistem perekonomian  Indonesia menurut Pancasila dan UUD 1945 adalah sebagai pelengkap dan  pembantu dalam menciptakan masyarakat adil dan makmur.
6 Dalam pergaulan hukum, manusia ternyata bukan satu-satunya pendukung  hak-hak dan kewajiban-kewajiban. Di samping manusia, masih ada lagi  pendukung hak-hak dan kewajiban-kewajiban yang dinamakan badan hukum  (rechtspersoon) untuk membedakan dengan manusia (natuurlijk persoon). Jadi  5 Lihat Penjelasan atas Undang-undang Nomor 40 Tahun 2007 tentang Perseroan  Terbatas.
6 Ahmad Yani dan Gunawan Widjaja, Op. cit, hal. 2   bentuk hukum (rechtsfiguur) yaitu badan hukum yang dapat mempunyai hak-hak,  kewajiban-kewajiban hukum dan dapat mengadakan hubungan hukum.
7 Sebagai suatu badan hukum yang independen, dengan hak-hak dan  kewajiban-kewajiban yang mandiri, lepas dari hak-hak dan kewajiban-kewajiban  para pemegang sahamnya maupun para pengurusnya, perseroan jelas harus  memiliki harta kekayaan tersendiri dalam menjalankan kegiatan usahanya serta  untuk melaksanakan kewajiban-kewajibannya.
8 Sesuai dengan pedoman good corporate governance yang disusun oleh  Komite Nasional Kebijakan good corporate governance  telah diatur dan  ditetapkan secara tegas bahwa hak pemegang saham harus dilindungi, agar  pemegang saham dapat melaksanakannya berdasarkan prosedur yang benar yang  ditetapkan oleh perseroan sesuai dengan peraturan perundang-undangan yang  berlaku.
Corporate governance  adalah seperangkat peraturan yang mengatur  hubungan antara pemegang saham, pengurus atau pengelola perusahaan, pihak  kreditur, pemerintah, karyawan, serta para pemegang kepentingan intern dan  ekstern lainnya yang berkaitan dengan hak-hak dan kewajiban mereka atau  dengan kata lain sistem yang mengatur dan mengendalikan perusahaan. Tujuan  Corporate governance ialah untuk menciptakan nilai tambah bagi semua pihak  yang berkepentingan (stakes holders).
9 Sosialisasi dan pengembangan area Good Corporate Governance di  Indonesia dewasa ini lebih ditujukan kepada perusahaan berbentuk perseroan  7 Ali Ridho, Badan Hukum dan Kedudukan Badan Hukum Perseroan, Perkumpulan,  Koperasi, Yayasan, Wakaf, (Bandung: Alumni, 1983), hal.9.
8 Ibid., hal.13.
9 I Nyoman Tjager, Corporate Governance, (Jakarta: Prenhallindo, 2003), hal.45.
 terbatas. Perseroan terbatas adalah badan hukum (recht persoon). Sebagai badan  hukum, ia oleh hukum diakui sebagai subjek hukum seperti halnya orang  (natuurlijk persoon). Oleh karenanya karena bukan “organ sungguhan”, maka  agar dapat bertindak seperti “orang sungguhan” diperlukan organ. Organ PT  adalah Rapat Umum Pemegang Saham, komisaris dan direksi.
10 Pemegang saham merupakan salah satu stakeholeders  dalam suatu  perseroan terbatas di samping stakeholders yang lain, seperti pekerja, kreditur,  investor, konsumen ataupun masyarakat secara keseluruhan. Bahkan lebih dari itu,  para pemegang saham dalam suatu perseroan terbatas juga merupakan pihak yang  membawa dana ke dalam perusahaan, sehingga dia di samping disebut  stakeholders, disebut juga sebagai bagholders bagi perusahaan.
11 Undang-Undang Nomor 25 Tahun 2007 Tentang Penanaman Modal dalam Pasal 5 ayat (2) menentukan bahwa penanam modal asing di Indonesia harus dalam bentuk perseroan terbatas. Pasal 33 ayat (1) Undang-Undang Nomor 25 Tahun 2007 Tentang Penanaman Modal yang melarang kepemilikan saham secara nominee:  “Penanam modal dalam negeri dan penanam modal asing yang melakukan penanaman modal dalam bentuk perseroan terbatas dilarang membuat  perjanjian  dan/atau pernyataan yang menegaskan bahwa kepemilikan  saham dalam perseroan terbatas untuk dan atas nama orang lain.” 12 Ketentuan larangan pemegang saham nominee ini sungguh suatu hal yang menarik untuk diteliti, mengapa justru setelah 40 (empat puluh) tahun dibukanya kembali penanaman modal asing di Indonesia pada tahun 1967 melalui Undang-10 Nindyo Pramono, Rampai Hukum Bisnis Aktual, (Bandung: Citra Aditya Bakti, 2006),  hal..69-70.
11 Munir Fuady, Perlindungan Pemegang Saham Minoritas, (Bandung: CV.Utomo,  2005), hal. 1.
12 Pasal 33 ayat (1) Undang-undang Nomor 25 Tahun 2007 tentang Penanaman Modal   undang Nomor 1 Tahun 1967 Tentang Penanaman Modal Asing, baru timbul larangan tegas seperti ini.
Selain ketentuan dalam Undang-Undang Penanaman Modal di atas, terdapat juga ketentuan yang melarang praktek pemegang saham nominee dalam Undang-Undang No. 40 Tahun 2007 tentang Perseroan Terbatas, yaitu Pasal48  ayat (1) yang menyebutkan: ”Saham Perseroan dikeluarkan atas nama pemiliknya.” 13 Kendatipun di dalam Penjelasan Pasal 48 ayat (1) disebutkan bahwa yang dimaksud dengan ketentuan ayat (1) adalah bahwa perseroan hanya diperkenankan mengeluarkan saham atas nama pemiliknya dan Perseroan tidak boleh mengeluarkan saham atas tunjuk, namun Pasal ini dapat diartikan bahwa  saham harus dikeluarkan atas nama pemilik sebenarnya dan sama sekali tidak  boleh dikeluarkan atas nama pemilik yang dinominasikan yang bukan pemilik  sebenarnya.
Pemegang saham nominee dapat terjadi pertama karena penanam modal  asing ingin memasuki bidang usaha tertentu yang tertutup bagi asing sehingga  penanam modal asing menggunakan mekanisme pemegang saham nominee dengan menunjuk dua orang atau lebih menjadi pemegang saham nominee dengan  jalan pemegang saham nominee  itu akan mendirikan suatu perseroan, dan di  samping penanam modal asing dan pemegang saham nominee menandatangani  perjanjian di bawah tangan yang pada pokoknya menyatakan bahwa pemilik  saham sebenarnya adalah penanam modal asing. Kedua, pemegang saham  nominee dapat terjadi dalam hal bidang usaha tertentu yang hendak dimasuki oleh  13 Pasal 48 ayat (1) Undang-Undang No. 40 Tahun 2007 tentang PerseroanTerbatas  (UUPT).
 penanam modal asing tidak 100% terbuka. Tidak 100% terbuka berarti di dalam  perseroan yang hendak didirikan harus ada pihak Indonesia (joint venture). Dalam  joint venture ini dapat saja penanam modal asing diizinkan untuk memiliki saham  mayoritas (di atas 50%) atau dapat juga penanam modal asing hanya dapat  memilik saham minoritas (di bawah 50%). Jalan keluar yang diambilnya adalah  pemegang saham asing mendirikan perusahaan joint  venture dengan pihak  Indonesia, tetapi di samping dokumen yang ditandatangani berupa anggaran dasar  perseroan  dan  joint venture  agreement  terdapat juga dokumen yang  ditandatangani diantara penanam modal asing dengan pemegang saham Indonesia  yang ditunjuk berupa dokumen yang dibuat di bawah tangan yang pada pokoknya  menentukan bahwa saham tersebut sebenarnya adalah  milik penanam modal  asing, dengan maksud agar pihak asing menguasi lebih banyak dari yang  diizinkan atau memegang kedudukan pemegang saham mayoritas.
B.  Permasalahan  1.  Bagaimana pengaturan tentang pemegang saham dalam Undang-Undang  Nomor 40 Tahun 2007?  2.  Bagaimana larangan terhadap pemegang saham nominee dalam perseroan  terbatas? 3.  Bagaimana kedudukan pemegang saham nominee sebelum dan setelah  adanya larangan undang-undang? C. Tujuan dan Manfaat Penulisan 1.  Tujuan  a.  Untuk mengetahui dan menganalisis pengaturan tentang pemegang  saham di Indonesia b.  Untuk mengetahui dan menganalisis larangan terhadap pemegang  saham nominee dalam perseroan terbatas c.  Untuk mengetahui kedudukan pemegang saham nominee sebelum dan  setelah adanya larangan undang-undang 2.  Manfaat  a.  Teoritis 1)  Penelitian ini dapat menambah referensi atau khasanah  kepustakaan di bidang ilmu pengetahuan, khususnya hukum  perseroan 2)  Hasil penelitian ini dapat digunakan sebagai referensi tambahan  bagi penelitian yang akan datang apabila sama bidang  penelitiannya.
b.  Praktis  Dapat diajukan sebagai pedoman dan bahan rujukan bagi rekan-rekan  mahasiswa, masyarakat, lembaga kenotariatan, praktisi hukum dan  pemerintah dalam melakukan penelitian yang berkaitan dengan  larangan terhadap pemegang saham  nominee  dalam peraturan  perundang-undangan di Indonesia.
D. Keaslian Penulisan  Berdasarkan pemeriksaan dan hasil-hasil penelitian yang ada, penelitian  mengenai “Larangan Terhadap Pemegang Saham Nominee dalam Peraturan  Perundang-undangan Indonesia” belum pernah dibahas oleh mahasiswa lain di  Fakultas Hukum . Skripsi ini asli disusun oleh penulis  sendiri dan bukan plagiat atau diambil dari skripsi lain. Semua ini merupakan  implikasi etis dari proses menemukan kebenaran ilmiah, sehingga penelitian ini  dapat dipertanggung-jawabkan kebenarannya secara ilmiah. Apabila ternyata ada  skripsi yang sama, maka penulis akan bertanggung jawab sepenuhnya.
E.  Tinjauan Kepustakaan 1.  Pengertian saham Saham merupakan bukti penyertaan modal seseorang  dalam sebuah  perusahaan, pengertian ini terlihat dari bunyi Pasal 1 angka 1 Undang-undang  Nomor 40 Tahun 2007 tentang Perseroan Tebatas yaitu : “Perseroan Terbatas,  yang selanjutnya disebut Perseroan adalah badan hukum yang merupakan  persekutuan modal, didirikan berdasarkan perjanjian, melakukan kegiatan usaha  dengan modal dasar yang seluruhnya terbagi dalam saham dan memenuhi  persyaratan yang ditetapkan oleh Undang-Undang ini serta peraturan  perlaksanaanya.”  Dari ketentuan tersebut dapat diambil pengertian bahwa saham merupakan  bukti persekutuan modal perusahaan. Hal ini ditegaskan juga oleh M. Irsan  Nasarudin dan Indra Surya dalam bukunya yang mengatakan bahwa saham pada  dasarnya merupakan instrument penyertaan modal seseorang atau lembaga dalam   sebuah perusahaan.
14 2.  Kepemilikan saham Ketentuan tersebut sesuai dengan aturan yang terdapat  dalam Pasal 31 ayat (1) Undang-undang Nomor 40 Tahun 2007 tentang Perseroan  Terbatas yang berbunyi: “modal dasar perusahaan terdiri atas seluruh nominal  saham.”  Para pemegang saham diberikan bukti kepemilikan atas saham yang  dimilikinya. Hal ini ditegaskan dalam Pasal 51 Undang-undang Nomor 40 Tahun  2007 tentang Perseroan Terbatas yang berbunyi: “pemegang saham diberi bukti  pemilikan saham untuk saham yang dimilikinya.” Dalam penjelasan Pasal yang  sama diterangka n bahwa penggaturan bentuk bukti pemilikan saham ditetapkan  dalam anggaran dasar sesuai dengan kebutuhan.
Pada ketentuan lain dalam Undang-undang Nomor 40 Tahun 2007 tentang  Perseroan Terbatas tepatnya dalam Pasal 48 ayat (1) disebutkan bahwa saham  perseroan dikeluarkan atas nama pemiliknya. Jadi dengan demikian dapat  disimpulkan juga, bahwa bukti kepemilikan saham adalah adanya nama yang  tertera/tertulis dalam sertifikat saham yang dikeluarkan oleh perusahaan tersebut.
Nama yang tercantum dalam sertifikat saham merupakan bukti, bahwa pemilik  sertifikat saham itu adalah sesuai dengan nama yang tercantum.
Selain itu bukti kepemilikan lain, adalah adanya catatan kepemilikan  saham yang dimiliki oleh perusahaan yang mengeluarkan saham yang dibuat oleh  Direksi Perseroan. Dalam catatan tersebut dapat dilihat pihak-pihak yang  memiliki saham dan hal-hal yang tersangkut dengan saham-saham, misalnya  apakah saham itu dijadikan jaminan utang atau tidak, serta perubahan pemilikan  14 Nasarudin, M. Irsan dan Indra Surya, Aspek Hukum Pasar Modal Indonesia, (Jakarta:  Prenada, 2006), hal. 188.
 saham dan klasifikasi sahamnya. Ketentuan ini diatur dalam Pasal 50 ayat (1) dan  ayat (2) dan ayat (3) yang berbunyi: Ayat (1): direksi perseroan wajib mengadakan dan menyimpan daftar  pemegang saham, yang sekurang-kurangnya memuat: a.  Nama dan alamat pemegang saham; b.  Jumlah, nomor, dan tanggal perolehan saham yang dimiliki pemegang  saham, dan klasifikasinya dalam hal dikeluarkan lebih dari satu klasifikasi; c.  Jumlah yang disetor atas setiap saham; d.  Nama dan alamat dari orang perseorangan atau badan hukum yang  mempunyai hak gadai atas saham atau sebagai penerima jaminan fidusia  saham dan tanggal perolehan hak gadai atau tanggal pendaftaran jaminan  fidusia tersebut; e.  Keterangan penyetoran saham dalam bentuk lain sebagaimana dimaksud  dalam Pasal 34 ayat (2)  Ayat (2): selain daftar pemegang saham sebagaimana dimaksud pada ayat  (1), direksi perseroan wajib mengadakan dan menyimpan daftar khusus yang  memuat keterangan mengenai saham anggota Direksi dan Dewan Komisaris  berserta keluarganya dalam perseroan dan/atau pada perseroan lain serta tanggal  saham itu diperoleh.
Ayat (3): dalam daftar pemegang saham dan daftar khusus sebagaimana  dimaksud pada ayat (1) dan ayat (2) di catat pula setiap perubahan kepemilikan  saham.
3.  Jenis dan Klasifikasi Saham a.  Jenis Saham Berdasarkan Undang-undang Nomor 40 Tahun 2007 tentang Perseroan  Terbatas hanya dikenal satu jenis saham yaitu saham atas nama. Hal ini diatur  dalam Pasal 48 ayat (1) Undang-undang Nomor 40 Tahun 2007 tentang Perseroan  Terbatas, yaitu: saham perseroan dikeluarkan atas nama pemiliknya. Dan tidak  dikenal lagi adanya saham atas unjuk sebagaimana pernah diatur dalam Undangundang Nomor 1 tahun 1995 tentang Perseroan Terbatas.
15 b.  Klasifikasi saham 15 Lihat Pasal 42 ayat (3) Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1995 tentang Perseroan  Terbatas.
 Pada Undang-undang Nomor 40 Tahun 2007 tentang Perseroan Terbatas  yang dikeluarkan pada 16 Agustus 2007 dalam Lembaran Negara Republik  Indonesia Nomor 106 dan tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia  Nomor 4756 Tahun 2007 ditentukan ada beberapa klasifikasi saham, sebagaimana  diatur dalam Pasal 53 ayat (4) yang berbunyi : klasifikasi saham sebagaimana  dimaksud pada ayat (3), antara lain :  a.  Saham dengan hak suara atau tanpa hak suara;  b.  Saham dengan hak khusus untuk mencalonkan anggota Direksi  dan/atau anggota Dewan Komisaris; c.  Saham yang setelah jangka waktu tertentu ditarik kembali atau ditukar  dengan klasifikasi saham lain; d.  Saham yang memberikan hak kepada pemegangnya untuk menerima  dividen lebih dahulu dari pemegang saham klasifikasi lain atas  pembagian dividen secara kumulatif atau non kumulatif; e.  Saham yang memberikan hak kepada pemegangnya untuk menerima  lebih dahulu dari pemegang saham klasifikasi lain atas pembagian sisa  kekayaan Perseroan dalam Likuidasi Selain dari jenis saham di atas, umumnya saham juga diklasifikasikan  sebagai berikut: 16 a.  Saham biasa (common stock)  Saham Biasa adalah suatu sertifikat atau piagam yang memiliki fungsi  sebagai bukti pemilikan suatu perusahaan dengan berbagai aspekaspek penting bagi perusahaan. Pemilik saham akan mendapatkan hak  16  http://organisasi.org/pengertian-arti-definisi-saham-biasa-dan-saham-preferen-ilmupengetahuan-dasar-investasi-ekonomi-keuangan. Diakses tanggal 7 Desember 2010.
 untuk menerima sebagaian pendapatan tetap / deviden dari perusahaan  serta kewajiban menanggung resiko kerugian yang diderita  perusahaan.
b.  Saham preferen Saham preferen adalah saham yang pemiliknya akan memiliki hak  lebih dibanding hak pemilik saham biasa. Pemegang saham preferen  akan mendapat dividen lebih dulu dan juga memiliki hak suara lebih  dibanding pemegang saham biasa seperti hak suara dalam pemilihan  direksi sehingga jajaran manajemen akan berusahan sekuat tenaga  untuk membayar ketepatan pembayaran dividen preferen agar tidak  lengser.
4.  Pemindahan saham Pemindahan hak atas saham dilakukan melalui akta pemindahan hak. Hal  tersebut diatur dalam Pasal 56 Undang-undang Nomor 40 Tahun 2007 tentang  Perseroan Terbatas. Dalam penjelasannya disebutkan bahwa yang dimaksud  dengan akta pemindahan hak adalah bisa berupa akta yang dibuat di hadapan  Notaris maupun akta bawah tangan. Pada ayat (2) Pasal 56 ditentukan bahwa akta  pemindahan hak tersebut atau salinannya disampaikan secara tertulis kepada  perseroan.
Tujuan dilakukan pemberitahuan kepada Perseroan adalah untuk dilakukan  pencatatan terhadap perubahan hak yang terjadi pada pemegang saham yang wajib  dicatat oleh Direksi Perseroan sebagaimana diatur pada Pasal 50 Undang-undang  Nomor 40 Tahun 2007 tentang Perseroan Terbatas. Akan tetapi dalam Undangundang Nomor 40 Tahun 2007 tentang Perseroan Terbatas juga ditentukan bahwa   untuk saham Perseraon Terbatas yang diperdagangkan di bursa efek atau Pasar  Modal, pemindahan haknya ditentukan menurut ketentuan yang berlaku dalam  undang-undang Pasar Modal, hal tersebut ditegaskan dalam Pasal 56 ayat (3)  yaitu: ketetuan mengenai tata cara  pemindahan hak atas saham yang  diperdagangkan di Pasar Modal, diatur dalam peraturan perundang-undangan di  bidang Pasar Modal.
Saham dalam sebuah perusahaan dapat dialihkan  (transfer)  tanpa  mengubah kepemilikan hukum dan bisnis dasar perusahaan. Bagaimanapun,  penjualan saham dalam sebuah perusahaan patungan adalah umum dan tunduk  kepada ketentuan-ketentuan dan pembatasan yang diperlukan. Tidak semua  pengalihan saham dapat dilakukan begitu saja oleh salah satu pihak, melainkan  harus memenuhi ketentuan-ketentuan dan pembatasan yang disepakati.
Pengalihan saham secara langsung akan mengakibatkan berubahnya  komposisi kepemilikan saham, jika saham dialihkan kepada pihak yang sudah  memiliki saham di dalam perusahaan (internal transfer), maka ketentuan yang  sudah ada tidak akan banyak mengalami perubahan, itupun masih tergantung dari  jumlah saham yang di alihkan. Jika jumlah saham yang dialihkan mempengaruhi  dan menyebabkan penggantian kontrol perusahaan, maka akan merubah  perjanjian sebelumnya.
Namun jika pengalihan saham tersebut dialihkan kepada pihak di luar  perusahaan (external  transfer),  maka hal tersebut menyebabkan masuknya  investor baru ke perusahaan. Ketentuan masuknya investor baru atau pemegang  saham baru biasanya melalui proses yang sangat ketat. Hampir semua joint   venture agreement mengandung ketentuan yang membatasi pengalihan saham.
Pendekatan yang dapat diambil dalam pembatasan pengalihan saham diantaranya: a.  Pengalihan saham tidak diperbolehkan tanpa persetujuan para pihak.
b.  Pengalihan saham tidak boleh dilakukan dalam periode tertentu,  misalnya selama 3 tahun pertama.
c.  Pengalihan saham kepada pihak asing diperbolehkan dangan persyaratan  bahwa pemegang saham baru menyetujui ketentuan-ketentuan bisnis  joint venture company yang telah ditetapkan sebelumnya.
d.  Dalam banyak ketentuan joint venture company yang terdiri banyak  pihak, para pihak diberikan hak untuk dapat membeli kembali sahamsaham yang ada terutama saham yang akan dialihkan, sebelum dijual  kepada pihak asing, saham tersebut harus ditawarkan kepada pemegang  saham lainnya terlebih dahulu dengan harga yang telah ditetapkan dan  disetujui.
Untuk melindungi permodalannya, perseroan dapat mengeluarkan ketentuan  pembelian kembali saham yang telah dijual, penjualan saham, penjaminan dan  atau gadai saham.  berikut ini salah satu pasal UUPT yang menjelaskan  pemindahan hak atas saham: Pasal 57 (1) Dalam anggaran dasar dapat diatur persyaratan mengenai pemindahan hak atas  saham, yaitu: a.  keharusan menawarkan terlebih dahulu kepada pemengang saham  dengan klasifikasi tertentu atau pemegang saham lainnya; b.  keharusan mendapatkan persetujuan terlebih dahulu dari organ  perseroan; dan/atau c.  keharusan mendapatkan persetujuan terlebih dahulu dari instansi yang  berwenang sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.
17 17 Ibid., Pasal 57   F.  Metode Penelitian Menurut Soerjono Soekanto, penelitian dimulai ketika seseorang berusaha  untuk memecahkan masalah yang dihadapi secara sistematis dengan metode dan  teknik tertentu yang bersifat ilmiah, artinya bahwa metode atau teknik yang  digunakan tersebut bertujuan untuk satu atau beberapa gejala dengan jalan  menganalisanya dan dengan mengadakan pemeriksaan yang mendalam terhadap  fakta tersebut untuk kemudian mengusahakan suatu pemecahan atas masalahmasalah yang ditimbulkan faktor tersebut.
18 1.  Jenis, Sifat dan Pendekatan Penelitian Penelitian ini bersifat deskriptif analistis, artinya bahwa penelitian ini termasuk lingkup penelitian yang menggambarkan, menelaah dan menjelaskan secara tepat serta menganalisa peraturan perundang - undangan yang berkaitan dengan larangan terhadap pemegang saham nominee.
Metode yang digunakan adalah metode penelitian normatif yang  merupakan prosedur penelitian ilmiah untuk menemukan kebenaran berdasarkan  logika keilmuan hukum dari sisi normatifnya.
19 Dengan demikian penelitian ini meliputi penelitian terhadap sumbersumber hukum, peraturan perundang-undangan, keputusan pengadilan, dokumenLogika keilmuan yang juga dalam  penelitian hukum normatif dibangun berdasarkan disiplin ilmiah dan cara-cara  kerja ilmu hukum normatif, yaitu ilmu hukum yang objeknya hukum itu sendiri.
18 Khudzaifah Dimyati & Kelik Wardiono, Metode Penelitian Hukum, (Surakarta: Universitas Muhammadiyah Surakarta, 2004), hal 1.
19 Johnny Ibrahim, Teori dan Metodologi Penelitian Hukum Normatif, (Malang: UMM  Press, 2007), hal. 57.
 dokumen terkait dan beberapa buku tentang larangan terhadap pemegang saham  nominee 2.  Sumber data a.  Bahan hukum primer Bahan hukum primer adalah dokumen peraturan yang mengikat dan  ditetapkan oleh pihak yang berwenang.
20 b.  Bahan Hukum Sekunder Dalam penelitian ini bahan  hukum primer diperoleh melalui Kitab Undang-undang Hukum  Perdata, Kitab Undang-undang Hukum Dagang, Undang-undang  Nomor 40 Tahun 2007 tentang Perseroan Terbatas sebagaimana telah  diubah dengan Undang-undang Nomor 25 Tahun 2007  tentang  Penanaman Modal, dan peraturan lain yang terkait.
Yaitu semua dokumen yang merupakan informasi, atau kajian yang  berkaitan dengan penelitian ini, yaitu seminar-seminar, jurnal-jurnal  hukum, majalah-majalah, koran-koran, karya  tulis ilmiah, dan  beberapa sumber dari internet.
3.  Teknik pengumpulan data Teknik pengumpulan data dilakukan dengan cara penelitian kepustakaan  (Library Research), yaitu penelitian yang dilakukan dengan cara meneliti bahan  pustaka atau yang disebut dengan data sekunder. Adapun data sekunder yang  digunakan dalam penulisan skripsi ini antara lain berasal dari buku-buku baik  koleksi pribadi maupun dari perpustakaan, artikel-artikel baik yang diambil dari  20 Soedikno Mertokusumo, Mengenal Hukum (Suatu Pengantar), (Yogyakarta: Liberty,  1988), hal. 19.
 media cetak maupun media elektronik, dokumen-dokumen pemerintah, termasuk  peraturan perundang-undangan.
4.  Analisis data Data sekunder yang telah disusun secara sistematis kemudian dianalisa  dengan menggunakan metode deduktif dan induktif. Metode deduktif dilakukan  dengan membaca, menafsirkan dan membandingkan, sedangkan metode induktif  dilakuka n dengan menerjemahkan berbagai sumber yang berhubungan dengan  topik skripsi ini, sehingga diperoleh kesimpulan yang sesuai dengan tujuan  penelitian yang telah dirumuskan.
G. Sistematika Penulisan Sistematika penulisan dalam skripsi ini adalah sebagai berikut: BAB I:    Bab ini merupakan bab pendahuluan yang isinya antara lain  memuat Latar Belakang, Pokok Permasalahan, Tujuan dan  Manfaat Penulisan, Tinjauan Kepustakaan, Metode  Penelitian dan Sistematika Penulisan.
BAB II :    Bab ini akan membahas tinjauan umum terhadap pemegang  saham di Indonesia, yang memuat tentang hak dan kewajiban  pemegang saham, jenis-jenis pemegang saham, dan perlindungan  hukum terhadap pemegang saham.
BAB III:    Bab ini akan membahas tentang tinjauan terhadap pemegang  saham nominee, yang mengulas tentang  sebab-sebab lahirnya   pemegang saham  nominee  dan perjanjian pemegang saham  nominee.
BAB IV:  Bab ini akan dibahas tentang larangan terhadap pemegang saham  nominee, yang membahas dan menganalisa kedudukan pemegang  saham nominee  sebelum adanya larangan oleh undang-undangundang dan kedudukan pemegang saham nominee setelah adanya  larangan dalam Undang-undang Penanaman Modal Asing dan  Undang-undang Perseroan Terbatas BAB V:  Bab ini merupakan bab terakhir, yaitu sebagai bab penutup yang  berisi kesimpulan dan saran-saran mengenai permasalahan yang  dibahas.
  

Download lengkap Versi Word

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

pesan skripsi