BAB I PENDAHULUAN
A.
Latar Belakang
Perseroan terbatas (limited liability company, naamloze
vennootschap) adalah bentuk yang paling
populer dari semua bentuk usaha bisnis 1 . Perseroan Terbatas (PT) merupakan bentuk usaha kegiatan
ekonomi yang paling disukai saat ini, di
samping karena pertanggungjawabannya yang bersifat terbatas, Perseroan Terbatas juga memberikan kemudahan bagi
pemilik (pemegang saham) nya untuk mengalihkan
perusahaannya kepada setiap orang dengan menjual seluruh saham yang dimilikinya pada perusahaan tersebut Kata
“perseroan” menunjuk kepada modal yang
terdiri atas sero (saham). Sedangkan kata “terbatas” menunjuk kepada tanggung jawab pemegang saham yang tidak melebihi
nilai nominal saham yang diambil bagian
dan dimiliki.
2 Perseroan
terbatas menurut hukum Indonesia adalah suatu
badan hukum yang merupakan persekutuan modal, didirikan berdasarkan perjanjian, yang melakukan kegiatan usaha
dengan modal dasar yang seluruhnya terbagi
dalam saham 3 Pada tanggal 16 Agustus 2007 diundangkanUndang-undang Nomor 40 Tahun 2007 tentang Perseroan Terbatas
(selanjutnya disebut UUPT), yang mengga
ntikan Undang-undang Nomor 1 Tahun 1995. Perubahan ini dilakukan dalam rangka lebih meningkatkan pembangunan
perekonomian nasional dan sekaligus
memberikan landasan yang kokoh bagi dunia usaha dalam menghadapi .
1 Munir Fuady,
Pengantar Hukum Bisnis: Menata Bisnis Modern di Era Global, (Bandung: Citra Aditya Bakti, 2005), hal. 35.
2 Ahmad Yani dan
Gunawan Widjaja, Op.cit., hal.1.
3 Pasal 1 angka 1
Undang-Undang Nomor 40 Tahun 2007 tentang Perseroan Terbatas.
perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi di
era gobalisasi pada masa mendatang
sehingga dapat menjamin terselenggaranya iklim dunia usaha yang kondusif. Oleh karena itu perseroan terbatas
sebagai salah satu pilar pembangunan perekonomian
nasional perlu diberikan landasan hukum untuk lebih memacu pembangunan nasional yang disusun sebagai
usaha bersama berdasar atas asas kekeluargaan.
Selama ini
perseroan terbatas telah diatur dengan Undang-undang Nomor 1 Tahun 1995 tentang Perseroan terbatas, yang
menggantikan peraturan perundang-undangan
yang berasal dari zaman kolonial yang terdapat dalam Buku I Bab III bagian III Pasal 36 sampai dengan
Pasal 56 Kitab Undang-undang Hukum
Dagang (Wetboek van Koophandel Staatsblad 1847 :23) sebagaimana telah dirubah, terakhir dengan Undang-undang
Nomor 4 Tahun 1971, dan terdapat dalam
Ordonansi Maskapai Andil Indonesia (Ordonantie op de Indonesische Maatschappij op Aandelen(Stb.1939-569 jo.717).
Keadaan sebelum
berlakunya Undang-undang Nomor 1 Tahun 1995 tersebut menyebabkan terjadinya dualisme
undang-undang yang mengatur perseroan.
Hal ini memang dikehendaki oleh pemerintah kolonial Belanda waktu itu yang membedakan golongan penduduk dan
hukum yang berlaku bagi mereka..
Bagi golongan Eropa
atau yang dipersamakan dengan itu berlaku Pasal 36 sampai dengan Pasal 56 KUHD. Sedangkan bagi golongan
bumi putera berlaku ketentuan Ordonansi
Maskapai Andil Indonesia. Setelah Indonesia merdeka, hal tersebut tentunya
menimbulkan kejanggalan, karena adanya diskriminasi dalam pemberlakuan hukum perseroan.
4 4 Ahmad Yani dan
Gunawan Widjaja, Perseroan Terbatas, (Jakarta: Raja Grafindo Persada, 2003), hal.2.
Dalam perkembangannya Undang-undang Nomor 1
Tahun 1995 tersebut dipandang tidak lagi
memenuhi perkembangan hukum dan kebutuhan masyarakat karena kedaaan ekonomi serta kemajuan ilmu
pengetahuan, teknologi, dan informasi
sudah berkembang begitu pesat khususnya pada era globalisasi. Di samping itu, meningkatnya tuntutan masyarakat
akan layanan yang cepat, kepastian
hukum, serta tuntutan akan pengembangan dunia usaha yang sesuai dengan prinsip pengelolaan perusahaan yang
baik (good corporate governance) menuntut
penyempurnaan Undang-undang No.1 Tahun 1995 tentang Perseroan Terbatas.
5 Sebagai suatu
badan hukum, perseroan dapat diidentikkan seperti halnya manusia, dalam pengertian ini maka suatu
perseroan akan dapat bertindak sebagai pemegang
hak dan kewajiban, di samping juga dapat memiliki kekayaan, memiliki utang dan berperkara di muka
pengadilan. Status seperti inilah yang kemudian
menempatkan Perseroan Terbatas, modal atau capital merupakan faktor utama. Tujuannya adalah untuk memperoleh laba
atau keuntungan semaksimal mungkin
(profit oriented). Fungsi perseroan terbatas dalam sistem perekonomian Indonesia menurut Pancasila dan UUD 1945
adalah sebagai pelengkap dan pembantu
dalam menciptakan masyarakat adil dan makmur.
6 Dalam pergaulan
hukum, manusia ternyata bukan satu-satunya pendukung hak-hak dan kewajiban-kewajiban. Di samping
manusia, masih ada lagi pendukung
hak-hak dan kewajiban-kewajiban yang dinamakan badan hukum (rechtspersoon) untuk membedakan dengan
manusia (natuurlijk persoon). Jadi 5 Lihat
Penjelasan atas Undang-undang Nomor 40 Tahun 2007 tentang Perseroan Terbatas.
6 Ahmad Yani dan
Gunawan Widjaja, Op. cit, hal. 2 bentuk
hukum (rechtsfiguur) yaitu badan hukum yang dapat mempunyai hak-hak, kewajiban-kewajiban hukum dan dapat mengadakan
hubungan hukum.
7 Sebagai suatu
badan hukum yang independen, dengan hak-hak dan kewajiban-kewajiban yang mandiri, lepas dari
hak-hak dan kewajiban-kewajiban para
pemegang sahamnya maupun para pengurusnya, perseroan jelas harus memiliki harta kekayaan tersendiri dalam
menjalankan kegiatan usahanya serta untuk
melaksanakan kewajiban-kewajibannya.
8 Sesuai dengan
pedoman good corporate governance yang disusun oleh Komite Nasional Kebijakan good corporate
governance telah diatur dan ditetapkan secara tegas bahwa hak pemegang
saham harus dilindungi, agar pemegang
saham dapat melaksanakannya berdasarkan prosedur yang benar yang ditetapkan oleh perseroan sesuai dengan
peraturan perundang-undangan yang berlaku.
Corporate
governance adalah seperangkat peraturan
yang mengatur hubungan antara pemegang
saham, pengurus atau pengelola perusahaan, pihak kreditur, pemerintah, karyawan, serta para
pemegang kepentingan intern dan ekstern
lainnya yang berkaitan dengan hak-hak dan kewajiban mereka atau dengan kata lain sistem yang mengatur dan
mengendalikan perusahaan. Tujuan Corporate
governance ialah untuk menciptakan nilai tambah bagi semua pihak yang berkepentingan (stakes holders).
9 Sosialisasi dan
pengembangan area Good Corporate Governance di Indonesia dewasa ini lebih ditujukan kepada
perusahaan berbentuk perseroan 7 Ali
Ridho, Badan Hukum dan Kedudukan Badan Hukum Perseroan, Perkumpulan, Koperasi, Yayasan, Wakaf, (Bandung: Alumni,
1983), hal.9.
8 Ibid., hal.13.
9 I Nyoman Tjager,
Corporate Governance, (Jakarta: Prenhallindo, 2003), hal.45.
terbatas. Perseroan terbatas adalah badan
hukum (recht persoon). Sebagai badan hukum,
ia oleh hukum diakui sebagai subjek hukum seperti halnya orang (natuurlijk persoon). Oleh karenanya karena
bukan “organ sungguhan”, maka agar dapat
bertindak seperti “orang sungguhan” diperlukan organ. Organ PT adalah Rapat Umum Pemegang Saham, komisaris
dan direksi.
10 Pemegang saham
merupakan salah satu stakeholeders dalam
suatu perseroan terbatas di samping
stakeholders yang lain, seperti pekerja, kreditur, investor, konsumen ataupun masyarakat secara
keseluruhan. Bahkan lebih dari itu, para
pemegang saham dalam suatu perseroan terbatas juga merupakan pihak yang membawa dana ke dalam perusahaan, sehingga dia
di samping disebut stakeholders, disebut
juga sebagai bagholders bagi perusahaan.
11 Undang-Undang
Nomor 25 Tahun 2007 Tentang Penanaman Modal dalam Pasal 5 ayat (2) menentukan
bahwa penanam modal asing di Indonesia harus dalam bentuk perseroan terbatas.
Pasal 33 ayat (1) Undang-Undang Nomor 25 Tahun 2007 Tentang Penanaman Modal
yang melarang kepemilikan saham secara nominee: “Penanam modal dalam negeri dan penanam modal
asing yang melakukan penanaman modal dalam bentuk perseroan terbatas dilarang
membuat perjanjian dan/atau pernyataan yang menegaskan bahwa
kepemilikan saham dalam perseroan
terbatas untuk dan atas nama orang lain.” 12 Ketentuan larangan pemegang saham
nominee ini sungguh suatu hal yang menarik untuk diteliti, mengapa justru
setelah 40 (empat puluh) tahun dibukanya kembali penanaman modal asing di
Indonesia pada tahun 1967 melalui Undang-10 Nindyo Pramono, Rampai Hukum Bisnis
Aktual, (Bandung: Citra Aditya Bakti, 2006), hal..69-70.
11 Munir Fuady,
Perlindungan Pemegang Saham Minoritas, (Bandung: CV.Utomo, 2005), hal. 1.
12 Pasal 33 ayat
(1) Undang-undang Nomor 25 Tahun 2007 tentang Penanaman Modal undang Nomor 1 Tahun 1967 Tentang Penanaman
Modal Asing, baru timbul larangan tegas seperti ini.
Selain ketentuan
dalam Undang-Undang Penanaman Modal di atas, terdapat juga ketentuan yang
melarang praktek pemegang saham nominee dalam Undang-Undang No. 40 Tahun 2007
tentang Perseroan Terbatas, yaitu Pasal48 ayat (1) yang menyebutkan: ”Saham Perseroan
dikeluarkan atas nama pemiliknya.” 13 Kendatipun di dalam Penjelasan Pasal 48
ayat (1) disebutkan bahwa yang dimaksud dengan ketentuan ayat (1) adalah bahwa
perseroan hanya diperkenankan mengeluarkan saham atas nama pemiliknya dan
Perseroan tidak boleh mengeluarkan saham atas tunjuk, namun Pasal ini dapat
diartikan bahwa saham harus dikeluarkan
atas nama pemilik sebenarnya dan sama sekali tidak boleh dikeluarkan atas nama pemilik yang
dinominasikan yang bukan pemilik sebenarnya.
Pemegang saham
nominee dapat terjadi pertama karena penanam modal asing ingin memasuki bidang usaha tertentu
yang tertutup bagi asing sehingga penanam
modal asing menggunakan mekanisme pemegang saham nominee dengan menunjuk dua
orang atau lebih menjadi pemegang saham nominee dengan jalan pemegang saham nominee itu akan mendirikan suatu perseroan, dan di samping penanam modal asing dan pemegang saham
nominee menandatangani perjanjian di
bawah tangan yang pada pokoknya menyatakan bahwa pemilik saham sebenarnya adalah penanam modal asing.
Kedua, pemegang saham nominee dapat
terjadi dalam hal bidang usaha tertentu yang hendak dimasuki oleh 13 Pasal 48 ayat (1) Undang-Undang No. 40
Tahun 2007 tentang PerseroanTerbatas (UUPT).
penanam modal asing tidak 100% terbuka. Tidak
100% terbuka berarti di dalam perseroan
yang hendak didirikan harus ada pihak Indonesia (joint venture). Dalam joint venture ini dapat saja penanam modal
asing diizinkan untuk memiliki saham mayoritas
(di atas 50%) atau dapat juga penanam modal asing hanya dapat memilik saham minoritas (di bawah 50%). Jalan
keluar yang diambilnya adalah pemegang
saham asing mendirikan perusahaan joint
venture dengan pihak Indonesia,
tetapi di samping dokumen yang ditandatangani berupa anggaran dasar perseroan
dan joint venture agreement
terdapat juga dokumen yang ditandatangani
diantara penanam modal asing dengan pemegang saham Indonesia yang ditunjuk berupa dokumen yang dibuat di
bawah tangan yang pada pokoknya menentukan
bahwa saham tersebut sebenarnya adalah
milik penanam modal asing, dengan
maksud agar pihak asing menguasi lebih banyak dari yang diizinkan atau memegang kedudukan pemegang
saham mayoritas.
B. Permasalahan 1.
Bagaimana pengaturan tentang pemegang saham dalam Undang-Undang Nomor 40 Tahun 2007? 2.
Bagaimana larangan terhadap pemegang saham nominee dalam perseroan terbatas? 3.
Bagaimana kedudukan pemegang saham nominee sebelum dan setelah adanya larangan undang-undang? C. Tujuan dan
Manfaat Penulisan 1. Tujuan a.
Untuk mengetahui dan menganalisis pengaturan tentang pemegang saham di Indonesia b. Untuk mengetahui dan menganalisis larangan
terhadap pemegang saham nominee dalam
perseroan terbatas c. Untuk mengetahui
kedudukan pemegang saham nominee sebelum dan setelah adanya larangan undang-undang 2. Manfaat a.
Teoritis 1) Penelitian ini dapat
menambah referensi atau khasanah kepustakaan
di bidang ilmu pengetahuan, khususnya hukum perseroan 2)
Hasil penelitian ini dapat digunakan sebagai referensi tambahan bagi penelitian yang akan datang apabila sama
bidang penelitiannya.
b. Praktis Dapat diajukan sebagai pedoman dan bahan
rujukan bagi rekan-rekan mahasiswa,
masyarakat, lembaga kenotariatan, praktisi hukum dan pemerintah dalam melakukan penelitian yang
berkaitan dengan larangan terhadap
pemegang saham nominee dalam peraturan perundang-undangan di Indonesia.
D. Keaslian
Penulisan Berdasarkan pemeriksaan dan
hasil-hasil penelitian yang ada, penelitian mengenai “Larangan Terhadap Pemegang Saham
Nominee dalam Peraturan Perundang-undangan
Indonesia” belum pernah dibahas oleh mahasiswa lain di Fakultas Hukum . Skripsi ini asli disusun oleh
penulis sendiri dan bukan plagiat atau
diambil dari skripsi lain. Semua ini merupakan implikasi etis dari proses menemukan kebenaran
ilmiah, sehingga penelitian ini dapat
dipertanggung-jawabkan kebenarannya secara ilmiah. Apabila ternyata ada skripsi yang sama, maka penulis akan
bertanggung jawab sepenuhnya.
E. Tinjauan Kepustakaan 1. Pengertian saham Saham merupakan bukti
penyertaan modal seseorang dalam sebuah perusahaan, pengertian ini terlihat dari bunyi
Pasal 1 angka 1 Undang-undang Nomor 40
Tahun 2007 tentang Perseroan Tebatas yaitu : “Perseroan Terbatas, yang selanjutnya disebut Perseroan adalah
badan hukum yang merupakan persekutuan
modal, didirikan berdasarkan perjanjian, melakukan kegiatan usaha dengan modal dasar yang seluruhnya terbagi
dalam saham dan memenuhi persyaratan
yang ditetapkan oleh Undang-Undang ini serta peraturan perlaksanaanya.” Dari ketentuan tersebut dapat diambil
pengertian bahwa saham merupakan bukti
persekutuan modal perusahaan. Hal ini ditegaskan juga oleh M. Irsan Nasarudin dan Indra Surya dalam bukunya yang
mengatakan bahwa saham pada dasarnya
merupakan instrument penyertaan modal seseorang atau lembaga dalam sebuah perusahaan.
14 2. Kepemilikan saham Ketentuan tersebut sesuai
dengan aturan yang terdapat dalam Pasal
31 ayat (1) Undang-undang Nomor 40 Tahun 2007 tentang Perseroan Terbatas yang berbunyi: “modal dasar
perusahaan terdiri atas seluruh nominal saham.”
Para pemegang saham diberikan bukti
kepemilikan atas saham yang dimilikinya.
Hal ini ditegaskan dalam Pasal 51 Undang-undang Nomor 40 Tahun 2007 tentang Perseroan Terbatas yang berbunyi:
“pemegang saham diberi bukti pemilikan
saham untuk saham yang dimilikinya.” Dalam penjelasan Pasal yang sama diterangka n bahwa penggaturan bentuk
bukti pemilikan saham ditetapkan dalam
anggaran dasar sesuai dengan kebutuhan.
Pada ketentuan lain
dalam Undang-undang Nomor 40 Tahun 2007 tentang Perseroan Terbatas tepatnya dalam Pasal 48
ayat (1) disebutkan bahwa saham perseroan
dikeluarkan atas nama pemiliknya. Jadi dengan demikian dapat disimpulkan juga, bahwa bukti kepemilikan
saham adalah adanya nama yang tertera/tertulis
dalam sertifikat saham yang dikeluarkan oleh perusahaan tersebut.
Nama yang tercantum
dalam sertifikat saham merupakan bukti, bahwa pemilik sertifikat saham itu adalah sesuai dengan nama
yang tercantum.
Selain itu bukti
kepemilikan lain, adalah adanya catatan kepemilikan saham yang dimiliki oleh perusahaan yang
mengeluarkan saham yang dibuat oleh Direksi
Perseroan. Dalam catatan tersebut dapat dilihat pihak-pihak yang memiliki saham dan hal-hal yang tersangkut
dengan saham-saham, misalnya apakah
saham itu dijadikan jaminan utang atau tidak, serta perubahan pemilikan 14 Nasarudin, M. Irsan dan Indra Surya, Aspek
Hukum Pasar Modal Indonesia, (Jakarta: Prenada,
2006), hal. 188.
saham dan klasifikasi sahamnya. Ketentuan ini
diatur dalam Pasal 50 ayat (1) dan ayat
(2) dan ayat (3) yang berbunyi: Ayat (1): direksi perseroan wajib mengadakan
dan menyimpan daftar pemegang saham,
yang sekurang-kurangnya memuat: a. Nama
dan alamat pemegang saham; b. Jumlah,
nomor, dan tanggal perolehan saham yang dimiliki pemegang saham, dan klasifikasinya dalam hal dikeluarkan
lebih dari satu klasifikasi; c. Jumlah
yang disetor atas setiap saham; d. Nama
dan alamat dari orang perseorangan atau badan hukum yang mempunyai hak gadai atas saham atau sebagai
penerima jaminan fidusia saham dan
tanggal perolehan hak gadai atau tanggal pendaftaran jaminan fidusia tersebut; e. Keterangan penyetoran saham dalam bentuk lain
sebagaimana dimaksud dalam Pasal 34 ayat
(2) Ayat (2): selain daftar pemegang
saham sebagaimana dimaksud pada ayat (1),
direksi perseroan wajib mengadakan dan menyimpan daftar khusus yang memuat keterangan mengenai saham anggota
Direksi dan Dewan Komisaris berserta
keluarganya dalam perseroan dan/atau pada perseroan lain serta tanggal saham itu diperoleh.
Ayat (3): dalam
daftar pemegang saham dan daftar khusus sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dan ayat (2) di catat
pula setiap perubahan kepemilikan saham.
3. Jenis dan Klasifikasi Saham a. Jenis Saham Berdasarkan Undang-undang Nomor
40 Tahun 2007 tentang Perseroan Terbatas
hanya dikenal satu jenis saham yaitu saham atas nama. Hal ini diatur dalam Pasal 48 ayat (1) Undang-undang Nomor 40
Tahun 2007 tentang Perseroan Terbatas,
yaitu: saham perseroan dikeluarkan atas nama pemiliknya. Dan tidak dikenal lagi adanya saham atas unjuk
sebagaimana pernah diatur dalam Undangundang Nomor 1 tahun 1995 tentang
Perseroan Terbatas.
15 b. Klasifikasi saham 15 Lihat Pasal 42 ayat (3)
Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1995 tentang Perseroan Terbatas.
Pada Undang-undang Nomor 40 Tahun 2007 tentang
Perseroan Terbatas yang dikeluarkan pada
16 Agustus 2007 dalam Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 106 dan tambahan Lembaran
Negara Republik Indonesia Nomor 4756
Tahun 2007 ditentukan ada beberapa klasifikasi saham, sebagaimana diatur dalam Pasal 53 ayat (4) yang berbunyi :
klasifikasi saham sebagaimana dimaksud
pada ayat (3), antara lain : a. Saham dengan hak suara atau tanpa hak suara; b.
Saham dengan hak khusus untuk mencalonkan anggota Direksi dan/atau anggota Dewan Komisaris; c. Saham yang setelah jangka waktu tertentu
ditarik kembali atau ditukar dengan
klasifikasi saham lain; d. Saham yang
memberikan hak kepada pemegangnya untuk menerima dividen lebih dahulu dari pemegang saham
klasifikasi lain atas pembagian dividen
secara kumulatif atau non kumulatif; e.
Saham yang memberikan hak kepada pemegangnya untuk menerima lebih dahulu dari pemegang saham klasifikasi
lain atas pembagian sisa kekayaan
Perseroan dalam Likuidasi Selain dari jenis saham di atas, umumnya saham juga
diklasifikasikan sebagai berikut: 16 a. Saham biasa (common stock) Saham Biasa adalah suatu sertifikat atau
piagam yang memiliki fungsi sebagai
bukti pemilikan suatu perusahaan dengan berbagai aspekaspek penting bagi perusahaan.
Pemilik saham akan mendapatkan hak 16 http://organisasi.org/pengertian-arti-definisi-saham-biasa-dan-saham-preferen-ilmupengetahuan-dasar-investasi-ekonomi-keuangan.
Diakses tanggal 7 Desember 2010.
untuk menerima sebagaian pendapatan tetap /
deviden dari perusahaan serta kewajiban
menanggung resiko kerugian yang diderita perusahaan.
b. Saham preferen Saham preferen adalah saham
yang pemiliknya akan memiliki hak lebih
dibanding hak pemilik saham biasa. Pemegang saham preferen akan mendapat dividen lebih dulu dan juga
memiliki hak suara lebih dibanding
pemegang saham biasa seperti hak suara dalam pemilihan direksi sehingga jajaran manajemen akan
berusahan sekuat tenaga untuk membayar
ketepatan pembayaran dividen preferen agar tidak lengser.
4. Pemindahan saham Pemindahan hak atas saham
dilakukan melalui akta pemindahan hak. Hal tersebut diatur dalam Pasal 56 Undang-undang
Nomor 40 Tahun 2007 tentang Perseroan
Terbatas. Dalam penjelasannya disebutkan bahwa yang dimaksud dengan akta pemindahan hak adalah bisa berupa
akta yang dibuat di hadapan Notaris
maupun akta bawah tangan. Pada ayat (2) Pasal 56 ditentukan bahwa akta pemindahan hak tersebut atau salinannya disampaikan
secara tertulis kepada perseroan.
Tujuan dilakukan
pemberitahuan kepada Perseroan adalah untuk dilakukan pencatatan terhadap perubahan hak yang terjadi
pada pemegang saham yang wajib dicatat
oleh Direksi Perseroan sebagaimana diatur pada Pasal 50 Undang-undang Nomor 40 Tahun 2007 tentang Perseroan
Terbatas. Akan tetapi dalam Undangundang Nomor 40 Tahun 2007 tentang Perseroan
Terbatas juga ditentukan bahwa untuk
saham Perseraon Terbatas yang diperdagangkan di bursa efek atau Pasar Modal, pemindahan haknya ditentukan menurut
ketentuan yang berlaku dalam undang-undang
Pasar Modal, hal tersebut ditegaskan dalam Pasal 56 ayat (3) yaitu: ketetuan mengenai tata cara pemindahan hak atas saham yang diperdagangkan di Pasar Modal, diatur dalam
peraturan perundang-undangan di bidang
Pasar Modal.
Saham dalam sebuah
perusahaan dapat dialihkan
(transfer) tanpa mengubah kepemilikan hukum dan bisnis dasar
perusahaan. Bagaimanapun, penjualan
saham dalam sebuah perusahaan patungan adalah umum dan tunduk kepada ketentuan-ketentuan dan pembatasan yang
diperlukan. Tidak semua pengalihan saham
dapat dilakukan begitu saja oleh salah satu pihak, melainkan harus memenuhi ketentuan-ketentuan dan
pembatasan yang disepakati.
Pengalihan saham
secara langsung akan mengakibatkan berubahnya komposisi kepemilikan saham, jika saham
dialihkan kepada pihak yang sudah memiliki
saham di dalam perusahaan (internal transfer), maka ketentuan yang sudah ada tidak akan banyak mengalami perubahan,
itupun masih tergantung dari jumlah
saham yang di alihkan. Jika jumlah saham yang dialihkan mempengaruhi dan menyebabkan penggantian kontrol
perusahaan, maka akan merubah perjanjian
sebelumnya.
Namun jika
pengalihan saham tersebut dialihkan kepada pihak di luar perusahaan (external transfer),
maka hal tersebut menyebabkan masuknya investor baru ke perusahaan. Ketentuan
masuknya investor baru atau pemegang saham
baru biasanya melalui proses yang sangat ketat. Hampir semua joint venture agreement mengandung ketentuan yang
membatasi pengalihan saham.
Pendekatan yang
dapat diambil dalam pembatasan pengalihan saham diantaranya: a. Pengalihan saham tidak diperbolehkan tanpa
persetujuan para pihak.
b. Pengalihan saham tidak boleh dilakukan dalam
periode tertentu, misalnya selama 3
tahun pertama.
c. Pengalihan saham kepada pihak asing
diperbolehkan dangan persyaratan bahwa
pemegang saham baru menyetujui ketentuan-ketentuan bisnis joint venture company yang telah ditetapkan
sebelumnya.
d. Dalam banyak ketentuan joint venture company
yang terdiri banyak pihak, para pihak
diberikan hak untuk dapat membeli kembali sahamsaham yang ada terutama saham
yang akan dialihkan, sebelum dijual kepada
pihak asing, saham tersebut harus ditawarkan kepada pemegang saham lainnya terlebih dahulu dengan harga
yang telah ditetapkan dan disetujui.
Untuk melindungi
permodalannya, perseroan dapat mengeluarkan ketentuan pembelian kembali saham yang telah dijual,
penjualan saham, penjaminan dan atau
gadai saham. berikut ini salah satu
pasal UUPT yang menjelaskan pemindahan
hak atas saham: Pasal 57 (1) Dalam anggaran dasar dapat diatur persyaratan
mengenai pemindahan hak atas saham,
yaitu: a. keharusan menawarkan terlebih
dahulu kepada pemengang saham dengan
klasifikasi tertentu atau pemegang saham lainnya; b. keharusan mendapatkan persetujuan terlebih
dahulu dari organ perseroan; dan/atau c. keharusan mendapatkan persetujuan terlebih dahulu
dari instansi yang berwenang sesuai
dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.
17 17 Ibid., Pasal
57 F.
Metode Penelitian Menurut Soerjono Soekanto, penelitian dimulai ketika
seseorang berusaha untuk memecahkan masalah
yang dihadapi secara sistematis dengan metode dan teknik tertentu yang bersifat ilmiah, artinya
bahwa metode atau teknik yang digunakan
tersebut bertujuan untuk satu atau beberapa gejala dengan jalan menganalisanya dan dengan mengadakan
pemeriksaan yang mendalam terhadap fakta
tersebut untuk kemudian mengusahakan suatu pemecahan atas masalahmasalah yang
ditimbulkan faktor tersebut.
18 1. Jenis, Sifat dan Pendekatan Penelitian Penelitian
ini bersifat deskriptif analistis, artinya bahwa penelitian ini termasuk
lingkup penelitian yang menggambarkan, menelaah dan menjelaskan secara tepat
serta menganalisa peraturan perundang - undangan yang berkaitan dengan larangan
terhadap pemegang saham nominee.
Metode yang
digunakan adalah metode penelitian normatif yang merupakan prosedur penelitian ilmiah untuk
menemukan kebenaran berdasarkan logika
keilmuan hukum dari sisi normatifnya.
19 Dengan demikian
penelitian ini meliputi penelitian terhadap sumbersumber hukum, peraturan
perundang-undangan, keputusan pengadilan, dokumenLogika keilmuan yang juga
dalam penelitian hukum normatif dibangun
berdasarkan disiplin ilmiah dan cara-cara kerja ilmu hukum normatif, yaitu ilmu hukum
yang objeknya hukum itu sendiri.
18 Khudzaifah
Dimyati & Kelik Wardiono, Metode Penelitian Hukum, (Surakarta: Universitas
Muhammadiyah Surakarta, 2004), hal 1.
19 Johnny Ibrahim,
Teori dan Metodologi Penelitian Hukum Normatif, (Malang: UMM Press, 2007), hal. 57.
dokumen terkait dan beberapa buku tentang
larangan terhadap pemegang saham nominee
2. Sumber data a. Bahan hukum primer Bahan hukum primer adalah
dokumen peraturan yang mengikat dan ditetapkan
oleh pihak yang berwenang.
20 b. Bahan Hukum Sekunder Dalam penelitian ini
bahan hukum primer diperoleh melalui
Kitab Undang-undang Hukum Perdata, Kitab
Undang-undang Hukum Dagang, Undang-undang Nomor 40 Tahun 2007 tentang Perseroan Terbatas
sebagaimana telah diubah dengan
Undang-undang Nomor 25 Tahun 2007
tentang Penanaman Modal, dan
peraturan lain yang terkait.
Yaitu semua dokumen
yang merupakan informasi, atau kajian yang berkaitan dengan penelitian ini, yaitu
seminar-seminar, jurnal-jurnal hukum,
majalah-majalah, koran-koran, karya
tulis ilmiah, dan beberapa sumber
dari internet.
3. Teknik pengumpulan data Teknik pengumpulan
data dilakukan dengan cara penelitian kepustakaan (Library Research), yaitu penelitian yang
dilakukan dengan cara meneliti bahan pustaka
atau yang disebut dengan data sekunder. Adapun data sekunder yang digunakan dalam penulisan skripsi ini antara
lain berasal dari buku-buku baik koleksi
pribadi maupun dari perpustakaan, artikel-artikel baik yang diambil dari 20 Soedikno Mertokusumo, Mengenal Hukum (Suatu
Pengantar), (Yogyakarta: Liberty, 1988),
hal. 19.
media cetak maupun media elektronik,
dokumen-dokumen pemerintah, termasuk peraturan
perundang-undangan.
4. Analisis data Data sekunder yang telah
disusun secara sistematis kemudian dianalisa dengan menggunakan metode deduktif dan
induktif. Metode deduktif dilakukan dengan
membaca, menafsirkan dan membandingkan, sedangkan metode induktif dilakuka n dengan menerjemahkan berbagai
sumber yang berhubungan dengan topik
skripsi ini, sehingga diperoleh kesimpulan yang sesuai dengan tujuan penelitian yang telah dirumuskan.
G. Sistematika
Penulisan Sistematika penulisan dalam skripsi ini adalah sebagai berikut: BAB
I: Bab ini merupakan bab pendahuluan
yang isinya antara lain memuat Latar
Belakang, Pokok Permasalahan, Tujuan dan Manfaat Penulisan, Tinjauan Kepustakaan,
Metode Penelitian dan Sistematika
Penulisan.
BAB II : Bab
ini akan membahas tinjauan umum terhadap pemegang saham di Indonesia, yang memuat tentang hak
dan kewajiban pemegang saham,
jenis-jenis pemegang saham, dan perlindungan hukum terhadap pemegang saham.
BAB III: Bab ini akan membahas tentang tinjauan
terhadap pemegang saham nominee, yang
mengulas tentang sebab-sebab lahirnya pemegang saham nominee
dan perjanjian pemegang saham nominee.
BAB IV: Bab ini akan dibahas tentang larangan
terhadap pemegang saham nominee, yang
membahas dan menganalisa kedudukan pemegang saham nominee
sebelum adanya larangan oleh undang-undangundang dan kedudukan pemegang
saham nominee setelah adanya larangan
dalam Undang-undang Penanaman Modal Asing dan Undang-undang Perseroan Terbatas BAB V: Bab ini merupakan bab terakhir, yaitu sebagai
bab penutup yang berisi kesimpulan dan
saran-saran mengenai permasalahan yang dibahas.
Download lengkap Versi Word
Tidak ada komentar:
Posting Komentar
pesan skripsi