BAB I .
PENDAHULUAN .
A. Latar Belakang.
Arus globalisasi
yang melanda ke segenap penjuru dunia ini mau tidak mau harus dihadapi dengan penuh optimis dan
kesiapan dari semua unsur serta semua potensi
yang ada. Perubahan yangcepat dibidang politik, ekonomi, hukum sekaligus menuntut perubahan dan pengembangan
hukum yang cepat, dinamis dan aktual.
Oleh sebab itu, apabila hukum benar-benar dapat berperan dalam proses penyelenggaraan pembangunan, agar
pembangunan akan lebih terlaksana secara
lebih manusiawi.
Dalam bidang hukum
yang berfungsi sebagai pemelihara dan pengejar tujuan pembangunan yang telah digariskan bahwa
pembangunan ekonomi yang telah berhasil
harus ditingkatkan dan hukum harus memberi dukungan. Mengingat pembangunan hukum merupakan suatu proses yang
dinamis, yang harus dilakukan terus
menerus dan bahkan merupakan proses yang tidak akan pernah selesai (neer ending process), hal ini
disebabkan setiapkemajuan akan menuntut perubahan
yang lebih maju dalam masyarakat yang terus berubah.
Dengan
pembaruan-pembaruan masyarakat melalui jalur hukum, berarti dilakukan pembaharuan hukum terutama melalui
perundang-undangannya. Hal ini berarti
proses pembentukan undang-undang harus dapat menampung semua hal yang erat hubungannya (relevan) dengan bidang
atau masalah yang hendak diatur dengan
undang-undang itu, apabila perundangan itu diharapkan merupakan suatu pengaturan hukum yang efektif.
1 Perumahan merupakan kebutuhan dasar manusia
dan mempunyai peranan yang sangat
strategis dalam pembentukan watak serta kepribadian bangsa dan perlu dibina dan dikembangkan serta demi
kelangsungan kehidupan dan penghidupan
masyarakat. Perumahan ditengah kota merupakan kebutuhan mutlak bagi mereka yang menginginkan kepraktisan.
Di daerah perkotaan
yang berpenduduk padat kebutuhan perumahan banyak diperlukan sedangkan tanah yang tersediasangat
terbatas, maka pengembangan perumahan
dan pemukiman dilaksanakan dalam bentuk rumah susun yang lengkap, seimbang dan serasi dengan
lingkungannya.
Kebijakan
percepatan pembangunan perumahan serta rumah susun tersebut sangat bijaksana, mengingat kebutuhan
perumahan yang layak huni tersebut semakin
hari semakin meningkat. Meningkatnya kebutuhan akan perumahan sangat erat kaitannya dengan kependudukan,
seperti: jumlah penduduk, laju pertumbuhannya,
dan perubahan rata-rata jumlah jiwa perkeluarga. Pembangunan rumah susun, terutama di wilayah perkotaan
merupakan suatu kemutlakan sebagai akibat
terbatasnya tanah untuk perumahan tersebut dan permintaan akan papan semakin meningkat.
Menyadari
pembangunan perumahan secara horizontal sangat sulit lagi untuk dilaksanakan, maka solusi terbaik
pemenuhan kebutuhan rumah adalah dengan
membangun tempat tinggal secara vertikal tiada lain bertujuan dalam rangka peningkatan daya dan hasil gunabagi
pembangunan. Tempat tinggal secara
vertikal atau rumah susun lebih meningkatkan kualitas lingkungan terutama di daerah-daerah yang berpenduduk padat dimana
lahan yang tersedia cukup terbatas.
Adapun untuk pembangunan rumah susun mewah disebut apartemen yang diperuntukkan bagi masyarakat
berpenghasilan menengah ke atas dengan tingkat
penghasilan di atas Rp. 4.500.000,00 (empat juta lima ratus ribu rupiah) perbulan berdasarkan mekanisme pasar bebas,
tanpa mendapatkan bantuan dari pemerintah.
Di luar negeri termasuk juga di ibu kota
Negara Indonesia yaitu Jakarta, hak milik
terhadap apartemen telah banyak dilakukan dan pada kenyataannya merupakan suatu kegiatan bisnis yang sangat
menguntungkan. Dan pada kelanjutannya, sistem
bisnis seperti ini pada akhirnya mulai merambah ke kotakota besar yang ada di
Indonesia. Berdasarkan pengamatan yang telah penulis lakukan sistem bisnis hak milik terhadap
apartemen sebagai objek kepemilikan bersama
ini telah dipraktekkan pada apartemen Salemba residence. Untuk seterusnya pengikatan jual beli terhadap
Salemba Residence ini cukup disebut apartemen.
Apartemen tersebut
hanya dapat dimiliki oleh individu karena peruntukkannya adalah sebagai tempat tinggal.
Akan tetapi kepemilikan dan penguasaannya
terbatas pada segala sesuatu yang ada didalam unit apartemen yang dimilikinya tersebut adalah merupakan
bagian bersama dan benda bersama.
Terdapat berbagai
keuntungan dalam sistem tersebut. Dapat penulis menyebutkan diantaranya, bahwa apartemen tersebut dapat
digunakan sebagai tempat tinggal pribadi
atau service apartement, dan dapat pula dijadikan sebagai objek peluang bisnis dan investasi. Dalam hal ini dapat
dijadikan jaminan bahwa akan mendapatkan
modal kembali serta jaminan mendapatkan keuntungan pula.
M. Rizal Alif, Analisis Kepemilikan Hak Atas
Tanah Satuan Rumah Susun Di Dalam Kerangka
Hukum Benda, Nuansa Aulia, Bandung, 2009, hal. 14-15.
Undang-undang Nomor 16 Tahun 1985 tentang
Rumah Susun dan peraturan Pemerintah
Nomor 4 Tahun 1988 tentang Rumah Susun dijadikan apartemen tentu dimaksudkan untuk menjamin adanya suatu
ketertiban dan kepastian dalam kelembagaan
hukum. Unit apartemen tersebut oleh perusahaan pengembang ditawarkan kepada masyarakat dalam suatu
bentuk hubungan hukum perjanjian jual
beli. Biasanya perjanjian tersebut dibuat standar atau perjanjian baku yang klausul-klasulnya telah disusun sebelumnya
oleh perusahaan pengembang.
Secara tradisional
suatu perjanjian terjadi berlandaskan asas kebebasan berkontrak di antara dua pihak yang mempunyai
kedudukan yang saling seimbang dan kedua
belah pihak berusaha untuk mencapai kesepakatan yang diperlukan bagi terjadinya perjanjian itu melalui suatu
proses negosiasi di antara mereka.
Adanya kesepakatan
diantara para pihak yang mengikat dirinya ialah merupakan salah satu syarat sahnya suatu perjanjian
sebagaimana tercantum dalam Pasal 1320
Kitab Undang-Undang Hukum Perdata. Kesepakatan merupakan unsur mutlak dalam suatu perjanjian. Kesepakatan
ialah tercapainya penyesuaian kehendak
artinya apa yang diinginkan pihak yang satu dikehendaki pula oleh pihak yang lain dalam kebalikannya, namun yang
paling penting adalah adanya penawaran
dan penerimaan atas penawaran tesebut.
Kedua kehendak ini bertemu dalam “ sepakat “
diantara mereka yang membuat suatu
perjanjian. Dan inilah yang tidak terjadi dalam perjanjian baku.
Dalam praktiknya
pemakaian perjanjian baku ini telah meluas dikalangan para pelaku usaha dikalangan masyarakat. Perjanjian
baku tumbuh sebagai perjanjian tertulis
berbentuk formulir, telah disediakan terlebih dahulu secara massal.
Ahmadi Miru, Hukum Kontrak & Perancangan
Kontrak, PT. Rajagrafindo Persada, Jakarta,
2008, hal.14.
Mariam Darus Badrulzaman dalam pendapatnya
mengenai perjanjian baku menyatakan
bahwa : “Perbuatan hukum sejenis yang
selalu terjadi secara berulang-ulang dan teratur yang melibatkan banyak orang,
menimbulkan kebutuhan untuk mempersiapkan
isi perjanjian itu terlebih dahulu, dan kemudian dibakukan dan seterusnya dicetak dalam jumlah
banyak sehingga mudah menyediakannya
setiap saat jika masyarakat membutuhkannya”.
Perjanjian massal ini diperuntukkanbagi setiap
pihak pembeli yang melibatkan diri dalam
perjanjian sejenis itu, tanpa memperhatikan perbedaan kondisi antara pembeli yang satu dengan yang
lain. Jika debitur menyetujui salah satu
syarat-syarat, maka debitur mungkin hanya bersikap menerima atau tidak menerimanya sama sekali, kemungkinan untuk
mengadakan perubahan itu sama sekali
tidak ada, Vera Bolger menamakannya sebagai “take it or leave it contract“
yang banyak terjadi zaman sekarang ini.
Ahmadi Miru dalam
pendapatnya mengenai perjanjian baku menyatakan bahwa : “perjanjian baku adalah kontrak yang
klausula-klausulanya telah ditetapkan
atau dirancang oleh salah satu pihak. Apabila dalam suatu perjanjian, kedudukan para pihak tidak
seimbang, pihak yang lemah biasanya
tidak berada dalam keadaan yang betul-betul bebas untuk menentukan apa yang diinginkan dalam
perjanjian. Sedangkan pihak yang
memiliki posisi lebih kuat menentukan klausula-klausula tertentu yang menguntungkan“.
Mariam Darus Badrulzaman dalam pendapatnya
mengenai perjanjian baku yaitu : ”Perjanjian
baku dapat dikatakan sebagai perjanjian yang tidak seimbang, yang selalu menempatkan pihak pelaku
usaha dalam posisi yang lebih kuat”.
Mariam Darus Badrulzaman I, Pelangi Perdata
II,Fakultas Hukum Universitas Sumatera Utara,
Medan, 1980, hal.7.
Mariam Darus Badrulzaman II, Aneka Hukum
Bisnis, Alumni, Bandung, 1994, hal.46.
Ahmadi Miru, Op Cit, hal. 39-40.
Mariam Darus II, Op Cit, hal. 52.
Perjanjian selalu menguntungkan pihak-pihak
pelaku usaha. Jadi pihak pembeli hanya
diberi pilihan menolak atau menerima perjanjian tersebut.
Perjanjian ini
sangatlah dibutuhkan mengingat bahwa dengan perjanjian yang telah dibuat itu menimbulkan hubungan
hukum yang mewajibkan kedua belah pihak
untuk memenuhi isi perjanjian mengenai hak dan kewajibannya.
Download lengkap Versi Word
Tidak ada komentar:
Posting Komentar
pesan skripsi