Rabu, 23 April 2014

Skripsi Hukum: ASAS KEBEBASAN BERKONTRAK DAN PERJANJIAN BAKU DALAM JUAL BELIAPARTEMEN SALEMBA RESIDENCE

BAB I .
PENDAHULUAN .
A. Latar Belakang.
Arus globalisasi yang melanda ke segenap penjuru dunia ini mau tidak mau  harus dihadapi dengan penuh optimis dan kesiapan dari semua unsur serta semua  potensi yang ada. Perubahan yangcepat dibidang politik, ekonomi, hukum  sekaligus menuntut perubahan dan pengembangan hukum yang cepat, dinamis  dan aktual. Oleh sebab itu, apabila hukum benar-benar dapat berperan dalam  proses penyelenggaraan pembangunan, agar pembangunan akan lebih terlaksana  secara lebih manusiawi.

Dalam bidang hukum yang berfungsi sebagai pemelihara dan pengejar  tujuan pembangunan yang telah digariskan bahwa pembangunan ekonomi yang  telah berhasil harus ditingkatkan dan hukum harus memberi dukungan. Mengingat  pembangunan hukum merupakan suatu proses yang dinamis, yang harus  dilakukan terus menerus dan bahkan merupakan proses yang tidak akan pernah  selesai (neer ending process), hal ini disebabkan setiapkemajuan akan menuntut  perubahan yang lebih maju dalam masyarakat yang terus berubah.
Dengan pembaruan-pembaruan masyarakat melalui jalur hukum, berarti  dilakukan pembaharuan hukum terutama melalui perundang-undangannya. Hal ini  berarti proses pembentukan undang-undang harus dapat menampung semua hal  yang erat hubungannya (relevan) dengan bidang atau masalah yang hendak diatur  dengan undang-undang itu, apabila perundangan itu diharapkan merupakan suatu  pengaturan hukum yang efektif.
1   Perumahan merupakan kebutuhan dasar manusia dan mempunyai peranan  yang sangat strategis dalam pembentukan watak serta kepribadian bangsa dan  perlu dibina dan dikembangkan serta demi kelangsungan kehidupan dan  penghidupan masyarakat. Perumahan ditengah kota merupakan kebutuhan mutlak  bagi mereka yang menginginkan kepraktisan.
Di daerah perkotaan yang berpenduduk padat kebutuhan perumahan banyak  diperlukan sedangkan tanah yang tersediasangat terbatas, maka pengembangan  perumahan dan pemukiman dilaksanakan dalam bentuk rumah susun yang  lengkap, seimbang dan serasi dengan lingkungannya.
Kebijakan percepatan pembangunan perumahan serta rumah susun tersebut  sangat bijaksana, mengingat kebutuhan perumahan yang layak huni tersebut  semakin hari semakin meningkat. Meningkatnya kebutuhan akan perumahan  sangat erat kaitannya dengan kependudukan, seperti: jumlah penduduk, laju  pertumbuhannya, dan perubahan rata-rata jumlah jiwa perkeluarga. Pembangunan  rumah susun, terutama di wilayah perkotaan merupakan suatu kemutlakan sebagai  akibat terbatasnya tanah untuk perumahan tersebut dan permintaan akan papan  semakin meningkat.
Menyadari pembangunan perumahan secara horizontal sangat sulit lagi  untuk dilaksanakan, maka solusi terbaik pemenuhan kebutuhan rumah adalah  dengan membangun tempat tinggal secara vertikal tiada lain bertujuan dalam  rangka peningkatan daya dan hasil gunabagi pembangunan. Tempat tinggal  secara vertikal atau rumah susun lebih meningkatkan kualitas lingkungan terutama  di daerah-daerah yang berpenduduk padat dimana lahan yang tersedia cukup  terbatas. Adapun untuk pembangunan rumah susun mewah disebut apartemen   yang diperuntukkan bagi masyarakat berpenghasilan menengah ke atas dengan  tingkat penghasilan di atas Rp. 4.500.000,00 (empat juta lima ratus ribu rupiah)  perbulan berdasarkan mekanisme pasar bebas, tanpa mendapatkan bantuan dari  pemerintah.
 Di luar negeri termasuk juga di ibu kota Negara Indonesia yaitu Jakarta, hak  milik terhadap apartemen telah banyak dilakukan dan pada kenyataannya  merupakan suatu kegiatan bisnis yang sangat menguntungkan. Dan pada  kelanjutannya, sistem bisnis seperti ini pada akhirnya mulai merambah ke kotakota besar yang ada di Indonesia. Berdasarkan pengamatan yang telah penulis  lakukan sistem bisnis hak milik terhadap apartemen sebagai objek kepemilikan  bersama ini telah dipraktekkan pada apartemen Salemba residence. Untuk  seterusnya pengikatan jual beli terhadap Salemba Residence ini cukup disebut  apartemen.
Apartemen tersebut hanya dapat dimiliki oleh individu karena  peruntukkannya adalah sebagai tempat tinggal. Akan tetapi kepemilikan dan  penguasaannya terbatas pada segala sesuatu yang ada didalam unit apartemen  yang dimilikinya tersebut adalah merupakan bagian bersama dan benda bersama.
Terdapat berbagai keuntungan dalam sistem tersebut. Dapat penulis menyebutkan  diantaranya, bahwa apartemen tersebut dapat digunakan sebagai tempat tinggal  pribadi atau service apartement, dan dapat pula dijadikan sebagai objek peluang  bisnis dan investasi. Dalam hal ini dapat dijadikan jaminan bahwa akan  mendapatkan modal kembali serta jaminan mendapatkan keuntungan pula.
 M. Rizal Alif, Analisis Kepemilikan Hak Atas Tanah Satuan Rumah Susun Di Dalam  Kerangka Hukum Benda, Nuansa Aulia, Bandung, 2009, hal. 14-15.
 Undang-undang Nomor 16 Tahun 1985 tentang Rumah Susun dan peraturan  Pemerintah Nomor 4 Tahun 1988 tentang Rumah Susun dijadikan apartemen  tentu dimaksudkan untuk menjamin adanya suatu ketertiban dan kepastian dalam  kelembagaan hukum. Unit apartemen tersebut oleh perusahaan pengembang  ditawarkan kepada masyarakat dalam suatu bentuk hubungan hukum perjanjian  jual beli. Biasanya perjanjian tersebut dibuat standar atau perjanjian baku yang  klausul-klasulnya telah disusun sebelumnya oleh perusahaan pengembang.
Secara tradisional suatu perjanjian terjadi berlandaskan asas kebebasan  berkontrak di antara dua pihak yang mempunyai kedudukan yang saling seimbang  dan kedua belah pihak berusaha untuk mencapai kesepakatan yang diperlukan  bagi terjadinya perjanjian itu melalui suatu proses negosiasi di antara mereka.
Adanya kesepakatan diantara para pihak yang mengikat dirinya ialah merupakan  salah satu syarat sahnya suatu perjanjian sebagaimana tercantum dalam Pasal  1320 Kitab Undang-Undang Hukum Perdata. Kesepakatan merupakan unsur  mutlak dalam suatu perjanjian. Kesepakatan ialah tercapainya penyesuaian  kehendak artinya apa yang diinginkan pihak yang satu dikehendaki pula oleh  pihak yang lain dalam kebalikannya, namun yang paling penting adalah adanya  penawaran dan penerimaan atas penawaran tesebut.
 Kedua kehendak ini bertemu dalam “ sepakat “ diantara mereka yang  membuat suatu perjanjian. Dan inilah yang tidak terjadi dalam perjanjian baku.
Dalam praktiknya pemakaian perjanjian baku ini telah meluas dikalangan para  pelaku usaha dikalangan masyarakat. Perjanjian baku tumbuh sebagai perjanjian  tertulis berbentuk formulir, telah disediakan terlebih dahulu secara massal.
 Ahmadi Miru, Hukum Kontrak & Perancangan Kontrak, PT. Rajagrafindo Persada,  Jakarta, 2008, hal.14.
 Mariam Darus Badrulzaman dalam pendapatnya mengenai perjanjian baku  menyatakan bahwa :  “Perbuatan hukum sejenis yang selalu terjadi secara berulang-ulang dan  teratur yang melibatkan banyak orang, menimbulkan kebutuhan untuk  mempersiapkan isi perjanjian itu terlebih dahulu, dan kemudian  dibakukan dan seterusnya dicetak dalam jumlah banyak sehingga mudah  menyediakannya setiap saat jika masyarakat membutuhkannya”.
  Perjanjian massal ini diperuntukkanbagi setiap pihak pembeli yang  melibatkan diri dalam perjanjian sejenis itu, tanpa memperhatikan perbedaan  kondisi antara pembeli yang satu dengan yang lain. Jika debitur menyetujui salah  satu syarat-syarat, maka debitur mungkin hanya bersikap menerima atau tidak  menerimanya sama sekali, kemungkinan untuk mengadakan perubahan itu sama  sekali tidak ada, Vera Bolger menamakannya sebagai “take it or leave it  contract“  yang banyak terjadi zaman sekarang ini.
Ahmadi Miru dalam pendapatnya mengenai perjanjian baku menyatakan  bahwa :  “perjanjian baku adalah kontrak yang klausula-klausulanya telah  ditetapkan atau dirancang oleh salah satu pihak. Apabila dalam suatu  perjanjian, kedudukan para pihak tidak seimbang, pihak yang lemah  biasanya tidak berada dalam keadaan yang betul-betul bebas untuk  menentukan apa yang diinginkan dalam perjanjian. Sedangkan pihak  yang memiliki posisi lebih kuat menentukan klausula-klausula tertentu  yang menguntungkan“.
 Mariam Darus Badrulzaman dalam pendapatnya mengenai perjanjian  baku yaitu :   ”Perjanjian baku dapat dikatakan sebagai perjanjian yang tidak  seimbang, yang selalu menempatkan pihak pelaku usaha dalam posisi  yang lebih kuat”.
  Mariam Darus Badrulzaman I, Pelangi Perdata II,Fakultas Hukum Universitas Sumatera  Utara, Medan, 1980, hal.7.
 Mariam Darus Badrulzaman II, Aneka Hukum Bisnis, Alumni, Bandung, 1994, hal.46.
 Ahmadi Miru, Op Cit, hal. 39-40.
 Mariam Darus II, Op Cit, hal. 52.
 Perjanjian selalu menguntungkan pihak-pihak pelaku usaha. Jadi pihak  pembeli hanya diberi pilihan menolak atau menerima perjanjian tersebut.

Perjanjian ini sangatlah dibutuhkan mengingat bahwa dengan perjanjian  yang telah dibuat itu menimbulkan hubungan hukum yang mewajibkan kedua  belah pihak untuk memenuhi isi perjanjian mengenai hak dan kewajibannya.
Download lengkap Versi Word

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

pesan skripsi