BAB I PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Menjelang era liberalisasi
perdagangan dan investasi, isu penanaman
modal (investasi) asing mulai ramai
dibicarakan. Hal ini mengingat bahwa untuk kelangsungan pembangunan nasional sangat
dibutuhkan banyak dana. Dana yang dibutuhkan
untuk pembangunan ekonomi tersebut tidak dapat dicukupi dari investasi pemerintah dan swasta nasional saja.
Oleh karena itu, untuk menutupi kekurangan
dana dari dalam negeri tersebut dibutuhkan modal dari luar negeri atau modal asing.
Penanaman modal
asing (PMA) terutama di negara-negara yang sedang berkembang termasuk di Indonesia adalah
diperuntukkan bagi pengembangan usaha
dan menggali potensi menjadi kekuatan ekonomi riil dengan memanfaatkan potensi-potensi modal, skill atau managerial,
dan teknologi yang dibawa serta para
investor asing untuk akselerasi pembangunan ekonomi negara berkembang sepanjang tidak mengakibatkan ketergantungan
yang terus-menerus serta tidak merugikan
kepentingan nasional.
1 Jujur harus
diakui bahwa sampai saat ini, Indonesia masih memerlukan adanya transfer of technology dan transfer of
skill yang hanya dapat dicapai melalui
masuknya modal asing ke Indonesia. Keadaan ini diakui sepenuhnya oleh 1 Rosyidah Rakhmawati, Hukum Penanaman Modal
di Indonesia dalam Menghadapi Era Global,
(Malang: Bayumedia, Publishing, 2003), hal. 8.
pemerintah, sehingga dalam TAP MPR No.
II/MPR/1998 tentang Garis Besar Haluan
Negara (GBHN) memberikan arahan bahwa pembangunan nasional harus dilaksanakan berdasarkan asas kemandirian,
yaitu diusahakan dari kemampuan sendiri.
Sumber dana dari luar negeri yang masih diperlukan merupakan pelengkap dengan prinsip peningkatan
kemandirian dalam pelaksananaan pembangunan
dan mencegah keterikatan serta campur tangan asing.
2 Dengan
diizinkannya modal asing masuk ke Indonesia, maka selain bersifat komplementer terhadap faktor-faktor
produksi dalam negeri, penanaman modal
asing harus diarahkan menurut bidang-bidang yang telah ditetapkan prioritasnya oleh pemerintah. Prioritas yang
telah ditetapkan itu antara lain untuk sektor-sektor:
3 1. Usaha yang membutuhkan modal swasta
yang sangat besar dan/atau teknologi
tinggi; 2. Usaha-usaha yang mengelola
bahan baku menjadi bahan jadi; 3. Usaha
pendirian industri-indus tri besar; 4.
Usaha yang sifatnya menciptakan lapangan kerja; 5. Usaha yang menunjang peningka tan penerimaan
negara; 6. Usaha yang menjunjung
penghematan devisa; 7. Usaha yang
menunjang penyebaran pembangunan daerah.
Untuk menunjang
penanaman modal di Indonesia maka pemerintah harus menciptakan iklim investasi yang baik.
Penanaman modal merupakan instrumen 2 Jusri
Djamal, Aspek-Aspek Hukum Masalah Penanaman Modal, (Jakarta: BKPM, 1981), hal. 2.
3 Sumantoro, Aspek-aspek Pengembangan Dunia Usaha
Indonesia, (Bandung: Bina Cipta, 1977),
hal.18.
penting bagi pembangunan nasional dan
diharapka n dapat menciptakan kepastian berusaha
bagi para penanam modal dalam dan luar negeri untuk meningkatkan dan melanjutkan komitmennya berinvestasi di
Indonesia.
4 Pertambangan
merupakan salah satu bidang dalam investasi yang diatur dalam Pasal 33 ayat (3) Undang-Undang Dasar
(UUD) 1945 setelah Amandemen yang isinya
menyebutkan: “Bumi dan air dan kekayaan alam yang terkandung di dalamnya dikuasai oleh Negara dan dipergunakan
untuk sebesar-besarnya kemakmuran
rakyat”.
Partisipasi
masyarakat dan aparatur hukum sangat
diperlukan dalam menarik investor yaitu dengan cara menciptakan iklim yang kondusif untuk
menanamkan modalnya.
5 Indonesia
merupakan negara yang kaya akan bahan galian (tambang) yang meliputi emas, perak, tembaga, minyak, gas
bumi, batubara, dan lain-lain. Bahan galian
tersebut dikuasai oleh Negara. Menurut Bagir Manan, pengertian dikuasai oleh Negara atau HPN (Hak Penguasaan Negara)
adalah sebagai berikut: 6 1. penguasaan
semacam pemilikan Negara, artinya Negara melalui Pemerintah adalah satu-satunya pemegang wewenang untuk
menentukan hak, wewenang atasnya
termasuk di sini bumi, air, dan kekayaan yang terkandung di dalamnya; 2.
mengatur dan mengawasi penggunaan dan pemanfaatan; 3. penyertaan modal dan dalam bentuk perusahaan
Negara untuk usaha-usaha tertentu.
4 www.scribd.com,
Arbitrase sebagai Penyelesaian Sengketa dalam Penanaman Modal Asing, diaksestanggal 2 Februari 2011.
5 Pasal 33 ayat (3)
Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945.
6 Abrar Saleng,
Hukum Pertambangan, (Yogyakarta: UII Press, 2004), hal.18.
Dalam pengusahaan bahan galian (tambang),
pemerintah dapat melaksanakan sendiri
dan/atau menunjuk kontraktor apabila diperlukan untuk melaksanakan pekerjaan-pekerjaan yang tidak
atau belum dapat dilaksanakan sendiri
oleh instansi pemerintah. Apabila usaha petambangan dilaksanakan oleh kontraktor, maka kedudukan pemerintah adalah
memberikan izin kepada kontraktor yang
bersangkutan. Izin yang diberikan oleh pemerintah berupa kuasa pertambangan, kontrak karya, perjanjian karya
penguasaan pertambangan batubara, dan
kontrak production sharing.
7 Dalam bidang
pertambangan umum, seperti pertambangan emas, tembaga, dan perak, sistem kontrak yang digunakan
adalah kontrak karya. Menurut sejarahnya,
pada zaman Pemerintah Hindia Belanda, sistem yang digunakan untuk pengelolaan bahan galian emas, perak, dan
tembaga adalah sistem konsesi. Sistem konsesi
merupakan sistem di mana di dalam pengelolaan pertambangan umum, kepada perusahaan pertambangan tidak hanya
diberikan hak menguasai hak atas tanah.
Jadi, hak yang dimililki oleh perusahaan pertambangan adalah kuasa pertambangan dan hak atas tanah. Sementara
itu, sistem kontrak karya mulai diperkenalkan
pada tahun 1967, yaitu dimulai dengan diundangkannya UndangUndang RI Nomor 1
Tahun 1967 tentang Penanaman Modal Asing jo. UndangUndang RI nomor 25 Tahun
2007 tentang Penanaman Modal dan UndangUndang RI Nomor 11 Tahun 1967 tentang
Ketentuan-ketentuan Pokok Pertambangan
jo. Undang-Undang RI Nomor 4 Tahun 2009
tentang Pertambangan Mineral dan
Batubara. Sistem kontak karya mulai diterapkan di 7 H. Salim HS., Hukum Pertambangan di
Indonesia, Revisi III, (Jakarta: PT Raja Grafindo Persada, 2007), hal. 1-2.
Indonesia, yaitu sejak ditandatanganinya
kontrak karya dengan PT Freeport Indonesia sampai dengan saat ini.
8 Sebelum
berlakunya otonomi daerah, pejabat yang berwenang memberikan izin kuasa pertambangan, izin
kontrak karya, dan perjanjian karya pengusahaan
pertambangan adalah pemerintah pusat, yang diwakili oleh Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral. Dengan
berlakunya otonomi daerah, kewenangan
dalam pemberian izin tidak hanya menjadi kewenangan Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral semata-mata, tetapi
kini telah menjadi kewenangan pemerintah
provinsi dan kabupaten/kota. Pejabat yang berwenang menerbitkan kuasa pertambangan, menandatangani
kontrak karya dan perjanjian karya
pengusahaan pertambangan adalah Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral, gubernur, dan bupati/walikota sesuai
dengan kewenangannya masingmasing.
9 Bupati/walikota
berwenang menerbitkan surat keputusan kuasa pertambangan, menandatangani kontrak karya,
dan perjanjian karya pengusahaan pertambangan
apabila wilayah kuasa pertambangan, kontrak karya, dan perjanjian karya pengusahaan pertambangan terletak dalam
wilayah kabupaten/kota dan/atau di
wilayah laut sampai 4 mil laut. Gubernur berwenang menerbitkan surat keputusan kuasa pertambangan, menandatangani
kontrak karya, dan perjanjian karya
pengusahaan pertambangan apabila wilayah kuasa pertambangan, kontrak karya, dan perjanjian karya pengusahaan
pertambangan terletak dalam beberapa wilayah
kabupaten/kota dan tidak dilakukan kerja sama antar kabupaten/kota 8 Ibid., hal. 2.
9 Ibid., hal. 3.
maupun antara kabupaten/kota dengan provinsi,
dan/atau di wilayah laut yang terletak
antara 4 sampai dengan 12 mil laut. Menteri berwenang menerbitkan surat keputusan kuasa pertambangan, menandatangani
kontrak karya, dan perjanjian karya
pengusahaan pertambangan apabila wilayah kuasa pertambangan, kontrak karya, dan perjanjian karya pengusahaan
pertambangan terletak dalam beberapa wilayah
provinsi dan tidak dilakukan kerja sama antarprovinsi, dan/atau di wilayah laut yang terletak di luar 12 mil laut.
10 Keberadaan
perusahaan tambang di Indonesia kini banyak dipersoalkan oleh berbagai kalangan. Hal tersebut
disebabkan keberadaan perusahaan tambang itu telah menimbulkan dampak negatif di dalam
pengusahaan bahan galian.
Dampak negatif dari
keberadaan perusahaan tambang meliputi: 11 1.
rusaknya hutan yang berada di daerah lingkar tambang; 2. tercemarnya laut; 3. terjangkitnya penyakit bagi masyarakat yang
bermukim di daerah lingkar tambang; 4. konflik antara masyarakat lingkar tambang
dengan perusahaan tambang.
Walaupun keberadaan
perusahaan tambang menimbulkan dampak negatif, namun keberadaan perusahaan tambang juga
menimbulkan dampak positif dalam pembangunan
nasional. Dampak positif dari keberadaan perusahaan tambang adalah: 12 1.
meningkatnya devisa negara; 2.
meningkatkan pendapatan asli daerah; 10 Ibid., hal. 3-4.
11 Ibid., hal. 5-6.
12 Ibid., hal. 6.
3.
menampung tenaga kerja; 4.
meningkatnya kondisi sosial ekonomi, kesehatan, dan budaya masyarakat yang bermukim di lingkar tambang.
Oleh karena itu,
kontrak karya yang dibuat dalam investasi pertambangan umum harus berjalan sesuai dengan peraturan perundang-undangan
yang berlaku sehingga dapat memberi
perlindungan hukum dan kepastian hukum bagi pihak yang berkepentingan baik kepada para pihak
yang berkontrak, pemerintah, maupun
masyarakat dalam rangka memberi nilai tambah secara nyata bagi perekonomian nasional dalam usaha mencapai
kemakmuran dan kesejahteraan rakyat
secara berkeadilan.
13 B. Perumusan Masalah Berdasarkan latar belakang
penulisan yang telah diuraikan terlebih dahulu, maka penulis membuat suatu batasan perumusan
masalah dalam penelitian ini, yaitu: 1. Bagaimana pengaturan kegiatan usaha
pertambangan umum di Indonesia? 2.
Bagaimana prosedur terjadinya kontrak karya? 3. Bagaimana penyelesaian sengketa dalam bidang
pertambangan umum? C. Tujuan dan Manfaat
Penulisan 1. Tujuan Penulisan 13 Menimbang
huruf (a) Undang-Undang Nomor 4 Tahun 2009 tentang Pertambangan Mineral dan Batubara.
Adapun yang menjadi tujuan dalam pembahasan
skripsi penulis yang berjudul “Aspek
Hukum Kontrak Karya dalam Investasi Pertambangan Umum”, yaitu: 1.
Untuk mengetahui pengaturan kegiatan usaha pertambangan umum di Indonesia.
2. Untuk mengetahui konsep teoritis terjadinya
kontrak karya.
3. Untuk mengetahui cara penyelesaian sengketa
dalam bidang pertambangan umum.
2. Manfaat Penulisan 1.1. Manfaat Teoritis Adapun manfaat akademis dari
penelitian ini adalah memperkaya serta menambah
wawasan ilmiah dalam khasanah ilmu hukum khususnya hukum investasi dalam pertambangan umum. Dengan
adanya penelitian ini diharapkan dapat
memberikan kajian baru dalam bidang hukum investasi sehingga ilmu hukum investasi semakin berkembang dari masa
ke masa.
1.2. Manfaat Praktis Berangkat dari
permasalahan-permasalahan di atas, penulisan skripsi ini diharapkan dapat memberi manfaat sebagai
berikut: 1. Hasil penulisan ini dapat
bermanfaat terhadap investor asing yang ingin menanamkan modalnya di Indonesia.
2. Hasil penulisan ini dapat bermanfaat terhadap
investor asing maupun investor dalam
negeri yang ingin melakukan kerjasama dalam pengusahaan mineral.
3.
Hasil penulisan ini dapat bermanfaat terhadap akademisi dan masyarakat untuk lebih mengerti dan memahami akan kontrak
karya dalam investasi pertambangan umum.
D. Keaslian Penulisan Berdasarkan hasil
penelusuran dan pemeriksaan di Perpustakaan Pusat dan
Fakultas Hukum , skripsi dengan judul
“ASPEK HUKUM KONTRAK KARYA DALAM INVESTASI
PERTAMBANGAN UMUM” belum pernah ditulis sebelumnya, sehingga dapat dikatakan bahwa skripsi ini
adalah asli dari hasil tulisan penulis.
Penulis menyusun
skripsi ini melalui referensi buku-buku dan informasi dari media cetak maupun media elektronik.
Dengan demikian keaslian penulisan skripsi
ini dapat dipertanggungjawabkan terutama secara ilmiah ataupun secara akademik.
E. Tinjauan Kepustakaan 1. Pertambangan Umum Meskipun pertambangan umum merupakan istilah
yang sudah sering digunakan dalam bidang
pertambangan, namun pengertian pertambangan umum belum dijelaskan dalam Undang-Undang Nomor 11
Tahun 1967 tentang Ketentuan-ketentuan
Pokok Pertambangan jo. Undang-Undang Nomor 4 Tahun 2009 tentang Pertambangan Mineral dan Batubara.
Defenisi pertambangan umum yang sebagaimana
diuraikan oleh H. Salim HS. adalah
pertambangan bahan galian di luar minyak dan gas bumi yang digolongkan menjadi lima golongan, yaitu: 14 a. pertambangan mineral radioaktif; b. pertambangan mineral logam; c. pertambangan mineral nonlogam; d. pertambangan batubara, gambut, dan bitumen
padat; e. pertambangan panas bumi.
Menurut Peraturan
Daerah Kabupaten Belitung Nomor 4 Tahun 2003 tentang Pengelolaan Pertambangan Umum,
pertambangan umum adalah pertambangan
bahan galian selain minyak bumi, gas bumi, dan radioaktif.
15 Sedangkan, dalam
Rancangan Undang-Undang tentang Pertambangan Umum, pertambangan umum diartikan sebagai
pertambangan bahan galian di luar minyak
dan gas bumi.
16 2. Kontrak Karya Kontrak (contract, contracten)
disebut juga perjanjian. Namun menurut Subekti,
pengertian kontrak lebih sempit dari perjanjian karena kontrak mensyaratkan bentuknya selalu tertulis,
sedangkan perjanjian bentuknya selain tertulis
dapat dilakukan secara lisan. Oleh karena itu, hukum kontrak merupakan spesies dari hukum perjanjian.
17 Dalam Pasal 1
angka 1 Keputusan Menteri Energi dan Sumber Daya 14 H. Salim HS., Op.cit., hal. 10.
15 Pasal 1 huruf
(d) Peraturan Daerah Kabupaten Belitung Nomor 4 Tahun 2003 tentang Pengelolaan Pertambangan Umum 16 Rancangan Undang-Undang tentang
Pertambangan Umum.
17 Abrar Saleng,
Op.cit., hal. 145.
Mineral Nomor 1614 Tahun 2004 tentang Pedoman
Permohonan Kontrak Karya dan Perjanjian
karya Pengusahaan Pertambangan Batubara dalam Rangka Penanaman Modal asing, kontrak karya adalah
perjanjian antara Pemerintah Indonesia
dengan perusahaan berbadan hukum Indonesia dalam rangka penanaman modal asing untuk melaksanakan usaha
pertambangan bahan galian, tidak
termasuk minyak bumi, gas alam, panas bumi, radio aktif, dan batubara.
18 Dalam Pasal 1
Keputusan Menteri Pertambangan dan Energi Nomor 1409.K/201/M.PE/1996 tentang Tata Cara
Pengajuan Pemrosesan Pemberian Kuasa
Pertambangan, Izin Prinsip, Kontrak Karya, dan Perjanjian Karya Pengusahaan Pertambangan Batubara telah
ditentukan pengertian kontrak karya.
Kontrak karya
adalah suatu perjanjian antara Pemerintah Republik Indonesia dengan perusahaan swasta asing atau patungan
antara asing dan nasional (dalam rangka
PMA) untuk pengusahaan mineral dengan berpedoman kepada UndangUndang Nomor 1
Tahun 1967 tentang Penanaman Modal Asing serta UndangUndang Nomor 11 Tahun 1967
tentang Ketentuan-ketentuan Pokok Pertambangan.
19 Defenisi lain
kontrak karya menurut Abrar Saleng adalah kontrak antara Pemerintah Republik Indonesia dengan
Perusahaan Penanaman Modal Asing (berbentuk
badan hukum Indonesia dan berkedudukan di Indonesia) yang memuat persyaratan teknis, finansial, dan persyaratan
lain untuk melakukan usaha 18 Pasal 1
angka 1 Keputusan Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral Nomor 1614 Tahun 2004 tentang Pedoman Permohonan Kontrak
Karya dan Perjanjian karya Pengusahaan Pertambangan
Batu Bara dalam Rangka Penanaman Modal asing.
19 Pasal 1 angka 1
Keputusan Menteri Pertambangan dan Energi Nomor 1409.K/201/M.PE/1996 tentang Tata Cara
Pengajuan Pemrosesan Pemberian Kuasa Pertambangan,
Izin Prinsip, Kontrak Karya, dan Perjanjian Karya Pengusahaan Pertambangan Batubara telah ditentukan pengertian kontrak
karya.
pertambangan bahan galian di Indonesia,
kecuali minyak dan gas bumi, batubara dan
uranium.
20 3. Penyelesaian Sengketa Istilah penyelesaian
sengketa berasal dari terjemahan bahasa Inggr is, yaitu dispute resolution. Richard L. Abel
mengartikan sengketa (dispute) adalah sebagai pernyataan publik mengenai tuntutan yang tidak
selaras (inconsistent claim) terhadap
sesuatu yang bernilai.
21 Defenisi lain
dikemukakan oleh Nader dan Todd sebagai keadaan di mana konflik tersebut dinyatakan di muka atau
dengan melibatkan pihak ketiga.
Selanjutnya mereka
mengemukakan istilah prakonflik dan konflik. Prakonflik adalah keadaan yang mendasari rasa tidak puas
seseorang. Konflik itu sendiri adalah
keadaan di mana para pihak menyadari atau mengetahui tentang adanya perasaan tidak puas tersebut.
22 Steven Rosenberg
mengartikan konflik sebagai perilaku bersaing antara dua orang atau kelompok. Konflik terjadi
ketika dua orang atau lebih berlomba untuk
mencapai tujuan yang sama atau memperoleh sumber yang jumlahnya terbatas.
23 F. Metode Penelitian 20 Abrar Saleng, Op.cit.,
hal. 146.
21 M. Lawrence
Friedman, American Law Introduction, (Jakarta: Tata Nusa, 2001), diterjemahkan oleh Wisnu Basuki, tanpa halaman.
22 Valerie J.L.
Kriekhoff, Mediasi (Tinjauan dari Segi Antropologi Hukum), (Jakarta: Yayasan Obor, 2001), tanpa halaman.
23 H. Salim HS.,
Op.cit., hal. 375.
Penelitian ini termasuk dalam penelitian
kepustakaan yang bersifat normatif,
yaitu penelitian yang menggunakan data sekunder. Data sekunder tersebut meliputi : 1. Jenis Penelitian Penelitian yang akan
dilakukan adalah penelitian hukum normatif 24 .
Penelitian hukum
normatif terutama dilakukan untuk meneliti hukum dalam pengertian ilmu hukum sebagai ilmu tentang
kaidah atau apabila hukum dipandang
sebagai sebuah kaidah yang perumusannya secara otonom tanpa dikaitkan dengan masyarakat.
25 2. Bahan Hukum Langkah pertama dilakukan
penelitian normatif yang didasarkan pada
bahan hukum primer dan sekunder yaitu inventarisasi
peraturan-peraturan yang berkaitan dengan kontrak karya dalam pertambangan umum. Penelitian ini
bertujuan menemukan landasan hukum yang
jelas dalam meletakkan persoalan ini dalam perspektif hukum pertambangan.
Bahan atau data
yang dicari berupa data sekunder yang terdiri dari : 26 a. Bahan hukum primer yaitu bahan-bahan hukum
yang isinya mempunyai kekuatan mengikat
kepada masyarakat. Dalam penelitian ini
antara lain, Undang-Undang Dasar Republik Indonesia 1945, Kitab Undang-Undang Hukum Perdata, Undang-Undang
Nomor 25 Tahun 2007 tentang Penanaman
Modal, Undang-Undang Nomor 4 Tahun 24 Soerjono
Soekanto, Pengantar Penelitian Hukum, (Jakarta : UI Press, 1986), hal. 9-10.
25 Edy Ikhsan dan
Mahmul Siregar, “Metode Penelitian dan Penulisan Hukum” sebagai bahan ajar, (Medan: Fakultas Hukum , 2009),
hal. 54.
26 Soerjono
Soekanto, Op.cit. , hal. 51-52.
2009 tentang Pertambangan Mineral dan
Batubara, Undang-Undang Nomor 32 Tahun
2004 tentang Pemerintah Daerah, Undang-Undang Nomor 30 Tahun 1999 tentang Arbitrase dan
Alternatif Penyelesaian Sengketa,
Undang-Undang Nomor 7 Tahun 2004 tentang Sumber Daya Air, Peraturan Daerah Kabupaten Belitung Nomor 4
Tahun 2003 tentang Pengelolaan
Pertambangan Umum, Keputusan Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral Nomor 1614 Tahun 2004
tentang Pedoman Permohonan Kontrak Karya
dan Perjanjian karya Pengusahaan Pertambangan
Batubara dalam Rangka Penanaman Modal asing, Keputusan Menteri Pertambangan dan Energi
Nomor 1409.K/201/M.PE/1996 tentang Tata
Cara Pengajuan Pemrosesan Pemberian
Kuasa Pertambangan, Izin Prinsip, Kontrak Karya, dan Perjanjian Karya Pengusahaan Pertambangan
Batubara; b. Bahan hukum sekunder yaitu
bahan hukum yang isinya menjelaskan mengenai
bahan hukum primer, yakni hasil karya para ahli hukum berupa buku-buku, pendapat para sarjana,
makalah, artikel dari surat kabar,
majalah, internet, dan data-data lain yang berhubungan dengan pembahasan skripsi ini; c. Bahan hukum tersier atau bahan penunjang,
yaitu bahan hukum yang memberikan
petunjuk atau penjelasan bermakna terhadap bahan hukum primer dan/atau bahan hukum sekunder
yakni, kamus hukum dan Kamus Besar
Bahasa Indonesia.
3. Teknik Pengumpulan data Untuk memperoleh kebenaran ilmiah dalam
penulisan skripsi, maka metode pengumpulan
data yang digunakan penulis adalah studi kepustakaan (library research) yang merupakan pengumpulan data-data
yang dilakukan melalui literatur atau
dari sumber bacaan berupa buku-buku, peraturan perundangundangan, surat kabar,
makalah ilmiah, majalah, internet, dan bahan bacaan lain yang terkait dengan penulisan skripsi ini
untuk digunakan sebagai dasar ilmiah
dalam pembahasan materi.
4. Analisis Data Metode yang digunakan untuk
menganalisis data adalah analisis kualitatif, yaitu data yang diperoleh kemudian disusun
secara sistematis dan selanjutnya
dianalisis secara kualitatif untuk mencapai kejelasan masalah yang akan dibahas dan hasilnya tersebut
dituangkan dalam bentuk skripsi.
27 Metode
kualitatif dilakukan guna mendapatkan data yang bersifat deskriptif analistis, yaitu data-data yang akan diteliti
dan dipelajari sebagai sesuatu yang utuh.
G. Sistematika Penulisan Sistematika penulisan
dalam penulisan skripsi ini mempunyai kaitan dan hubungan satu sama lainnya. Karena pada
dasarnya isi dari penulisan ini adalah merupakan
satu kesatuan. Gambaran isi skripsi ini terdiri dari 5 (lima) bab dan beberapa sub bab sebagai berikut: 27 Ibid.,
hal. 24.
BABI
PENDAHULUAN Bagian ini merupakan pendahuluan dari konsep materi yang akan dibahas. Bagian pendahuluan ini terdiri
dari latar belakang penulisan, perumusan
masalah, tujuan dan manfaat penulisan,
keaslian penulisan, tinjauan kepustakaan,
metode penulisan, dan sistematika penulisan.
BAB II PENGATURAN KEGIATAN USAHA PERTAMBANGAN UMUM DI INDONESIA Pada bab ini
digambarkan secara umum tentang pengertian kegiatan usaha pertambangan, kegiatan usaha
pertambangan umum di Indonesia,
Kewenangan pengelolaan pertambangan
umum, dan dampak pembangunan di bidang pertambangan
umum.
BAB III KONSEP TEORETIS TERJADINYA KONTRAK KARYA Pada bab ini diuraikan mengenai istilah
dan pengertian kontrak karya, sejarah
perkembangan kontrak karya, landasan
hukum kontrak karya, prosedur dan syarat-syarat permohonan kontrak karya, bentuk dan substansi
kontrak karya, dan somasi dalam kontrak
karya.
BAB IV PENYELESAIAN SENGKETA KONTRAK KARYA DI BIDANG PERTAMBANGAN UMUM Pada bab ini diuraikan secara mendalam
tentang bentuk penyelesaian sengketa, dan
penyelesaian sengketa terhadap pelanggaran
kontrak karya.
BAB V KESIMPULAN DAN SARAN Bagian kesimpulan dan
saran dalam skripsi ini merupakan bab
terakhir, dimana dikemukakan mengenai kesimpulan dan saran yang berkaitan dengan permasalahan
dan pembahasan sebelumnya dalam skripsi ini.
Download lengkap Versi Word
Tidak ada komentar:
Posting Komentar
pesan skripsi