BAB I.
PENDAHULUAN.
A. Latar Belakang
Masalah.
Kesehatan dan
Keselamatan Kerja (K3) merupakan instrumen yang memproteksi pekerja, perusahaan, lingkungan
hidup, dan masyarakat sekitar dari bahaya
akibat kecelakaan kerja. Perlindungan tersebut merupakan hak azasi yang wajib dipenuhi oleh perusahaan. Keselamatan dan
Kesehatan Kerja (K3) bertujuan mencegah, mengurangi, bahkan menihilkan risiko kecelakaan kerja
(zero accident). Penerapan konsep ini tidak
boleh dianggap sebagai upaya pencegahan kecelakaan kerja dan penyakit akibat kerja yang menghabiskan banyak biaya
(cost) perusahaan, melainkan harus dianggap
sebagai bentuk investasi jangka panjang yang memberi keuntungan yang berlimpah pada masa yang akan datang.
Bagaimana K3 dalam
perspektif hukum? Ada tiga aspek utama hukum K3 yaitu norma keselamatan, kesehatan kerja, dan
kerja nyata. Norma keselamatan kerja
merupakan sarana atau alat untuk mencegah terjadinya kecelakaan kerja yang tidak diduga yang disebabkan oleh
kelalaian kerja serta lingkungan kerja yang
tidak kondusif.
Konsep ini
diharapkan mampu menihilkan kecelakaan kerja sehingga mencegah terjadinya cacat atau kematian
terhadap pekerja, kemudian mencegah terjadinya
kerusakan tempat dan peralatan kerja. Konsep ini juga mencegah pencemaran lingkungan hidup dan masyarakat
sekitar tempat kerja.
Norma kesehatan kerja diharapkan menjadi
instrumen yang mampu menciptakan dan
memelihara derajat kesehatan setinggi-tingginya. Keselamatan dan Kesehatan
Kerja (K3) dapat melakukan pencegahan dan pemberantasan penyakit akibat kerja misalnya kebisingan, pencahayaan
(sinar), getaran, kelembaban udara dan
lain-lainnya yang dapat mengakibatkan kerusakan pada alat pendengaran, gangguan pernapasan, kerusakan paru-paru,
kebutaan, kerusakan jaringan tubuh akibat
sinar matahari (ultraviolet), kanker kulit, kemandulan, dan lain-lainnya.
Norma kerja
berkaitan dengan manejemen perusahaan, keselamatan dan kesehatan kerja dalam konteks ini berkaitan
dengan masalah pengaturan jam kerja,
shift, kerja wanita, tenaga kerja kaum muda, pengaturan jam lembur, analisis dan pengolahan lingkungan hidup, dan
lain-lain. Dan hal-hal tersebut mempunyai
korelasi yang erat terhadap peristiwa kecelakaan kerja.
Eksistensi K3
sebenarnya muncul bersamaan dengan Revolusi Industri di Eropa, terutama Inggris, Jerman dan Prancis
serta Revolusi Industri di Amerika Serikat.
Era ini ditandai adanya pergeseran besar-besaran dalam penggunaan mesin-mesin produksi menggantikan tenaga kerja
manusia pekerja hanya berperan sebagai
operator.
1) Penggunaan
mesin-mesin menghasilkan barang-barang dalam jumlah berlipat ganda dibandingkan dengan yang
dikerjakan pekerja sebelum Revolusi Industri, namun dampak penggunaan
mesin-mesin adalah pengangguran serta
risiko kecelakaan dalam lingkungan kerja. Ini dapat menyebabkan cacat fisik 1) Abdul Hakim, Op.Cit, hal. 65.
dan kematian bagi pekerja, juga dapat
menimbulkan kerugian material yang besar bagi perusahaan revolusi industri juga
ditandai oleh semakin banyak ditemukan senyawa-senyawa
kimia yang dapat membahayakan keselamatan dan kesehatan fisik dan jiwa pekerja (occupational accident)
serta masyarakat dan lingkungan hidup.
2) Pada awal
Revolusi Industri, K3
belum menjadi bagian
integral dalam perusahaan. Pada
era ini kecelakaan kerja hanya dianggap
kecelakaan atau resiko kerja (personal risk), bukan tanggung jawab
perusahaan.
Pandangan ini
diperkuat dengan konsep Common Law Defence
(CLD) yang terdiri atas
contributing negligence (kontribusi kelalaian), fellow servant rule (ketentuan
kepegawaian), dan risk assumption(asumsi resiko).
3) Kemudian konsep
ini berkembang menjadi employers liability yaitu K3 menjadi tanggung jawab pengusaha,
buruh/pekerja, dan masyarakat umum yang berada
di luar lingkungan kerja. Dalam konteks bangsa Indonesia, kesadaran K3 sebenarnya sudah ada sejak pemerintahan
kolonial Belanda. Misalnya, pada tahun 1908
parlemen Belanda mendesak pemerintah Belanda memberlakukan K3 di Hindia Belanda yang ditandai dengan penerbitan
Veiligheids Reglement, Staatsblad No.
406 tahun 1910 selanjutnya, pemerintah
Kolonial Belanda menerbitkan
beberapa produk hukum yang memberikan perlindungan bagi keselamatan dan kesehatan kerja yang diatur
secara terpisah berdasarkan masing-masing sektor ekonomi.
2) www.depkes
.go.id.
index.ph diakses
pada tanggal 20 April 2010.
3) Abdul Rachmat
Budiono, Hukum Perburuhan di Indonesia (Jakarta : PT. Raja Grafindo Persada), 1997,
hal. 42.
Beberapa diantaranya yang menyangkut sektor
perhubungan yang mengatur lalu lintas
perkeretaapian seperti tertuang dalam
Algemene Regelen Betreffende de Aanleg en de Exploitate van
Spoor en Tramwegen Bestmend voor
Algemene Verkeer in Indonesia (Peraturan
Umum tentang Pendirian dan Perusahaan Kereta Api dan Trem Untuk Lalu
Lintas Umum Indonesia) dan Staatblad
1926 No. 334, Schepelingen Ongevallen Regeling 19 (Ordonansi Kecelakaan
Pelaut), Staatsblad 1930 No. 225, Veiligheids Reglement (Peraturan Keamanan
Kerja di Pabrik dan Tempat Kerja), dan sebagainya kepedulian tinggi pada awal zaman kemerdekaan,
aspek K3 belum menjadi isu strategis dan
menjadi bagian dari masalah kemanusiaan dan keadilan.
Hal ini dapat
dipahami karena pemerintahan Indonesia masih dalam masa transisi penataan kehidupan politik dan
keamanan nasional. Sementara itu, pergerakan
roda ekonomi nasional baru mulai dirintis oleh pemerintah dan swasta nasional. K3 baru menjadi perhatian utama pada
tahun 70-an searah dengan semakin
ramainya investasi modal dan pengadopsian teknologi industri nasional (manufaktur). Perkembangan tersebut mendorong
pemerintah melakukan regulasi dalam
bidang ketenagakerjaan, termasuk pengaturan masalah K3. Hal ini tertuang dalam UU No. 1 Tahun 1970 tentang Keselamatan
Kerja.
Sedangkan Peraturan
Perundangan-Undangan Ketenagakerjaan sebelumnya seperti UU No. 12 Tahun 1948
tentang Kerja, UU No. 14 Tahun 1969 tentang Ketentuan-ketentuan pokok mengenai tenaga
kerja tidak menyatakan secara eksplisit
konsep K3 yang dikelompokkan sebagai norma kerja. Setiap tempat kerja atau perusahaan harus melaksanakan program
K3. Tempat kerja dimaksud berdimensi
sangat luas mencakup segala tempat kerja, baik di darat, di dalam tanah, di permukaan tanah, dalam air, di udara
maupun di ruang angkasa.
Pengaturan hukum K3
dalam konteks di atas adalah sesuai dengan sektor/bidang usaha. Misalnya, UU No. 13 tahun
1992 tentang perkerataapian, UU No.
14 Tahun 1992
tentang Lalu Lintas
dan Angkutan Jalan
(LLAJ), UU No. 15 Tahun 1992
tentang Penerbangan. Beserta peraturan-peraturan pelaksanaan lainnya selain sektor perhubungan
di atas, regulasi yang berkaitan dengan
K3 juga dijumpai dalam sektor-sektor lain seperti Pertambangan, Konstruksi, Pertanian, Industri Manufaktur
(pabrik), Perikanan, dan lain-lain.
Di era globalisasi
saat ini, pembangunan nasional sangat erat dengan perkembangan isu-isu global seperti
Hak-hak Asasi manusia
(HAM), lingkungan hidup,
kemiskinan, dan buruh.
Persaingan global tidak
hanya sebatas kualitas barang
tetapi juga mencakup kualitas pelayanan
dan jasa.
Banyak perusahaan
multinasional hanya mau berinvestasi di suatu Negara jika Negara bersangkutan memiliki kepedulian yang
tinggi terhadap lingkungan hidup juga
kepekaan terhadap kaum pekerja dan masyarakat miskin. Karena itu bukan mustahil jika ada perusahaan yang peduli
terhadap K3, menempatkan ini pada urutan
pertama sebagai syarat investasi.
Tidak satupun
peraturan perundang-undangan yang ada di Indonesia tidak bersumber dari hukum dasar tertinggi
yaitu Undang-undang Dasar 1945 sebagai
sumber hukum tertinggi. Sumber hukum peraturan perundang-undangan K3 yang berlandaskan pada Pasal 27 ayat
2 UUD 1945
yang berbunyi bahwa “Tiap-tiap warga Negara berhak atas pekerjaan
dan penghidupan yang layak“.
Pasal ini menegaskan bahwa disamping mendapat warga
berhak mendapat pekerjaan juga harus
berhak mendapat perlindungan terhadap aspek keselamatan dan kesehatan kerja agar dalam melaksanakan
pekerjaannya dapat tercipta kondisi yang
nyaman, sehat, dan aman serta dapat mengembangkan kemampuan dan ketrampilan agar dapat hidup layak sesuai
dengan harkat dan martabat manusia.
4) 1. setiap pekerja/buruh mempunyai hak untuk
memperoleh perlindungan atas : Sejalan
dengan itu, perkembangan pembangunan yang dilaksanakan tersebut maka disusunlah Undang-Undang No. 14 Tahun
1969 tentang pokok-pokok tenaga kerja
yang kemudian diubah menjadi Undang- Undang No. 13 Tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan dan ketentuan tentang
K3 juga diatur dalam Pasal 86 UU No. 13
Tahun 2003 : a. keselamatan dan kesehatan kerja b. moral dan kesusilaan c. perlakuan
yang sesuai dengan
harkat dan martabat
manusia serta nilai-nilai agama 2. untuk melindungi keselamatan pekerja guna
mewujudkan produktivitas kerja yang
optimal diselenggarakan upaya keselamatan dan kesehatan kerja.
3. perlindungan sebagaimana dimaksud dalam ayat
(1) dan (2) dilaksanakan sesuai dengan
peraturan perundangan yang berlaku.
5) 4) Abdul Rachmat
Budiono, Hukum Perburuhan di Indonesia (Jakarta : PT. Raja Grafindo Persada), 1997,
hal. 1-2.
5) Undang-undang
No. 13 Tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan, Pasal 86 ayat 1-3.
Download lengkap Versi Word
Tidak ada komentar:
Posting Komentar
pesan skripsi