BAB I.
PENDAHULUAN.
A. Latar Belakang.
Peranan penerapan
suatu sistem hukum dalam pembangunan demi terciptanya pembentukan dan pembaharuan hukum
yang responsif atas kebutuhan-kebutuhan
masyarakat tidak terlepas dari pranata-pranata hukum yang baru, baik yang diciptakan untuk menunjang
pembangunan itu sendiri maupun yang
merupakan refleksi perkembangan politik, ekonomi dan sosial dalam masyarakat. Tujuan dari pembaharuan hukum
sendiri jelas harus terarah pada usaha
pembentukan sistem hukum nasional dan hukum yang responsif pada kebutuhan-kebutuhan dan
kepentingan-kepentingan masyarakat sebagai keseluruhan. Dengan begitu kegiatan
pembaharuan hukum mempunyai arti yang luas,
yang bergerak merefleksikan perubahan-perubahan baik dari segi politik, ekonomi, maupun sosial dan seirama dengan
perkembangan dan peningkatan kebutuhan-kebutuhan
dan corak interaksi dari masyarakat.
Pemahaman terhadap
berbagai sistem hukum saat ini semakin memegang peranan penting. Hal ini merupakan konsekuensi
yang tidak dapat dihindari, mengingat
interaksi antar bangsa yang semakin intense baik yang bersifat privat maupun publik yang di dalamnya diperlukan
aturan main yang didasarkan pada suatu
norma hukum atau Legal Norm tertentu yang sangat dipengaruhi oleh sistem hukum masing-masing negara.
Sistem hukum pengangkutan yang berlaku di
dunia pada saat ini sudah semakin
berkembang, begitu juga halnya di
Indonesia. Saat ini hukum pengangkutan
yang berlaku di Indonesia tidak hanya menjadikan KUH Dagang saja sebagai dasar hukum atau acuan hukum nya,
namun sudah semakin banyak aturan-aturan
hukum, baik melalui Undang-Undang peraturan presiden, peraturan Pemahaman tentang sistem hukum bermanfaat dalam memahami bagaimana menentukan arah
pembangunan hukum nasional yang
responsif terhadap instrumen-instrumen hukum asing, namun tidak menanggalkan dan meninggalkan budaya hukum
yang hidup dan berkembang dalam
masyarakat. Begitu juga hal nya terkait dengan sistem hukum pengangkutan yang berlaku di Indonesia pada
saat ini.
Sejalan dengan
pelaksanan pembangunan di Indonesia yang sasaran utamanya di bidang pembangunan ekonomi, maka
kegiatan perdagangan merupakan salah
satu sektor pembangunan ekonomi yang senantiasa harus diperhatikan tumbuh-kembang peranannya. Untuk
memperlancar arus barang dan jasa guna
menunjang kegiatan perdagangan tersebut, diperlukan adanya sarana pengangkutan yang memadai, baik pengangkutan
melalui darat, laut maupun udara.
Pengembangan sarana pengangkutan tersebut pastinya memerlukan sistem yang lebih efektif dan efisien untuk
kepentingan nasional, maka dari itu sangatlah diperlukan pada saat ini suatu sistem atau
jaringan kerja yang mampu mewujudkan
pelayanan dengan kualitas yang lebih efisien, lebih produktif dan lebih kompetitif.
Ade Maman Suherman, Pengantar Perbandingan
Sistem Hukum, ( PT Raja Grafindo Persada,
Jakarta, 2006), hlm V.
menteri, maupun peraturan lainnya yang lebih
khusus mengatur tentang hukum pengangkutan
tersebut. Indonesia sebagai negara kepulauan yang besar pastinya sangat memerlukan suatu perkembangan dalam
sistem hukum yang mengatur mengenai
sistem hukum pengangkutan agar dapat lebih maju dan siap dalam mengahadapi persaingan ekonomi global.
Proses globalisasi
yang semakin lama semakin intens terjadi memberi implikasi bahwa setiap negara dituntut untuk
dapat mengantisipasi dan bisa beradaptasi
dengan kecenderungan globalisasi dan bisa menuju peratapan dunia (compression of the world ) yang semakin tanpa
batas ( borderless ).
Dalam kaitannya dengan kerjasama antar negara
tersebut, para menteri luar negeri di
Indonesia, Malaysia, Filipina, Singapura, dan Thailand merancang Joint declaration yang mencakup kesadaran akan
perlunya meningkatkan saling pengertian
untuk hidup bertetangga secara baik serta membina kerja-sama yang bermanfaat diantara negara-negara yang sudah
terikat oleh pertalian sejarah dan budaya.
Upaya pembentukan organisasi kerja-sama kawasan telah membuahkan Untuk mengantisipasi saling bersinggungan dibidang
ekonomi memerlukan adanya harmonisasi
hukum ekonomi lintas negara termasuk kesepakatan aturan main yang berlaku. Pada dasarnya tujuan utama suatu
negara melakukan hubungan internasional
adalah untuk memenuhi kepentingan nasional yang tidak dimiliki di dalam negeri sehingga di perlukan suatu
kerja-sama untuk mempertemukan kepentingan
nasional antar-negara.
Latif Adam dan Maxensius Tri Sambodo, Infestasi dan Perdagangan Luar Negeri:Dinamika Globalisasi dan Perannysa
Dalam Pertumbuhan Ekonomi, diambil dari Jurnal Ekonomi Dan Pembangunan VOL XVI (2) 2008 ,
(Jakarta : LIPI Press, 2008), Hlm 15-16, diakses pada tanggal 4 agustus 2010.
hasil dengan di tanda-tangani nya Deklarasi
ASEAN atau Deklarasi Bangkok pada
tanggal 08 agustus 1967 di Bangkok oleh Wakil Perdana Menteri merangkap Menteri Luar Negeri Malaysia dan para Menteri
Luar Negeri Indonesia, Filipina, Singapura,
dan Thailand. Deklarasi tersebut menandai berdirinya perhimpunan bangsa-bangsa Asia Tenggara (Association of
South East Asian Nations/ASEAN ).
Kini ASEAN terdiri
dari sepuluh (10) negara yaitu Lima (5) negara pendiri dan Lima (5) negara yang bergabung kemudian yaitu
Brunei darussalam (1984), Vietnam
(1995), Myanmar dan Laos (1997), dan Kamboja (1999).
Pentingnya suatu Visi bersama untuk membangun
integrasi Ekonomi bersama antar negara di kawasan ASEAN telah mendorong para
pemimpin negara-negara ASEAN untuk
membuat suatu Deklarasi bersama yang disebut dengan “Declaration On The Asean Economic
Community (AEC) blueprint” yang ditanda-tangani
pada tanggal 20 November 2007 yang lalu, yang merupakan cetak biru untuk melakukan Transformasi guna
menjadikan ASEAN sebagai suatu single
market and production base, highly competitive, and fully integrated into global community by 2015. Deklarasi tersebut
merupakan kelanjutan dan penyempurnaan
dari kesepakatan dalam “Declaration of ASEAN concord II (Bali Concord II)”, yang pada salah satu butir
kesepakatannya, menegaskan kembali National
Single Window (NSW).
Direktorat Jenderal Kerja Sama ASEAN
Departemen Luar Negeri Republik Indonesia, ASEAN Selayang Pandang, Tahun
2007http://www.Deplu.go.id diunduh 22 Agustus 2010.
Tim Persiapan National Single Window (NSW)
Republik Indonesia, Penerapan Sistem National
Single Window Menuju Otomasi Sistem Pelayanan yang Terintegrasi Untuk
Mewujudkan Reformasi Layanan Publik di
Bidang Ekspor-Impor, http://www.insw.go.id diunduh pada 21 Mei 2010.
Salah satu komitmen bersama dalam melaksanakan
deklarasi tersebut adalah kesepakatan
untuk membangun ASEAN Single Window
(ASW) yang merupakan sistem
terintegrasi yang mewadahi suatu lingkungan fasilitas perdagangan (trade-facilitating environtment),
yang didasari pada standarisasi data,
informasi parameter, prosedur, formalitas, dan international best practises, yang berkaitan dengan proses kepabean dan
keluar masuk barang.
Pada tingkat
Nasional, pada hari senin tanggal 17 desember 2007, Menteri Keuangan, Menteri Perdagangan dan Menteri
Perhubungan, mewakili Pemerintah Indonesia
secara resmi melakukan peresmiaan “Implementasi Tahap Kesatu Sistem NSW di Indonesia” dan sekaligus
melakukan peluncuran“Official Website dan
Portal INSW” sebagai gerbang utama sistem layanan publik yang terintegrasi secara elektronik, yang menyediakan fasilitas
untuk pelayanan seluruh kegiatan yang
terkait dengan Ekspor-impor.
Penerapan INSW ini juga untuk mempermudah para
pelaku usaha untuk dapat melakukan
pengeluaran barang impor atau pemasukan barang ekspor dari dan ke kawasan pabean dengan menggunakan
dokumen yang hanya diajukan melalui satu
jendela saja, yang artinya pelayanan ini bersifat satu penyampaian, Suatu negara memiliki tujuan neraca
perdagangan yang surplus atau ekspor lebih
besar dari pada impor. Dengan demikian liberalisasi perdagangan akan berpengaruh terhadap neraca perdagangan yakni
pertumbuhan ekspor dan impor.
Pertumbuhan ekspor
dan impor inilah yang menentukan Neraca Perdagangan Surplus atau Defisit.
Ibid.
satu pemrosesan, dan satu pemutusan (Single
Submission, Single Processing, dan Single
Decision). Dalam bahasa sederhana NSW merupakan kantor maya (Virtual Office) yang menangani proses perizinan
ekspor- impor dilakukan secara elektronik
penuh, dimana sebelumnya pengusaha menggunakan kertas (manual) atau Disket/USB (semi-elektronik) untuk
mengurus dokumen.
Dengan adanya NSW
proses perizinan dilakukan secara cepat, menghemat waktu dan biaya karena tidak perlu lagi datang
ke kantor pelayanan sehingga tidak terjadi
hubungan dengan pihak (contact person) pejabat, barang pun bisa tiba dengan cepat di tempat tujuan, biaya produksi
dan transaksi menjadi rendah sehingga
mampu menekan ekonomi biaya tinggi (high cost economy).
Pelaksanaan NSW ini
membawa tantangan baru. Tantangan mendasar adalah Harmonisasi Data. Pembagian informasi
antara instansi sepertinya sederhana,
tetapi seringkali sangat sulit. Instansi yang berbeda memiliki peraturan yang berbeda untuk barang atau pelabuhan yang
sama. Demi terciptanya kesesuaian
berbagai jenis data adalah tugas yang panjang dan berat, tetapi harus dilakukan demi berbagi informasi, namun perlu
disusun rangkaian data bersama sehingga
tidak ada kesalahpahaman atau salah tafsir antar instansi. Tantangan kedua adalah masalah teknis : metode
pertukaran data. Seperti harmonisasi data, masalah ini sepertinya sederhana, akan tetapi
dalam sistem TI warisan yang menggunakan
sistem keamanan dan protokol keamanan berbeda, hal ini adalah tantangan. Tantangan ketiga adalah masalah
Legalitas. Pembagian data antar instansi
memerlukan kerangka hukum yang memastikan semua pihak dapat mengandalkan informasi yang dimasukkan secara
elektronik dan dibagi menjadi sistem
jendela tunggal.
Download lengkap Versi Word
Tidak ada komentar:
Posting Komentar
pesan skripsi