Senin, 21 April 2014

Skripsi Hukum: EFEKTIVITAS PENERAPAN INDONESIA NASIONAL SINGLE WINDOW (INSW) BERDASARKAN PERATURAN PRESIDEN NOMOR 10 TAHUN 2008 SEBAGAI UPAYA PENDORONG KELANCARAN ARUS BARANG EKSPOR DAN IMPOR

BAB I.
PENDAHULUAN.
A.  Latar Belakang.
Peranan penerapan suatu sistem hukum dalam pembangunan demi  terciptanya pembentukan dan pembaharuan hukum yang responsif atas  kebutuhan-kebutuhan masyarakat tidak terlepas dari pranata-pranata hukum yang  baru, baik yang diciptakan untuk menunjang pembangunan itu sendiri maupun  yang merupakan refleksi perkembangan politik, ekonomi dan sosial dalam  masyarakat. Tujuan dari pembaharuan hukum sendiri jelas harus terarah pada  usaha pembentukan sistem hukum nasional dan hukum yang responsif pada  kebutuhan-kebutuhan dan kepentingan-kepentingan masyarakat sebagai  keseluruhan. Dengan begitu kegiatan pembaharuan hukum mempunyai arti yang  luas, yang bergerak merefleksikan perubahan-perubahan baik dari segi politik,  ekonomi, maupun sosial dan seirama dengan perkembangan dan peningkatan  kebutuhan-kebutuhan dan corak interaksi dari masyarakat.

Pemahaman terhadap berbagai sistem hukum saat ini semakin memegang  peranan penting. Hal ini merupakan konsekuensi yang tidak dapat dihindari,  mengingat interaksi antar bangsa yang semakin intense baik yang bersifat privat  maupun publik yang di dalamnya diperlukan aturan main yang didasarkan pada  suatu norma hukum atau Legal Norm tertentu yang sangat dipengaruhi oleh sistem   hukum masing-masing negara.
 Sistem hukum pengangkutan yang berlaku di dunia pada saat ini sudah  semakin berkembang, begitu juga halnya  di Indonesia. Saat ini hukum  pengangkutan yang berlaku di Indonesia tidak hanya menjadikan KUH Dagang  saja sebagai dasar hukum atau acuan hukum nya, namun sudah semakin banyak  aturan-aturan hukum, baik melalui Undang-Undang peraturan presiden, peraturan  Pemahaman tentang sistem hukum bermanfaat  dalam memahami bagaimana menentukan arah pembangunan hukum nasional  yang responsif terhadap instrumen-instrumen hukum asing, namun tidak  menanggalkan dan meninggalkan budaya hukum yang hidup dan berkembang  dalam masyarakat. Begitu juga hal nya terkait dengan sistem hukum  pengangkutan yang berlaku di Indonesia pada saat ini.
Sejalan dengan pelaksanan pembangunan di Indonesia yang sasaran  utamanya di bidang pembangunan ekonomi, maka kegiatan perdagangan  merupakan salah satu sektor pembangunan ekonomi yang senantiasa harus  diperhatikan tumbuh-kembang peranannya. Untuk memperlancar arus barang dan  jasa guna menunjang kegiatan perdagangan tersebut, diperlukan adanya sarana  pengangkutan yang memadai, baik pengangkutan melalui darat, laut maupun  udara. Pengembangan sarana pengangkutan tersebut pastinya memerlukan sistem  yang lebih efektif dan efisien untuk kepentingan nasional, maka dari itu sangatlah  diperlukan pada saat ini suatu sistem atau jaringan kerja yang mampu  mewujudkan pelayanan dengan kualitas yang lebih efisien, lebih produktif dan  lebih kompetitif.
 Ade Maman Suherman, Pengantar Perbandingan Sistem Hukum, ( PT Raja Grafindo  Persada, Jakarta, 2006), hlm V.
 menteri, maupun peraturan lainnya yang lebih khusus mengatur tentang hukum  pengangkutan tersebut. Indonesia sebagai negara kepulauan yang besar pastinya  sangat memerlukan suatu perkembangan dalam sistem hukum yang mengatur  mengenai sistem hukum pengangkutan agar dapat lebih maju dan siap dalam  mengahadapi persaingan ekonomi global.
Proses globalisasi yang semakin lama semakin intens terjadi memberi  implikasi bahwa setiap negara dituntut untuk dapat mengantisipasi dan bisa  beradaptasi dengan kecenderungan globalisasi dan bisa menuju peratapan dunia  (compression of the world ) yang semakin tanpa batas ( borderless ).
 Dalam kaitannya dengan kerjasama antar negara tersebut, para menteri  luar negeri di Indonesia, Malaysia, Filipina, Singapura, dan Thailand merancang  Joint declaration yang mencakup kesadaran akan perlunya meningkatkan saling  pengertian untuk hidup bertetangga secara baik serta membina kerja-sama yang  bermanfaat diantara negara-negara yang sudah terikat oleh pertalian sejarah dan  budaya. Upaya pembentukan organisasi kerja-sama kawasan telah membuahkan   Untuk  mengantisipasi saling bersinggungan dibidang ekonomi memerlukan adanya  harmonisasi hukum ekonomi lintas negara termasuk kesepakatan aturan main  yang berlaku. Pada dasarnya tujuan utama suatu negara melakukan hubungan  internasional adalah untuk memenuhi kepentingan nasional yang tidak dimiliki di  dalam negeri sehingga di perlukan suatu kerja-sama untuk mempertemukan  kepentingan nasional antar-negara.
 Latif Adam dan Maxensius Tri Sambodo,  Infestasi dan Perdagangan Luar  Negeri:Dinamika Globalisasi dan Perannysa Dalam Pertumbuhan Ekonomi, diambil dari Jurnal  Ekonomi Dan Pembangunan VOL XVI (2) 2008 , (Jakarta : LIPI Press, 2008), Hlm 15-16, diakses  pada tanggal 4 agustus 2010.
 hasil dengan di tanda-tangani nya Deklarasi ASEAN atau Deklarasi Bangkok  pada tanggal 08 agustus 1967 di Bangkok oleh Wakil Perdana Menteri merangkap  Menteri Luar Negeri Malaysia dan para Menteri Luar Negeri Indonesia, Filipina,  Singapura, dan Thailand. Deklarasi tersebut menandai berdirinya perhimpunan  bangsa-bangsa Asia Tenggara (Association of South East Asian Nations/ASEAN ).
Kini ASEAN terdiri dari sepuluh (10) negara yaitu Lima (5) negara pendiri dan  Lima (5) negara yang bergabung kemudian yaitu Brunei darussalam (1984),  Vietnam (1995), Myanmar dan Laos (1997), dan Kamboja (1999).
 Pentingnya suatu Visi bersama untuk membangun integrasi Ekonomi  bersama antar  negara di kawasan ASEAN telah mendorong para pemimpin  negara-negara ASEAN untuk membuat suatu Deklarasi bersama yang disebut  dengan “Declaration On The Asean Economic Community (AEC) blueprint” yang  ditanda-tangani pada tanggal 20 November 2007 yang lalu, yang merupakan cetak  biru untuk melakukan Transformasi guna menjadikan ASEAN sebagai suatu  single market and production base, highly competitive, and fully integrated into  global community by 2015. Deklarasi tersebut merupakan kelanjutan dan  penyempurnaan dari kesepakatan dalam “Declaration of ASEAN concord II (Bali  Concord II)”, yang pada salah satu butir kesepakatannya, menegaskan kembali  National Single Window (NSW).
  Direktorat Jenderal Kerja Sama ASEAN Departemen Luar Negeri Republik Indonesia,  ASEAN Selayang Pandang, Tahun 2007http://www.Deplu.go.id diunduh 22 Agustus 2010.
 Tim Persiapan National Single Window (NSW) Republik Indonesia, Penerapan Sistem  National Single Window Menuju Otomasi Sistem Pelayanan yang Terintegrasi Untuk Mewujudkan  Reformasi Layanan Publik di Bidang Ekspor-Impor, http://www.insw.go.id diunduh pada 21 Mei  2010.
 Salah satu komitmen bersama dalam melaksanakan deklarasi tersebut  adalah kesepakatan untuk membangun ASEAN Single Window  (ASW) yang  merupakan sistem terintegrasi yang mewadahi suatu lingkungan fasilitas  perdagangan (trade-facilitating environtment), yang didasari pada standarisasi  data, informasi parameter, prosedur, formalitas, dan international best practises,  yang berkaitan dengan proses kepabean dan keluar masuk barang.
Pada tingkat Nasional, pada hari senin tanggal 17 desember 2007, Menteri  Keuangan, Menteri Perdagangan dan Menteri Perhubungan, mewakili Pemerintah  Indonesia secara resmi melakukan peresmiaan “Implementasi Tahap Kesatu  Sistem NSW di Indonesia” dan sekaligus melakukan peluncuran“Official Website  dan Portal INSW” sebagai gerbang utama sistem layanan publik yang terintegrasi  secara elektronik, yang menyediakan fasilitas untuk pelayanan seluruh kegiatan  yang terkait dengan Ekspor-impor.
 Penerapan INSW ini juga untuk mempermudah para pelaku usaha untuk  dapat melakukan pengeluaran barang impor atau pemasukan barang ekspor dari  dan ke kawasan pabean dengan menggunakan dokumen yang hanya diajukan  melalui satu jendela saja, yang artinya pelayanan ini bersifat satu penyampaian,  Suatu negara memiliki tujuan neraca perdagangan yang surplus atau ekspor  lebih besar dari pada impor. Dengan demikian liberalisasi perdagangan akan  berpengaruh terhadap neraca perdagangan yakni pertumbuhan ekspor dan impor.
Pertumbuhan ekspor dan impor inilah yang menentukan Neraca Perdagangan  Surplus atau Defisit.
 Ibid.
 satu pemrosesan, dan satu pemutusan (Single Submission, Single Processing, dan  Single Decision). Dalam bahasa sederhana NSW merupakan kantor maya (Virtual  Office) yang menangani proses perizinan ekspor- impor dilakukan secara  elektronik penuh, dimana sebelumnya pengusaha menggunakan kertas (manual)  atau Disket/USB (semi-elektronik) untuk mengurus dokumen.
Dengan adanya NSW proses perizinan dilakukan secara cepat, menghemat  waktu dan biaya karena tidak perlu lagi datang ke kantor pelayanan sehingga tidak  terjadi hubungan dengan pihak (contact person) pejabat, barang pun bisa tiba  dengan cepat di tempat tujuan, biaya produksi dan transaksi menjadi rendah  sehingga mampu menekan ekonomi biaya tinggi (high cost economy).

Pelaksanaan NSW ini membawa tantangan baru. Tantangan mendasar  adalah Harmonisasi Data. Pembagian informasi antara instansi sepertinya  sederhana, tetapi seringkali sangat sulit. Instansi yang berbeda memiliki peraturan  yang berbeda untuk barang atau pelabuhan yang sama. Demi terciptanya  kesesuaian berbagai jenis data adalah tugas yang panjang dan berat, tetapi harus  dilakukan demi berbagi informasi, namun perlu disusun rangkaian data bersama  sehingga tidak ada kesalahpahaman atau salah tafsir antar instansi. Tantangan  kedua adalah masalah teknis : metode pertukaran data. Seperti harmonisasi data,  masalah ini sepertinya sederhana, akan tetapi dalam sistem TI warisan yang  menggunakan sistem keamanan dan protokol keamanan berbeda, hal ini adalah  tantangan. Tantangan ketiga adalah masalah Legalitas. Pembagian data antar  instansi memerlukan kerangka hukum yang memastikan semua pihak dapat   mengandalkan informasi yang dimasukkan secara elektronik dan dibagi menjadi  sistem jendela tunggal.
Download lengkap Versi Word

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

pesan skripsi