BAB I.
PENDAHULUAN.
A. Latar Belakang .
Fungsi pemidanaan
pada masa sekarang ini tidak lagi sekedar penjeraan, tetapi pemidanaan dimaksudkan sebagai tempat atau
sarana pembinaan, rehabilitasi dan reintegrasi
warga binaan Lembaga Pemasyarakatan. Penjeraan dalam sistem pemidanaan memiliki unsur-unsur balas dendam di Lembaga
Pemasyarakatan. Para warga binaan pemasyarakatan
sering mengalami siksaan, untuk memperbaiki tingkah laku dan perbuatannya. Kedua fungsi pemidanaan di atas
membuat dan mengarahkan supaya narapidana
tidak melakukan perbuatan pidana dan menyadarkan serta mengembalikan warga binaan pemasyarakatan tersebut ke dalam
lingkungan masyarakat, menjadikan ia bertanggung
jawab terhadap dirinya, keluarga dan masyarakat sekitar atau lingkungannya.
Sistem penjaraan dalam pemidanaan di Indonesia
berkembang terus, hal ini dimulai dari
penjajahan Belanda hingga sampai saat ini. Pada tanggal 17 Juni 1964 nama penjara diganti menjadi Lembaga Pemasyarakatan
dengan Instruksi Kepala Direktorat Permasyarakatan
Nomor J. H. 6.8.
506. perkembangan
sistem pemasyarakatan juga menyangkut
teori yang menjurus dari retribusi (pembalasan seimbang) ke arah reformasi (perbaikan) kepada penjahat, tetapi dalam
kenyataan menghadapi hambatan yang besar.
Perbaikan-perbaikan
sistem pemasyarakatan juga menyangkut keadaan dan Samosir Djisman, 1992, Fungsi Pidana Penjara
Dalam Sistem Pemidanaan di Indonesia, Penerbit
Bina Cipta, Bandung, hal., perkembangan
lembaganya, seperti penambahan Lembaga Pemasyarakatan Wanita di Tangerang.
Begitu juga halnya warga binaan pemasyarakatan
anak juga memperoleh hak dan hak asasi
manusia di Lembaga Pemasyarakatan di mana ia ditempatkan. Hak setiap manusia akan keselamatan. Hak ini tidak
berkurang sebagai akibat pemenjaraan. Lapas Reinformasi (perbaikan ke arah kesempurnaan)
kepada penjahat atau narapidana menganggap
bahwa warga binaan pemasyarakatan bukan saja sebagai objek melainkan juga sebagai subjek yang tidak berbeda dari
manusia lain yang sewaktu-waktu dapat melakukan
kesalahan atau kejahatan. Pelaksanaan pemidanaan bermaksud memberantas faktor-faktor yang menyebabkan warga binaan
pemasyarakatan melakukan kesalahan atau
kejahatan. Dengan demikian narapidana diharapkan menyesali perbuatan dan merubah menjadi anggota masyarakat yang baik.
Hak dan hak asasi
manusia adalah bagian dari kehidupan manusia yang harus diperhatikan dan dijamin keberadaannya oleh
Negara khususnya di Indonesia yang berdasarkan
Pancasila dan Undang-undang Dasar (UUD 1945). Hal tersebut berlaku terhadap semua orang dan juga berlaku bagi
narapidana.
Hak narapidana pada
umumnya adalah bahwa narapidana berhak untuk tidak diperlakukan sebagai orang
sakit yang diasingkan, narapidana juga berhak atas pendidikan sebagai bekal hidup mereka setelah
keluar dari Lembaga Pemasyarakatan nantinya.,
sebaliknya narapidana memiliki hak asasi manusia yang harus dipertahankan selama ia tinggal di Lembaga Pemasyarakatan
seperti telah diatur dalam undang-undang.
Mr Jeff Christian & Direktorat Jendral
Pemasyarakatan & RWI Kantor Jakarta, Kumpulan Instrumen Internasional Hak Asasi Manusia
& Materi Terkait Praktek Pemasyarakatan & Membuat Standar-Standar Bekerja, hal., 1 (selanjutnya
disebut Buku I).
memiliki kewajiban untuk melayani bagi
kesejahteraan narapidana. Oleh sebab itu keselamatan merupakan tanggung jawab lapas.
Meningkatkan
keselamatan warga binaan pemasyarakatan berarti membuktikan bahwa di dalam Lembaga Pemasyarakatan telah
menghargai hak asasi manusia.. Dan sebaliknya
apabila terjadi pelanggaran hak asasi manusia di lapas, maka akan menimbulkan keadaan bahaya bagi petugas dan
warga binaan pemasyarakatan karena pelanggaran
tersebut akan menimbulkan kemarahan dan kebencian.
Petugas Lapas harus
memimpin untuk menciptakan lingkungan yang menghormati hak asasi manusia. Warga binaan
pemasyarakatan juga diharuskan untuk menghormati
hak asasi manusia di antara para warga binaan pemasyarakatan dan petugas lain. Dan menejemen lapas harus mendukung
penghormatan hak asasi narapidana dan petugas.
Hak Asasi Manusia
warga binaan yang harus dihormati di Lembaga Pemasyarakatan yaitu : a) Melakukan ibadah sesuai dengan agama atau
kepercayaannya.
b) Mendapat perawatan, baik perawatan rohani
maupun jasmani.
c) Mendapatkan pendidikan dan pengajaran.
d) Mendapatkan pelayanan kesehatan dan makanan
yang layak.
e) Menyampaikan keluhan.
f) Mendapatkan bahan bacaan dan mengikuti siaran
media massa lainnya yang tidak dilarang.
g) Mendapatkan upah atau premi atas pekerjaan
yang dilakukan.
h) Menerima kunjungan keluarga, penasehat hukum
atau orang tertentu lainnya.
i)
Mendapatkan pengurangan masa pidana (premisi).
j) Mendapatkan kesempatan berassimilasi termasuk
cuti mengunjungi keluarga.
k) Mendapatkan kebebasan bersyarat.
l) Mendapatkan cuti menjelang bebas.
m) Mendapat hak-hak
lain sesuai dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku.
Penulis mengajukan judul hak warga binaan di
Lembaga Pemasyarakatan Anak dan
hubungannya dengan hak asasi manusia studi kasus di Lembaga Pemasyarakatan Klas IIA Anak Tanjung Gusta Medan karena di
dalam Lembaga Pemasyarakatan Klas IIA
Anak Tanjung Gusta Medan belum sepenuhnya mampu menunjukkan fungsi yang ideal. Berbagai aspek dan kondisi dalam
Lembaga Pemasyarakatan Anak sangat potensial menimbulkan pelanggaran hak asasi manusia
antara lain over kapasitas yaitu
banyaknya jumlah narapidana, kualitas
penghuni yang berubah dari kejahatan konvensional menjadi kejahatan transsional, terbatasnya kualitas
dan kuantitas sumber daya manusia.
B. Perumusan
Masalah Berdasarkan hal tersebut di atas maka yang menjadi permasalahan adalah:
1.
Bagaimanakah perlindungan hak asasi warga binaan di Lembaga
Pemasyarakatan Anak berdasarkan
perundang-undang ? 2. Bagaimanakah
pelaksanaan perlindungan hak asasi manusia warga binaan di Lembaga Pemasyarakatan Klas II Anak Tanjung
Gusta Medan ? C. Tujuan dan Manfaat Penulisan
Undang- Undang Republik Indonesia Nomor 12 Tahun 1995 tentang
Pemasyarakatan Penelitian ini bertujuan
: 1. mengetahui perlindungan hak asasi
warga binaan di Lembaga Pemasyarakatan Anak
berdasarkan perundang-undangan.
2. mengetahui pelaksanaan perlindungan hak asasi
manusia warga binaan di Lembaga
Pemasyarakatan Klas II Anak 3. untuk
memperoleh salah satu syarat gelar sarjana hukum pada Fakultas Hukum .
Adapun manfaat
penulisan ini: 1. menambah khasana ilmu
pengetahuan di bidang hukum khususnya tentang perlindungan hak asasi warga binaan di lembaga
pemayarakatan.
2. berguna bagi
pembina warga binaan di Lembaga Pemasyarakatan menggunakan pengaturan perlindungan hak asasi manusia.
D. Keaslian
Penulisan Berdasarkan penelusuran di perpustakaan fakultas hukum dari skripsi
ini dilakukan dengan melakukan
pengamatan dan penelitian yang dilakukan oleh penelitian sendiri. Adapun pembuatan skripsi ini tidak
merupakan duplikasi atau bentuk plagiat dari hasil penelitian lain. Serta proses pembuatan
skripsi ini saya selaku penulisnya mengacu dan memasukkan beberapa kutipan-kutipan dari
buku-buku referensi dimana untuk melengkapi
skripsi ini. Saya selaku peneliti dan penulis bertanggung jawab terhadap halhal
pembuatan skripsi ini kepada pihak manapun.
E. Tinjauan Kepustakaan 1. Pengertian Anak Pengertian Anak dapat dilihat
dari berbagai peraturan hukum di Indonesia di antaranya yaitu: 1. Undang-Undang Dasar1945 Menurut Pasal 34 Undang-Undang Dasar
1945,menyatakan bahwa anak-anak terlantar
dipelihara oleh Negara. Pasal 34 Undang-Undang Dasar 1945 mempunyai makna khusus terhadap pengertian dan status
anak dalam bidang politik, karena yang menjadi
esensi dasar kedudukan anak dalam kedua pengertian ini, yaitu anak adalah subjek hukum dari sistem hukum nasional, yang
harus dilindungi, dipelihara dan dibina untuk
mencapai kesejahteraan anak.
Soesesilo, R., 1991, Kitab Undang-Undang
Hukum Pidana (KUHP) serta Komentar Komentarnya Lengkap Pasal Demi Pasal,
Penerbit Politea, Bogor, hal 2.
Pengertian anak
menurut Undang-Undang Dasar 1945, oleh Irma Setyowati Soemitro, dijabarkan sebagai seorang anak yang
harus memperoleh hak-hak dan kemudian hak-hak tersebut dapat menjamin
pertumbuhan dan perkembangan dengan wajar
baik secara rahasia, jasmani, maupun sosial atau anak juga berhak atas
pelayanan untuk mengembangkan kemampuan
dan kehidupan sosial.
2. Kitab
Undang-Undang Hukum Perdata (BW) Menurut Pasal 330 Kitab Undang-Undang Hukum
Perdata pengertian anak adalah sebagai
berikut : Belum dewasa adalah mereka
yang belum mencapai umur genap dua puluh satu tahun, dan tidak lebih dahulu telah kawin. Apabila
perkawinan itu dibubarkan sebelum umur mereka
genap dua puluh satu tahun maka mereka tidak kembali lagi dalam kedudukan belum dewasa.
Download lengkap Versi Word
Tidak ada komentar:
Posting Komentar
pesan skripsi