Kamis, 24 April 2014

Skripsi Hukum: PENYERANGAN ISRAEL TERHADAP PALESTINA DITINJAU DARI PERSPEKTIF KEJAHATAN KEMANUSIAAN DALAM KERANGKA HUKUM INTERNASIONAL

 BAB  I.
PENDAHULUAN.
A.  Latar Belakang.
konflik Israel-Palestina seringkali dipahami sebagai konflik Yahudi-Islam dan  hal ini berhasil mensugesti hampir seluruh dunia Islam untuk membeci Yahudi  dengan segala macam "derivasinya". Sikap anti-pati terhadap Yahudi di kalangan  mayoritas Islam bahkan telah ditanamkan demikian mengakar mulai dari lingkungan  keluarga hingga institusi pendidikann Islam.

 Hampir mustahil melacak kronologis sejak kapan umat Islam dididik untuk  membenci Yahudi, namun fakta yang ada justru menunjukkan hubungan keduanya  cukup baik sepanjang sejarah umat Islam awal hingga periode pertengahan. Dalam  Yahudi kerap digambarkan sebagai  makhluk berwatak jelek, berwajah bengis dan berhati keji, sehingga tidak heran jika  kemudian istilah "Yahudi" dijadikan sebagai bahasa cemooh  untuk menyebutkan  orang yang "bersifat jelek".
Segala kemungkinan bisa saja terjadi ketika kebencian telah dijadikan sebagai  landasan untuk berpikir dan bertindak. Dalam konflik Israel-Palestina misalnya,  seruan agar umat Islam bersatu untuk melawan Zionis-Yahudi bukan sesuatu yang  aneh disuarakan meski dengan alasan yang masih sulit ditebak: apakah merasa  senasib dengan warga Islam Palestina, atau justru dipicu oleh kebencian terhadap  Yahudi yang telah jauh ditanamkan. Sebaliknya, umat Islam dunia bahkan sulit untuk  memberikan dukungan kepada pihak mana ketika terjadi perang Saudara Sunni-Syiah  di wilayah Timur tengah, tetap saja sebagai perang melibatkan korban jiwa yang tidak  dapat ditolerir secara kemanusiaan.
 Irshad Mandji, The Truble with Islam Today: A Wake Up Call for Honesty and Change,  Terjemah: Herlina Permata Sari. Beriman Tanpa Rasa Takut: Tantangan Umat Islam Saat Ini. Jakarta:  Nun Publisher, 2008.
  literatur Islam orang Yahudi diabadikan sejarah sebagai orang yang pernah menjadi  sekretaris nabi khususnya untuk keperluan korespondensi luar negeri, bahkan nabi  juga menunjukkan toleransinya kepada Yahudi dengan berpuasa pada saat mereka  berpuasa.
 Pada periode Islam di Spanyol, umat Islam, Yahudi, dan Kristen bersamasama  membangun dan menghasilkan sebuah peradaban yang berpengaruh pada  Renaisance Eropa.
 Memang kerukunan yang terjalin antara umat Islam dan Yahudi bukan berarti  tanpa konflik. Ketika pengaruh Muhammad semakin kuat dan daya imbau agama  yang diajarkannya semakin terasa di kalangan Yahudi, para pemuka agama Yahudi  mulai mengabaikan perjanjian damai yang pernah dibuat dengan umat Islam.
Pengabaian terbuka atas perjanjian itu ditandai dengan masuk Islamnya Abdullah bin  Salam, seorang rabi terpandang Yahudi yang sempat membujuk keluarganya untuk  masuk ke agama Islam. Kondisi ini membuat Yahudi merasa terancam dan mulai  melancarkan serangan teologis terhadap Muhammad dengan sejumlah pertanyaan dan  perdebatan mengenai pokok-pokok dasar agama Islam. Kebijakan resmi untuk  memerangi Yahudi digariskan Muhammad sejak pristiwa pelecehan seorang wanita  muslim oleh sekelompok Yahudi bani Qainuqa. Sejak saat itu, satu persatu kelompok  Yahudi diusir dari Madinah karena terbukti mendukung pihak Makkah. Kondisi ini –  sebagaimana ditulis Hamid Basyaib – jelas menunjukkan pertikaian yang disebabkan  oleh masalah po litik.
 Hingga terjadi konflik Israel-Palestina yang dalam banyak hal dipandang  sebagai konflik Yahudi-Islam, analisis tentang masalah politik sebagai pemicu konflik   Muhammad Husein Haekal, Sejarah Hidup Muhammad. (Terjemah: Ali Audah), Tintamas,  Jakarta,1982, hal. 20.
 Philips K. Hitti, History of the Arabs. (terjemah: R. Cecep Lukman Yasin dan Dedi. S.
Riyadi, Serambi, Jakarta, 2002.
 Hamid Basayib, Perspektif Sejarah Hubungan Islam dan Yahudi,  dalam: Komaruddin  Hidayat dan Ahmad Gaus AF (ed). Pasing Over: Melintasi Batas Agama. Jakarta: Gramedia Pustaka  Utama, Jakarta, 1998, hal.346.
  juga banyak digulirkan berbagai pihak. Konflik ini misalnya, merupakan konflik yang  dipicu oleh klaim hak atas tanah Palestina dari kedua pihak yang bertikai. Seperti  ditulis Trias Kuncahyono, Israel selalu mengatakan posisi legal internasional mereka  atas Jerusalem berasal dari mandat Palestina (Palestine Mandate, 24 Juli 1922). Di  pihak lain, Palestina juga menyatakan Jerusalem (al Quds) akan menjadi ibu kota  negara Palestina Merdeka di masa mendatang atas dasar klaim pada agama, sejarah  dan jumlah penduduk di kota itu.
 Trias Kuncahyono mengutip Dershowitzmenuliskan, pembagian Jerusalem –  menjadi bagian Israel dan bagian Palestina – sulit untuk dilaksanakan karena peta  demografi tidak mudah diubah menjadi peta politik. Meskipun peta tersebut telah  terbagi sebagai wilayah yang dihuni orang-orang Israel dan wilyah lain yang dihuni  orang-orang Palestina, Jerusalem akan semakin sulit dibagi karena ia merupakan  simbol tiga agama besar yang letaknya saling berdekatan. Jerusalem adalah pusat  Yudaisme, tempat disalibnya Yesus dan kebangkitan serta kenaikannya ke surga, dan  tempat yang diyakini umat Islam sebagai bagian dari perjalanan spiritualitas  Muhammad ketika mengalami perjalanan malam dari Masjid al Haramke Masjid al  Aqsha dan naik ke Sidratul Munthaha.
Pertikaian kedua belah pihak pada akhirnya sulit  dihindari, sebab klaim hak atas tanah Palestina bukan sekedar menyangkut latar  belakang sejarah dan wilyah politik, melainkan masalah simbol spiritualitas besar  bagi kedua pihak.
 Yahudi menganggap Palestina sebagai "tanah yang dijanjikan" dan mayoritas  mereka meyakini bahwa Yerusalem harus kembali menjadi ibu kota Israel sebagai  intervensi Tuhan  untuk mengembalikan hak bangsa Yahudi yang selama ini   Trias Kuncahyono, op-cit, hlm:256-7   Ibid, hlm:258    tertindas.
 Pandangan ini mengakibatkan pergeseran paradigma politik  yang  mewarnai konflik Israel-Palestina ke paradigma teologis. Apalagi, mitos yang kerap  dikembangkan untuk memberikan identitas pada Yahudi, adalah: "bangsa tanpa tanah  untuk tanah tanpa bangsa".
 Streotipe tentang Yahudi sebagai "bangsa yang terusir  dari tanahnya" ini juga telah berhasil membentuk konsep teologis orang-orang  Yahudi, bahwa – seperti ditulis Karen Armstong – Tuhan memulai penciptaan dengan  tindakan yang kejam karena keinginan untuk membuat dirinya dikenal oleh para  makhluknya.
 Keterkucilan dan pengasingan Yahudi bahkan pernah di alami Adam  sebelumnya, karena dosa yang dilakukan Adam membuat ia terusir dari surga.
Demikian Yahudi, mengembara ke seluruh penjuru dunia, menjadi terkucil  selamanya, dan merindukan penyatuan kembali dengan Tuhan.
 Ada mitos lain yang menarik menyangkut konsep teologi Yahudi, yaitu  penantian terhadap datangnya sorang Messiah selama berabad-abad yang diharapkan  akan membawa keadilan dan perdamaian. Dalam keyakinan Yeshiva, sebuah sekte  yang didirikan R. Shalom Dov Ber yang sangat khawatir terhadap masa depan agama  Yahudi, mereka akan menjadi prajurit dalam pasukan rabi yang akan berperang tanpa  kenal ampun dan kompromi untuk memastikan agama Yahudi sejati tetap bertahan,  dan perjuangan mereka akan meratakan jalan bagi kedatangan Messiah.
  Cukup  beralasan jika kemudian keyakinan Yeshiva ini dipahami dengan pandangan: Messiah  hanya akan turun ketika terjadi keberutalan dan peperangan (ingat mitos penciptaan  Lur ia   Alwi Shihab, Islam Inklusive: Menuju Sikap Terbuka dalam Beragama, Mizan, Bandung,  1999, hal.1  Lihat: Ralph Schoenman, op-cit, hlm:  Karen Armstrong. 2001. op-cit, hlm:  Ibid, hlm:15   Ibid, hlm:231  ).
 Isaac Luria (1534-1572) adalah seorang Yahudi Ashkenazic yang suci yang diyakini oleh  beberapa kaum Sefardik telah menemukan Messiah dalam dirinya. Pada mitos Luria diceritakan bahwa  proses penciptaan dimulai dengan tindakan pengasingan atau pengucilan diri secara sukarela. Mitos ini    Jika ditinjau dari latar belakang sejarah, konflik Israel-Palestina merupakan  bagian dari konflik Arab-Israel yang lebih luas sejak 1940-an. Agresi Meliter Israel  terakhir yang dilancarkan sejak 26 Desember 2008 pada prinsipnya merupakan bagian  yang tidak terpisah dari konflik Israel-Palestina sebelumnya.
Jika dinilai serangan yang dilakukan Israel tersebut, maka hal itu merupakan  kejahatan perang karena tindakan-tindakan yang dilakukan melanggar hukum dan  kebiasaan yang berlaku dalam peperangan kita bisa melihat bahwa banyak penduduk  sipil (yang terdiri dari anak-anak wanita) yang bukan merupakan combatant menjadi  objek sasaran Israel serta tempat ibadah dan rumah sakit yang seharusnya tidak  menjadi sasaran pun menjadi sasaran perang. Selain itu juga blokade secara  berkepanjangan mengakibatkan akses bantuan kemanusiaan seperti obat-obatan dan  makanan tidak dapat disalurkan. Dengan kondisi yang seperti ini masyarakat sipil  palestina ditekan secara terus menerus dan dicekam rasa takut akibat teror yang terus  dilakukan oleh militer Israel sehingga menyebabkan pengusiran warga Palestina  secara paksa bahkan akibat blokade yang dilakukan memaksa rakyat Palestina mati  secara perlahan. Selain itu juga hal ini dapat digolongkan terhadap kejahatan terhadap  kemanusiaan yang tergolong dalam pelanggaran HAM berat.
Dalam Pasal 7 ayat (1) Statuta Roma, dengan tegas menyatakan bahwa  kejahatan terhadap kemanusiaan adalah serangkaian perbuatan yang dilakukan  sebagai bagian dari serangan meluas atau sistematik yang dutujukan kepada suatu  kelompok penduduk sipil, dan kelompok penduduk sipil tersebut mengtahui akan  terjadinya serangan itu. Dan salah satu perbuatan yang dimaksud adalah Pembunuhan.
Hal ini kemudian dipertegas pada ayat (2) huruf a bahwa “serangan yang ditujukan  terhadap suatu kelompok penduduk sipil berarti serangkaian  perbuatan yang  menganggap bahwa Tuhan yang tak dapat dijangkau harus menyusutkan diri-Nya dan mengosongkan  ruang dalam zatnya untuk memberikan tempat bagi dunia. Mitos penciptaan Luria ini merupakan satu  proses brutal dari ledakan, bencana alam, dan permulaan yang salah. (ibid, hlm:12-5)    mencakuppelaksanaan berganda dari perbuatan yang dimaksud dalam ayat 1  terhadap kelompok penduduk sipil, sesuai dengan atau sebagai kelanjutan dari  kebijakan Negara atau organisasi untuk melakukan serangan tersebut;”. Serta dalam  pasal 8 yang mengatur tentang kejahatan perang, ayat (2) huruf b point ((i) sampai  (iv)).
Dari pasal diatas jelas bahwa Israel adalah Negara yang telah melakukan  Kajahatan Perang dan Kejahatan Terhadap Kemnusiaan dalam serangannya.
Kejahatan terhadap Kemanusiaan adalah dengan terbunuhnya warga sipil sebagai  akibat darei serangan yang meluas dan sistematis yang dilakukannya. Dan Kejahatan  Perang dengan Pebunuhan warga sipil yang bukan merupakan pihak yang bertikai,  serangan kepada objek-objek sipil (gedung pemerintahan dan rumah sakit), menutup  akses perbatasan Jalur Gaza-Mesir yang dapat dijadikan sebagai jalur masuknya  pengungsi dan bantuan obat-obatan, dan penghancuran rumah ibadah. Dan tentu saja  dari banyaknya korban dan bangunan yang hancur tidak satupun kita melihat adanya  pihak militer yang jatuh. Jadi sebenarnya apa yang dilakukan oleh Israel ini adalah  dengan tujuan untu membumihanguskan palestina.
Sejalan dengan hal tersebut di atas, maka penulis merasa tertarik untuk  membahas hal tersebut dalam sebuah skripsi, khususnya tentang penyerangan Israel  ke Palestina ditinjau dari hukum internasional khususnya sebagai kejahatan  kemanusiaan. Instrumen hukum internasional yang dapat dijadikan dasar untuk  mendukung argumentasi tersebut adalah seperti Hukum Humaniter (Konvensi Jenewa  dan Konvensi Den Haag), Hukum Hak Asasi Manusia, Statuta Roma dan sebagainya,  termasuk bagaimana seharusnya bentuk pertanggungjawaban yang harus dilakukan  oleh Israel atas tindakan penyerangan tersebut.
  B.  Rumusan Masalah Sejalan dengan hal-hal tersebut di atas, maka rumusan permasalahan yang  akan dibahas di dalam skr ipsi ini adalah, sebagai berikut : 1.  Apakah penyerangan Israel ke Palestina merupakan kejahatan terhadap  kemanusiaan.
2.  Bagaimana prinsip hukum Internasional mengenai penyerangan Israel ke Palestina  dilihat dari persfektif Hukum Humaniter, Hukum Hak Asasi Manusia dan Statuta  Roma.
C.  Tujuan dan Manfaat Penulisan Berdasarkan hal-hal tersebut di atas, penulisan skripsi ini juga bertujuan  untuk : 1.  Untuk mengetahui apakah penyerangan Israel ke Palestina merupakan kejahatan  terhadap kemanusiaan.

2.  Untuk mengetahui prinsip hukum Internasional mengenai penyerangan Israel ke  Palestina dilihat dari persfektif Hukum Humaniter, Hukum Hak Asasi Manusia  dan Statuta Roma.
Download lengkap Versi Word

1 komentar:

  1. wah, baru nih skripsi, keren banget sesuai fakta dan berita terbaru

    BalasHapus

pesan skripsi