Jumat, 04 April 2014

Skripsi Hukum: HUKUM ANTIDUMPING SEBAGAI PELINDUNG INDUSTRI DALAM NEGERI DALAM RANGKA ACFTA



BAB I PENDAHULUAN
 A. Latar Belakang 
Kondisi perekonomian dunia sekarang ini sudah berubah dimana kondisi  perekonomian dunia semakin mendunia sehingga memberikan kesempatan bagi  negara yang satu dan negara yang lainnya untuk melakukan peredaran barang dan  jasa. Dengan menurunkan biaya transportasi,  komunikasi, berkembangnya  teknologi dan informasi dan hilangnya hambatan bagi arus barang dan jasa antar  negara menghilangkan batas antar negara yang satu dan negara yang lain,  sehingga terbentuklah penyatuan ekonomi antar negara-negara. Indonesia juga  melakukan kegiatan perdagangan internasional mengikuti berbagai kerja sama  ekonomi khususnya di kawasan ASEAN baik regional maupun multilateral  contohnya AFTA (ASEAN Free Trade Area), dan yang diterapkan pada Januari  2010 ini adalah ACFTA (ASEAN-China Free Trade Area)  Implikasi globalisasi ekonomi terhadap hukum pun tidak dapat  dihindarkan sebab globalisasi hukum mengikuti globalisasi ekonomi tersebut  dalam arti substansi berbagai undang-undang dan perjanjian melewati batas  negara.

1 1 Erman Rajagukguk, Globalisasi Hukum dan Kemajuan Tehnologi, Implikasi Bagi  Pendidikan Hukum dan Pembangunan Hukum Di Indonesia, Pidato pada Dies Natalis USU ke 44  Medan, 20 November 2001, hal.4 Masuknya Indonesia sebagai anggota perdagangan dunia melalui  ratifikasi terhadap Undang-Undang No. 7 Tahun 1984 tentang Pengesahan  Agreement in Establishing The World Trade Organization /WTO (Persetujuan  Pembentukan Organisasi Perdagangan Dunia) membawa konsekuensi baik   eksternal maupun internal. Konsekuensi eksternal, Indonesia harus mematuhi  seluruh hasil kesepakatan dalam forum WTO, sementara konsekuensi internal  Indonesia harus melakukan harmonisasi peraturan perundang-perundangan  nasional sesuai dengan hasil kesepakatan WTO. Keikutsertaan Indonesia dalam  perdagangan bebas mendorong industri dalam negeri untuk bersaing, baik di  dalam negeri sendiri maupun di pasar ekspor. Hal ini merupakan problem besar  bagi Indonesia karena kemampuan produk Indonesia dari segi kualitas maupun  kuantitas masih lemah 2 Seiring dengan penyatuan ekonomi antar negara itu terjadi ketergantungan  dan integrasi ekonomi nasional kedalam ekonomi global dan menciptakan  mekanisme pasar yang memiliki persaingan yang tinggi. Tindakan persaingan  antara pelaku usaha tidak jarang mendorong dilakukannya persaingan curang,  baik dalam bentuk harga maupun bukan harga (price or nor price) . Dalam bentuk  harga misalnya terjadi diskriminasi harga (price discrimination) yang dikenal  dengan istilah dumping .
3 Dumping merupakan suatu hambatan perdagangan yang bersifat nontarif,  berupa diskriminasi harga. Masalah dumping merupakan substansi di bidang rules  making  yang akan semakin penting bagi Negara berkembang yang akan  meningkatkan ekspor nonmigas terutama dibidang manufaktur. Praktik dumping  .
2 Mohammad Sood, “Regulasi Anti Dumping Sebagai Upaya Perlindungan Terhadap  Industri Dalam Negeri”, www.unram.ac.id, 12 Oktober 2011, terakhir kali diakses tanggal 3  November 2011.
3 Praktik Dumping dilakukan oleh negara pengekspor dengan menentukan harga dibawah  atau lebih rendah dari nilai nominalnya atau unit cost yang sebenarnya atau dapat juga dikatakan  menjual dengan harga lebih murah di negara pengimpor dari pada di negara produsennya sendiri,  Ade Maman Suherman, Aspek Hukum Dalam Ekonomi Global, (Jakarta:Ghalia Indonesia, 2002),  hal. 132.
 dianggap sebagai perbuatan yang tidak fair (unfair), karena bagi negara  pengimpor, perdagangan dengan motif dumping akan menimbulkan kerugian bagi  dunia usaha atau industri barang sejenis dalam negeri, dengan terjadinya banjir  barang-barang dari pengekspor yang harganya jauh lebih murah daripada barang  dalam negeri akan mengakibatkan barang sejenis akan kalah bersaing. Praktek  banting harga itu pun dapat berakibat kerugian bagi perusahaan domestik yang  menghasilkan produk sejenis. Tindakan tersebut mengharuskan pemerintah suatu  negara mengadakan pembatasan-pembatasan tertentu terhadap berbagai praktik  bisnis. Pembatasan tersebut merupakan sebagai suatu perbuatan yang dilarang dan  dapat dinyatakan juga sebagai suatu kejahatan.
4 Istilah dumping didalam dunia bisnis sering dianggap sebagai praktek  yang wajar untuk penjualan suatu barang oleh suatu perusahaan industri, namun  pada kenyataannya dapar menimbulkan kerugian bagi usaha atau industri barang  sejenis di  negeri lain (Negara pengimpor). Dumping juga tidak terlepas dari  praktek subsidi, proteksi, dan aneka bentuk tata negara yang semuanya menjadi  satu yaitu perdagangan bebas. Fakta global menunjukkan bahwa praktek dumping  tidak menjadi hal yang baru, sekarang menjadi penting karena terjadi perdagangan  dunia. Daya saing dari industri negara-negara maju telah diimbangi oleh  produsen-produsen negara berkembang.
5 Terkait dengan perdagangan bebas, kesepakatan ASEAN-China FTA juga  dapat menimbulkan dampak baik positif maupun negatif. Dampak positif dari  4  Sukarmi, Regulasi Antidumping Dibawah  Bayang-Bayang Pasar Bebas,  (Jakarta:  Penerbit Sinar Grafika, 2002), hlm 7.
 perjanjian ACFTA tersebut akan dinikmati langsung oleh sektor yang produknya  diekspor ke China, sementara dampak negatif dirasakan oleh produsen dalam  negeri yang produknya dipasarkan di dalam negeri dan memiliki tingkat daya  saing yang relatif kurang kompetitif yang harus bersaing dengan produk China.
Para kepala negara anggota ASEAN dan China pada tanggal 4 November  2004 di Phnom Penh, Kamboja telah menandatangani Framework Agreement on Comprehensive Economic Co-operation between The Association of Southeast  Asian Nations and The People’s Republic of China (ACFTA).  Tujuan dari  Framework Agreement AC-FTA tersebut adalah:  a)  Memperkuat dan meningkatkan kerjasama ekonomi, perdagangan dan  investasi kedua pihak; b)  Meliberalisasikan perdagangan barang, jasa dan investasi; c)  Mencari area baru dan mengembangkan kerjasama ekonomi yang saling  menguntungkan kedua pihak; d)  Memfasilitasi intergrasi ekonomi yang lebih efektif dengan negara anggota  baru ASEAN dan menjembatani gap yang ada di kedua belah pihak 6 Selain itu kedua pihak juga menyepakati untuk memperkuat dan meningkatkan  kerjasama ekonomi melalui: .
a.  Penghapusan tarif dan hambatan non tariff dalam perdagangan barang; b.  Liberalisasi secara progresif perdagangan jasa; c.  Membangun regim investasi yang kompetitif dan terbuka dalam kerangka  ASEAN-China FTA 7 6  Ardian, “Dampak Asean China Free Trade Agreement (ACFTA) bagi Perdagangan  Indonesia”,  .
www.ardianlovenajlalita.wordpress.com  , 14 Agustus 2011 terakhir kali diakses  tanggal 28 September 2011.
 Dalam lima tahun terakhir peningkatan impor dari China pada umumnya  diatas 20 % pertahunnya. Hal ini menunjukkan bahwa produk-produk China  berpotensi dan sudah menjadi ancaman terhadap pasar domestic untuk produk  yang sejenis. Pada bulan Januari 2010, produk China praktis menguasai setiap lini  di Indonesia. Dimana kualitas barangnya seadanya, tetapi haraganya yang murah  meriah membuat produk China laku keras. Data perdagangan akhir 2010, neraca  perdagangan Indonesia-China defisit di pihak Indonesia. Nilai ekspor Indonesia  ke China 49,2 miliar dollar AS, sementara nilai impor dari China sebesar 52 miliar  dollar AS.
8 Pemberlakuan ACFTA telah menuai dampak negatif juga dimana sekitar  20 persen sektor industri manufaktur beralih ke sektor perdagangan, hal ini dapat  dicontohkan penyurutan manufaktur pada industri alas kaki. Dari sekitar 1,5 juta  tenaga kerja pada tahun 2000 sebanyak 300.000 orang di antaranya terpaksa  dikenai pemutusan hubungan kerja (PHK), jumlah pengangguran pun kian  bertambah.
9 Survey yang dilakukan Kementerian Perindustrian  Republik Indonesia  langsung ke Shanghai dan Guangzhou, China, menemukan adanya praktik banting  harga (dumping) untuk beberapa produk yang diekspor ke Indonesia. Dari 190  barang yang diekspor ke Indonesia, ditemukan 30 produk dengan harga lebih  7 Vanisterisa, “Polemik ACFTA”, www.vanisterisa.blog.com, 1 September 2010 terakhir  kali diakses tanggal 28 September 2011.
8 “Produk China di Setiap Lini”, Kompas, 12 April 2011 9 Ibid , hal 17  murah dibandingkan dengan harga di pasar lokal mereka. Artinya, China telah  menerapkan politik dumping.
10 Sebagai negara yang turut ambil bagian dalam perdaganagn multilateral,  Indonesia telah meratifikasi Agreement Estabilihing the WTO melalui UndangUndang Nomor 7 Tahun 1994, sebagai konsekuensinya Indonesia kemudian  membuat ketentuan dasar tentang antidumping dengan cara menyisipkannya  dalam Undang-undang No. 10 Tahun 1995 tentang Kepabeanan dan  ditindaklanjuti dengan dikeluarkannya Peraturan Pemerintah Nomor 34 Tahun  Indonesia sebagai salah satu negara yang telah menyetujui GATT dan  WTO dengan Undang-Undang No 7 Tahun 1994, dimana ketentuan antidumping  sudah tercantum sejak disepakatinya GATT pada tahun 1947 secara simultan telah  diadakan beberapa perjanjian tambahan mengenai suatu pasal dalam GATT,  dimana perjanjian tamabahan tersebut dikenal dengan code. Hal ini ditindaklanjuti  dengan disepakatinya Tokyo Round yang menghasilkan Antidumping Code1979,  kemudian digantikan dengan Uruguay Round dengan nama Agreement on  Implementation of Article VI of GATT 1994 yang merupakan Multilateral Trade  Agreement (MTA) dimana instrumen hukum itu ditandatangi bersamaan dengan  penandatanganan Agreement Estabilishing the World Trade Organization  di  Marrakesh (Maroko) pada tanggal 15 April 1994. Jadi dengan demikian  Antidumping Code  tahun 1994 suatu paket yang inklusif atau integral dari  Agreement Estabilihing the WTO.
10 Ibid, hal 17  1996 tentang Bea Masuk Antidumping dan Bea Masuk Imbalan dan diikuti  dengan beberapa Keputusan Menteri Perindustrian dan Perdagangan.
Ketentuan Antidumping ini hanya dikenakan pada produk yang  mengancam produk industri dalam negeri karena menimbulkan persaingan usaha  yang tidak sehat. Dalam menghadapi China dalam perdagangan bebas ini  seharusnya Indonesia sudah matang dalam pembelaan industri dalam negeri  karena China juga terkenal sering melakukan politik dumping.
Tentu dalam melaksanakan kebijakan ini tidaklah sembarangan, haruslah  digunakan dengan analisis dan indikator yang jelas. Bea masuk antidumping  hanya akan dikenakan apabila kriteria praktik dumping dapat dibuktikan dalam  penyelidikan antidumping, dimana kriterianya adalah adalah: 1.  Adanya barang yang sejenis yang diekspor ke suatu negara; 2.  Adanya penjualan dengan harga ekspor yang dibawah harga normal  atau dengan kata lain adanya dumping; 3.  Adanya kerugian terhadap industri dalam negeri; 4.  Adanya hubungan sebab akibat antara penjualan dengan harga ekspor  yang di bawah nilai normal dengan terjadinya kerugian terhadap  industri dalam negeri.
11 Jadi dengan adanya ACFTA ini banyak peristiwa tentang perdagangan  bilateral antara Indonesia dan China tidak seimbang dan berdampak pada kerugian  dan kelesuan permintaan terhadap produk industri dalam negeri terutama industri  kecil dan menengah. Industri dalam negeri dalam menghadapi pasar bebas dan  11 Yulianto Syahyu, Hukum Anti Dumping di Indonesia, (Jakarta: Penerbit Ghalia  Indonesia, 2003), hal. 68  persaingan global masih sangat rentan dan lemah.  Disinilah perlindungan dari  pemerintah sangat dibutuhkan melalui perangkat hukum internasional dan  nasional mengenai antidumping sebagai tindakan balasan terhadap politik  dumping yang dilakukan negara lain dalam hal ini khususnya China. Ditambah  lagi dalam keadaan yang menunjukkan indikasi kesulitan menghadapi produk  China terkait ACFTA ini. Menurut pendapat M.S. Hidayat dalam Koran Kompas  mengatakan bahwa Indonesia sebenarnya tidak memiliki grand design industri  dalam peningkatan daya saing yang sangat dibutuhkan sejak awal penerapan  ACFTA ini.
12 B. RumusanPermasalahan  Bagaimanapun Indonesia harus dapat cakap dalam melindungi industri  dalam negeri dari praktik dumping dan juga cakap mengantisipasi upaya apa yang  akan digunakan untuk menghadapi tuduhan praktik dumping dari negara lain  dalam waktu yang tepat. Karena pengusaha terutama pengusaha kecil dan  menengah tidak sanggup menyelesaikan tugas dan peran pemerintah dalam  melindungi produk industri dalam negeri dari persaingan yang curang atau praktik  dumping tersebut.
Dengan paparan latar belakang dalam skripsi yang berjudul : “Hukum Antidumping Sebagai  Pelindung Produk Industri  dalam Negeri  dalam Rangka ACFTA” diatas maka penulis mengangkat beberapa permasalahan  diantaranya adalah: 12 “Indonesia-China: Tidak Ada Desain Besar Hadapi ACFTA”,Kompas 15 April 2011  1.  Bagaimanakah pengaturan antidumping dalam perdagangan  internasional? 2.  Bagaimanakah ketentuan antidumping dalam kerangka hukum  nasional Indonesia? 3.  Bagaimanakah penerapan hukum antidumping sebagai pelindung  industri dalam negeri dalam rangka ACFTA? C. Kegunaan Penelitian Manfaat yang ingin dicapai dari penelitian ini terdiri dari kegunaan teoritis  dan kegunaan praktis, sebagai berikut: 1.  Kegunaan Teoritis Sebagai sumbangan pemikiran pengembangan bidang ilmu hukum pada  umumnya dan ilmu hukum internasional dibidang hukum privat khususnya  Hukum Perdagangan Internasional,  mengenai perdagangan regional  dikawasan asia tenggara.
2.  Kegunaan Praktis Sebagai sumbangan dan acuan bagi sistem hukum di Indonesia terutama  dalam menangani kasus-kasus yang terkait dengan perdagangan bebas  Asean-China sehingga dapat dijadikan pedoman dalam memberikan  perlindungan terhadap industri dalam negeri dalam pasar internasional,  khususnya dikawasan regional Asia tenggara.
D. Keaslian Penelitian  Dalam rangka mengembangkan ilmu pengetahuan yang diperoleh penulis  selama mengikuti perkuliahan di Fakultas Hukum    maka penulis menuangkannya dalam sebuah skripsi yang berjudul : “Hukum  Antidumping sebagai  Pelindung  Produk  Industri dalam Negeri dalam Rangka  ACFTA”.
Adapun judul yang berkaitan dengan judul skripsi ini adalah skripsi yang  lebih menekankan kepada tinjauan hukum dan implementasi hukum anti dumping  saja, namun dalam skripsi ini lebih mengutamakan peran ketentuan anti dumping  dalam melindungi industri dalam negeri dalam pasar bebas di kawasan regional  khusus ASEAN-China yang mulai diberlakukan pada tahun 2010.
Karena dalam pelaksanaan ketentuan antidumping diimplementasikan  dengan bijaksana, karena tidak semua kebijakan antidumping itu memberikan  keuntungan bagi produsen dalam negeri. Jadi dalam skripsi ini menekankan  bagaimana menggunakan ketentuan hukum antidumping tersebut sehingga dapat  memberikan perlindungan bagi industri dalam negeri dan juga dalam menghadapi  tuduhan dumping dari negara lain sehingga industri dalam negeri Indonesia tidak  tergerus dalam perdagangan bebas ASEAN-China.
Dengan demikian, dilihat dari permasalahan serta tujuan yang hendak  dicapai melaui penulisan skripsi ini, maka dapat dikatakan bahwa skripsi ini  merupakan karya sendiri yang asli dan bukan jiplakan dari skripsi orang lain,  dimana diperoleh melalui pemikiran para pakar dan praktisi, referensi, buku-buku,  bahan seminar, makalah-makalah, media cetak seperti koran-koran, media  elektronik seperti internet serta bantuan dari berbagai pihak, berdasarkan kepada  asas-asas keilmuan yang jujur, rasional dan terbuka. Semua ini tidak lain adalah   merupakan implikasi dari proses penemuan kebenaran ilmiah, sehingga hasil  penulisan ini dapat dipertanggung jawabkan kebenaranya secara ilmiah.
E. TinjuanPustaka Dengan terintegrasinya perekonomian nasional menjadi internasional ini  menimbulkan adanya hubungan dengan perekonomian negara lain. Kondisi ini  juga akan memungkinkan pelaku usaha suatu negara akan bersaing dengan pelaku  usaha yang lainnya dimana mereka memiliki kondisi ekonomi dan system  ekonomi yang berbeda dan memiliki kebijakan ekonomi yang berbeda pula setiap  negara.
Perdagangan internasional adalah perdagangan yang dilakukan oleh  penduduk suatu negara dengan penduduk negara lain atas dasar kesepakatan  bersama. Pendudukan yang dimaksud dapat berupa antar perorangan, antar  individu dengan pemerintah suatu negara dengan pemerintah negara lain.
13 Dumping adalah suatu keadaan dimana barang yang diekspor oleh suatu  Negara ke Negara lain dengan harga yang lebih rendah dari harga jual di dalam  negerinya sendiri atau nilai normal dari nilai barang tersebut.
14 Praktik dumping  disini adalah suatu praktik yang dapat menimbulkan kerugian bagi dunia usaha  karena eksportir menjual produknya dengan harga yang lebih murah di negara  pengimpor daripada di negara produsennya sendiri.
15 13 Matias Djemana “Globalisasi Terhadap Perdagangan Internasional”,  Dengan membanjirnya  barang-barang dari negara pegekspor yang harganya jauh lebih murah dari barang  www.topandjemana.blogspot.com, 29 April 2011, terakhir kali diakses tanggal 27 September  2011.
14 Departemen Perindustrian dan Perdagangan, Kamus Lengkap Perdagangan  Internasional, (Jakarta: Direktorat Jenderal Perdagangan Internasional, 1998), hal 123 15 Yulianto Syahyu, Hukum Anti Dumping di Indonesia, (Jakarta: Penerbit Ghalia  Indonesia, 2003), hal. 68  dalam negeri akan mengakibatkan barang  sejenis dalam negeri akan kalah  bersaing. Pada saatnya hal ini akan mematikan pasar barang sejenis dalam negeri  dan produsen atau eksportir dapat merebut pangsa pasar dalam negeri importir.
Salah satu upaya untuk menyikapi dumping adalah dengan melakukan  upaya antidumping sebagai tindakan balasan seperti menetapkan Bea Masuk Anti  Dumping (BMAD). Bea Masuk Anti Dumping adalah pungutan yang dikenakan  terhadap barang dumping yang menyebabkan kerugian.
16 Sedangkan Bea Masuk  Anti Dumping Sementara (BMADS) adalah  bea masuk anti dumping yang  dikenakan untuk sementara waktu menunggu hasil final investigasi. Jika hasil  final investigasi menunjukkan praktek dumping telah terbukti dan praktek tersebut  telah merugikan industri dalam negeri, BMADS akan diteruskan dan ditetapkan  menjadi BMAD, tetapi jika tidak terbukti maka BMADS dicabut. Pihak-pihak  anggota GATT/WTO diberi wewenang untuk mengenakan pajak atau  perlindungan tariff sebagai jawaban atas kerugian yang ditimbulkan dari impor  barang yang disubsidi.
17 Dalam hal ini terdapat tiga kemungkinan dimana subsidi  dapat mendistorsi perdagangan, sebagaimana yang dikemukakan oleh Michael J.
Trebilcock & Robert Howze 18 16 Christoporus Barutu, Ketentuan Anti Dumping, Subsidi, dan Tindakan Pengamanan  (Safeguard) Dalam GATT dan WTO, (Jakarta: Citra Aditya Bakti, 2007), hal 164.
17 Yulianto Syahyu, Hukum Anti Dumping di Indonesia, (Jakarta: Ghalia Indonesia,  2003), hal 27.
18 Michael J. Trebilcock dan Robert Howze, The Regulation of International Trade:  Antidumping Law, USA Rontlege,  1999  dalam Yulianto Syahyu, Hukum Antidumping di  Indonesia, (Jakarta: Ghalia Indonesia, 2003), hal 18.
berikut ini:  1.  Jika negara A mensubsidi ekspornya ke negara B, menyebabkan produsen  domestic di negara B kehilangan daya saing, Negara B dapa menjawab  dengan mengenakan tarif terhadap impor barang tersebut.
2.  Jika negara A memberikan subsidi pada produksi domestik, menurunkan  daya saing ekspor negara B ke negara A, satu-satunya tindakan yang  dapat dilakukan oleh negara B adalah menjawabnya dengan subsidi setara  atau menyampaikan tentang pelanggaran kepada dewan resolusi sengketa  GATT.
3.  Jika negara A mensubsidi ekspor ke negara C, sehingga terjadi penurunan  daya saing ekspor negara B ke negara C, kembali ada kemungkinan  negara B dapat melakukan secara sepihak dengan menjawab melalui  subsidi yang setara.
Masalah subsidi adalah dapat ditanggapi dengan alasan yang sama dengan  dumping karena merupakan suatu hubungan kausal dan menghasilkan harga  dibawah normal. Dalam paparan tersebut diatas memungkinkannya terjadi dua  kasus yang harus dipilah.
19 Dengan adanya hukum antidumping ini memberikan sarana perlindungan  terhadap produk industri dalam negeri dari persaingan usaha yang tidak adil dalam  perdagangan internasional. Karena hukum antidumping ini sangat ketat  pengaturannya dan implementasinya perlu digunakan secara tepat karena dalam  masalah praktik dumping ini sangat sensitif terhadap waktu. Waktu yang tidak  efektif dalam pengajuan permohonan dan investigasi praktik dumping ini juga  19 Ibid, hal 28  seharusnya dapat dikontrol penerapannya sehingga waktu untuk diterapkannya  hukum antidumping ini tepat dan tidak terlambat untuk melindungi produk  industri dalam negeri sehingga hukum antidumping tersebut dapat berfungsi  sebagaimana mestinya bagi masyarakat.
Ekspor adalah proses transportasi barang atau komoditas dari suatu Negara  ke Negara lain secara legal, umumnya dalam proses perdagangan. Proses ekspor  pada umumnya adalah tindakan untuk mengeluarkan barang atau komoditas dari  dalam negeri untuk memasukkanya ke Negara lain.
20 Impor adalah proses transportasi barang atau komoditas dari suatu negara ke  negara lain  secara legal, umumnya dalam proses perdagangan. Proses impor  umumnya adalah tindakan memasukkan barang atau komoditas dari negara lain ke  dalam negeri.
21 Industri dalam negeri (industri domestik) adalah keseluruhan produsen  dalam negeri yang menghasilkan barang sejenis dengan barang terselidik dan atau  barang yang secara langsung merupakan saingan barang terselidik, yang  produksinya secara kolektif merupakan bagian dari total produksi barang sejenis  dalam negeri.
22 a.  Keseluruhan produsen dalam negeri barang sejenis, atau Yang dimaksud dengan industri dalam negeri dapat dilihat dari pasal 1  angka 8 PP No. 34 Tahun 1996 yakni industri dalam negeri adalah: 20 Departemen Perindustrian dan Perdagangan,  Kamus Lengkap Perdagangan  Internasional, (Jakarta: Direktorat Jenderal Perdagangan Internasional, 1998), hal 147 21 Ibid, hal 148 22 Ibid, hal 148  b.  Produsen dalam negeri barang sejenis yang produksinya mewakili  sebagian besar (lebih dari 50%) dari keseluruhan produksi barang  yang bersangkutan.
ASEAN-Cina Free Trade Agreement (ACFTA) merupakan kesepakatan  antara negara anggota ASEAN dengan Cina untuk mewujudkan kawasan  perdagangan bebas dengan menghilangkan atau mengurangi hambatan-hambatan  perdagangan barang baik tarif ataupun non tarif, peningkatan akses pasar jasa,  peraturan dan ketentuan investasi, sekaligus peningkatan aspek kerjasama  ekonomi untuk mendorong hubungan perekonomian para pihak ACFTA dalam  rangka meningkatkan kesejahteraan masyarakat ASEAN dan Cina.
23 Namun dalam berjalannya ACFTA ini yang sebenarnya harapannya  Indonesia dapat sebuah peluang untuk mendapat keuntungan seperti yang  diharapkan namun hal itu tidak terjadi karena dalam beberapa penelitian  ACFTA diawali pada tahun 2001 dalam pertemuan ASEAN dan China di  Bandar Sri Bengawan, Brunei Darussalam, dimana China menawarkan proposal  ACFTA untuk jangka waktu 10 tahun, dan ditandatangani tahun 2002 dan  kemudian Framework Agreement ASEAN-China FTA melalui Keputusan Presiden  Nomor 48 tahun 2004 tanggal 15 Juni 2004. Kemudian ACFTA aktif berlaku  tanggal 1 januari 2010 dan Indonesia harus membuka diri dalam pasar bebas  regional China dan ASEAN.
23 Nin Yasmin Lisasih, “Implikasi ACFTA terhadap perekonomian Indonesia”,  www.ninyasmin.wordpress.com, 19 Juli 2011, terakhir kali diakses tanggal 24 September 2011  mengatakan neraca perdagangan Indonesia-China tidak seimbang dan Indonesia  mengalami defisit bahkan sebelum ACFTA diberlakukan.
24 F. Metode Penelitian  Dalam skripsi ini untuk membahas masalah sangat membutuhkan adanya  data dan keterangan yang dapat dijadikan bahan analitis. Untuk mendapatkan dan  mengumpulkan data dan keterangan tersebut penulis menggunakan metode sebagai berikut.
1.  Spesifikasi Penelitian Tipe penelitian hukum yang dilakukan adalah yuridis normative dengan  pertimbangan bahwa titik tolak penelitian analisis terhadap peraturan  perundang-undangan antidumping baik dalam hukum internasional  maupun dalam kerangka hukum nasional Indonesia sendiri. Maka tipe  penelitian yang digunakan adalah penelitian juridis normatif, yakni  penelitian yang difokuskan untuk mengkaji penerapan kaidah-kaidah atau  norma-norma dalam hukum positif mengenai antidumping dalam  melindungi produk industri dalam negeri. Hal ini ditempuh dengan  melakukan penelitian kepustakaan. Oleh karena tipe penelitian yang  digunakan adalah yuridis normative maka pendekatan yang digunakan  adalah pendekatan perundang-undangan. Pendekatan tersebut melakukan  pengkajian peraturan perundang-undangan yang berhubungan dengan  Antidumping dan perannya dalam melindungi produk industri dalam  negeri terlebih dalam rangka ACFTA ini.
24 “Produk China di Setiap Lini”, Kompas 12 April 2011  2.  Bahan Penelitian Materi dalam skripsi ini diambil dari data seperti dimaksud dibawah ini : a.  Bahan Hukum Primer, yaitu : Berbagai dokumen peraturan perundang-undangan yang tertulis yang  ada dalam dunia Internasional mengenai Antidumping dan Perjanjian  Internasional ACFTA. Mengenai antidumping yakni Pasal VI GATT  pada Tahun 1947, diikuti dengan adanya putaran Tokyo yang  melahirkan Antidumping Code (1979) dan digantikan dengan  Antidumping Code (1994) yang dilahirkan dalam Putaran Uruguay  yang merupakan bagian integral dari Agreement Establising the WTO tanggal 15 April 1994.
Dan ketentuan peraturan perundang-undangan dalam kerangka hukum  nasional Indonesia yakni Undang-undang Nomor 17 Tahun 2006  perubahan Undang-Undang Nomor 10 Tahun 1995  tentang  Kepabeanan, dan diikuti dengan Peraturan Pemerintah Nomor 34  Tahun 1996 tentang Bea Masuk Antidumping dan Bea Masuk  Imbalan.
b.  Bahan Hukum Sekunder, yaitu : Bahan-bahan yang berkaitan erat dengan bahan hukum primer dan  dapat digunakan untuk menganalisis dan memahami bahan hukum  primer yang ada. Semua dokumen yang dapat menjadi sumber  informasi mengenai  Antidumping dan Perjanjian Internasional  ACFTA, seperti hasil seminar atau makalah dari pakar hukum, Koran,   majalah, dan juga sumber-sumber lain yakni internet yang memiliki  kaitan erat dengan permasalahan yang dibahas.
c.  Bahan Hukum Tertier, yaitu : Mencakup kamus bahasa untuk pembbenahan tata Bahasa Indonesia  dan juga sebagai alat bantu pengalih bahasa beberapa istilah asing.
3.  Data dan Teknik Pengumpulan Data Bahan hukum primer dan bahan hukum sekunder dikumpulkan dengan  melakukan penelitian kepustakaan atau yang lebih dikenal dengan studi  kepustakaan. Penelitian kepustakaan dilakukan dengan cara  mengumpulkan data yang terdapat dalam buku-buku literatur, peraturan  perundang-undangan, majalah, surat kabar, hasil seminar, dan sumbersumber lain yang terkait dengan masalah yang dibahas dalam skripsi ini.
4.  Analisis Data Data yang diperoleh dari penelusuran kepustakaan, dianalisis dengan  deskriptif  kualitatif. Metode deskriptif yaitu menggambarkan secara  menyeluruh tentang apa yang menjadi pokok permasalahan. Kualitatif  yaitu metode analisa data yang mengelompokkan dan menyeleksi data  yang diperoleh menurut kualitas dan kebenarannya kemudian dihubungkan  dengan teori yang diperoleh dari penelitian kepustakaan sehingga  diperoleh jawaban atas permasalahan yang diajukan.
 G. Sistematika Penulisan  Sistematika penulisan skripsi ini terdiri dari V Bab yang masing-masing  bab memiliki sub-babnya tersendiri, yang secara garis besarnya dapat diuraikan  sebagai berikut: BAB I Pendahuluan Dalam bab ini diuraikan secara umum mengenai keadaan-keadaan  yang berhubungan dengan objek penelitian seperti latar belakang  pemilihan judul, rumusan masalah, kegunaan penelitian, keaslian  penulisan, tinjauan pustaka, metode penelitian, dan sistematika  penulisan.
BAB II HukumAntidumpingdalam Perdagangan Internasional Bab ini menguraikan konsep dumping dan antidumping secara  umumnya dan juga memaparkan dampak praktik dumping terhadap  negara importir dan eksportir, kemudian memaparkan sejarah  ketentuan mengenai hukum anti dumping ini dibentuk. Dalam bab  ini juga memaparkan ketentuan antidumping menurut GATT dan  WTO diantaranya ketentuan barang sejenis, ketentuan barang  dumping, penentuan kerugian, industri dalam negeri, serta  tindakan remedial sebagai tindakan terhadap praktik dumping.
BAB III HukumAntidumping diIndonesia Dalam bab ini menguraikan ketentuan antidumping di Indonesia  meliputi indikator dalam analisis dumping, lembaga administrasi  dan pelaksana peraturan Antidumping serta proses penyelidikan   Antidumping tersebut di Indonesia. Dalam bab ini juga  memaparkan pengenaan Bea Masuk Anti Dumping yakni tindakan  balasan dari praktik dumping, pemberlakuan surut dalam hukum  anti dumping, tenggat waktu yang dibutuhkan dalam penyelesaian  Kasus Antidumping serta pelaksanaan pemungutan Bea  Masuk  Anti Dumping tersebut.
BAB IV Implementasi Ketentuan Antidumping Indonesia  dalam Rangka ACFTA Dalam bab ini dijelaskan ulasan mengenai ACFTA meliputi proses,  landasan, dan kesepakatan dan renegoisasi dan revisi dalam  ACFTA, memaparkan juga dampak ACFTA terhadap perdagangan  Indonesia yang meliputi neraca perdagangan Indonesia-China dan  langkah pemerintah terkait dampak ACFTA tersebut. Dalam bab  ini juga memaparkan antidumping sebagai salah satu bentuk  proteksi industri dalam negeri dalam menghadapi ACFTA yakni  penegakan hukum terhadap produk impor yang berindikasi  dumping dan kebijakan Indonesia dalam menghadapi praktik dan  tuduhan dumping.
BAB V  Kesimpulan dan Saran Bab terakhir ini berisi kesimpulan yang diambil oleh penulis  terhadap bab-bab sebelumnya yang telah penulis uraikan dan yang  ditutup dengan mencoba memberikan saran-saran yang penulis  anggap perlu dari kesimpulan yang diuraikan tersebut.
  

Download lengkap Versi Word

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

pesan skripsi