BAB I.
PENDAHULUAN.
A. Latar Belakang.
Gambaran perubahan
iklim dan banyaknya bencana yang saat ini tengah berlangsung merupakan dampak terjadinya
pemanasan global. Semakin lama iklim
bumi cenderung semakin bergeser dari pola sebelumnya dan menjadi lebih sukar untuk ditebak. Jika dilihat dari
berbagai fenomena alam yang terjadi, terlihat bahwa efek negatif dari pemanasan global
semakin hari intensitasnya semakin tinggi.
Dengan kata lain bahwa kondisi ini membutuhkan perhatian yang khusus oleh semua pihak, termasuk oleh
perusahaan. Keberadaan perusahaan dalam masyarakat dapat memberikan aspek yang positif
dan negatif. Di satu sisi, perusahaan
menyediakan barang dan jasa yang diperlukan oleh masyarakat maupun lapangan kerja. Namun di sisi lain
tidak jarang masyarakat mendapatkan dampak
buruk dari aktivitas bisnis perusahaan. Banyak kasus ketidakpuasan publik yang bermunculan, baik yang berkaitan
dengan pencemaran lingkungan, serta
eksploitasi besar-besaran terhadap energi dan sumber daya alam yang menyebabkan kerusakan alam. Hal tersebut
mendorong perubahan pada tingkat kesadaran
masyarakat yang memunculkan pandangan baru tentang pentingnya melaksanakan apa yang dikenal saat ini sebagai
corporate social responsibility (CSR).
Heka Hertanto “Tanggung Jawab Perusahaan
Terhadap Lingkungan”, http://www.arthagrahapeduli.org/,
terakhir kali diakses tanggal 7 September 2010.
Pemikiran yang mendasari CSR yang sering
dianggap inti dari etika bisnis adalah
bahwa perusahaan tidak hanya mempunyai kewajiban–kewajiban ekonomis dan legal (artinya kepada pemegang
saham atau shareholders) tapi juga kewajiban–kewajiban
terhadap pihak–pihak lain yang berkepentingan (stakeholders) yang jangkauannya melebihi
kewajiban–kewajiban di atas.
Beberapa hal yang
termasuk dalam CSR ini antara lain adalah tata laksana perusahaan (corporate governance) yang
sekarang sedang marak di Indonesia, kesadaran
perusahaan akan lingkungan, kondisi tempat kerja dan standar bagi karyawan, hubungan perusahaan–masyarakat,
investasi sosial perusahaan (corporate
philantrophy). Ada berbagai penafsiran tentang CSR dalam kaitan aktivitas atau perilaku suatu perusahaan,
namun yang paling banyak diterima saat ini
adalah pendapat bahwa yang disebut CSR adalah yang sifatnya melebihi (beyond) laba, melebihi hal–hal yang
diharuskan peraturan dan melebihi sekedar public relations.
Tanggung jawab sosial perusahaan merupakan
tanggung jawab terhadap kegiatan
perusahaan secara internal dan eksternal.
Peranan CSR seharusnya tidak dianggap sebagai
cost semata, melainkan juga sebagai
investasi jangka panjang bagi perusahaan bersangkutan. Perusahaan mesti yakin, bahwa ada korelasi positif antara
pelaksanaan CSR dengan Chrysanti
Hasibuan-Sedyona “Etika Bisnis Corporate Social Responsibility (CSR) dan PPM”, http://www.goodcsr.wordpr ess.com/,
terakhir kali diakses tanggal 7 September 2010.
Habib Adjie, Status Badan Hukum,
Prinsip-Prinsip dan Tanggung jawab Sosial Perseroan Terbatas, (Bandung: CV. Mandar Maju,
2008), hal. 74.
meningkatnya apresiasi dunia internasional
maupun domestik terhadap perusahaan
bersangkutan.
Pemahaman mengenai CSR memberikan pedoman
bahwa korporasi bukan lagi sebagai
entitas yang hanya mementingkan dirinya sendiri saja, melainkan sebuah entitas usaha yang wajib melakukan
adaptasi kultural dengan lingkungan sosialnya.
CSR menunjuk pada transparansi dampak
sosial atas kegiatan atau aktivitas yang
dilakukan oleh perusahaan. Transparansi informasi yang diungkapkan tidak hanya informasi keuangan
perusahaan, tetapi perusahaan juga diharapkan
mengungkapkan informasi mengenai dampak (externalities) sosial dan lingkungan hidup yang diakibatkan aktivitas
perusahaan.
(1)
Perseroan yang menjalankan kegiatan usahanya di bidang dan/atau
berkaitan dengan sumber daya alam wajib
melaksanakan Tanggung Jawab Sosial dan Lingkungan.
Melihat betapa
pentingnya penerapan CSR oleh perusahaan yang ada di Indonesia, maka pemerintah memasukkan
pengaturan mengenai CSR di dalam Undang-Undang
Perseroan Terbatas, yaitu di dalam Pasal 74 Undang-Undang Perseroan Terbatas No.40 Tahun 2007. Dalam
pasal tersebut diatur bahwa: (2) Tanggung Jawab Sosial dan Lingkungan
sebagaimana dimaksud ayat (1) merupakan
kewajiban Perseroan yang dianggarkan dan diperhitungkan Ani Purwati “CSR Bukan Cost Semata, Tetapi
Juga Sebuah Investasi Jangka Panjang”, http://www.goodcsr.wordpress.com/,
terakhir kali diakses tanggal 7 September 2010.
Heka Hertanto “Tanggung Jawab Perusahaan
Terhadap Lingkungan”, http://www.arthagrahapeduli.org/,
terakhir kali diakses tanggal 7 September 2010.
sebagai biaya Perseroan yang pelaksanaannya
dilakukan dengan memperhatikan kepatutan
dan kewajaran.
(3) Perseroan yang tidak melaksanakan kewajiban
sebagaimana dimaksud pada ayat (1)
dikenai sanksi sesuai dengan ketentuan peraturan perundangundangan.
(4) Ketentuan lebih lanjut mengenai Tanggung
Jawab Sosial dan Lingkungan diatur
dengan Peraturan Pemerintah.
Berdasarkan pada
Pasal 74 ayat (1) tersebut, perseroan yang menjalankan kegiatan usahanya di bidang dan/atau berkaitan
dengan sumber daya alam wajib melaksanakan
tanggung jawab sosial dan lingkungan, berarti perusahaan pertambangan juga wajib melaksanakan Tanggung
Jawab Sosial dan Lingkungan, karena
perusahaan pertambangan merupakan salah satu perusahaan yang kegiatan usahanya di bidang dan/atau berkaitan dengan
sumber daya alam.
Di Indonesia, dasar
hukum dari kegiatan usaha pertambangan adalah Pasal 33 ayat (3) UUD 1945 dan Undang-Undang Nomor 4
tahun 2009 tentang Pertambangan Mineral
dan Batu Bara. Pasal 33 Ayat (3) UUD 1945 menyebutkan bahwa bumi, air, dan kekayaan alam yang
terkandung di dalamnya dikuasai oleh Negara
untuk sebesar-besar kemakmuran rakyat.
Ahmad Redi
“Sektor Pertambangan dan Kompleksitas Persoalan Hukumnya”, Jadi terdapat dua kaidah yang tidak bisa dilepaskan satu sama lain. Kaidah
pertama dikuasai Negara dan kaidah kedua
untuk sebesar-besar kemakmuran rakyat. Karakteristik usaha pertambangan itu pasti mengubah bentang alam karena letak
bahan galian itu ada dibawah tanah.
http://www.ahmadredi2003.blogspot.com/,
terakhir kali diakses tanggal 1 September 2010.
Diatas tanah ada hutan, perladangan,
perkebunan dan pemukiman, oleh karena itu yang berat adalah mengharmonisasikan antara
pertambangan dan kehutanan, lingkungan,
pertanahan, pemukiman dan bidang-bidang lain.
Sebelum dibentuk Undang-Undang Nomor 4 Tahun
2009 tentang Pertambangan Mineral dan
Batu Bara, kegiatan pertambangan di Indonesia diatur di dalam Undang-Undang Nomor 11 Tahun 1967
tentang Ketentuan-Ketentuan Pokok
Pertambangan. Undang-Undang Nomor 11 Tahun 1967 tersebut diganti oleh karena dianggap tidak mampu mengakomodir perkembangan
kegiatan pertambangan yang terus
bermetafora, misalnya pembagian kewenangan antara Pemerintah dan Pemerintah Daerah dalam
kaitannya dengan otonomi daerah; pengaturan
mengenai wilayah pertambangan; reklamasi dan pascatambang; pembinaan dan pengawasan penyelenggaraan
pertambangan; penerimaan negara; penggunaan
tanah untuk kepentingan pertambangan; divestasi saham atau modal pemegang izin usaha pertambangan; status
kontrak karya, perjanjian karya pengusahaan
pertambangan batubara dan kuasa pertambangan yang sudah diterbitkan, sehingga diperlukan pembaharuan
hukum pertambangan dari rezim pengaturan
dalam Undang-Undang Nomor 11 Tahun 1967 ke Undang-Undang Nomor 4 Tahun 2009.
Sebagai bentuk
pembarahuan hukum pertambangan sebagaimana dimaksud di atas, maka Undang-Undang Nomor 4
Tahun 2009 mengandung “Corporate Social
Responsibility (CSR) Perseroan Terbatas Dalam Kegiatan Usaha Pertambangan Sebagai Implikasi Undang-Undang
Perseroan Terbatas No. 40 Tahun 2007”, http://www.lawskripsi.com/,
terakhir kali diakses tanggal 1 September 2010.
Ahmad Red “Sektor Pertambangan dan
Kompleksitas Persoalan Hukumnya”, http://www.ahmadredi2003.blogspot.com/,
terakhir kali diakses tanggal 1 September 2010.
pokok-pokok
pikiran, sebagai berikut: Mineral dan batubara sebagai sumber daya yang tak
terbaharukan dikuasai oleh negara dan pengembangan serta pendayagunaannya dilaksanakan oleh Pemerintah
dan Pemerintah Daerah bersama dengan
pelaku usaha. Pemerintah selanjutnya memberikan kesempatan kepada badan usaha yang berbadan hukum Indonesia,
koperasi, perseorangan, maupun
masyarakat setempat untuk melakukan pengusahaan mineral dan batubara berdasarkan izin, yang sejalan dengan
otonomi daerah, diberikan oleh Pemerintah
dan/atau pemerintah daerah sesuai dengan kewenangannya masingmasing. Dalam
rangka penyelenggaraan desentralisasi dan otonomi daerah, pengelolaan pertambangan mineral dan batubara
dilaksanakan berdasarkan prinsip eksternalitas,
akuntabilitas, dan efisiensi yang melibatkan Pemerintah dan Pemerintah Daerah. Usaha pertambangan harus
memberi manfaat ekonomi dan sosial yang
sebesar-besar bagi kesejahteraan rakyat
Indonesia. Usaha pertambangan harus dapat mempercepat
pengembangan wilayah dan mendorong kegiatan
ekonomi masyarakat/pengusaha kecil dan menengah serta mendorong tumbuhnya industri penunjang
pertambangan. Dalam rangka terciptanya pembangunan berkelanjutan, kegiatan usaha
pertambangan harus dilaksanakan dengan
memperhatikan prinsip lingkungan hidup, transparansi, dan partisipasi masyarakat.
Download lengkap Versi Word
Tidak ada komentar:
Posting Komentar
pesan skripsi